MODUL : FILTRASI
PEMBIMBING : Robby Sudarman,ST., MT
Oleh:
Kelompok :5
Nama : Nurunnisa Alfi H (181424019)
Obaja Boan Goarro P. M. S. (181424020)
Putri Fakhirah R (181424021)
Rachmalia Eka (181424022)
Kelas : 3A – TKPB
Air keruh adalah air yang mengandung bahan padat dan mencemari lingkungan
sehingga dapat menyababkan gangguan pada kesehatan. Air keruh juga merupakan air
yang tercemar dan kotor, sehingga akan dapat menyababkan terjangkit penyakit menular
dan gangguan kesehatan. Kekeruhan belum tentu dari sifat air yang membahayakan,
tetapi masyarakat pada umumnya berpendapat bahwa air keruh adalah air yang tercemar
dan kotor, sehingga timbul kekhawatiran akan terjangkit penyakit-penyakit menular dan
gangguan kesehatan lainnya.Air yang sangat keruh akan mempercepat terjadinya
penyumbatan pada celah-celah media penyaring, sehingga menghasilkan daya kerja
penyaringan yang kurang memuaskan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 2005,
bahwa yang dimaksud dengan “Air baku untuk air minum rumah tangga, yang
selanjutnya disebut air baku adalah air yang dapat berasal dari sumber air
permukaan, cekungan air tanah dan atau air hujan yang memenuhi baku mutu
tertentu sebagai air baku untuk air minum”. Berdasarkan letaknya air baku dapat
diperoleh dari beberapa sumber, diantaranya adalah air angkasa (hujan), air
permukaan, air laut, dan air tanah. Di Indonesia sendiri, sumber air yang sering
digunakan oleh sebagian besar masyarakat adalah air tanah, baik air tanah dangkal
maupun air tanah dalam (FS Primawati, 2016).
Menurut Baker (1948), catatan tertulis paling awal tentang pengolahan air, sekitar
tahun 4000 SM, menyebutkan filtrasi air melalui pasir dan kerikil. Walaupun sejumlah
modifikasi telah dibuat dengan cara yang aplikasi, filtrasi tetap menjadi salah satu
teknologi mendasar terkait dengan pengolahan air. Digunakannya media filter atau
saringan karena merupakan alat filtrasi atau penyaring yang memisahkan campuran solida
likuida dengan media porous atau material porous lainnya guna memisahkan sebanyak
mungkin padatan tersuspensi yang paling halus. Dan penyaringan ini merupakan proses
pemisahan antara padatan atau koloid dengan cairan, dimana prosesnya bisa dijadikan
sebagai proses awal (primary treatment).
Menurut Tjokrokusumo (1998), pada pengolahan air baku dimana proses koagulasi
tidak perlu dilakukan, maka air baku langsung dapat disaring dengan saringan jenis apa
saja termasuk pasir kasar. Karena saringan kasar mampu menahan material tersuspensi
dengan penetrasi partikel yang cukup dalam, maka saringan kasar mampu menyimpan
lumpur dengan kapasitas tinggi. Karakteristik filtrasi dinyatakan dalam kecepatan hasil
filtrat. Masing-masing dipilih berdasarkan pertimbangan teknik dan ekonomi dengan
sasaran utamanya, yakni menghasilkan filtrat yang murah dengan kualitas yang tetap
tinggi.
2.2 Filtrasi
Filtrasi adalah pembersihan partikel padat dari suatu fluida dengan melewatkannya
pada medium penyaringan, atau septum, dimana zat padat itu tertahan. Pada industri,
filtrasi ini meliputi ragam operasi mulai dari penyaringan sederhana hingga pemisahan
yang kompleks (Parahita, 2018).
Filtrasi merupakan salah satu pengolahan air secara fisik. Filtrasi adalah proses
pemisahan zat padat dari fluida dengan cara melewatkannya melalui media berpori atau
bahan-bahan untuk menyisihkan atau menghilangkan sebanyak-banyaknya butiran-
butiran halus zat padat. Pada proses pengolahan limbah domestik, tujuan filtrasi adalah
untuk menghilangkan partikel yang tersuspensi dan koloidal dengan cara menyaringnya
dengan media filter (Artiyani, 2016).
