Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK


DENGAN TETRALOGI FALLOT

Pembimbing :
Adin Muafiroh, SST., M. Kes.

Disusun Oleh :
1. Genvilla Dikytami P. (P27820119018)
2. Indah Rahmawati (P27820119019)
3. Inka Dwi Oktavia (P27820119020)
4. Jasmine Abbabil (P27820119021)
5. Lovita Salsabila B. (P27820119022)
6. Maftuhah (P27820119023)
7. M. Rizal Maulana (P27820119024)
8. Mohammad Zamroni (P27820119025)
Tingkat 2 Reguler A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SOETOMO

SURABAYA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, serta inayah-nya, karena kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan
makalah mengenai “MakalahAsuhan Keperawatan Pada Anak DenganTetralogi Fallot”.
Makalah ini ditulis sebagai tugas kelompok untuk mata kuliah Keperawatan Anak.
Makalah ini kami persembahkan kepada:
1. Adin Muafiroh, SST., M. Kes.
2. Serta teman – teman yang telah mendukung terselesaikannya makalah ini.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
mengerjakan makalah ini, sehingga makalah ini dapat selesai pada waktunya. Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini memiliki banyak kekurangan,
oleh sebab itu kami mengharapkan kritik, saran, petunjuk, pengarahan, dan bimbingan dari
berbagai pihak.
Semoga makalah ini bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu
pengetahuan bagi kita semua dan dapat memberikan informasi bagi pembaca. Amin

Surabaya, 24 Februari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Makalah 2

BAB II PEMBAHASAN 3

2.1 Pengertian Tetralogy Fallot 3

2.2 Etiologi 3

2.3 Manifestasi Klinis 3

2.4 Patofisiologi 4

2.5 Pemeriksaan Penunjang 5

2.6 Penatalaksanaan 6

2.7 Komplikasi 6

2.8 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Tetralogi Fallot . 7

2.8.1 Pengkajian 7

2.8.2 Diagnosa Keperawatan 8

2.8.3 Perencanaan Keperawatan 9

2.8.4 Implementasi Keperawatan 11

2.8.5 Evaluasi Keperawatan 11

BAB III PENUTUPAN 13

3.1 Kesimpulan 13

3.2 Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 14

ii
iii
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tetralogy of fallot adalah suatu penyakit dengan kelainan bawaan yang merupakan
kelainan jantung bawaan sianotik yang paling banyak dijumpai di mana, tetralogi fallot
menempati urutan keempat jantung bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel,
defek septum Atrium, dan duktus arteriosus asisten atau lebih kurang 10 sampai 15% dari
seluruh penyakit jantung bawaan diantaranya penyakit jantung bawaan sianotik tetralogy
fallot merupakan 2/3 nya. Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung bawaan yang paling
sering ditemukan yang ditandai dengan sianosis Sentral akibat adanya pirau kanan dan
kiri..
Tetralogy of fallot paling banyak ditemukan di mana TOF ini menempati urutan
keempat penyakit jantung bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel, defek septum
Atrium duktus arteriosus, atau lebih kurang 10% dari seluruh penyakit bawaan dan
merupakan penyebab utama di antara penyakit jantung bawaan sianotik 95% dari sebagian
besar bayi dengan kelainan jantung tetralogi of fallot tidak diketahui, namun berbagai
faktor juga turut berperan sebagai penyebabnya seperti pengobatan Ibu ketika sedang hamil
faktor lingkungan setelah lahir infeksi pada ibu faktor genetika dan kelainan kromosom.
Di negara-negara Eropa penyakit jantung bawaan mengalami tren penurunan dari 70 per
10.000 kelahiran hidup menjadi 55-60 per 10.000 kelahiran hidup pada semua tingkat
keparahan. Penurunan insidensi penyakit jantung bawaan dihubungkan dengan program
fortifikasi asam folat yang telah dilakukan secara luas.
Di Singapura, insidensi penyakit jantung bawaan adalah 3,9 per 1.000 kelahiran hidup
tanpa kelainan kromosomal. Penyakit jantung bawaan mayor terdapat pada 2,6 per 1.000
kelahiran hidup. Kelainan mayor yang paling sering muncul adalah tetralogi of fallot
(TOF), atrioventricular septaldefect (AVSD), hypoplastic left heart syndrome (HLHS),
transposition of great arteries (TGA), dan ventricular septal defect (VSD).
Insiden tetralogy of fallot dilaporkan untuk kebanyakan penelitian dalam rentang 8 –
10/ 1000 kelahiran hidup. kelainan ini lebih sering muncul pada laki-laki daripada
perempuan dan khusus katup aorta bikuspid bisa menjadi tebal sesuai usia sehingga
stenosis bisa timbul. Hal ini dapat diminimalkan dan dipulihkan dengan operasi sejak dini
sehingga deteksi dini Penyakit ini pada anak-anak sangat penting dilakukan sebelum
komplikasi yang lebih parah terjadi. Dari banyaknya kasus kelainan jantung serta
kegawatan yang ditimbulkan akibat kelainan jantung bawaan ini, Maka sebagai seorang
2

