Anda di halaman 1dari 33

LABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI

SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2020/2021

MODUL : FILTRASI
PEMBIMBING : Robby Sudarman,ST., MT

Tanggal Praktikum : 14 April 2021


Tanggal Pengumpulan : 18 April 2021

Oleh:

Kelompok :5
Nama : Nurunnisa Alfi H (181424019)
Obaja Boan Goarro P. M. S. (181424020)
Putri Fakhirah R (181424021)
Rachmalia Eka (181424022)

Kelas : 3A – TKPB

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK KIMIA PRODUKSI BERSIH


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2021
I. Tujuan
1. Menentukan efisiensi penurunan kekeruhan pada proses filtrasi kontinyu limbah
air terigu.
2. Menentukan pengaruh media filter terhadap kekeruhan.

II. Dasar Teori

2.1 Air Baku

Air keruh adalah air yang mengandung bahan padat dan mencemari lingkungan
sehingga dapat menyababkan gangguan pada kesehatan. Air keruh juga merupakan air
yang tercemar dan kotor, sehingga akan dapat menyababkan terjangkit penyakit menular
dan gangguan kesehatan. Kekeruhan belum tentu dari sifat air yang membahayakan,
tetapi masyarakat pada umumnya berpendapat bahwa air keruh adalah air yang tercemar
dan kotor, sehingga timbul kekhawatiran akan terjangkit penyakit-penyakit menular dan
gangguan kesehatan lainnya.Air yang sangat keruh akan mempercepat terjadinya
penyumbatan pada celah-celah media penyaring, sehingga menghasilkan daya kerja
penyaringan yang kurang memuaskan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 2005,
bahwa yang dimaksud dengan “Air baku untuk air minum rumah tangga, yang
selanjutnya disebut air baku adalah air yang dapat berasal dari sumber air
permukaan, cekungan air tanah dan atau air hujan yang memenuhi baku mutu
tertentu sebagai air baku untuk air minum”. Berdasarkan letaknya air baku dapat
diperoleh dari beberapa sumber, diantaranya adalah air angkasa (hujan), air
permukaan, air laut, dan air tanah. Di Indonesia sendiri, sumber air yang sering
digunakan oleh sebagian besar masyarakat adalah air tanah, baik air tanah dangkal
maupun air tanah dalam (FS Primawati, 2016).
Menurut Baker (1948), catatan tertulis paling awal tentang pengolahan air, sekitar
tahun 4000 SM, menyebutkan filtrasi air melalui pasir dan kerikil. Walaupun sejumlah
modifikasi telah dibuat dengan cara yang aplikasi, filtrasi tetap menjadi salah satu
teknologi mendasar terkait dengan pengolahan air. Digunakannya media filter atau
saringan karena merupakan alat filtrasi atau penyaring yang memisahkan campuran solida
likuida dengan media porous atau material porous lainnya guna memisahkan sebanyak
mungkin padatan tersuspensi yang paling halus. Dan penyaringan ini merupakan proses
pemisahan antara padatan atau koloid dengan cairan, dimana prosesnya bisa dijadikan
sebagai proses awal (primary treatment).
Menurut Tjokrokusumo (1998), pada pengolahan air baku dimana proses koagulasi
tidak perlu dilakukan, maka air baku langsung dapat disaring dengan saringan jenis apa
saja termasuk pasir kasar. Karena saringan kasar mampu menahan material tersuspensi
dengan penetrasi partikel yang cukup dalam, maka saringan kasar mampu menyimpan
lumpur dengan kapasitas tinggi. Karakteristik filtrasi dinyatakan dalam kecepatan hasil
filtrat. Masing-masing dipilih berdasarkan pertimbangan teknik dan ekonomi dengan
sasaran utamanya, yakni menghasilkan filtrat yang murah dengan kualitas yang tetap
tinggi.
2.2 Filtrasi
Filtrasi adalah pembersihan partikel padat dari suatu fluida dengan melewatkannya
pada medium penyaringan, atau septum, dimana zat padat itu tertahan. Pada industri,
filtrasi ini meliputi ragam operasi mulai dari penyaringan sederhana hingga pemisahan
yang kompleks (Parahita, 2018).
Filtrasi merupakan salah satu pengolahan air secara fisik. Filtrasi adalah proses
pemisahan zat padat dari fluida dengan cara melewatkannya melalui media berpori atau
bahan-bahan untuk menyisihkan atau menghilangkan sebanyak-banyaknya butiran-
butiran halus zat padat. Pada proses pengolahan limbah domestik, tujuan filtrasi adalah
untuk menghilangkan partikel yang tersuspensi dan koloidal dengan cara menyaringnya
dengan media filter (Artiyani, 2016).
Fluida yang difiltrasi dapat berupa cairan atau gas, aliran yang lolos dari saringan
mungkin saja cairan, padatan, atau keduanya. Fluida mengalir melalui media penyaring
karena perbedaan tekanan yang melalui media tersebut. Penyaring dapat beroperasi pada:
1. Tekanan di atas atmosfer pada bagian atas media penyaring,
2. Tekanan operasi pada bagian atas media penyaring,
3. Vakum pada bagian bawah.
Tekanan di atas atmosfer dapat dilaksanakan dengan gaya gravitasi pada cairan dalam
suatu kolom, dengan menggunakan pompa atau blower, atau dengan gaya sentrifugal.
Dalam suatu penyaring gravitasi media penyaring bisa jadi tidak lebih baik daripada
saringan (screen) kasar atau dengan unggun partikel kasar seperti pasir. Penyaring
gravitasi dibatasi penggunaannya dalam industri untuk suatu aliran cairan kristal kasar,
penjernihan air minum, dan pengolahan limbah cair. (Sutherland, Ken. 2008)
Faktor yang mempengaruhi efisiensi penyaringan ada 4 (empat) faktor dan
menentukan hasil penyaringan dalam bentuk kualitas efluen serta masa operasi saringan
yaitu (Huisman, 1974):
1. Ketebalan lapisan media filter
Semakin tebal lapisan media filter, hasil dari proses filtrasi akan lebih baik karena
luas permukaan penahan partikel-partikel semakin besar dan jarak yang ditempuh
oleh air semakin panjang.
2. Suhu air
Suhu air akan berpengaruh terhadap kekentalan air, aktivitas biologi dan reaksi kimia
yang akan mempengaruhi proses filtrasi.
3. Kecepatan Filtrasi
Kecepatan aliran akan mempengaruhi proses penahanan mekanis terhadap bahan-
bahan tersuspensi. Apabila kecepatan filtrasi meningkat efektivitas filtrasi akan
menurun.
4. Kualitas Air
Semakin rendah kualitas air yang akan difilter, maka memerlukan pengolahan yang
sempurna atau kompleks.
Mekanisme yang dilalui pada filtrasi:
1. Air mengalir melalui penyaring glanular.
2. Partikel-partikel tertahan di media penyaring.
3. Terjadi reaksi-reaksi kimia dan biologis. (Deep Bed Filter, 2013).

2.3 Tipe Filter

Berdasarkan pada kapasitas produksi air yang terolah, filter pasir dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu filter pasir cepat dan filter pasir lambat.

