Anda di halaman 1dari 18

DASAR HUKUM

PEMERIKSAAN PAJAK

SAHHAWA HATAMIA
2101051044
Berdasarkan tabel berikut, untuk peraturan yang berwarna
orange tidak terdapat pembaruan peraturannya, sehingga
selanjutnya akan dijelaskan mengenai Dasar Hukum
Pemeriksaan Pajak berdasarkan tabel berikut.
PASAL 12 UU KUP

Pasal 12 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) mengatur
beberapa hal penting terkait kewajiban pembayaran pajak oleh Wajib Pajak. Berikut adalah
rincian penting yang diatur dalam Pasal 12 UU KUP:

1. Kewajiban Pembayaran Pajak: Pasal 12(1) UU KUP menyatakan bahwa setiap Wajib Pajak wajib
membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. Ini mengindikasikan bahwa Wajib Pajak memiliki kewajiban untuk membayar pajak
sesuai dengan hukum pajak yang berlaku, tanpa harus menunggu atau menggantungkan
pada adanya surat ketetapan pajak.

2. Penentuan Jumlah Pajak Terutang: Pasal 12(2) UU KUP menyebutkan bahwa jumlah pajak
yang terutang oleh Wajib Pajak akan ditentukan berdasarkan Surat Pemberitahuan yang
disampaikan oleh Wajib Pajak. Ini artinya, Wajib Pajak diharapkan untuk melaporkan jumlah
pajak yang seharusnya mereka bayarkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
PASAL 12 UU KUP

3. Penentuan Ulang Jumlah Pajak: Pasal 12(3) UU KUP juga mengatur bahwa jika Direktur
Jenderal Pajak memiliki bukti yang menunjukkan bahwa jumlah pajak yang dilaporkan oleh
Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan tidak benar, maka Direktur Jenderal Pajak memiliki
wewenang untuk menetapkan jumlah pajak terutang yang sebenarnya. Ini berarti bahwa jika
ada ketidaksesuaian antara laporan Wajib Pajak dan data yang dimiliki oleh Direktur
Jenderal Pajak, Direktur Jenderal dapat melakukan penentuan ulang jumlah pajak yang
seharusnya dibayar oleh Wajib Pajak.

Poin-poin ini menggarisbawahi pentingnya kewajiban Wajib Pajak untuk melaporkan jumlah
pajak yang benar dan sejalan dengan peraturan perundang-undangan perpajakan, serta
wewenang Direktur Jenderal Pajak untuk mengoreksi jumlah pajak jika ditemukan
ketidaksesuaian dalam pelaporan.
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-07/PJ/2017

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mengatur beberapa hal penting dalam konteks pemeriksaan lapangan dalam rangka
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Berikut adalah poin-poin utama yang diatur dalam peraturan ini:

Pasal 1: Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan


1. Pemeriksaan Lapangan dimulai dengan memberitahukan Wajib Pajak mengenai pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan melalui
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan.
2. Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dapat disampaikan melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa
pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman.
3. Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan bersamaan dengan surat panggilan kepada Wajib Pajak.
4. Wajib Pajak tidak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan.

Pasal 2: Surat Panggilan


1. Surat panggilan kepada Wajib Pajak digunakan untuk memanggil Wajib Pajak ke kantor Direktorat Jenderal Pajak sebagai tahap
awal Pemeriksaan Lapangan.
2. Surat panggilan harus mencantumkan waktu, tempat, dan maksud pertemuan antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak,
serta buku, catatan, dan dokumen yang harus dibawa oleh Wajib Pajak.
3. Waktu pelaksanaan pertemuan ditentukan paling lama 5 hari kerja sejak diterbitkannya surat panggilan.
4. Surat panggilan harus dibuat sesuai dengan format yang tercantum dalam lampiran Peraturan Direktur Jenderal ini.
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-07/PJ/2017

Pasal 3: Peserta Pertemuan


1. Pertemuan harus dihadiri oleh wakil Wajib Pajak sesuai dengan jenis Wajib Pajak yang diatur dalam Undang-Undang Perpajakan,
atau pihak lain yang berwenang jika diperlukan.
2. Pertemuan harus dilakukan pada waktu dan tempat sesuai dengan surat panggilan, di ruangan khusus yang memiliki alat
perekam suara dan gambar.
3. Wajib Pajak yang hadir dapat didampingi oleh pihak lain, seperti pegawai atau konsultan pajak yang memahami kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas Wajib Pajak.
4. Wajib Pajak harus memenuhi permintaan buku, catatan, dan dokumen yang diperlukan oleh Pemeriksa Pajak.

