PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
yang lalu dan saat ini diduga sudah menginfeksi hampir sebanyak 2 miliar orang
hemoptisis, nyeri dada, sesak napas, demam, berat badan turun, dan keringat
malam. TB bisa menyebar baik melalui udara atau cairan. Ketika orang terinfeksi
udara. Lalu orang disekitar bisa menghirup udara tersebut akhirnya tertular
satu yang menjadi sebab terbesar angka kematian di dunia. Secara global,
Tuberkulosis pada tahun 2006 mencetak angka kematian mencapai 1,7 juta
dengan 9,2 juta kasus baru.(WHO, 2008). Pada tahun 2013, angka Tuberkulosis
paru mencapai 450.000 orang dan 170.000 diantaranya meninggal dunia. (WHO,
sebesar 275 kasus per 100.000 penduduk dengan angka kematian yaitu 27 per
dan nilai kesembuhan TB paru hanya 161.365 orang atau sekitar 82,8 % dengan
the directly observed treatment short-course strategy (DOTS strategy) pada tahun
1994 (WHO, 1994). Unsur-unsur klinis utama pada strategi DOTS sendiri yaitu
diagnosis bebas, pengobatan gratis dan pengobatan terawasi (WHO, 2006). Target
dari WHO sendiri untuk tahun 2015 adalah mengurangi separuh prevalensi dan
angka kematian mulai dari tahun 1990 awal. Pada tahun 2006, angka kematian TB
prevalensi juga berkurang 32% pada tahun 2009 sedangkan angka kejadian
BTA-positif kasus tuberculosis. Yang tersisa tinggal setengah yang mana bisa jadi
bisa terdeteksi. Dalam hal ini, untuk suatu kasus TB positif yang tidak diobati
dapat menginfeksi hingga 15 orang setiap tahun dan bisa lebih dari 20 selama
mencari layanan kesehatan adalah pengaruh penghasilan dan juga dorongan dari
keluarga. (Rintiswati et al. 2009). Dalam studi lain yang dilakukan oleh Watkin
jenis kelamin, pendidikan dan tempat tinggal juga berpengaruh pada faktor dalam
(total delay) diagnosis TB dibagi menjadi dua yaitu lamanya patient delay dan
juga lamanya healtcare system delay. Dimana pada penelitian kali ini akan lebih
ekonomi, pengakuan gejala, jarak dan akses ke tempat pelayanan kesehatan, serta
biaya pada pelayanan kesehatan yang kadang dianggap mahal oleh kalangan
penunjang lainnya (Arifin & Nawas, 2009). Di Indonesia sendiri, Imaging adalah
cara yang paling sering digunakan karena terbatasnya uji mikrobiologi. Uji
Rontgen pada thoraks. Akan tetapi, Rontgen thoraks lebih dipilih karena tersedia
pada pelayanan kesehatan primer. Selain itu juga rontgen thoraks juga dapa
dilakukan. Penelitian menunjukan bahwa waktu patient delay atau interval antara
kesehatan adalah selama 30 hari. Selain itu juga menunjukan bagaimana pasien
dengan durasi delay yang semakin lama maka akan berpengaruh pada
pemeriksaan sputum positif dan juga meningkatnya cavity pada paru. (Cheng et
kali ini ingin diteliti apakah terdapat hubungan antar variabel dan bagaimana
ada sebab ada akibat, dalam islam mengajarkan untuk senantiasa berjalan diatas
fitrah manusia. Fitrah manusia apabila sakit, maka ia akan mencari bantuan atau
ك
َ ِه َذل ِ خ ْل
ِ َّق الل َ اس َعلَ ْي َها اَل تَ ْب ِدي
َ ِل ل َ ه الَّتِي َفطَ َر ال َّن
ِ َّت الل ْ ِحنِيفًا ف
َ ط َر َ ين
ِ ِد
$%ِّ ك لِل
َ ج َه ْ ِأَق
ْ م َو
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
misalkan menunda pengobatan, maka sudah pasti ia akan mendapat efek yang
buruk. Dan bahwasannya Allah tidak akan merubah nasib suatu hamba bila hamba