2.3.1 Filter Pasir Cepat

Filter pasir cepat atau rapid sand filter adalah filter yang mempunyai kecepatan
filtrasi cepat, berkisar 4-21 m/jam. Filter ini selalu didahului dengan proses koagulasi –
flokulasi dan pengendapan untuk memisahkan padatan tersuspensi. Jika kekeruhan pada
influen filter pasir cepat berkisar 5-10 NTU maka efisiensi penurunan kekeruhannya dapat
mencapai 90-98%. Bagian-bagian dari filter pasir cepat meliputi (Gambar 2.1):
1. Bak filter, merupakan tempat proses filtrasi berlangsung. Jumlah dan ukuran
bak tergantung debit pengolahan (minimum dua bak).
2. Media filter, merupakan bahan berbutir/granular yang membentuk pori-pori di
antara butiran media. Pada pori-pori inilah air mengalir dan terjadi proses
penyaringan.
3. Sistem underdrain. Underdrain merupakan sistem pengalihan air yang telah
melewati proses filtrasi yang terletak di bawah media filter. Underdrain terdiri
atas:
 Orifice, yaitu lubang pada sepanjang pipa lateral sebagai jalan
masuknya air dari media filter ke dalam pipa.
 Lateral, yaitu pipa cabang yang terletak di sepanjang pipa manifold.
 Manifold, yaitu pipa utama yang menampung air dari lateral dan
mengalirkannya ke bak penampung air.

Gambar 2.1 Bagian-bagian Filter


(Sumber: http://www.academia.edu/5874059/BAB_7_UNIT_FILTRASI)

Pengoperasian pasir cepat adalah sebagai berikut:

1. Selama proses filtrasi berlangsung, partikel yang terbawa air akan tersaring di media
filter. Sementara itu, air terus mengalir melewati media pasir dan penyangga, masuk
lubang/orifice, ke pipa lateral, terkumpul di pipa manifold, dan akhirnya air keluar
menuju bak penampung (lihat Gambar 2.2).
2. Partikel yang tersaring di media lama kelamaan akan menyumbat pori-pori media
sehingga terjadi clogging (penymbatan). Clogging ini akan meningkatkan headloss
aliran air media atau menurunnya debit filtrasi. Untuk menghilangkan clogging,
dilakukan pencucian media.
3. Pencucian dilakukan dengan cara memberikan aliran balik pada media (backwash)
dengan tujuan untuk mengurangi media dan mengangkat kotoran yang menyumbat
pori-pori media filter. Aliran air dari manifold, ke lateral, keluar orifice, naik ke
media hingga media terangkat dan air dibuang melewati gutter yang terletak di atas
media (lihat Gambar 2.3).
4. Bila media filter telah bersih, filter dapat dioperasikan kembali

Gambar 2.2 Aliran Air Pada Saat Operasi Filter


(Sumber: http://www.academia.edu/5874059/BAB_7_UNIT_FILTRASI)

Gambar 2.3 Aliran Air Pada Saat Pencucian Filter


(Sumber: http://www.academia.edu/5874059/BAB_7_UNIT_FILTRASI)

Filter pasir cepat dapat dibedakan dalam beberapa kategori:


Menurut sistem kontrol kecepatan filtrasi:
1. Constant rate: debit hasil proses filtrasi konstan sampai pada level tertentu. Hal ini
dilakukan dengan memberikan kebebasan kenaikan level muka air di atas media filter.
2. Declining rate atau constant head: debit hasil proses filtrasi menurun seiring dengan
waktu filtrasi, atau level mula air di atas media filter dirancang pada nilai yang tetap.
Menurut arah aliran:
1. Filter aliran down flow (ke bawah).
2. Filter aliran upflow (ke atas).
3. Filter aliran horizontal.
Menurut sistem pengaliran
1. Filter dengan aliran secara grafitasi (gravity filter).
2. Filter dengan aliran bertekanan (pressure filter).

2. 3. 2 Filter Pasir Lambat

Filter pasir lambat atau slow sand filter adalah filter yang mempunyai kecepatan
filtrasi lambat, yaitu sekitar 0,1-0,4 m/jam. Kecepatan yang lebih lambat ini disebabkan
ukuran media pasir lebih kecil (effective size = 0,15-0,35 mm). Filter pasir lambat merupakan
sistem filtrasi yang pertama kali digunakan untuk pengolahan air, dimana sistem ini
dikembangkan sejak taun 1800 SM. Prasedimentasi dilakukan pada air baku mendahului
proses filtrasi.
Filter pasir lambat cukup efektif digunakan untuk menghilangkan kandungan bahan
organik dan organisme patogen pada air baku yang mempunyai kekeruhan relatif rendah.
Filter pasir lambat banyak digunakan untuk pengolahan air dengan kekeruhan air baku di
bawah 50 NTU. Efisiensi filter pasir lambat tergantung pada distribusi ukuran partikel pasir,
ratio luas permukaan filter terhadap kedalaman kecepatan filtrasi.
Filter pasir lambat bekerja dengan cara pembentukan lapisan biofilm di beberapa
milimeter bagian atas lapisan pasir halus yang disebut lapisan hypogeal atau schmutzdecke.
Lapisan ini mengandung bakteri, fungi, protozoa, rotifera, dan larva serangga air.
Schmutzdecke adalah lapisan yang melakukan pemurnian efektif dalam pengolahan air
minum. Selama air melewati schmutzdecke, partikel akan terperangkap dan organik terlarut
akan terabsorpsi, diserap dan dicerna oleh bakteri, fungi, dan protozoa. Proses yang terjadi
dalam schmutzdecke sangat kompleks da bervariasi, tetapi yang utama adalah mechanical
straining terhadap kebanyakan bahan tersuspensi dalam lapisan tipsi yang berpori-pori sangat
kecil, kurang dari satu mikron. Ketebalan lapisan ini meningkat terhadap waktu hingga
mencapai sekitar 25 mm, yang menyebabkan aliran mengecil. Ketika kecepatan filtrasi turun
sampai tingkat tertentu, filter harus dicuci dengan mengambil lapisan pasir bagian atas
setebal sekitar 25 mm.
Keuntungan filter lambat antara lain:
1. Biaya kontruksi rendah
2. Rancangan dan pengoperasian lebih sederhana
3. Tidak diperlukan tambahan bahan kimia
4. Variasi kualitas air baku tidak terlalu mengganggu
5. Tidak diperlukan banyak air untuk pencucian, pencucian yang tidak menggunakan
backwash, hanya dilakukan di bagian atas media
Kerugian filter pasir lambat adalah besarnya kebutuhan lahan, yaitu sebagai akibat
dari lambatnya kecepatan filtrasi.

Secara umum, filter pasir lambat hampir sama dengan filter pasir cepat. Filter pasir
lambat tersusun oleh bak filter, media pasir, dan sisten underdrain (Gambar 2.4) (Ade Dian
Saputra, t.t.)