Pasal 4: Tindakan Pemeriksa Pajak


1. Jika Wajib Pajak hadir sesuai dengan surat panggilan, Pemeriksa Pajak harus melakukan beberapa tindakan, termasuk
memberikan penjelasan mengenai alasan dan tujuan Pemeriksaan, membuat pakta integritas, meminta keterangan kepada Wajib
Pajak, dan melakukan hal-hal lain sesuai dengan tata cara Pemeriksaan.
2. Dokumen pakta integritas dan Berita Acara Pemberian Keterangan harus dibuat sesuai dengan format yang tercantum dalam
lampiran Peraturan Direktur Jenderal ini.

Pasal 5: Tindakan jika Wajib Pajak Tidak Hadir


1. Jika Wajib Pajak tidak hadir, Pemeriksa Pajak harus membuat Berita Acara Ketidakhadiran dan melanjutkan Pemeriksaan
Lapangan dengan melakukan pengujian di tempat Wajib Pajak.
2. Jika Wajib Pajak hadir pada waktu yang tidak sesuai dengan surat panggilan tanpa konfirmasi sebelumnya, Wajib Pajak
dianggap tidak hadir.
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-07/PJ/2017

Pasal 6: Pendampingan oleh Petugas


1. Pengujian di tempat Wajib Pajak harus didampingi oleh petugas yang ditunjuk oleh Kepala Unit Pelaksana
Pemeriksaan melalui surat tugas.
2. Petugas yang ditunjuk bertugas untuk memastikan ketaatan terhadap prosedur, hak-hak Wajib Pajak, dan
tata kelola pemerintahan yang baik.

Pasal 7: Petunjuk Teknis


Prosedur lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan diatur dalam petunjuk teknis
pemeriksaan lapangan.

Pasal 8: Berlaku
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Peraturan ini memberikan pedoman dan prosedur yang harus diikuti dalam melakukan pemeriksaan
lapangan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Ini adalah bagian penting dalam
pelaksanaan tugas Direktorat Jenderal Pajak untuk memastikan kepatuhan Wajib Pajak terhadap peraturan
perpajakan.
SURAT EDARAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK NOMOR
SE -10/PJ/2017

Surat Edaran membahas tentang Pedoman


Pemeriksaan Lapangan yang dimaksudkan
untuk memberikan petunjuk teknis bagi
Pemeriksa Pajak dalam melakukan kegiatan
Pemeriksaan Lapangan dalam rangka
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan baik yang
dilaksanakan di tempat tinggal atau tempat
kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak,
dan/atau tempat lain yang dianggap perlu
oleh Pemeriksa Pajak.
PERATURAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK NOMOR
PER - 23/PJ/2013

Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Standar Pemeriksaan mengatur berbagai aspek terkait pelaksanaan pemeriksaan perpajakan
di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Berikut adalah beberapa hal penting yang diatur dalam peraturan ini:

BAB I KETENTUAN UMUM:


1. Definisi: Menjelaskan beberapa definisi penting terkait dengan pemeriksaan perpajakan, seperti pemeriksaan, standar pemeriksaan,
pemeriksa pajak, dan lainnya.

BAB II STANDAR PEMERIKSAAN Bagian Kesatu Umum:


1. Tujuan Pemeriksaan: Menyatakan bahwa pemeriksaan harus dilaksanakan sesuai dengan standar pemeriksaan dan digunakan
sebagai ukuran mutu pemeriksaan. Standar pemeriksaan mencakup standar umum pemeriksaan, standar pelaksanaan pemeriksaan,
dan standar pelaporan hasil pemeriksaan.

Bagian Kedua Standar Umum Pemeriksaan:


1. Persyaratan Pemeriksa Pajak: Menjelaskan persyaratan dan kompetensi yang harus dimiliki oleh pemeriksa pajak, termasuk pendidikan,
pelatihan, keterampilan, dan integritas.