Fluida yang difiltrasi dapat berupa cairan atau gas, aliran yang lolos dari saringan
mungkin saja cairan, padatan, atau keduanya. Fluida mengalir melalui media penyaring
karena perbedaan tekanan yang melalui media tersebut. Penyaring dapat beroperasi pada:
1. Tekanan di atas atmosfer pada bagian atas media penyaring,
2. Tekanan operasi pada bagian atas media penyaring,
3. Vakum pada bagian bawah.
Tekanan di atas atmosfer dapat dilaksanakan dengan gaya gravitasi pada cairan dalam
suatu kolom, dengan menggunakan pompa atau blower, atau dengan gaya sentrifugal.
Dalam suatu penyaring gravitasi media penyaring bisa jadi tidak lebih baik daripada
saringan (screen) kasar atau dengan unggun partikel kasar seperti pasir. Penyaring
gravitasi dibatasi penggunaannya dalam industri untuk suatu aliran cairan kristal kasar,
penjernihan air minum, dan pengolahan limbah cair. (Sutherland, Ken. 2008)
Faktor yang mempengaruhi efisiensi penyaringan ada 4 (empat) faktor dan
menentukan hasil penyaringan dalam bentuk kualitas efluen serta masa operasi saringan
yaitu (Huisman, 1974):
1. Ketebalan lapisan media filter
Semakin tebal lapisan media filter, hasil dari proses filtrasi akan lebih baik karena
luas permukaan penahan partikel-partikel semakin besar dan jarak yang ditempuh
oleh air semakin panjang.
2. Suhu air
Suhu air akan berpengaruh terhadap kekentalan air, aktivitas biologi dan reaksi kimia
yang akan mempengaruhi proses filtrasi.
3. Kecepatan Filtrasi
Kecepatan aliran akan mempengaruhi proses penahanan mekanis terhadap bahan-
bahan tersuspensi. Apabila kecepatan filtrasi meningkat efektivitas filtrasi akan
menurun.
4. Kualitas Air
Semakin rendah kualitas air yang akan difilter, maka memerlukan pengolahan yang
sempurna atau kompleks.
Mekanisme yang dilalui pada filtrasi:
1. Air mengalir melalui penyaring glanular.
2. Partikel-partikel tertahan di media penyaring.
3. Terjadi reaksi-reaksi kimia dan biologis. (Deep Bed Filter, 2013).
Berdasarkan pada kapasitas produksi air yang terolah, filter pasir dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu filter pasir cepat dan filter pasir lambat.
Filter pasir cepat atau rapid sand filter adalah filter yang mempunyai kecepatan
filtrasi cepat, berkisar 4-21 m/jam. Filter ini selalu didahului dengan proses koagulasi –
flokulasi dan pengendapan untuk memisahkan padatan tersuspensi. Jika kekeruhan pada
influen filter pasir cepat berkisar 5-10 NTU maka efisiensi penurunan kekeruhannya dapat
mencapai 90-98%. Bagian-bagian dari filter pasir cepat meliputi (Gambar 2.1):
1. Bak filter, merupakan tempat proses filtrasi berlangsung. Jumlah dan ukuran
bak tergantung debit pengolahan (minimum dua bak).
2. Media filter, merupakan bahan berbutir/granular yang membentuk pori-pori di
antara butiran media. Pada pori-pori inilah air mengalir dan terjadi proses
penyaringan.
3. Sistem underdrain. Underdrain merupakan sistem pengalihan air yang telah
melewati proses filtrasi yang terletak di bawah media filter. Underdrain terdiri
atas:
Orifice, yaitu lubang pada sepanjang pipa lateral sebagai jalan
masuknya air dari media filter ke dalam pipa.
Lateral, yaitu pipa cabang yang terletak di sepanjang pipa manifold.
Manifold, yaitu pipa utama yang menampung air dari lateral dan
mengalirkannya ke bak penampung air.
1. Selama proses filtrasi berlangsung, partikel yang terbawa air akan tersaring di media
filter. Sementara itu, air terus mengalir melewati media pasir dan penyangga, masuk
lubang/orifice, ke pipa lateral, terkumpul di pipa manifold, dan akhirnya air keluar
menuju bak penampung (lihat Gambar 2.2).
2. Partikel yang tersaring di media lama kelamaan akan menyumbat pori-pori media
sehingga terjadi clogging (penymbatan). Clogging ini akan meningkatkan headloss
aliran air media atau menurunnya debit filtrasi. Untuk menghilangkan clogging,
dilakukan pencucian media.
3. Pencucian dilakukan dengan cara memberikan aliran balik pada media (backwash)
dengan tujuan untuk mengurangi media dan mengangkat kotoran yang menyumbat
pori-pori media filter. Aliran air dari manifold, ke lateral, keluar orifice, naik ke
media hingga media terangkat dan air dibuang melewati gutter yang terletak di atas
media (lihat Gambar 2.3).