Gambar 2.4 Skema Filter Pasir Lambat


(Sumber: http://www.academia.edu/5874059/BAB_7_UNIT_FILTRASI)
2.4 Media Filter – Pasir Kuarsa
Bagian filter yang berperan penting dalam melakukan penyaringan adalah media
filter. Media Filter dapat tersusun dari pasir silika alami, anthrasit, atau pasir garnet. Media
ini umumnya memiliki variasi dalam ukuran, bentuk dan komposisi kimia.
Pasir kuarsa (quartz sands) juga dikenal dengan nama pasir putih atau pasir silika
(silica sand) merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama, seperti
kuarsa dan feldspar. Hasil pelapukan kemudian tercuci dan terbawa oleh air atau
angin yang terendapkan di tepi-tepi sungai, danau, atau laut. Pasir kuarsa adalah bahan
galian yang terdiri atas kristal-kristal silika (SiO2) dan mengandung senyawa pengotor
yang terbawa selama proses pengendapan. Pasir kuarsa mempunyai komposisi gabungan
dari SiO2, Fe2O3, Al2O3, TiO2, CaO, MgO, dan K2O, berwarna putih bening atau
warna lain tergantung pada senyawa pengotornya, kekerasan 7 (skala Mohs), berat jenis
2,65, titik lebur 17-150 C, bentuk kristal hexagonal, panas spesifik 0,185 (Kusnaedi, 2010 as
cited Mary Selintung dan Suryani Syahrir, 2012).
Proses pengolahan pasir kuarsa tergantung kepada kegunaan serta persyaratan
yang dibutuhkan baik sebagai bahan baku maupun untuk langsung digunakan. Untuk
memperoleh spesifikasi yang dibutuhkan dilakukan upaya pencucian untuk menghilangkan
senyawa pengotor.
Dalam kegiatan industri, penggunaan pasir kuarsa sudah berkembang meluas,
baik langsung sebagai bahan baku utama maupun bahan ikutan. Sebagai bahan baku
utama, misalnya digunakan dalam industri gelas kaca, semen, tegel, mosaik keramik,
bahan baku fero silikon, silikon carbide bahan abrasit (ampelas dan sand blasting).
Sedangkan sebagai bahan ikutan, misal dalam industri cor, industri perminyakan dan
pertambangan, bata tahan api (refraktori), dan lain sebagainya. Pasir kuarsa juga sering
digunakan untuk pengolahan air kotor menjadi air bersih. Fungsi ini baik untuk
menghilangkan sifat fisiknya, seperti kekeruhan, atau lumpur dan bau. Pasir kuarsa umumnya
digunakan sebagai saringan pada tahap awal (Mary Selintung dan Suryani Syahrir, 2012).
2.5 Kekeruhan
Kekeruhan adalah Ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk
mengukur keadaan air baku dengan skala NTU (nephelo metrix turbidity unit) atau JTU
(jackson turbidity unit) atau FTU (formazin turbidity unit), Makin tinggi kekuatan dari
sinar yang terbesar, makin tinggi kekeruhannya (Rohmah, t.t.). Bahan yang menyebabkan
air menjadi keruh termasuk:
a. Tanah liat
b. Endapan (lumpur)
c. Zat organik dan bukan organik yang terbagi dalam butir-butir halus
d. Campuran warna organik yang bisa dilarutkan
e. Plankton
f. Jasad renik (mahluk hidup yang sangat kecil).
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya
cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air.
Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan
terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organic yang
berupa plankton dan mikro organism lain. Kekeruhan dinyatakan dalam satuan
turbiditas, yang setara dengan
1mg/liter SiO2.
Padatan tersuspensi berkorelasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi nilai
padatan tersuspensi, nilai kekeruhan juga semakin tinggi, tetapi tidak berarti memiliki
kekeruhan yang tinggi.
Kekeruhan pada air misalnya danau, lebih banyak disebabkan oleh bahan
tersuspensi yang berupa koloid dan partikel- partikel halus. Sedangkan kekeruhan pada
sungai yang sedang banjir lebih banyak disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi, yang
berupa lapisan permukaan tanah yang terbawa oleh aliran air pada saat hujan. Kekeruhan
yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya, pernafasan
dan daya lihat organism akuatik, serta dapat menghambat penetrasi cahaya kedalaman
air. Tingginya nilai kekeruhan juga dapat mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi
efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air (Rohmah, t.t.).
Standar yang ditetapkan oleh U.S. Public health Service mengenai kekeruhan ini
adalah batas maksimal 10 ppm dengan skala silikat, tetapi dalam angka praktik angka
standar ini umumnya tidak memuaskan. Kebanyakan pengolahan air yang modern
menghasilkan air dengan kekeruhan 1 ppm atau kurang. Sebagian besar air baku untuk
penyediaan air bersih diambil dari air permukaan seperti sungai, danau dan sebagainya.
Salah satu langkah penting pengolahan untuk mendapatkan air bersih adalah
menghilangkan kekeruhan dari air baku tersebut. Kekeruhan ini sendiri diakibatkan oleh
adanya partikel-partikel kecil dan koloid yang berukuran 10 nm sampai 10 µm.
Kekeruhan dihilangkan melalui pembubuhan sejenis bahan kimia dengan sifat-
sifat tertentu yang disebut flokulan. Umumnya flokulan tersebut adalah tawas, namun dapat
pula garam Fe (III), atau salah satu polielektrolit organis. Selain pembubuhan flokulan
diperlukan pengadukan sampai flok-flok terbentuk. Flok-flok ini mengumpulkan partikel-
partikel kecil dan koloid tersebut (bertumbukan) dan akhirnya bersama-sama mengendap.
Kekeruhan dipengaruhi oleh:
a. Benda-benda halus yang disuspensikan seperti lumpur dan sebagainya.
b. Adanya jasad-jasad renik (plankton)
c. Warna Air
Dengan mengetahui kecerahan suatu perairan, kita dapat mengetahui sampai
dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air, jernih tidaknya air
untuk memenuhi kehidupannya (Rohmah, t.t.).
2.6 Hubungan Kekeruhan dan Efisiensi
Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan diperlukan kesesuaian atara
konsentrasi air libah dan kondisi media yang ada. Konsentrasi yang terlalu tinggi akan
menyebabkan tidak berfungsinya filter secara efisien. Karena konsentrasi air limbah yang
terlalu tinggi akan menyebabkan tersumbatnya media filter dan menyebabkan clogging.
Dalam suatu proses filtrasi terdapat suatu parameter yang menjadi acuan bahwa
proses filtrasi berjalan dengan baik diantaranya adalah efisiensi. Efisiensi ini
menunjukkan seberapa besar kandungan pengotor yang terolah. Adapun untuk
menentukan efisiensi, yaitu
dengan menggunakan rumus:
kekeruhan awal−kekeruhan akhir
η= x 100%
kekeruhan awal
2.7 Waktu Tinggal
Waktu tinggal air limbah padsa media filtrasi akan mempengaruhi hasil filtrasi.
Karena, semakin lama waktu tinggal maka endapan pengotor lebih banyak tertahan di
dalam media filter, sehingga air keluaran menjadi semakin bersih. Namun, ada waktu
tertentu dimana terjadi penurunan kekeruhan menjadi paling drastis, waktu tersebut
dinamakan waktu tinggal optimum.