perawat dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan mampu memberikan
Asuhan Keperawatan yang tepat.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang muncul dari latar belakang diatas adalah sebagai berikut :
Bagaimanakah pelaksanaan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Tetralogi
FallotYang Dirawat Di Rumah Sakit?

1.3. Tujuan Penulisan


Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.3.1. Mengkaji Klien Dengan Tetralogi Fallot.
1.3.2. Merumuskan Diagnosa Keperawatan Pada Klien Dengan Tetralogi Fallot.
1.3.3. Menyusun Perencanaan Keperawatan Pada Klien Dengan Tetralogi Fallot
1.3.4. Melaksanakan Intervensi Pada Klien Dengan Tetralogi Fallot.
1.3.5. Mengevaluasi Pada Klien Dengan Tetralogi Fallot.
3

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Tetralogy Fallot
Tetralogy fallot (TF) adalah kelainan jantung dengan gangguan sianosis yang ditandai
dengan kombinasi empat hal yang abnormal meliputi defekseptup ventrikel, stenosis
pulmonal, overriding aorta, dan hipertropi ventrikel kanan. Komponen yang paling penting
dalam menentukan derajat beratnya penyakit adalah stenosis pulmonal dari sangat ringan
hingga berat. Stenosis pulmonal bersifat progresif dan semakin lama semakin berat.

Tetralogy of fallot (TOF) adalah merupakan defek jantung yang terjadi secara kongenital
dimana secara khusus mempunyai empat kelainan anatomi pada jantungnya TOF ini adalah
merupakan penyebab tersering pada cyanotic heart tefect dan juga pada blue baby syndrome.

2.2. Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui secara pasti.
Diduga karena adanya factor endogen dan eksogen.
a. Factor endogen
1. Berbagai jenis penyakit genetic : kelainan kromosom
2. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
3. Adanya penyakit tertentu dalam keluarga, seperti diabetes mellitus,
hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan
b. Faktor eksogen
1. Riwayat kehamilan ibu
2. Sebelumnya ikut program kb oral atau suntik, minum obat-obatan
tanpa resep dokter (tali damid, dekstro amfetamin, aminoptering,
metoptering, jamu)
3. Ibu menderita penyakit infeksi rubella
4. Pajanan terhadap sinar x
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen jarang terpisah menyebabkan
penyakit jantung bawaan. Apapun sebabnya pajanan terhadap factor penyebab harus ada
sebelum akhir bulan kedua kehamilan, oleh karena pada minggu kedelapan kehamilan
pembentukan jantung janin sudah selesai

2.3. Manifestasi Klinis


Manifestasi Klinis yang muncul pada penderita tetralogy fallot adalah sebagai berikut:
1. Sianosis
4