4. Bila media filter telah bersih, filter dapat dioperasikan kembali
Filter pasir lambat atau slow sand filter adalah filter yang mempunyai kecepatan
filtrasi lambat, yaitu sekitar 0,1-0,4 m/jam. Kecepatan yang lebih lambat ini disebabkan
ukuran media pasir lebih kecil (effective size = 0,15-0,35 mm). Filter pasir lambat merupakan
sistem filtrasi yang pertama kali digunakan untuk pengolahan air, dimana sistem ini
dikembangkan sejak taun 1800 SM. Prasedimentasi dilakukan pada air baku mendahului
proses filtrasi.
Filter pasir lambat cukup efektif digunakan untuk menghilangkan kandungan bahan
organik dan organisme patogen pada air baku yang mempunyai kekeruhan relatif rendah.
Filter pasir lambat banyak digunakan untuk pengolahan air dengan kekeruhan air baku di
bawah 50 NTU. Efisiensi filter pasir lambat tergantung pada distribusi ukuran partikel pasir,
ratio luas permukaan filter terhadap kedalaman kecepatan filtrasi.
Filter pasir lambat bekerja dengan cara pembentukan lapisan biofilm di beberapa
milimeter bagian atas lapisan pasir halus yang disebut lapisan hypogeal atau schmutzdecke.
Lapisan ini mengandung bakteri, fungi, protozoa, rotifera, dan larva serangga air.
Schmutzdecke adalah lapisan yang melakukan pemurnian efektif dalam pengolahan air
minum. Selama air melewati schmutzdecke, partikel akan terperangkap dan organik terlarut
akan terabsorpsi, diserap dan dicerna oleh bakteri, fungi, dan protozoa. Proses yang terjadi
dalam schmutzdecke sangat kompleks da bervariasi, tetapi yang utama adalah mechanical
straining terhadap kebanyakan bahan tersuspensi dalam lapisan tipsi yang berpori-pori sangat
kecil, kurang dari satu mikron. Ketebalan lapisan ini meningkat terhadap waktu hingga
mencapai sekitar 25 mm, yang menyebabkan aliran mengecil. Ketika kecepatan filtrasi turun
sampai tingkat tertentu, filter harus dicuci dengan mengambil lapisan pasir bagian atas
setebal sekitar 25 mm.
Keuntungan filter lambat antara lain:
1. Biaya kontruksi rendah
2. Rancangan dan pengoperasian lebih sederhana
3. Tidak diperlukan tambahan bahan kimia
4. Variasi kualitas air baku tidak terlalu mengganggu
5. Tidak diperlukan banyak air untuk pencucian, pencucian yang tidak menggunakan
backwash, hanya dilakukan di bagian atas media
Kerugian filter pasir lambat adalah besarnya kebutuhan lahan, yaitu sebagai akibat
dari lambatnya kecepatan filtrasi.
Secara umum, filter pasir lambat hampir sama dengan filter pasir cepat. Filter pasir
lambat tersusun oleh bak filter, media pasir, dan sisten underdrain (Gambar 2.4) (Ade Dian
Saputra, t.t.)
Alat Bahan
Unit filtrasi Tepung terigu
Turbidimeter Air
pH meter
TDS meter
Gelas kimia
Timer/stopwatch
Waktu
TDS Kekeruha Efisiensi
(menit pH
(mg/L) n (NTU) (%)
)
0 6,73 184 80,09 0
4 6,63 156 6,57 91,80
8 6,65 157 6 92,51
12 6,85 156 4,8 94,01
16 6,6 156 4,75 94,07
20 6,65 152 4,74 94,08
24 6,57 152 4,57 94,29
Rata-rata 5,24 93,46
80,09−5,24
Efisiensi = × 100%
80,09
Efisiensi = 93,46%
60
50
40
30
20
10
0
0 5 10 15 20 25 30
Waktu (menit)
100
80
60
40
20
0
0 5 10 15 20 25 30
Waktu (menit)
Kurva Efisiensi Penurunan Kekeruhan Terhadap Waktu
VI. Pembahasan
Filtrasi merupakan pengurangan zat/bahan padatan dalam fluida melalui media filter.
Pada umumnya, filtrasi digunakan untuk mengurangi partikel yang tersuspensi,
menghilangkan padatan yang masih tersisa dari proses unit koagulasi-flokulasi-sedimentasi.