2.8 Standar Baku Mutu Air

 Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi

Table 1 Parameter Fisik


No Parameter Wajib Unit Standar Baku Mutu (kadar maksimum)
1 Kekeruhan NTU 25
2 Warna TCU 50
3 Zat padat terlarut (TDS) mg/l 1000
4 Suhu °C Suhu udara ±3
5 Rasa Tidak berasa
6 Bau Tidak berbau

Table 2 Parameter Biologi


No Parameter Wajib Unit Standar Baku Mutu (kadar maksimum)
1 Total coliform CFU/100ml 50
2 E. coli CFU/100ml 0
Table 3 Parameter Kimia
No Parameter Unit Standar Baku Mutu (kadar maksimum)
Wajib
1 pH 6,5 – 8,5
2 Besi mg/l 1
3 Fluorida mg/l 1,5
4 Kesadahan (CaCO3) mg/l 500
5 Mangan mg/l 0,5
6 Nitrat, sebagai N mg/l 10
7 Nitrit, sebagai N mg/l 1
8 Sianida mg/l 0,1
9 Pestisida total mg/l 0,1
Tambahan
1 Air raksa mg/l 0,001
2 Arsen mg/l 0,05
3 Kadnium mg/l 0,005
4 Kromium (valensi 6) mg/l 0,05
5 Selenium mg/l 0,01
6 Seng mg/l 15
7 Timbal mg/l 0,05
8 Zat organik (KMNO4) mg/l 10
Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017
III. Alat dan Bahan

Alat Bahan
Unit filtrasi Tepung terigu
Turbidimeter Air
pH meter
TDS meter
Gelas kimia
Timer/stopwatch

Skema rangkaian alat filtrasi di Lab PLI:


IV. Keselamatan Kerja
 Gunakan jaslab
 Tidak diperkenankan bercanda/bergurau sewaktu praktikum

V. Data pengamatan dan pengolahan Data

4. 1 Data Hasil Pengamatan

Waktu
TDS Kekeruha Efisiensi
(menit pH
(mg/L) n (NTU) (%)
)
0 6,73 184 80,09 0
4 6,63 156 6,57 91,80
8 6,65 157 6 92,51
12 6,85 156 4,8 94,01
16 6,6 156 4,75 94,07
20 6,65 152 4,74 94,08
24 6,57 152 4,57 94,29
Rata-rata 5,24 93,46

4.2 Pengolahan Data

Maka, rata-rata efisiensi penurunan kekeruhan :

Kekeruhan Awal−Rerata Kekeruhan Akhir


Efisiensi = × 100%
Kekeruhan Awal

80,09−5,24
Efisiensi = × 100%
80,09

Efisiensi = 93,46%

Kurva Kekeruhan Terhadap Waktu


Kurva Kekeruhan Terhadap Waktu
90
80
70
Kekeruhan (NTU)

60
50
40
30
20
10
0
0 5 10 15 20 25 30
Waktu (menit)

Kurva TDS Terhadap Waktu

Kurva TDS Terhadap Waktu


200
180
160
140
120
TDS (mg/L)

100
80
60
40
20
0
0 5 10 15 20 25 30
Waktu (menit)
Kurva Efisiensi Penurunan Kekeruhan Terhadap Waktu
VI. Pembahasan

Oleh : Nurunnisa Alfi H (181424019)


Filtrasi merupakan salah satu cara pengolahan air limbah yang menggunakan media
filter, dimana pada proses tersebut terjadi pemisahan zat padat dari suatu sampel air baku
ataupun air limbah. Pada proses pengolahan limbah cair, filtrasi biasanya dilakukan setelah
proses koagulasi-flokulasi-sedimentasi yang bertujuan untuk menghilangkan padatan yang
tersisa dari olahan 3 proses tersebut. Menurut Huisman (1974), faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil filtrasi yaitu Ketebalan lapisan media filter, suhu air, kecepatan filtrasi,
dan kualitas Air.
Praktikum Filtrasi kali ini bertujuan untuk menentukan efisiensi penurunan kekeruhan
pada proses filtrasi kontinyu menggunakan media media filter. Parameter yang diamati pada
influen dan efluen yaitu kekeruhan (turbidity), Total Dissolved Solid (TDS), dan pH.
Kekeruhan diukur menggunakan turbidimeter, TDS diukur menggunakan TDS meter, dn pH
diukur menggunkan pH meter.
Susunan media filter yang digunakan dalam percobaan ini dari atas ke bawah yaitu
ijuk, pasir halus, arang aktif, kerikil, dan batu. Hasil pengolahan filtrasi akan membentuk
filter-cake yang menempel pada bagian atas media filter. Ukuran media filter berpengaruh
pada hasil filtrasi, semakin kecil ukuran partikel media filter maka proses filtrasi semakin
baik atau air yang dihasilkan semakin jernih. Ijuk berfungsi untuk menahan kotoran/partikel
padatan, pasir silika berfungsi untuk menyaring lumpur, tanah dan partikel lainnya dalam air,
biasanya difungsikan debagai pre-filter untuk diproses dengan filter berikutnya, seperti
carbon filter, mangasnis filter, softener dll. Karbon aktif berfungsi untuk menghilangkan
klorin bebas dan senyawa organik yang menyebabkan bau, rasa dan warna dalam air.. Kerikil
dan batu berfungsi sebagai media penyangga dalam proses filtrasi, agar media pasir tidak
terbawa aliran hasil penyaringan, sehingga penyumbatan dapat dihindari.Ketebalan lapisan
media filter juga mempengaruhi hasil filtrasi, semakin tebal lapisan media filter maka hasil
proses filtrasi akan lebih baik karena luas permukaan penahan partikel-partikel semakin besar
dan jarak yang ditempuh oleh air semakin panjang sehingga terjadi kontak yang lebih lama.
Perlu dilakukan kalibrasi laju alir menggunakan air keran pada aliran influen dan
efluen terlebih dahulu sehingga debit pada influen dan efluen besarnya sama, debit maksimal
yaitu 20 ml/detik untuk mencegah overflow. Sedangkan air yang akan difiltrasi yaitu air
limbah terpung terigu. Limbah air tepung terigu dialirkan dari tangki umpan ke bak filtrasi
dengan bantuan pompa. Kecepatan aliran akan mempengaruhi proses penahanan mekanis
padatan yang ada pada air, apabila debit terlau cepat maka efektivitas filtrasi akan menurun
(efisiensi penurunan kekeruhannya rendah) karena waktu kontak air limbah dengan media
filter terlalu singkat sehingga proses filtrasi kurang maksimal.
Proses filtrasi berjalan selama 24 menit, setiap 4 menit dilakukan pengambilan sampel
dari effluent untuk dilakukan pengukuran kekeruhan, TDS, dan pH. Kekeruhan influen yaitu
80.09 NTU, setelah 4 menit kekreuhan mengalami penurunan yang drastis yaitu menjadi 5.57
NTU. Setelah itu kekeruhan terus mengalami penurunan yang mendekati konstan, diperoleh
kekeruhan akhir (T = 24 menit) yaitu 4.57 NTU, sedangkan standar baku mutu air 25 NTU
artinya air limbah tersebut telah memenuhi standar baku mutu. Sedangkan untuk pH dan TDS
mengalami fluktuasi namun cenderung menurun. pH pada standar baku mutu yaitu 6.5-8.5,
pH efluen pada akhir proses (T = 24 menit) yaitu 6.57 artinya memenuhi standar baku mutu.
Standar baku mutu TDS yaitu 1000 mg/l, TDS efluen pada akhit proses (T = 24 menit) yaitu
152 mg/l artinya telah memenuhi standar baku mutu. Dari data pengamatan dan grafik dapat
disimpulkan bahwa kekeruhan, TDS, dan pH nilainya akan semakin menurun seiring
berjalannya waktu. Sedangkan efisiensi penurunan kekeruhannya akan semakin meningkat
seiring dengan berjalannya waktu. Diperoleh rata-rata efisiensi penurunan kekeruhan 93.46%.
Nilai kekeruhan, TDS, dan pH yang memenuhi standar baku mutu dan efisiensi penurunan
kekeruhan yang tinggi menunjukan bahwa proses filtrasi berjalan dengan baik.
Apabila terjadi penurunan efisiensi, dapat diindikasikan bahwa media filter
mengalami kejenuhan, sehingga perlu dilakukan regenerasai menggunakan air biasa. Unit
filtrasi yang ada di Laboratorium PLI merupakan filtrasi aliran downflow artinya air limbah
dialirkan dari atas ke bawah, sehingga proses regenerasi arah alirannya dilakukan
berkebalikan yaitu dari bawah ke atas.
Oleh : Obaja Boan Goarro P. M. S. (181424020)