Bagian Ketiga Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan:
1. Persiapan Pemeriksaan: Menjelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum memulai pemeriksaan, seperti pengumpulan
data Wajib Pajak, penyusunan rencana pemeriksaan, dan program pemeriksaan.
PERATURAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK NOMOR
PER - 23/PJ/2013

2. Pelaksanaan Pemeriksaan: Menyatakan bahwa pemeriksaan dilaksanakan sesuai dengan program pemeriksaan dan
berdasarkan bukti kompeten yang cukup.

3. Tim Pemeriksa Pajak: Menjelaskan komposisi tim pemeriksa pajak dan kriteria-kriteria tertentu, serta memberikan fleksibilitas
dalam situasi tertentu.

4. Dokumentasi Pemeriksaan: Menekankan pentingnya dokumentasi pemeriksaan dalam bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan
(KKP).

Bagian Keempat Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan:
1. Laporan Hasil Pemeriksaan: Menjelaskan isi dari laporan hasil pemeriksaan (LHP), termasuk identitas Wajib Pajak, buku dan
dokumen yang diperiksa, pemenuhan kewajiban perpajakan, simpulan, dan pengungkapan informasi lainnya.

Bagian Kelima Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Untuk Tujuan Lain:


1. Persiapan Pemeriksaan Untuk Tujuan Lain: Menjelaskan persiapan yang harus dilakukan sebelum pemeriksaan untuk tujuan
lain, termasuk penyusunan program pemeriksaan.

2. Tim Pemeriksa Pajak Untuk Tujuan Lain: Menjelaskan komposisi tim pemeriksa pajak untuk tujuan lain.
PERATURAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK NOMOR
PER - 23/PJ/2013

3. Dokumentasi Pemeriksaan Untuk Tujuan Lain: Menjelaskan pentingnya dokumentasi pemeriksaan dalam bentuk
KKP untuk tujuan lain.

Bagian Keenam Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan Untuk Tujuan Lain:


1. Laporan Hasil Pemeriksaan Untuk Tujuan Lain: Menjelaskan isi dari laporan hasil pemeriksaan (LHP) untuk tujuan
lain, termasuk identitas Wajib Pajak, tujuan pemeriksaan, buku dan dokumen yang diperiksa, serta simpulan.

BAB III KETENTUAN LAIN-LAIN:


1. Pedoman Petunjuk Teknis: Merujuk pada pedoman, petunjuk teknis, dan petunjuk pelaksanaan di bidang
pemeriksaan sebagai panduan operasional.

BAB IV KETENTUAN PENUTUP:


1. Objektivitas dan Profesionalitas: Menyatakan bahwa pemeriksaan harus dilakukan secara objektif dan profesional
dan bahwa
pemeriksa harus menjunjung tinggi kode etik profesi.
PERATURAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK NOMOR
PER - 23/PJ/2013

2. Perubahan Standar Pemeriksaan: Menjelaskan bahwa perubahan standar pemeriksaan dapat


dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak.

3. Pelanggaran Standar Pemeriksaan: Mengatur tindakan yang dapat diambil dalam kasus
pelanggaran terhadap standar pemeriksaan.

4. Ketentuan Penutup: Berisi ketentuan mengenai ketentuan peralihan yang berlaku untuk
pemeriksaan yang sedang berjalan, serta penggantian aturan sebelumnya dengan peraturan ini.

5. Lampiran:*Berisi lampiran-lampiran yang mendukung peraturan ini.


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 22/PJ/2013

Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Pedoman Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak Yang
Mempunyai Hubungan Istimewa mengatur beberapa hal penting terkait pemeriksaan
terhadap wajib pajak yang memiliki hubungan istimewa. Berikut adalah poin-poin penting
yang diatur dalam peraturan tersebut:

1. Pedoman Pemeriksaan Transfer Pricing: Peraturan ini mengatur pedoman pemeriksaan


terhadap wajib pajak yang memiliki hubungan istimewa, khususnya dalam konteks transfer
pricing. Transfer pricing adalah penetapan harga dalam transaksi antara pihak-pihak yang
memiliki hubungan istimewa, yang dapat mempengaruhi besaran pajak yang harus
dibayarkan.