Media filter yang digunakan antara lain ada ijuk, pasir halus, arang, kerikil, dan batu. Ukuran
media filter berpengaruh pada hasil filtrasi. Semakin tebal lapisan media filter, maka hasil
filtrasi yang diperoleh akan semakin baik karena luas permukaan partikel semakin besar dan
jarak yang ditempuh oleh air semakin jauh. Fungsi dari media filter ijuk yaitu sebagai
penyaring kotoran halus pada air. Media filter pasir halus (silika) berfungsi untuk
menghilangkan kandungan lumpur, tanah, partikel kecil dan sedimen pada air. Pasir halus
atau silika ini sangat efektif dalam menyaring lumpur dan bahan pengotor lainnya. Fungsi
arang pada proses filtrasi ialah menghilangkan klorin bebas dan senyata organik yang
menyebabkan bau, rasa, dan juga warna dalam air. Sedangkan kerikil dan batu berfungsi
untuk menyaring kotoran-kotoran besar pada air dan membantu proses aerasi.
Hal pertama yang dilakukan pada proses filtrasi yaitu mengkalibrasi laju alir influen
dan efluen hingga sama agar tidak terjadi overflow. Air limbah mengalir dari tangki influen
yang dipompakan menuju ke tangki filtrasi dari bagian atas ke bawah melewati kolom yang
berisi media filter yang berfungsi untuk mengurangi konsentrasi pada parameter kekeruhan,
pH, dan juga TDS. Parameter kekeruhan dapat diukur menggunakan turbidity meter yang
berfungsi untuk menunjukkan kandungan bahan organik pada air tersebut. Pengukuran TDS
(Total Dissolved Solid) menunjukkan konsentrasi kation dan anion yang ada dalam air. Jika
TDS bertambah, maka nilai kesadahan akan bertambah pula. Pengukuran pH atau tingkat
keasaman dilakukan dengan menggunakan pH meter yang berfungsi menunjukkan besar atau
tidaknya tingkat pencemaran. Biasanya pH air berada pada rentang 6,5-8,5. Pengukuran
beberapa parameter tersebut dilakukan setiap 4 menit sekali pada influen dan efluen selama
proses berlangsung. Proses filtrasi yang terjadi bersifat kontinyu. Kelebihan dari proses
filtrasi secara kontinyu yaitu kapasitas proses yang besar dan pengendaliannya dapat
dilakukan secara otomatis.
Dari data praktikum, dapat dihitung nilai rata-rata kekeruhan dan efisiensi kekeruhan.
Nilai rata-rata kekeruhan yang diperoleh yaitu 5,24 NTU dan efisiensi kekeruhan sebesar
93,46%. Nilai efisiensi yang diperoleh sangat tinggi, sehingga terjadi penurunan kekeruhan
yang cukup signifikan. Penurunan kekeruhan tersebut dapat dilihat pada kurva kekeruhan
terhadap waktu. Dapat dilihat bahwa terjadi penurunan yang signifikan dari t 0 ke menit ke-4.
Nilai kekeruhan pada t0 masih sangat tinggi karena proses belum berjalan. Mulai menit ke-12
hingga menit ke-24, tercapai kondisi steady state karena penurunan kekeruhan mulai stabil
pada menit tersebut. Sama seperti nilai kekeruhan yang diperoleh, nilai TDS pun mengalami
penurunan dari t0 ke menit ke-4 dan kemudian stabil atau steady namun mengalami sedikit
penurunan pada meni ke-20. Hal ini dikarenakan pada rentang waktu tersebut, media filter
mengalami kondisi saturated. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan proses regenerasi pada
proses filtrasi dengan mengalirkan air bersih dari bawah ke atas kolom.
Nilai parameter akhir dari proses pengolahan air limbah yang dihasilkan berada di
bawah baku mutu, sehingga limbah yang sudah diolah tersebut dapat langsung dibuang ke
lingkungan.