Filtrasi merupakan pengurangan zat/bahan padatan dalam fluida melalui media filter.
Pada umumnya, filtrasi digunakan untuk mengurangi partikel yang tersuspensi,
menghilangkan padatan yang masih tersisa dari proses unit koagulasi-flokulasi-sedimentasi.
Media filter yang digunakan antara lain ada ijuk, pasir halus, arang, kerikil, dan batu. Ukuran
media filter berpengaruh pada hasil filtrasi. Semakin tebal lapisan media filter, maka hasil
filtrasi yang diperoleh akan semakin baik karena luas permukaan partikel semakin besar dan
jarak yang ditempuh oleh air semakin jauh. Fungsi dari media filter ijuk yaitu sebagai
penyaring kotoran halus pada air. Media filter pasir halus (silika) berfungsi untuk
menghilangkan kandungan lumpur, tanah, partikel kecil dan sedimen pada air. Pasir halus
atau silika ini sangat efektif dalam menyaring lumpur dan bahan pengotor lainnya. Fungsi
arang pada proses filtrasi ialah menghilangkan klorin bebas dan senyata organik yang
menyebabkan bau, rasa, dan juga warna dalam air. Sedangkan kerikil dan batu berfungsi
untuk menyaring kotoran-kotoran besar pada air dan membantu proses aerasi.

Hal pertama yang dilakukan pada proses filtrasi yaitu mengkalibrasi laju alir influen
dan efluen hingga sama agar tidak terjadi overflow. Air limbah mengalir dari tangki influen
yang dipompakan menuju ke tangki filtrasi dari bagian atas ke bawah melewati kolom yang
berisi media filter yang berfungsi untuk mengurangi konsentrasi pada parameter kekeruhan,
pH, dan juga TDS. Parameter kekeruhan dapat diukur menggunakan turbidity meter yang
berfungsi untuk menunjukkan kandungan bahan organik pada air tersebut. Pengukuran TDS
(Total Dissolved Solid) menunjukkan konsentrasi kation dan anion yang ada dalam air. Jika
TDS bertambah, maka nilai kesadahan akan bertambah pula. Pengukuran pH atau tingkat
keasaman dilakukan dengan menggunakan pH meter yang berfungsi menunjukkan besar atau
tidaknya tingkat pencemaran. Biasanya pH air berada pada rentang 6,5-8,5. Pengukuran
beberapa parameter tersebut dilakukan setiap 4 menit sekali pada influen dan efluen selama
proses berlangsung. Proses filtrasi yang terjadi bersifat kontinyu. Kelebihan dari proses
filtrasi secara kontinyu yaitu kapasitas proses yang besar dan pengendaliannya dapat
dilakukan secara otomatis.

Dari data praktikum, dapat dihitung nilai rata-rata kekeruhan dan efisiensi kekeruhan.
Nilai rata-rata kekeruhan yang diperoleh yaitu 5,24 NTU dan efisiensi kekeruhan sebesar
93,46%. Nilai efisiensi yang diperoleh sangat tinggi, sehingga terjadi penurunan kekeruhan
yang cukup signifikan. Penurunan kekeruhan tersebut dapat dilihat pada kurva kekeruhan
terhadap waktu. Dapat dilihat bahwa terjadi penurunan yang signifikan dari t 0 ke menit ke-4.
Nilai kekeruhan pada t0 masih sangat tinggi karena proses belum berjalan. Mulai menit ke-12
hingga menit ke-24, tercapai kondisi steady state karena penurunan kekeruhan mulai stabil
pada menit tersebut. Sama seperti nilai kekeruhan yang diperoleh, nilai TDS pun mengalami
penurunan dari t0 ke menit ke-4 dan kemudian stabil atau steady namun mengalami sedikit
penurunan pada meni ke-20. Hal ini dikarenakan pada rentang waktu tersebut, media filter
mengalami kondisi saturated. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan proses regenerasi pada
proses filtrasi dengan mengalirkan air bersih dari bawah ke atas kolom.

Nilai parameter akhir dari proses pengolahan air limbah yang dihasilkan berada di
bawah baku mutu, sehingga limbah yang sudah diolah tersebut dapat langsung dibuang ke
lingkungan.

Parameter Baku Mutu Hasil Akhir Percobaan


Kekeruhan (NTU) 25 4,57
pH 6,5 – 8,5 6,57
TDS (mg/L) 1000 152
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas proses filtrasi antara lain :

1. Ketebalan lapisan media filter


Semakin tebal lapisan media filter, maka hasil proses filtrasi akan semakin baik
karena luas penahan partikel-partikel semakin besar dan jarak yang ditempuh oleh air
semakin jauh.
2. Suhu air
Mempengaruhi kekentalan air, aktivitas biologi dan reaksi kimia yang mempengaruhi
proses filtrasi.
3. Kecepatan filtrasi
Mempengaruhi proses penahanan mekanis terhadap bahan-bahan tersuspensi. Jika
kecepatan filtrasi meningkat, maka efektivitas filtrasi akan menurun.
4. Kualitas air
Semakin rendah kualitas air yang akan melalui proses filtrasi, maka diperlukan
pengolahan sempurna atau kompleks.

Oleh : Putri Fakhirah Ramadhani (181424021)


Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2014 tentang Baku Mutu Air Limbah, dikatakan bahwa air limbah adalah sisa dari suatu
usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau
kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya
dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam media air dari suatu usaha
dan/atau kegiatan.