Sianosis merupakan manifestasi tetralogy paling nyata, mungkin tidak


ditemukan saat lahir. Obstruksi aliran keluar ventrikel kanan mungkin tidak berat dan
bayi tersebut memiliki pintasan kiri ke kanan yang besar bahkan mungkin dapat gagal
jantung kogesif.
2. Dyspnea
Dyspnea terjadi jika penderita melakukan aktivitas fisik. Bayi dan anak yang
mulai belajar berjalan akan bermain aktif untuk waktu singkat kemudian akan duduk
atau berbaring. Anak yang lebih besar mungkin mampu berjalan sejauh kurang lebih
lebih satu blok sebelum berhenti untuk beristirahat. Derajat kerusakan yang dialami
jantung pada penderita tercermin oleh intensitas sianosis yang terjadi. Secara khas anak
akan mengambil sikap berjongkok untuk meringankan dan menghilngkan dyspnea yang
terjadi akibat dari aktivitas fisik, biasanya anak tersebut dapat melanjutkan aktivitasnya
kembali dalam beberapa menit
3. Serangan dyspnea paroksimal (serangan anoksia biru)
Manifestasi ini merupakan masalah selama dua tahun pertama kehidupan penderita. Bayi
menjadi dyspnea dengan gelisah, sianosis yang terjadi menjadi bertambah hebat dan penderita
mulai sulit bernafas. Serangan tersebut sering terjadi pada pagi hari.
4. Keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan
Gangguan pertumbuhan tinggi badan terutama pada anak gizi kurang dari kebutuhan
normal, pertumbuhan otot dari jaringan subkutan terlihat kendur dan lunak, masa pubertas
terlambat.
5. Bising sistolik
Bising sistolik ditemukan sering kali terdengar keras dan kasar, bising tersebut
menyebar luas, tetapi paling besar intensitasnya pada tepi kiri tulang dada. Bising sistolik
terjadi di atas lintasan aliran keluar ventrikel kanan serta cenderung kurang menonjol pada
obstruksi berat dan pintasan dari kanan ke kiri. Bunyi jantung kedua terdengar tunggal dan
di timbulkan oleh penutupan katub aorta. Bising sistolik tersebut jarang diikuti oleh bising
diastolic, bising yang terus menerus ini dapat terdengar pada setiap bagian dada, baik di
anterior maupun posterior, bising tersebut dihasilkan oleh pembuluh darah koleteral
bronkus yang melebar atau terkadang oleh suatu duktus arteriosus menetap.

2.4. Patofisiologi
Tetralogy fallot merupakan kelainan “Empat Sekawan” yang terdiri atas defekseptup
ventrikel, stenosis pulmonal, overriding aorta, dan hipertropi ventrikel kanan secara
anatomis sesungguhnya tetralogy fallot merupakan suatu defek ventrikel subaraortik yang
5

disertai defiasi ke anteriol septum infundibuler (bagian basal dekat aorta). Defiasi ini
menyebabkan akar aorta bergesek kedepan (dekstro posisi aorta), sehingga terjadi over
riding aorta terhadap septum interventrikuler, stenosis pada bagian infundibuler ventrikel
kanan dan hypoplasia arteri pulmonal. Pada tetralogy fallot, overriding aorta biasanya tidak
melebihi 50%. Apabila overriding aorta melebihi 50%, hendaknya dipikirkan kemungkinan
adanya suatu outlet ganda ventrikel kanan.
Defiasi septup infundibuler kearah anteriol ini sesungguhnya merupakan bagian yang
paling esensial pada tetralogy fallot. Itu sebabnya suatu defek septum ventrikel dan over
riding aorta yang disertai stenosis pulmonal valvuler, misalnya, tidak dapat disebut sebagai
tetralogy fallot apabila tidak terdapat defiasi septum.