Salah satu parameter penting yang menentukan kualitas air buangan industri tapioka
adalah kekeruhan, padatan tersuspensi, dan warna. Walaupun kekeruhan itu bukan polutan,
sifat ini disebabkan oleh adanya bahan tersuspensi. Kekeruhan merupakan sifat fisik yang
paling mudah dilihat untuk menilai kualitas air buangan. Semakin keruh air buangan,
semakin tinggi tingkat pencemarannya. (Betty & Waniati, 1993). Padatan tersuspensi
mempengaruhi kekeruhan dan warna air. Apabila terjadi pendendapan dan pembusukan zat-
zat tersebut di badan air pencemar maka air buangan akan mengurangi nilai gua perairan
tersebut. (Betty & Waniati, 1993). Warna disebabkan adanya zat padat terlarut atau zat
tersuspensi. Jika warna air berubah berarti ada polusi. Adanya warna akan menghalangi
masuknya sinar matahari ke dalam air sehingga fotosintesis dalam tumbuhan air tidak akan
berlangsung. (Syhenry, 1993).
Sebelum melaksanakan proses filtrasi, perlu dilakukan kalibrasi pada aliran influen
dan efluen menggunakan air keran. Laju alir influen dan efluen perlu diatur agar memiliki
laju alir yang sama dan konstan selama proses filtrasi berlangsung dengan debit maksimal 20
mL/s untuk mencegah overflow dan untuk menciptakan waktu kontak yang tepat antara
butiran media penyaring dengan air yang disaring serta agar efisiensi penurunan kekeruhan
mengalami peningkatan. Debit air yang terlalu besar dapat menyebabkan proses filtrasi tidak
sempurna. Debit yang terlalu besar akan menyebabkan proses filtrasi berjalan tidak optimal
karena limbah akan terlalu cepat melewati media filtrasi sehingga waktu kontak antara
limbah dengan media filtrasi akan lebih singkat yang menyebabkan partikel pada limbah
tidak tersaring dengan baik. Hal ini menyebabkan efisiensi penurunan kekeruhan menjadi
rendah.
Dari data yang diperoleh saat praktikum, dapat diketahui bahwa nilai pH semakin
berkurang seiring berjalannya waktu meskipun terjadi fluktuasi pada menit ke-8 sampai
dengan menit ke-20. Namun, secara garis besar pH yang semula 6,73 mengalami penurunan
menjadi 6,57. Hal ini menunjukkan bahwa proses filtrasi berjalan dengan baik dan air limbah
tapioka setelah mengalami proses filtrasi ini telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 dengan rentang pH yang
diizinkan adalah 6,5.
Kemudian, dari data yang diperoleh saat praktikum, dapat diketahui bahwa nilai TDS
semakin berkurang seiring berjalannya waktu meskipun terjadi fluktuasi pada menit ke-0
sampai dengan menit ke-12. Namun, secara garis besar TDS yang semula 184 mg/L
mengalami penurunan menjadi 152 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa proses filtrasi berjalan
dengan baik dan air limbah tapioka setelah mengalami proses filtrasi ini telah memenuhi
syarat yang ditetapkan oleh Permenkes No.492/Menkes/Per/IV/2010 yang menetapkan
standar TDS maksimum yang diperbolehkan adalah 500 mg/L.
Dari hasil pengolahan data dan kurva kekeruhan terhadap waktu, dapat diketahui
bahwa efisiensi penurunan kekeruhan mengalami peningkatan seiring berjalannya waktu
yang semula 0% meningkat menjadi 94,29%. Hal ini dikarenakan air limbah tapioka
mengalami penurunan kekeruhan NTU setelah dilakukan proses filtrasi. Dengan kekeruhan
awal sebesar 80,09 NTU menurun menjadi 4,57 NTU. Artinya, air limbah tapioka yang telah
mengalami proses filtrasi ini telah memenuhi syarat yang diberikan oleh Permenkes, yaitu
kekeruhan yang diperbolehkan untuk air bersih maksimal sebesar 25 NTU.
Nilai pH, TDS, dan kekeruhan pada air limbah tapioka telah memenuhi syarat yang
diberikan oleh Permenkes setelah mengalami proses filtrasi. Keberhasilan pada proses filtrasi
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ketebalan lapisan media filter, suhu air, kecepatan
filtrasi (debit filtrasi), dan konsentrasi kekeruhan. (Dewi, 2019).
Ketebalan lapisan media filter menentukan lamanya pengaliran dan daya saring.