itu sendiri tidak merubah apa yang terjadi pada dirinya. Sebagaimana firman
Allah Ta’ala,
إِ َّن هَّللا َ اَل يُ َغيِّ ُر َما بِقَوْ ٍم َحتَّ ٰى يُ َغيِّرُوا َما بِأ َ ْنفُ ِس ِه ْم
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d 13:11).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
antara lamanya waktu patient delay pada Tuberkulosis dengan gambaran foto
toraks.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Klinisi:
tuberkulosis
3. Bagi Masyarakat
E. Keaslian Penelitian
penelitian ini
Hubungan Knowledge, care- Biya O et al, 2010 Pada penelitian yang
radiografi toraks
Health Care Gedeyon GH et Pada penelitian tersebut
Ethiopia thoraks
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberculosis
1. Definisi
Tetapi penyakit juga menyerang bagian lain dari tubuh seperti meninges, ginjal,
ialah batuk, hemoptisis, nyeri dada, sesak napas, demam, berat badan turun, dan
keringat malam. TB bisa menyebar baik melalui udara atau cairan. Ketika orang
satu yang menjadi sebab terbesar angka kematian di dunia. Secara global,
Tuberculosis pada tahun 2006 mencetak angka kematian mencapai 1,7 juta
dengan 9,2 juta kasus baru.(WHO, 2008). Pada tahun 2013, angka
paru pada tahun 2013 di Indonesia adalah sebesar 275 kasus per 100.000
penduduk dengan angka kematian yaitu 27 per 100.000 penduduk. Pada tahun
paru hanya 161.365 orang atau sekitar 82,8 % dengan pengobatan lengkap
strategy) pada tahun 1994 (WHO, 1994). Unsur-unsur klinis utama pada
pengobatan terawasi (WHO, 2006). Target dari WHO sendiri untuk tahun
2015 adalah mengurangi separuh prevalensi dan angka kematian mulai dari
tahun 1990 awal. Pada tahun 2006, angka kematian TB di indonesia telah
dari BTA-positif kasus tuberculosis. Yang tersisa tinggal setengah yang mana
sampai akhirnya bisa terdeteksi. Dalam hal ini, untuk suatu kasus TB positif
yang tidak diobati dapat menginfeksi hingga 15 orang setiap tahun dan bisa
lebih dari 20 selama perjalanan alami penyakit yang tidak tertangani. (WHO,
1996).
3. Etiologi
tidak membentuk spora dan juga bacillus aerobik. Bakteri ini bisa hidup
optimal pada suhu laboratorium 370 C dan akan menjadi ganda selama 24
kekuning-kuningan dan juga koloni kasar pada piring agar (Gordon and
melakukan respirasi sel aerobik. Selain itu juga bakteri ini memiliki
matahari dan terutama karena radiasi yang dihasilkan dari matahari. Bakteri
ini memiliki sifat tahan terhadap senyawa-senyawa kimia sehingga bisa hidup
4. Patogenesis
berasal dari pasien TB paru aktif dan tersebar diudara yang kemudian dihirup
atau bisa tertular yang akhirnya masuk ke dalam host. Kemudian MTB
difagosit oleh makrofag yang paling banyak membunuh bakteri karena respon
imun bawaan.
A. Infeksi Primer
menempatkan diri pada jaringan di paru yang akan berefek pada pembentukan
sarang pneumoni yang bisa terbentuk pada bagian paru. Terbentuknya sarang
primer tersebut akan nampak inflamasi pada saluran kelenjar limfe kearah hilus
atau bisa disebut limfangitis. Karena itu, kelenjar limfe akan mengalami
pembengkakan ukuran yang lebih besar. Peristiwa terjadinya afek primer
akan meninggalkan bekas. Kompleks primer ini bisa juga terjadi penyebaran
seperti pada bronkus dan juga bisa menyerang sistem imun. Tuberkulosis juga
2008. hal.73-1098.