2.5. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk penderita tetralogy fallot adalah sebagai
berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
Adanya peningkatan hemoglobin dan hematocrit (ht) akibat saturasi oksigen yang
rendah. pada umumnya hemoglobin di pertahankan 16-18 gr/dl dan hematocrit antara
50-65%. nilai gas darah arteri menunjukkan peningkatan tekanan parsial
karbondioksida (pco2 ), penurunan tekanan parsial oksigen (po 2 ) dan penurunan klien
yang memiliki nilai hb dan ht normal atau rendah mungkin menderita defisiensi besi.
2. Radiologi

Pemeriksaan sinar X pada toraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal,


tidak ada pembesaran jantung, gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat
sehingga seperti sepatu. Selain itu, didapatkan hasil arkus aorta di sebelah kanan, aorta
asendens melebar, konus pulmonalis, apeks terangkat dan vaskularitas paru berkurang.
3. Elektrokardiogram
Pada pemeriksaan EKG di dapatkan hasil sumbu QRS hampir selalu berdevisiasi
kekanan. Tampak pula hipertropi ventrikel kanan.
4. Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel kanan,
penurunan arteri pulmonalis dan penurunan aliran darah ke paru.
5. Kateterisasi
6

Kateterisasi diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek


septum ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis
pulmonal perifer. Mendeteksi adanya

2.6. Penatalaksanaan
Pada penderita yang mengalami serangan sianosis maka terapi ditujukan untuk memutus
patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara sebagai berikut:
1. Menekuk lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah
2. Morfin sulfat 0,1 – 0,2 mlg/kg SC, IM atau IV untuk menekan pusat pernafasan dan
mengatasi takipnea.
3. Natrium bikarbonat 1 Meq/kg BB IV untuk mengatasi asidosis.
4. Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian pada kondisi ini tidak begitu tepat
karena permasalahan bukan karena kekurangan oksigen, tetapi karena aliran dara ke
paru menurun.
Dengan usaha di atas di harapkan anak tidak lagi mengalami takipnea, sianosis
berkurang dan anak menjadi tenang. Bila hal tersebut tidak terjadi dapat dilanjutkan
dengan pemberian:
1. Propranolol 0,01-0,25 mlg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan denyut jantung
sehingga serangan dapat diatasi. Dosis total dilarutkan dengan 10 ml cairan dalam
spuit, dosis awal /bolus diberikan setengahnya, bila serangan belum teratasi sisanya
diberikan perlahan dalam 5-10 menit berikutnya.
2. Ketamine 1-3 mlg/kg (rata-rata 2,2 mlg/kg) IV perlahan. Obat ini bekerja
meningkatkan resistensi vaskuler sistemik dan juga sedative.
3. Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam penaganan
serangan sianotik. Penambahan volume darah juga dapat meningkatkan curah
jantung, sehingga aliran darah ke paru-paru bertambah dan aliran darah sistemik
membawa oksigen ke seluruh tubuh juga meningkat.

2.7. Komplikasi
1. Thrombosis Serebri
Biasanya terjadi dalam sinus duralis dan terkadang dalam arteri serebrum, lebih
sering ditemukan pada polisitemia hebat. Dapat juga dibangkitkan oleh dehidrasi.
Thrombosis lebih sering ditemukan pada usia 2 tahun. Penderita ini paling sering
mengalami anemia defisiensi besi dengan kadar Hb dan Ht dalam batas normal.
2. Abses Otak
7

Komplikasi abses otak biasanya dialami oleh pasien yang telah mencapai usia di
atas 2 tahun. Awitan penyakit sering kali tersembunyi di sertai demam derajat rendah.
Mungkin ditemukan nyeri tekan setempat pada cranium. Laju endap darah dan hitung
jenis leukosit dapat meningkat. Penderita juga dapat mengalami serangan seperti
epilepsy. Tanda neurologis yang terlokalsasi tergantung dari tempat dan ukuran abses
tersebut.
3. Endocarditis Bakterialis
Komplikasi ini terjadi pada penderita yang tidak mengalami pembedahan, tetapi
lebih sering ditemukan pada anak yang menjalani prosedur pembuatan pintasan selama
masa bayi.
4. Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif dapat terjadi pada bayi yang mengalami atresia paru dan
memiliki aliran darah kolateral yang besar. Kondisi ini hamper tanpa pengecualian, akan
menaglami penurunan selama bulan pertama kehidupan dan penderita menjadi sianosis
akibat sirkulasi paru yang menurun.
5. Hipoksia
Hipoksia terjadi akibat stenosis pulmonal yang menyebabkan aliran darah dalam
paru menurun.