Media yang terlalu tebal biasanya mempunyai daya saring yang sangat tinggi, tetapi
membutuhkan waktu pengaliran yang lama dan dari segi ekonomi kurang menguntungkan
bagi industri. Ukuran pori menentukan tingkat porositas dan kemampuan menyaring partikel
halus yang terdapat dalam air baku (Dewi, 2019). Pada praktikum kali ini, bak filtrasi terdiri
dari ijuk, pasir halus, ijuk, pasir halus, arang, kerikil, dan batu. Fungsi ijuk dalam proses
filtrasi air adalah untuk menyaring kotoran-kotoran halus dan sebagai penahan pasir halus
agar tidak lolos ke lapisan bawahnya (Fajri et., al 2017). Pasir kuarsa digunakan untuk
mengurangi kadar Fe dan Mn pada air karena kadar Fe yang rendah akan mengurangi
kemungkinan timbulnya karat pada perlengkapan perpipaan dan lain-lain (Fajri et al., 2017).
Karbon aktif/arang bertujuan untuk menyerap anion, kation, dan molekul dalam bentuk
senyawa anorganik, larutan, maupun gas (Vegetama et al., 2020). Kerikil dan batu berfungsi
sebagai penyaring dari kotoran-kotoran besar pada air dan membantu proses aerasi gas
(Vegetama et al., 2020).
Adanya perubahan suhu air yang akan difiltrasi akan mempengaruhi efisiensi daya
saring filter. Pada praktikum kali ini, suhu air dijaga pada suhu ruang sehingga efisiensi
penurunan kekeruhan meningkat seiring berjalannya waktu proses filtrasi
Pada praktikum kali ini, nilai efisiensi penurunan kekeruhan meningkat seiring
berjalannya waktu dan nilai rata-rata efisiensi penurunan kekeruhan sebesar 93,46%. Hal ini
menandakan bahwa dengan pengaturan debit influen dan efluen maksimal 20 mL/s,
konsentrasi umpan 0,25 g/L, dan ketebalan media filter berupa ijuk, pasir halus, ijuk, pasir
halus, arang, kerikil, dan batu menyebabkan proses filtrasi berjalan dengan baik.
Jika pada saat proses filtrasi diperoleh nilai efisiensi penurunan kekeruhan yang menurun
seiring berjalannya waktu maka media filter mengalami kejenuhan sehingga perlu dilakukan
regenerasi menggunakan air biasa dengan arah aliran dari bawah ke atas.
Oleh : Rachmalia Eka F (181424022)
Praktikum yang kelompok kami lakukan kali ini adalah praktikum filtrasi. Filtrasi
dilakukan untuk memisahkan partikel padat dari fluida dengan melewatkannya pada medium
yang membuat partikel padat tersebut tertahan. Tujuan praktikum kali ini adalah menentukan
efisiensi penurunan kekeruhan dan menentukan pengaruh media filter terhadap kekeruhan.
Air umpan dari penampung dialirkan melalui bak filtrasi dengan menggunakan
bantuan pompa. Bak filtrasi tersebut berisi material-material yang dapat menahan partikel
padat dari air umpan sehingga partikel padat di efluen diharapkan berkurang. Unggun media
filter terdiri dari batu, kerikil, arang, pasir halus, dan ijuk. Kerikil dan batu berfungsi sebagai
media penyangga dalam proses filtrasi, agar media pasir tidak terbawa aliran hasil
penyaringan, sehingga penyumbatan dapat dihindari. Arang atau karbon aktif berfungsi untuk
menghilangkan klorin bebas dan senyawa organik yang menyebabkan bau, rasa dan warna
dalam air. Ijuk berfungsi untuk menahan kotoran/partikel padatan, pasir silika berfungsi
untuk menyaring lumpur, tanah dan partikel lainnya dalam air, biasanya difungsikan debagai
pre-filter untuk diproses dengan filter berikutnya, seperti carbon filter, mangasnis filter,
softener dll.
Ukuran unggun akan mempengaruhi hasil filtrasi. Hasil pengolahan filtrasi akan
membentuk filtrasi pada permukaan media filter. Semakin kecil dan semkain tebal ukuran
unggun, maka hasil filtrasi akan semakin baik. Hal tersebut dikarenakan semakin kecil
ukuran dan semakin tebal unggun, luas permukaan penahan partikel-partikel semakin besar
dan jarak yang ditempuh oleh air semakin panjang dan dan partikel padat yang tertahan
semakin banyak. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi efisiensi filtrasi adalah suhu air,
kecepatan filtrasi dan kualitas air. Suhu air akan berpengaruh pada kekentalan air, aktivitas
biologi dan reaksi kimia. Kecepatan aliran akan mempengaruhi proses penahanan mekanis
terhadap bahan-bahan tersuspensi. Apabila kecepatan filtrasi meningkat efektivitas filtrasi
akan menurun. Sedangkan kualitas air akan berpengaruh pada cara pengolahannya. Semakin
rendah kualitas air yang akan difilter, maka memerlukan pengolahan yang sempurna atau
kompleks. Air umpan yang telah melalui unggun media filtrasi akan keluar melalui keran
efluen.