Salah satu parameter penting yang menentukan kualitas air buangan industri tapioka
adalah kekeruhan, padatan tersuspensi, dan warna. Walaupun kekeruhan itu bukan polutan,
sifat ini disebabkan oleh adanya bahan tersuspensi. Kekeruhan merupakan sifat fisik yang
paling mudah dilihat untuk menilai kualitas air buangan. Semakin keruh air buangan,
semakin tinggi tingkat pencemarannya. (Betty & Waniati, 1993). Padatan tersuspensi
mempengaruhi kekeruhan dan warna air. Apabila terjadi pendendapan dan pembusukan zat-
zat tersebut di badan air pencemar maka air buangan akan mengurangi nilai gua perairan
tersebut. (Betty & Waniati, 1993). Warna disebabkan adanya zat padat terlarut atau zat
tersuspensi. Jika warna air berubah berarti ada polusi. Adanya warna akan menghalangi
masuknya sinar matahari ke dalam air sehingga fotosintesis dalam tumbuhan air tidak akan
berlangsung. (Syhenry, 1993).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010), kekeruhan


yang diperbolehkan untuk air bersih maksimal sebesar 25 NTU sedangkan pada sampel
limbah tapioka memiliki nilai kekeruhan sebesar 80,09 NTU. Oleh karena itu, diperlukan
adanya pengolahan berupa filtrasi untuk menurunkan nilai kekeruhan pada air tersebut.
Filtrasi. Filtrasi adalah proses penyaringan untuk menghilangkan zat padat tersuspensi dari air
melalui media berpori. (Oxtoby, 2016). Proses filtrasi yang dilakukan pada praktikum kali ini
merupakan filtrasi aliran downflow, yaitu air limbah tapioka dialirkan dari atas ke bawah.
Parameter yang diperhatikan pada proses filtrasi adalah pH, TDS, dan kekeruhan.

Sebelum melaksanakan proses filtrasi, perlu dilakukan kalibrasi pada aliran influen
dan efluen menggunakan air keran. Laju alir influen dan efluen perlu diatur agar memiliki
laju alir yang sama dan konstan selama proses filtrasi berlangsung dengan debit maksimal 20
mL/s untuk mencegah overflow dan untuk menciptakan waktu kontak yang tepat antara
butiran media penyaring dengan air yang disaring serta agar efisiensi penurunan kekeruhan
mengalami peningkatan. Debit air yang terlalu besar dapat menyebabkan proses filtrasi tidak
sempurna. Debit yang terlalu besar akan menyebabkan proses filtrasi berjalan tidak optimal
karena limbah akan terlalu cepat melewati media filtrasi sehingga waktu kontak antara
limbah dengan media filtrasi akan lebih singkat yang menyebabkan partikel pada limbah
tidak tersaring dengan baik. Hal ini menyebabkan efisiensi penurunan kekeruhan menjadi
rendah.

Setelah melakukan kalibrasi, selanjutnya dilakukan persiapan umpan berupa larutan


suspense berupa tepung dengan konsentrasi 0,25 g/L sebanyak 25L. Konsentrasi yang terlalu
tinggi akan menyumbat pori-pori media filtrasi (clogging) sehingga untuk air limbah dengan
konsentrasi tinggi perlu dilakukan proses koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi terlebih
dahulu.

Dari data yang diperoleh saat praktikum, dapat diketahui bahwa nilai pH semakin
berkurang seiring berjalannya waktu meskipun terjadi fluktuasi pada menit ke-8 sampai
dengan menit ke-20. Namun, secara garis besar pH yang semula 6,73 mengalami penurunan
menjadi 6,57. Hal ini menunjukkan bahwa proses filtrasi berjalan dengan baik dan air limbah
tapioka setelah mengalami proses filtrasi ini telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 dengan rentang pH yang
diizinkan adalah 6,5.

Kemudian, dari data yang diperoleh saat praktikum, dapat diketahui bahwa nilai TDS
semakin berkurang seiring berjalannya waktu meskipun terjadi fluktuasi pada menit ke-0
sampai dengan menit ke-12. Namun, secara garis besar TDS yang semula 184 mg/L
mengalami penurunan menjadi 152 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa proses filtrasi berjalan
dengan baik dan air limbah tapioka setelah mengalami proses filtrasi ini telah memenuhi
syarat yang ditetapkan oleh Permenkes No.492/Menkes/Per/IV/2010 yang menetapkan
standar TDS maksimum yang diperbolehkan adalah 500 mg/L.

Dari hasil pengolahan data dan kurva kekeruhan terhadap waktu, dapat diketahui
bahwa efisiensi penurunan kekeruhan mengalami peningkatan seiring berjalannya waktu
yang semula 0% meningkat menjadi 94,29%. Hal ini dikarenakan air limbah tapioka
mengalami penurunan kekeruhan NTU setelah dilakukan proses filtrasi. Dengan kekeruhan
awal sebesar 80,09 NTU menurun menjadi 4,57 NTU. Artinya, air limbah tapioka yang telah
mengalami proses filtrasi ini telah memenuhi syarat yang diberikan oleh Permenkes, yaitu
kekeruhan yang diperbolehkan untuk air bersih maksimal sebesar 25 NTU.
Nilai pH, TDS, dan kekeruhan pada air limbah tapioka telah memenuhi syarat yang
diberikan oleh Permenkes setelah mengalami proses filtrasi. Keberhasilan pada proses filtrasi
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ketebalan lapisan media filter, suhu air, kecepatan
filtrasi (debit filtrasi), dan konsentrasi kekeruhan. (Dewi, 2019).

Ketebalan lapisan media filter menentukan lamanya pengaliran dan daya saring.
Media yang terlalu tebal biasanya mempunyai daya saring yang sangat tinggi, tetapi
membutuhkan waktu pengaliran yang lama dan dari segi ekonomi kurang menguntungkan
bagi industri. Ukuran pori menentukan tingkat porositas dan kemampuan menyaring partikel
halus yang terdapat dalam air baku (Dewi, 2019). Pada praktikum kali ini, bak filtrasi terdiri
dari ijuk, pasir halus, ijuk, pasir halus, arang, kerikil, dan batu. Fungsi ijuk dalam proses
filtrasi air adalah untuk menyaring kotoran-kotoran halus dan sebagai penahan pasir halus
agar tidak lolos ke lapisan bawahnya (Fajri et., al 2017). Pasir kuarsa digunakan untuk
mengurangi kadar Fe dan Mn pada air karena kadar Fe yang rendah akan mengurangi
kemungkinan timbulnya karat pada perlengkapan perpipaan dan lain-lain (Fajri et al., 2017).
Karbon aktif/arang bertujuan untuk menyerap anion, kation, dan molekul dalam bentuk
senyawa anorganik, larutan, maupun gas (Vegetama et al., 2020). Kerikil dan batu berfungsi
sebagai penyaring dari kotoran-kotoran besar pada air dan membantu proses aerasi gas
(Vegetama et al., 2020).

Adanya perubahan suhu air yang akan difiltrasi akan mempengaruhi efisiensi daya
saring filter. Pada praktikum kali ini, suhu air dijaga pada suhu ruang sehingga efisiensi
penurunan kekeruhan meningkat seiring berjalannya waktu proses filtrasi

Pada praktikum kali ini, nilai efisiensi penurunan kekeruhan meningkat seiring
berjalannya waktu dan nilai rata-rata efisiensi penurunan kekeruhan sebesar 93,46%. Hal ini
menandakan bahwa dengan pengaturan debit influen dan efluen maksimal 20 mL/s,
konsentrasi umpan 0,25 g/L, dan ketebalan media filter berupa ijuk, pasir halus, ijuk, pasir
halus, arang, kerikil, dan batu menyebabkan proses filtrasi berjalan dengan baik.
Jika pada saat proses filtrasi diperoleh nilai efisiensi penurunan kekeruhan yang menurun
seiring berjalannya waktu maka media filter mengalami kejenuhan sehingga perlu dilakukan
regenerasi menggunakan air biasa dengan arah aliran dari bawah ke atas.
Oleh : Rachmalia Eka F (181424022)

Praktikum yang kelompok kami lakukan kali ini adalah praktikum filtrasi. Filtrasi
dilakukan untuk memisahkan partikel padat dari fluida dengan melewatkannya pada medium
yang membuat partikel padat tersebut tertahan. Tujuan praktikum kali ini adalah menentukan
efisiensi penurunan kekeruhan dan menentukan pengaruh media filter terhadap kekeruhan.