2.8. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Tetralogi Fallot


2.8.1 Pengkajian
Asuhan keperawatan pasien TOF pada anak menurut Wong, dkk (2009), adalah
sebagai berikut antara lan :

1. Pengkajian

- Riwayat kehamilan ibu

Ditanyakan sesuai dengan yang terdapat pada etiologi (faktor endogen dan eksogen
yang mempengaruhi).

- Riwayat pertumbuhan

Biasanya anak cendrung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena fatiq selama


makan dan peningkatan kebutuhan kalori sebagai akibat dari kondisi penyakit.

- Riwayat psikososial / perkembangan

a) Kemungkinan mengalami masalah perkembangan


8

b) Mekanisme koping anak / keluarga

c) Pengalaman hospitalisasi sebelumnya

- Pemeriksaan fisik

a) Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan sianotik,bayi tampak biru
setelah tumbuh.

b) Clubbing finger (jari tabuh) tampak setelah usia 6 bulan.

c) Serang sianotik mendadak (blue spells/cyanotic spells/paroxysmal hiperpnea,


hypoxic spells) ditandai dengan dyspnea, napas cepat dan dalam, lemas, kejang,
sinkop (kehilangan kesadaran) bahkan sampai koma dan kematian.

d) Anak akan sering Squatting (jongkok) setelah anak dapat berjalan, setelah berjalan
beberapa lama anak akan berjongkok dalam beberapa waktu sebelum ia berjalan
kembali.

e) Pada auskultasi terdengar bising sistolik yang keras didaerah pulmonal yang
semakin melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi.

f) Bunyi jantung I normal. Sedang bunyi jantung II tunggal dan keras.

g) Bentuk dada bayi masih normal, namun pada anak yang lebih besar tampak
menonjol akibat pelebaran ventrikel kanan.

h) Ginggiva hipertrofi, gigi sianotik.

- Pengetahuan anak dan keluarga

a) Pemahaman tentang diagnosis

b) Pengetahuan dan penerimaan terhadap prognosis

c) Regimen pengobatan

d) Rencana perawatan ke depan

e) Kesiapan dan kemauan untuk belajar

2.8.2 Diagnosa Keperawatan


Menurut Nanda NIC-NOC (2015), setelah pengumpulan data, menganalisa data dan
menentukan diagnosa keperawatan yang tepat sesuai dengan data yang ditemukan,
kemudian direncanakan membuat prioritas diagnosa keperawatan, membuat kriteria hasil,
dan intervensi keperawatan.
1) Gangguan pertukaran gas b.d penurunan alian darah ke pulmonal.
9

2) Penurunan kardiak output b.d sirkulasi yang tidak efektif sekunder dengan adanya
malformasi jantung.
3) Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan sirkulasi (anoxia kronis, serangan sianotik
akut).
4) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d fatiq selama makan dan
peningkatan kebutuhan kalori,penurunan nafsu makan.
5) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya suplai oksigen dan
zat nutrisi ke jaringan.
6) Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
7) Koping keluarga tidak efektif b.d kurang pengetahuan keluarga tentang
diagnosis/prognosis penyakit anak.
8) Resiko gangguan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan tekanan intrakranial
sekunder abses otak, CVA trombosis.
2.8.3 Perencanaan Keperawatan
Perencanaan adalah kategori perilaku keperawatan dimana tujuan yang terpusat pada
pasien dan hasil yang di perkirakan ditetapkan dan intervens keperawatan dipilih untuk
mencapai tujuan tersebut. Selama perencanaan, dibuat prioritas. Selain berkolaborasi
dengan pasien dan keluarganya, perawat berkonsul dengan anggota tim kesehatan
lainnya, menelaah literature yang berkaitan, modifikasi asuhan dan mencatat informasi
yang relevan tentang kebutuhan perawatan kesehatan pasien dan penatalaksanaan klinik
(Speer, 2008)
Adapun perencanaan berdasarkan diagnosa menurut Nanda NIC NOC (2015), yang
mungkun timbul pada pasien TOF, yaitu :
a. Gangguan pertukaran gas b.d penurunan aliran darah ke pulmonal
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pertukaran gas kembali adekuat
Kriteria Hasil :
NOC : Respiratory Status : Gas exchange
1) Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
2) Memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari tanda-tanda distress pernafasan
3) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak
ada pursed lips)
4) Tanda-tanda vital dalam rentang normal
Intervensi
10