Hal yang dilakukan pertama kali adalah mengkalibrasi laju alir dengan air keran pada
aliran influen dan efluen sehingga debit kedua aliran tersebut hampir sama maksimal 20
mL/s. Kalibrasi dilakukan untuk mencegah overflow. Selain itu, laju alir influen dan efluen
disesuaikan agar tidak terjadi flooding. Jika terlalu cepat laju alirnya, efisiensi proses filtrasi
akan berkurang dan waktu kontak air dengan permukaan media filter terlalu cepat sehingga
penyaringan tidak maksimal. Saat air berada di dalma bak flitrasi, terdapat waktu tinggal.
Semakin lama waktu tinggal maka semakin banyak kotoran yang tersaring dan efisiensi akan
bertambah.
Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan air keran biasa. Air yang akan difiltrasi
adalah air limbah terpung terigtu. Maka dari itu, dibuatlah larutan tepung terigu dengan cara
mencampur tepung terigu dengan air sebanyak 25 L dengan konsentrasi 0.5 g/L. Larutan
tersebut dibuat di wadah terpisah. Konsentrasi air limbah yang terlalu tinggi akan membuat
pori media filtrasi tersumbat sehingga air limbah sebaiknya tidak dibuat konsentrasinya
terlalu tinggi. Jika konsentrasi air limbah terlalu tinggi perlu dilakukan proses koagulasi,
flokulasi, dan sedimentasi terlebih dahulu. Untuk media filtrasi yang pori-porinya telah
tersumbat akan berpengaruh pada efisiendi penyaringan. Oleh karena itu media filtrasi perlu
diregenerasi agar bersih dari kotoran-kotoran yang menyumbat.
Parameter yang diukur adalah kekeruhan, pH dan TDS untuk nanti diolah dengan
perhitungan setelah semua data terkumpul. Kekeruhan diukur dengan menggunakan alat
turbidimeter. Parameter awal di menit ke-0 perlu dikur untuk mengetahui kondisi awal air
baku yang kita miliki. Selanjutnya air dialirkan ke bak filtrasi dan media filter akan
menyaring kotoran-kotoran yang ada. Setelah proses filtrasi berjalan, pengukuran dilakukan
setiap 4 menit sekali.
Dari data yang diperoleh, dilakukan perhitungan efisiensi menggunakan rumus berikut :
Dari kurva kekeruhan terhadap waktu yang diperoleh terlihat seiring waktu berjalan
kekeruhan di 4 menit pertama menurun secara drastis. Lalu untuk menit-menit selanjutnya
kurva cenderung datar. Selanjutnya dari kurva TDS terhadap waktu juga menunjukan hasil
yang sama dengan kekeruhan. Hal tersebut dikarenakan setelah proses berjalan, partikel
padatan akan langsung tertahan dan di menit-menit selanjutnya kekeruhan akan mulai stabil.
Menurut Permenkes No 492/Menkes/Per/IV/2029, batas kekeruhan yang diperbolehkan
adalah maksimal sebesar 25 NTU. Hasil akhir kekeruhan menunjukan angka 4,57 NTU.
Maka proses filtrasi telah berjalan dengan baik dan air limbah dapat langsung dibuang.
Efisiensi penurunan kekeruhan yang diperoleh dari praktikum ini adalah 93.46% yang
menunjukan hasil yang cukup bagus.
VII. Kesimpulan
1. Efisiensi penurunan kekeruhan pada proses filtrasi secara kontinyu pada pengolahan
limbah air terigu sebesar 93,46%.
2. Ketebalan media filter yang digunakan dapat mempengaruhi kekeruhan air yang
diperoleh karena semakin tebal lapisan media filter, maka hasil proses filtrasi akan
semakin baik karena luas penahan partikel-partikel semakin besar dan jarak yang
ditempuh oleh air semakin jauh.
DAFTAR PUSTAKA
Abuzar, S. S., & Pramono, R. (2014). Efektivitas Penurusan Kekeruhan dengan Direct
Filtration Menggunakan Saringan Pasir Cepat (SPC). Prosiding SNSTL I 2014, 89-95.
Anonim, 2013. “E-Modul Laboratorium Operasi Teknik Kimia (Deep Bed Filter)”.
http://che.unsyiah.ac.id/wp-content/uploads/sites/4/2013/10/Modul-Lab-OTK-I.pdf
[17 April 2021].