2. Dokumen dan Surat: Pasal 2 menyatakan bahwa jenis dan bentuk surat dan/atau dokumen
yang diperlukan dalam pemeriksaan terhadap wajib pajak yang memiliki hubungan istimewa
harus sesuai dengan format yang tercantum dalam Lampiran II peraturan ini.
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 22/PJ/2013

3. Transisi dari Peraturan Sebelumnya: Pasal 3 mengatur proses transisi dari peraturan
sebelumnya. Peraturan ini mencabut dan menyatakan tidak berlaku Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor KEP-01/PJ.07/1993 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak Terhadap Wajib
Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa. Ini berarti bahwa setelah peraturan ini mulai
berlaku, pedoman pemeriksaan yang berlaku adalah yang diatur dalam peraturan ini, dan
bukan lagi yang diatur dalam peraturan sebelumnya.

4. Tanggal Mulai Berlaku: Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2013, sesuai dengan
Pasal 4. Ini menunjukkan bahwa peraturan ini telah berlaku sejak tanggal tersebut dan berlaku
untuk pemeriksaan terhadap wajib pajak yang memiliki hubungan istimewa setelah tanggal
tersebut.

Peraturan tersebut pada dasarnya mengatur prosedur dan pedoman pemeriksaan terhadap
wajib pajak yang memiliki hubungan istimewa dalam konteks transfer pricing, serta mengatur
aspek transisi dari peraturan sebelumnya ke peraturan yang baru.
SURAT EDARAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 50/PJ/2013

Surat Edaran (SE) 50/2013 adalah aturan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak
Indonesia. SE ini mengatur beberapa hal terkait dengan pemeriksaan pajak terutama dalam
konteks transfer pricing. Berikut adalah poin-poin penting yang diatur dalam SE 50/2013:

1. Petunjuk Teknis Pemeriksaan Pajak: SE ini memberikan petunjuk teknis yang digunakan sebagai
panduan dalam melakukan pemeriksaan pajak. Pemeriksaan dapat dilakukan dalam dua situasi
khusus:
- Pemeriksaan Terkait Risiko Penghindaran Pajak: Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap Wajib
Pajak yang telah teridentifikasi memiliki risiko penghindaran pajak terkait transaksi dengan pihak
yang memiliki hubungan istimewa sebelum Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) diterbitkan.
- Pemeriksaan Terkait Transaksi dengan Hubungan Istimewa yang Ditemukan Selama
Pemeriksaan: Jika selama pemeriksaan terungkap bahwa Wajib Pajak terlibat dalam transaksi
dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa, maka Pemeriksa Pajak dapat mengubah
Rencana Pemeriksaan (audit plan) dan Program Pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
SURAT EDARAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 50/PJ/2013
2. Pencabutan Surat Edaran Terdahulu: SE 50/2013 mencabut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor SE-04/PJ.7/1993 tentang Petunjuk Penanganan Kasus-Kasus Transfer Pricing (seri TP-1)
dan menyatakan bahwa surat edaran tersebut tidak berlaku lagi.

Dengan demikian, SE 50/2013 adalah petunjuk teknis yang digunakan oleh Direktorat Jenderal
Pajak Indonesia untuk mengatur pemeriksaan pajak terutama dalam konteks transfer pricing dan
penghindaran pajak yang terkait dengan hubungan istimewa antara Wajib Pajak dengan pihak
lain. Surat Edaran ini menggantikan petunjuk sebelumnya yang telah dicabut.
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 15/PJ/2018

Surat edaran 15/2018 membahas tentang Kebijakan Pemeriksaan. Surat


Edaran ini dimaksudkan sebagai pedoman serta memberikan
keseragaman langkah dalam melaksanakan kegiatan pemeriksaan oleh
Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2).
Tujuan Surat Edaran ini ialah:
1. meningkatkan tertib administrasi pemeriksaan;
2. memberikan keseragaman langkah dalam pelaksanaan kegiatan
pemeriksaan;
3. meningkatkan kualitas pemilihan Wajib Pajak yang akan diperiksa;
4. meningkatkan kualitas pemeriksaan pajak; dan
5. meningkatkan penerimaan pajak dari kegiatan pemeriksaan.
THANK
YOU!

END SLIDE

Anda mungkin juga menyukai