Air umpan dari penampung dialirkan melalui bak filtrasi dengan menggunakan
bantuan pompa. Bak filtrasi tersebut berisi material-material yang dapat menahan partikel
padat dari air umpan sehingga partikel padat di efluen diharapkan berkurang. Unggun media
filter terdiri dari batu, kerikil, arang, pasir halus, dan ijuk. Kerikil dan batu berfungsi sebagai
media penyangga dalam proses filtrasi, agar media pasir tidak terbawa aliran hasil
penyaringan, sehingga penyumbatan dapat dihindari. Arang atau karbon aktif berfungsi untuk
menghilangkan klorin bebas dan senyawa organik yang menyebabkan bau, rasa dan warna
dalam air. Ijuk berfungsi untuk menahan kotoran/partikel padatan, pasir silika berfungsi
untuk menyaring lumpur, tanah dan partikel lainnya dalam air, biasanya difungsikan debagai
pre-filter untuk diproses dengan filter berikutnya, seperti carbon filter, mangasnis filter,
softener dll.

Ukuran unggun akan mempengaruhi hasil filtrasi. Hasil pengolahan filtrasi akan
membentuk filtrasi pada permukaan media filter. Semakin kecil dan semkain tebal ukuran
unggun, maka hasil filtrasi akan semakin baik. Hal tersebut dikarenakan semakin kecil
ukuran dan semakin tebal unggun, luas permukaan penahan partikel-partikel semakin besar
dan jarak yang ditempuh oleh air semakin panjang dan dan partikel padat yang tertahan
semakin banyak. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi efisiensi filtrasi adalah suhu air,
kecepatan filtrasi dan kualitas air. Suhu air akan berpengaruh pada kekentalan air, aktivitas
biologi dan reaksi kimia. Kecepatan aliran akan mempengaruhi proses penahanan mekanis
terhadap bahan-bahan tersuspensi. Apabila kecepatan filtrasi meningkat efektivitas filtrasi
akan menurun. Sedangkan kualitas air akan berpengaruh pada cara pengolahannya. Semakin
rendah kualitas air yang akan difilter, maka memerlukan pengolahan yang sempurna atau
kompleks. Air umpan yang telah melalui unggun media filtrasi akan keluar melalui keran
efluen.

Hal yang dilakukan pertama kali adalah mengkalibrasi laju alir dengan air keran pada
aliran influen dan efluen sehingga debit kedua aliran tersebut hampir sama maksimal 20
mL/s. Kalibrasi dilakukan untuk mencegah overflow. Selain itu, laju alir influen dan efluen
disesuaikan agar tidak terjadi flooding. Jika terlalu cepat laju alirnya, efisiensi proses filtrasi
akan berkurang dan waktu kontak air dengan permukaan media filter terlalu cepat sehingga
penyaringan tidak maksimal. Saat air berada di dalma bak flitrasi, terdapat waktu tinggal.
Semakin lama waktu tinggal maka semakin banyak kotoran yang tersaring dan efisiensi akan
bertambah.

Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan air keran biasa. Air yang akan difiltrasi
adalah air limbah terpung terigtu. Maka dari itu, dibuatlah larutan tepung terigu dengan cara
mencampur tepung terigu dengan air sebanyak 25 L dengan konsentrasi 0.5 g/L. Larutan
tersebut dibuat di wadah terpisah. Konsentrasi air limbah yang terlalu tinggi akan membuat
pori media filtrasi tersumbat sehingga air limbah sebaiknya tidak dibuat konsentrasinya
terlalu tinggi. Jika konsentrasi air limbah terlalu tinggi perlu dilakukan proses koagulasi,
flokulasi, dan sedimentasi terlebih dahulu. Untuk media filtrasi yang pori-porinya telah
tersumbat akan berpengaruh pada efisiendi penyaringan. Oleh karena itu media filtrasi perlu
diregenerasi agar bersih dari kotoran-kotoran yang menyumbat.

Parameter yang diukur adalah kekeruhan, pH dan TDS untuk nanti diolah dengan
perhitungan setelah semua data terkumpul. Kekeruhan diukur dengan menggunakan alat
turbidimeter. Parameter awal di menit ke-0 perlu dikur untuk mengetahui kondisi awal air
baku yang kita miliki. Selanjutnya air dialirkan ke bak filtrasi dan media filter akan
menyaring kotoran-kotoran yang ada. Setelah proses filtrasi berjalan, pengukuran dilakukan
setiap 4 menit sekali.

Dari data yang diperoleh, dilakukan perhitungan efisiensi menggunakan rumus berikut :

Kekeruhan Awal−Kekeruhan Akhir


Efisiensi = × 100%
Kekeruhan Awal

Dari kurva kekeruhan terhadap waktu yang diperoleh terlihat seiring waktu berjalan
kekeruhan di 4 menit pertama menurun secara drastis. Lalu untuk menit-menit selanjutnya
kurva cenderung datar. Selanjutnya dari kurva TDS terhadap waktu juga menunjukan hasil
yang sama dengan kekeruhan. Hal tersebut dikarenakan setelah proses berjalan, partikel
padatan akan langsung tertahan dan di menit-menit selanjutnya kekeruhan akan mulai stabil.
Menurut Permenkes No 492/Menkes/Per/IV/2029, batas kekeruhan yang diperbolehkan
adalah maksimal sebesar 25 NTU. Hasil akhir kekeruhan menunjukan angka 4,57 NTU.
Maka proses filtrasi telah berjalan dengan baik dan air limbah dapat langsung dibuang.
Efisiensi penurunan kekeruhan yang diperoleh dari praktikum ini adalah 93.46% yang
menunjukan hasil yang cukup bagus.

VII. Kesimpulan
1. Efisiensi penurunan kekeruhan pada proses filtrasi secara kontinyu pada pengolahan
limbah air terigu sebesar 93,46%.
2. Ketebalan media filter yang digunakan dapat mempengaruhi kekeruhan air yang
diperoleh karena semakin tebal lapisan media filter, maka hasil proses filtrasi akan
semakin baik karena luas penahan partikel-partikel semakin besar dan jarak yang
ditempuh oleh air semakin jauh.
DAFTAR PUSTAKA

Abuzar, S. S., & Pramono, R. (2014). Efektivitas Penurusan Kekeruhan dengan Direct
Filtration Menggunakan Saringan Pasir Cepat (SPC). Prosiding SNSTL I 2014, 89-95.

Anonim, 2013. “E-Modul Laboratorium Operasi Teknik Kimia (Deep Bed Filter)”.
http://che.unsyiah.ac.id/wp-content/uploads/sites/4/2013/10/Modul-Lab-OTK-I.pdf
[17 April 2021].