Artiyani A., Heri N. (2016). Kemampuan filtrasi upflow pengolahan filtrasi upflow dengan
media pasir zeolit dan arang aktif dalam menurunkan kadar fosfat dan deterjen air
limbah domestik. Jurnal Industri Inovatif. 6(1), 8-15.
Kurnia wati, E. K., Ismatullah, I., Nurmilah, R. (2019). Penerapan Teknologi Filtrasi Pada
Sistem Penampungan Air Bersih Di Daerah Perkebunan Desa Pasir Datar Indah
Kabupaten Sukabumi. Buletin Al-Ribaath 16 46-51
Mugiyantoro, A., Rekinagara, I. H., Primaristi, C. D., & Soesilo, J. (2017). Penggunaan
Bahan Alam Zeolit, Pasir Silika, Dan Arang Aktif Dengan Kombinasi Teknik Shower
Dalam Filterisasi Fe, Mn, Dan Mg Pada Air Tanah Di Upn “Veteran” Yogyakarta.
In PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN
ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13-14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA. Tjokrokusumo, KRT. 1998.
Pengantar Engineering Lingkungan, STTL “YLH”, Yogyakarta.
Parahita, C. K. (2018). Pengaruh Waktu Pengadukan dan Pengambilan Sampel Larutan
CaCo3 4% Terhadap Jumlah Endapan Pada Alat Filter Press. Jurnal Inovasi
Proses, 3(1), 7-9.
Pinem, K. I. (2019). Pengaruh Rate Filtrasi dan Ketebalan Media Pasir Silika Terhadap
Penurunan Nilai Kekeruhan dan Peningkatan Nilai pH dalam Filtrasi Air Gambut.
Quddus, R. (2014). Teknik pengolahan air bersih dengan sistem saringan pasir lambat
(downflow) yang bersumber dari Sungai Musi (Doctoral dissertation, Sriwijaya
University).
Rohmah, Ainur, et al. t.t. . “Pengenalan Alat Analisa Tingkat Kekeruhan Air dengan
Turbidimeter”. Tersedia: https://id.scribd.com/doc/194344254/Jurnal-Kimia-Fisik-
Kekeruhan-Air. [17 April 2021].
Selintung Mary dan Suryani Syahrir, 2012. “Studi Pengolahan Air Melalui Media Filter Pasir
Kuarsa (Studi Kasus Sungai Malimpung)”.
http://www.undana.ac.id/jsmallfib_top/JURNAL/TEKNIK
%20PERTAMBANGAN/TEKNIK%20PERTAMBANGAN%202012/STUDI
%20PENGOLAHAN%20AIR%20MELALUI%20MEDIA%20FILTER.pdf [17 April
2021].
Sulianto, A. A., Kurniati, E., & Hapsari, A. A. (2020). Perancangan Unit Filtrasi untuk
Pengolahan Limbah Domestik Menggunakan Sistem Downflow. Jurnal Sumberdaya
Alam dan Lingkungan, 6(3), 31-39.
Sulistyanti, D., Antoniker, A., & Nasrokhah, N. (2018). Penerapan metode filtrasi dan
adsorpsi pada pengolahan limbah laboratorium. EduChemia (Jurnal Kimia dan
Pendidikan), 3(2), 147-156.
LAMPIRAN
Selesai
Oleh : Obaja Boan Goarro P. M. S. (181424020)
Kalibrasi laju alir dengan air keran pada aliran influen dan efluen sehingga
didapatkan debit yang hampir sama maksimal 20 mL/s untuk mencegah overflow
Menyalakan pompa influen dan membuka valve untuk mengalirkan air baku ke
tangki filtrasi
Menyalakan pompa
Mencatat debit efluen dari keluaran Menghitung laju alir efluen dari debit
valve 6 dengan debit maksimal 20 mL/s yang diperoleh
Menutup valve 5 dan membuka Menyamakan laju alir valve 3 dengan laju alir
penuh valve 4 valve 6 (efluen)
Ya
Mematikan pompa
Menjalankan filtrasi
Mengambil sampel limbah dari Mengukur parameter kekeruhan, pH, dan TDS
valve 6 (efluen) setiap 4 menit
Mematikan pompa
Menutup valve 3
END
Oleh : Rachmalia Eka F (181424022)
Analisis
Ambil sampel efluen setiap 4 menit kekeruhan, pH
dan TDS