PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan karena selain digunakan
sebagai alat komunikasi secara langsung, bahasa juga dapat digunakan sebagai alat
komunikasi secara tulisan. Dalam hal berkomunikasi ,sebagai warga negara yang baik
kita hendaknya memperhatikan rambu-rambu ketata bahasaan Indonesia yang baik dan
benar.
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan adalah sub materi dalam ketata
bahasaan Indonesia ,yang memiliki peran yang cukup besar dalam mengatur etika
berbahasa. Dalam prakteknya diharapkan aturan tersebut dapat digunakan dalam
keseharian masyarakat sehingga proses penggunaan tata bahasa Indonesia dapat
digunakan secara baik dan benar.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Angka dan Lambang Bilangan menurut ejaan bahasa indonesia ?
2. Bagaimana Penulisan Unsur Serapan menurut ejaan bahasa indonesia ?
3. Bagaimana Pemakaian Tanda Baca menurut ejaan bahasa indonesia ?
C. Tujuan
1. Menjelaskan Angka dan Lambang menurut ejaan bahasa indonesia.
2. Menjelaskan bagaimana Penulisan Unsur Serapan menurut ejaan bahasa
indonesia.
3. Menjelaskan bagaimana cara pemakaian Tanda Baca menurut ejaan bahasa
indonesia.
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim
digunakan angka Arab atau angka Romawi.
a. Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
b. Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D
(500),M(1000), V (5.000), M (1.000.000)
2. Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjagng, berat, luas, dan isi, (ii)satuan
waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.
Misalnya:
a. 0,5 sentimeter 1 jam 20 menit
b. 5 kilogram pukul 15.00
c. 4 meter persegi tahun 1928
d. 10 liter 17 Agustus 1945
e. Rp5.000,00 50 dolar Amerika
f. US$3.50* 10 paun Inggris
g. $5.10* 100 yen
h. Y100 10 persen
i. 2.000 rupiah 27 orang
“ Tanda titik di sini merupakan tanda decimal”.
3. Angka lazim dipakai untuk melambangka nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar
pada alamat.
Misalnya:
2
a. Jalan Tanah Abang I No. 15
b. Hotel Indonesia, Kamar 169
4. Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
Misalnya:
a. Bab X, Pasal 5, halaman 252
b. Surah Yasin: 9
b. Bilangan pecahan
Misalnya:
a. Setengah ½
b. Tiga perempat ¾
c. Seperenam belas 1/16
d. Tiga dua pertiga 3 2/3
e. Seperseratus 1/100
f. Satu persen 1 %
g. Satu permil 1‰
h. Satu dua persepuluh 1,2
3
Paku Buwono X; pada awal abad XX; dalamkehidupan abad ke-20 ini; lihan Bab II; Pasal
5; dalam bab ke-2 buku itu; di daerah tingkat II itu; di tingkat kedua gedung itu; di tingkat
ke-2 itu; kantor di tingkat II itu.
7. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti cara yang berikut.
(Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya:
a. tahun ’50-an atau tahun lima puluhan
b. uang 5000-an atau uang lima ribuan
8. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf,
kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian
dan pemaparan.
Misalnya:
a. Amir menonton drama itu sampai tiga kali.
b. Ayah memesan tiga ratus ekor ayam.
c. Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5 orang
memberikan suara blangko. Kendaraan yang ditempah untuk pengangkutan umum
terdiri atas 50 bus, 100 helicak, 100 bemo.
9. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat
diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak
terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
a. Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu.
b. Pak Darmo mengundang 250 orang tamu
Bukan:
a. 15 orang tews dalam kecelakaan itu.
4
b. Dua ratus lima puluh orang tamu diundang Pak Darmo.
10. Angka yang menunjukkan bilangan utuh secara besar dapat dieja
Misalnya:
a. Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 250 juta rupiah.
b. Penduduk Indonesia brjumlah lebi dari 200 juta orang.
11. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks, kecuali
didalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
Misalnya:
a. Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.
b. Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
c. Kantor kami mempunyai 20 (dua puluh) orang pgawa
12. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.
Misalnya:
a. Saya lamirkan tanda terima uang sebesar Rp999,75 (Sembilan ratus Sembilan
puluh Sembilan dan tujh puluh lima perseratus rupiah).
Bukan:
a. Saya lampirkan tanda terima uang sebesar 999,75 (Sembilan ratus Sembilan
puluh Sembilan dan tujuh puluh lima perseratus) rupiah.
Bahasa Indonesia telah menyerap berbagai unsur dari bahasa lain, baik bahasa daerah
maupun dari bahasai asing Sansekerta, Arab, Pertugis, Belanda, Inggris, dan bahasa asing
lain.
5
Berdasarkan cara masuknya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dibagi menjadi
dua golongan, yaitu (1) unsur asing yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa
Indonesia dan (2) unsur asing yang pengucapan dan penulisannyadisesuaikan dengan
kaidah bahasa Indonesia. Untuk keperluan itu telah diusahakan ejaan asing hanya diubah
seperlunya sehingga bentuk Indonesia masih dpat dibandingkan dengan bentuk asalnya.
Di dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dicantumkan
aturan penyesuaian itu. Dapat ditambahkan bahwa hal ini terutama dikenakan kepada kata
dan istilah yang baru masuk ke dalam bahasa Indonesia, serapan lama yang sudah dianggap
umum tidak selalu harus mengikuti aturan penyesuaian tadi.
Berikut ini contoh unsur serapan itu.