Anonim. 2011. Fungsi Media Filter. http://filterairsegar.com/residence_fungsi_media.html


[18 April 2021]

Artiyani A., Heri N. (2016). Kemampuan filtrasi upflow pengolahan filtrasi upflow dengan
media pasir zeolit dan arang aktif dalam menurunkan kadar fosfat dan deterjen air
limbah domestik. Jurnal Industri Inovatif. 6(1), 8-15.

Fatmawati, F. (2009). Pengaruh Variasi Waktu Kontak dalam Proses Filtrasi Menggunakan


Media Pasir dan Batu Marmer terhadap Kadar Kesadahan dan Kekeruhan Air
Sumur Gali di Sentolo Kulon Progo Yogyakarta (Doctoral dissertation, Poltekkes
Kemenkes Yogykarta).

FS Primawati, 2016. “Kajian Pustaka Air Baku”. http://eprints.uny.ac.id/30252/3/BAB


%202.pdf [17 April 2021].

Huisman. (1974). Rapid Filtration. Delf University of Technology.

Keryanti. (2021). Praktikum PLI (Versi Daring) Modul: Filtrasi.

Khairunnisa Agustina, K. A., Herman Santjoko, H. S., & Tuntas Bagyono, T. B.


(2019). Pasir Kuarsa Dan Arang Aktif Sebagai Media Filtrasi Untuk
Menurunkan Kandungan Besi (Fe) Pada Air Sumur Gali Di Dusun
Tempursari (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).

Kurnia wati, E. K., Ismatullah, I., Nurmilah, R. (2019). Penerapan Teknologi Filtrasi Pada
Sistem Penampungan Air Bersih Di Daerah Perkebunan Desa Pasir Datar Indah
Kabupaten Sukabumi. Buletin Al-Ribaath 16 46-51

Mugiyantoro, A., Rekinagara, I. H., Primaristi, C. D., & Soesilo, J. (2017). Penggunaan
Bahan Alam Zeolit, Pasir Silika, Dan Arang Aktif Dengan Kombinasi Teknik Shower
Dalam Filterisasi Fe, Mn, Dan Mg Pada Air Tanah Di Upn “Veteran” Yogyakarta.
In PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN
ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13-14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA. Tjokrokusumo, KRT. 1998.
Pengantar Engineering Lingkungan, STTL “YLH”, Yogyakarta.
Parahita, C. K. (2018). Pengaruh Waktu Pengadukan dan Pengambilan Sampel Larutan
CaCo3 4% Terhadap Jumlah Endapan Pada Alat Filter Press. Jurnal Inovasi
Proses, 3(1), 7-9.

Pinem, K. I. (2019). Pengaruh Rate Filtrasi dan Ketebalan Media Pasir Silika Terhadap
Penurunan Nilai Kekeruhan dan Peningkatan Nilai pH dalam Filtrasi Air Gambut.

Quddus, R. (2014). Teknik pengolahan air bersih dengan sistem saringan pasir lambat
(downflow) yang bersumber dari Sungai Musi (Doctoral dissertation, Sriwijaya
University).

Rohmah, Ainur, et al. t.t. . “Pengenalan Alat Analisa Tingkat Kekeruhan Air dengan
Turbidimeter”. Tersedia: https://id.scribd.com/doc/194344254/Jurnal-Kimia-Fisik-
Kekeruhan-Air. [17 April 2021].

Selintung Mary dan Suryani Syahrir, 2012. “Studi Pengolahan Air Melalui Media Filter Pasir
Kuarsa (Studi Kasus Sungai Malimpung)”.
http://www.undana.ac.id/jsmallfib_top/JURNAL/TEKNIK
%20PERTAMBANGAN/TEKNIK%20PERTAMBANGAN%202012/STUDI
%20PENGOLAHAN%20AIR%20MELALUI%20MEDIA%20FILTER.pdf [17 April
2021].

Sulianto, A. A., Kurniati, E., & Hapsari, A. A. (2020). Perancangan Unit Filtrasi untuk
Pengolahan Limbah Domestik Menggunakan Sistem Downflow. Jurnal Sumberdaya
Alam dan Lingkungan, 6(3), 31-39.

Sulistyanti, D., Antoniker, A., & Nasrokhah, N. (2018). Penerapan metode filtrasi dan
adsorpsi pada pengolahan limbah laboratorium. EduChemia (Jurnal Kimia dan
Pendidikan), 3(2), 147-156.
LAMPIRAN

Flowsheet Prosedur Kerja

Oleh : Nurunnisa Alfi H (181424019)

Bereskan dan bersihkan semua peralatan

Selesai
Oleh : Obaja Boan Goarro P. M. S. (181424020)

Kalibrasi laju alir dengan air keran pada aliran influen dan efluen sehingga
didapatkan debit yang hampir sama maksimal 20 mL/s untuk mencegah overflow

Air limbah tepung terigu (air baku) 25 L konsentrasi 0,5 g/L

Tangki influen, aduk hingga homogen

Mengukur parameter kekeruhan, pH, dan TDS awal influen

Menyalakan pompa influen dan membuka valve untuk mengalirkan air baku ke
tangki filtrasi

Mengamati fenomena penyaringan di tangki filtrasi hingga ada efluen di aliran


outlet dan mulai menyalakan timer

Mengambil sampel efluen setiap 4 menit dan mengukur parameter kekeruhan,


pH, dan TDS hingga air limbah habis

Membereskan dan membersihkan semua peralatan percobaan


Oleh : Putri Fakhirah R (181424021)
STAR
T

Mengisi T1 dengan air keran

Menutup valve 4 dan membuka penuh Melakukan kalibrasi laju


valve 1,2,3, 5, dan 6 alir efluent

Menyalakan pompa

Mencatat debit efluen dari keluaran Menghitung laju alir efluen dari debit
valve 6 dengan debit maksimal 20 mL/s yang diperoleh

Menutup valve 5 dan membuka Menyamakan laju alir valve 3 dengan laju alir
penuh valve 4 valve 6 (efluen)

Mengatur bukaan valve 3

Laju alir keluaran Tidak


valve 4 sama
dengan valve 6

Ya

Mencatat debit yang didapatkan

Mematikan pompa

Menutup valve 4 dan membuka


valve 5
Mengisi T1 dengan sampel limbah

Mengambil sampel limbah pada T1


sebagai t0

Menjalankan filtrasi

Mengambil sampel limbah dari Mengukur parameter kekeruhan, pH, dan TDS
valve 6 (efluen) setiap 4 menit

Mematikan pompa

Menutup valve 3

END
Oleh : Rachmalia Eka F (181424022)

Kalibrasi laju alir dengan air keran pada aliran


influen dan efluen

Catat debit yang didapatkan maksimal 20 mL/s

Air limbah tepung


terigu konsentrasi Aduk di tangki influen hingga homogen
0.5 g/L 25 L

Ukur kekeruhan, pH, dan TDS influen awal

Buka valve untuk backflow di aliran influen

Nyalakan pompa influen

Amati fenomena penyaringan di tangki

Analisis
Ambil sampel efluen setiap 4 menit kekeruhan, pH
dan TDS

Bereskan dan bersihkan semua peralatan percobaan

Anda mungkin juga menyukai