1991
mengalami infeksi post primer. Peristiwa infeksi postprimer ini terjadi pada
sarang pneumoni. Sarang ini bisa mengalami kesembuhan tetapi juga bisa
bisa disebut cavitysclerotic. Rongga itu bisa mengalami perluasan dan akan
membentuk sarang pneumoni baru. Selain itu juga rongga ini bisa mengalami
mengalami dua keadaan yaitu sembuh atau bisa juga aktif kembali yang
1991
2) Diagnosis TB
1) Manifestasi Klinis
a. Latent Tuberculosis
atau tanda dari penyakit dan biasanya penderita tidak merasakan sakit
b. Primary desease
beberapa gejala seperti demam, nyeri dada dan dyspnea. Dyspnea ini
oleh efusi. Dullness pada perkusi dan berkurangnya suara nafas juga
d. Extrapulmonary Tuberculosis
genitourinari.
2) Penegakan diagnosis
a) Anamnesis
b) Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan tergantung organ yang terganggu akibat
penyakit yang seringnya berada si apeks lobus atas (S1 & S2) dan apeks
bunyi napas pokok. Pada pleuritis TB, sangat tergantung pada banyaknya
cairan di rongga pleura kemudian pada perkusinya pekak dan suara napas
3) Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Lab
bakteri atau kuman yang menginfeksi. Dalam hal ini bisa untuk
b) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi foto thorax adalah cara yang banyak
(Patel,2004).
a. Tuberkulosis primer
c. Tuberkulosis Milier
juga tuberkuloma.
3) Terapi
selama 2-3 bulan dan fase lanjutan selama 4-7 bulan. Dengan memakai obat
lini pertama dan obat tambahan atau lini kedua. Obat-obatan lini pertama
streptomisin (S). Dalam kemasannya sendiri, dibagi menjadi obat tunggal dan
juga obat kombinasi dosis tetap. Obat tunggal disajikan sendiri-sendiri yaitu
Maks
mg/kg/hari Harian Intermiten <40 40-60 >60
(mg/kg/hari (mg/kg/kali)
BB
dosis obat dengan berbagai keuntungan seperti tata laksana yang lebih simpel
B. Kerangka Konsep
C. Hipotesis
Terdapat hubungan yang bermakna antara waktu lamanya patient delay
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Pada penelitian kali ini menggunakan metode penelitian yaitu
pertanyaan terkait dengan lamanya waktu patient delay atau waktu pasien
B. Subyek Penelitian
1. Populasi
yang sudah ditentukan. Pada penelitian kali ini populasinya adalah pasien
2. Sampel
a. Faktor Inklusi
dan sebagainya)
c. Besar Sample
1. Lokasi
2. Waktu
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
2. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel
toraks.
E. Definisi Operasional
.
1. Patient delay Tuberkulosis Waktu antara dimulainya timbul gejala
ke pelayanan kesehatan.
2. Radiografi Toraks
F. Instrumen Penelitian
3. Alat tulis
G. Cara Penelitian
kota Surakarta
2. Pemilihan pasien dengan TB positif sesuai kriteria yang sudah
ditentukan
DAFTAR PUSTAKA
Almeida, C.P.B. de, Skupien, E.C., Silva, D.R., Almeida, C.P.B. de, Skupien,
E.C., Silva, D.R., 2015. Health care seeking behavior and patient delay in
tuberculosis diagnosis. Cad. Saúde Pública 31, 321–330.
https://doi.org/10.1590/0102-311X00195413
Barberis, I., Bragazzi, N.L., Galluzzo, L., Martini, M., n.d. The history of
tuberculosis: from the first historical records to the isolation of Koch’s
bacillus 4.