Baku Tidak Baku
Apotek Apotik
Atlet Atlit
2. Dipakai dibelakang angka atau huruf dalam suatu bagan ,ikhtsar ,atau huruf.
Misalnya :
a. III.Departemen Dalam Negeri
a). Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa
b). Direktorat Jenderal Agraria
3. Dipakai untuk memisahkan jam, waktu, menit ,dan detik yang menunjukkan waktu
Misalnya :
6
a. Pukul 1.53.23 (pukul 1 lewat 53 menit 23 detik)
4. Dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka
waktu.
Misalnya :
a. 0.23.30 jam (23 menit 30 detik)
5. Dipakai di antara nama penulis ,judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya
atau tanda seru ,dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Misalnya :
a. Siregar,Merari.1920.Azab dan Sengsara.Weltervreden:Balai Pustaka.
7. Tidak dipakai pada ahkir judul yang merupakan kepala karangan atau
Kepala ilustri
Misalnya :
a. Bentuk dan Kebudayaan (Bab I UUD ’45)
b. Acara Kunjungan Adam Malik
8. Tidak dipakai di belakang alamat pengirim dan tanggal surat atau nama dan
Alamat penerima surat
7
Misalnya :
a. Yth. Sdr. Moh.Hasan Jalan K.H. Ahmad Dahlan 54 Surakarta
2. Dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara satu dengan kalimat yang setara
berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melaikan.
Misalnya :
a. Dia bukan anak saya ,melainkan anak Pak Hadi.
3. a. Dipakai untuk memisahkan anak kalmat dengan induk kalimat jika anak
kalimat didahului induk kalimatnya.
Misalnya :
a. Kalau hari ini hujan ,saya tidak akan datang
b. Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
b. Tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimatnya jika anak
kalimatnya mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya :
a. Saya tidak akan datang kalau hari ini hujan.
b. Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
4. Dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang terdapat
pada awal kalimat. Termasuk di dalamya oleh karena itu ,jadi ,lagi pula, meskipun
begitu, dan akan tetapi.
8
Misalnya :
a. ...Oleh karena itu ,kita harus waspada.
b. ...Jadi, soalnya tidak semudah itu.
5. Dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh ,kasian dari kata yangn
lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya :
a. O, begitu ?
b. Wah ,bukan main !
6. Dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
Misalnya :
a. Kata Ibu, “Saya gembira sekali.”
“Saya gembira sekali”,kata Ibu ,”karena kamu lulus.”
7. Dipakai di antara nama dan alamat ,bagian-bagian alamat, tempat dan tanggal,
dannama tempat atau wilayah dan negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya :
a. Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran
,Universitas Indonesia ,Jalan Raya Salemba 6, jakarta.
8. Dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar
pustaka.
Misalnya :
a. Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949. Tata-bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1
dan 2. Djakarta : PT Pustaka Rakjat.
9
Misalnya :
a. WJ.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia Untuk Karang-mengarang
(Yogyakarta: UP Indonesia.1967), hlm. 4.
10. Dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk
membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga ,atau marga.
Misalnya : · Ny.Ratulangi ,M.A.
11. Dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang
dinyatakan dengan angka.
Misalnya : · Rp 12,50
13. Dipakai untuk menghindari salah baca di belakang keterangan yang terdapat pada
awal kalimat.
Misalnya : · Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih.
14. Tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang
mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya
atau tanda seru.
Misalnya : “Berdiri lurus-lurus!” perintahnya.
10
b. Dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang
setara di dalam kalimat majemuk.
Misalnya: Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk bekerja di dapur;
saya sendiri asyik mendengarkan siaran “Pilihan pendengar.”
4. Dipakai (i)di antara jilid atau nomor halaman, (ii)di antara bab dan ayat kitab suci,
(iii)di antara judul dan anak judul dalam suatu karangan, serta (iv)nama kota dan acuan
dalam karangan.
Misalnya : · Surah Al-Fatihah : 6
11
E. Tanda Hubung (-)
a. Menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah karena pergantian baris.
Misalnya : Di samping cara-cara lama itu juga ada cara yang baru.
6. Dipakai untuk merangkaikan (i)se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan
huruf kapital ,(ii)ke- dengan angka, (iii) angka dengan –an, (iv)singkatan berhuruf
kapital dengan imbuhan atau kata ,dan (v)nama jabatan rangkap.
Misalnya :
a. se-Tulungagung
b. ulang tahun ke-17
12
a. di-smash
b. pen-tackle-an
F . Tanda Pisah
1. Membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun
kalimat.
2. Menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat
menjadi lebih jelas.
2. Menunjukkan bahwa dalam kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya : Sebab-sebab kemerosotan ...akan diteliti lebih lanjut.
13
Misalnya : Merdeka!
14
Misalnya : Bacalah “Bola Lampu” dalam buku Dari Suatu Masa ,dari Suatu
Tempat.
3. Mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti
khusus.
Misalnya : Ia bercelana panjang yang dikalangan remaja dikenal dengan nama
“cutbrai”.
4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
Misalnya : Kata Rio ,”Saya juga minta satu.”
5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda
petik mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung
kalimat atau bagian kalimat.
Misalnya : Karena warna kulitnya , Waode mendapat julukan “Si Hitam”.
15
Misalnya : Ali ‘kan kusurati. (‘kan = akan )
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada saat ini bahasa Indonesia menggunakan ejaan yang disebut Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan. Penjelasan lebih lanjut mengenai aturan ejaan tersebut
dimuat dalam (Pedoman Umum) Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang
mengatur tentang (1) Angka dan Lambang Bilangan, (2) penulisan unsur serapan,(3)
pemakaian tanda baca.
Dengan memperhatikan pedoman umum tersebut hendaknya kita dapat berbahasa
dengan baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
17
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman
Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Yrama Widya, 2004.
https://blog.typoonline.com
https://ceritabahasa.co
https://www.studiobelajar.com
18