Cheng, S., Chen, W., Yang, Y., Chu, P., Liu, X., Zhao, M., Tan, W., Xu, L., Wu,
Q., Guan, H., Liu, J., Liu, H., Chen, R.Y., Jia, Z., 2013. Effect of
Diagnostic and Treatment Delay on the Risk of Tuberculosis Transmission
in Shenzhen, China: An Observational Cohort Study, 1993–2010. PLoS
ONE 8, e67516. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0067516
Desalu, O.O., Adeoti, A.O., Fadeyi, A., Salami, A.K., Fawibe, A.E., Oyedepo,
O.O., 2013. Awareness of the Warning Signs, Risk Factors, and Treatment
for Tuberculosis among Urban Nigerians. Tuberc. Res. Treat. 2013, 1–5.
https://doi.org/10.1155/2013/369717
Gordon, S.V., Parish, T., 2018. Microbe Profile: Mycobacterium tuberculosis:
Humanity’s deadly microbial foe. Microbiology 164, 437–439.
https://doi.org/10.1099/mic.0.000601
Icksan, A.G., Napitupulu, M.R.S., Nawas, M.A., Nurwidya, F., 2018. Chest X-
Ray Findings Comparison between Multi-drug-resistant Tuberculosis and
Drug-sensitive Tuberculosis. J. Nat. Sci. Biol. Med. 9, 42–46.
https://doi.org/10.4103/jnsbm.JNSBM_79_17
Seid, A., Metaferia, Y., 2018. Factors associated with treatment delay among
newly diagnosed tuberculosis patients in Dessie city and surroundings,
Northern Central Ethiopia: a cross-sectional study. BMC Public Health 18,
931. https://doi.org/10.1186/s12889-018-5823-9
Mac Donald EM, Izzo AA. Tuberculosis vaccine development. In: Ribbon
W (Ed.). Tuberculosis-expanding knowledge. In Tech 2015.
V.Kumar,A.K.Abbas,N.Fausto,andR.N.Mitchell,Robbins Basic
Pathology, Saunders Elsevier, Philadelphia, Pa, USA, 8th
edition,2007.
WHO Global Tuberculosis Programme WHO Fact sheet no.104, 2010,
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs104/en/index.html.
World Health Organization. Global tuberculosis control - surveillance,
planning, financing. WHO Report. 2008; Geneva: WHO/HTM/
TB/2008 393.
World Health Organization. 2014. Global Tuberkulosis Control. Report
2014. (online) (Http://apps.who.int/iris/bitstream/p
ublications/globalreport/10065/137094/1/97
89241564809_eng.pdf?ua=1)
Kemenkes Republik Indonesia. 2012. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta : Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan.
World Health Organization. Framework for effective tuberculosis control.
WHO Tuberculosis Programme. 1994; Geneva: WHO, 1994.
WHO (2006) The Stop TB Strategy. WHO, Geneva.
WHO (2009) WHO Report 2007: Global Tuberculosis Control:
Surveillance, Planning, Financing. WHO, Geneva.
Rintiswati N, Mahendradhata Y, Suharna et al. (2009) Journeys to
tuberculosis treatment: a qualitative study of patients, families
and communities in Jogjakarta, Indonesia. BMC Public Health
9, 158.
Watkins RE & Plant AJ (2004) Pathways to treatment for tuberculosis in
Bali: patient perspectives. Qualitative Health Research 14, 691–
703.
Johansson E, Long NH, Diwan VK & Winkvist A (2000) Gender and
tuberculosis control: perspectives on health seeking behaviour
among men and women in Vietnam. Health Policy 52, 33–51.
Cheng G, Tolhurst R, Li RZ, Meng QY & Tang S (2005) Factors
affecting delays in tuberculosis diagnosis in rural China: a case
study in four counties in Shandong Province. Transactions of the
Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene 99, 355–362.
Yimer S, Bjune G, Alene G. Diagnostic and treatment delay among
pulmonary tuberculosis patients in Ethiopia: a cross sectional
study. BMC Infect Dis. 2005;5:112.
Lawn SD, Afful B, Acheampong JW. Pulmonary tuberculosis: diagnostic
delay in Ghanaian adults. Int J Tuberc Lung Dis 1998; 2:635-40.
. Ward HA, Marciniuk DD, Pahwa P, Hoeppner VH. Extent of pulmonary
tuberculosis in patients diagnosed by active compared to passive
case finding. Int J Tuberc Lung Dis 2004; 8:593-7
Sherman LF, Fujiwara PI, Cook SV, Bazerman LB, Frieden TR. Patient
and health care system delays in the diagnosis and treatment of
tuberculosis. Int J Tuberc Lung Dis 1999; 3:1088-95.