NIC : Airway management


1.1 Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
1.2 Melakukan fisioterapi dada jika perlu
1.3 Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
1.4 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
1.5 Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring
1.6 Monitor rata-rata kedalaman, irama dan usaha respirasi
1.7 Auskultasi suara nafas, catat area penurunan/tidak adanya ventilasi dan suara
tambahan
1.8 Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
b. Intolerasi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan anak menunjukan peningkatan kemampuan
dalam melakukan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam batas normal) tidak adanya
angina. Kriteria Hasil NOC :
Activity tolerance
1) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan
RR
2) Tanda-tanda vital normal
3) Mampu berpindah : dengan atau tanpa bantuan alat
4) Status kardiopulmonari adekuat
5) Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi adekuat
Intervensi NIC :
Activity therapy
2.1 Bantu klien untuk mengidentifikasi aktifitas yang mampu dilakukan
2.2 Bantu untuk memilih aktifitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik,
psikologi dan sosial
2.3 Bantu untuk mengidentifikasi aktifitas yang disukai
2.4 bantu pasien atau keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktifitas
2.5 Bantu untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
2.6 Monitor respon fisik, emosi, sosial, dan spiritual
c. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d fatiq selama makan dan
peningkatan kebutuhan kalori,penurunan nafsu makan.
Tujuan
11

Setelah dilakukan tindakan keperawatan anak dapat makan secara adekuat dan cairan
dapat dipertahankan sesuai dengan berat badan normal dan pertumbuhan normal.
Kriteria Hasil NOC :
Nutritional status
1) Anak menunjukkan penambahan BB sesuai dengan umur
2) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4) Tdak ada tanda-tanda malnutrisi
5) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi NIC :
Nutrition management
3.1 Kaji adanya alergi makanan
3.2 kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan klien
3.3 Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
3.4 Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
3.5 Kaji kemampuan klien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition monitoring
3.6 BB klien dalam batas normal
3.7 monitor adanya penurunan berat badan
3.8 Monitor mual dan muntah
3.9 Monitor pertumbuhan dan perkembangan
3.10 Monitor kadar albumin, total protein Hb, dan kadar Ht

2.8.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter
& Perry, 2011).
Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan,
mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksaan tindakan, serta menilai data
yang baru.

2.8.5 Evaluasi Keperawatan


12

Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa jauh
keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses
menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian,
diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri (Purba, 2019)9).
Pada tahap ini, hal yang dilakukan adalah membandingkan tingkah laku klien
sebelum dan sesudah implementasi. Hal ini terkait kemampuan klien dengan
preeklampsia primigravida dalam beradaptasi dan mencegah timbulnya kembali
masalah yang pernah dialami.
Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan yang ditarik
dari evaluasi menentukan apakah evaluasi keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan, atau
dirubah (Kozier et al.,2010).Format yang dapat digunakan untuk evaluasi keperawatan
menurut (Dinarti et al., 2009) yaitu format SOAP yang terdiri dari :

a. Subjective, yaitu pernyataan atau keluhan dari pasien. Pada pasien apendiktomi
dengan nyeri akut diharapkan pasien tidak mengeluh nyeri atau nyeri berkurang
b. Objektive, yaitu data yang diobservasi oleh perawat atau keluarga. Pada pasien
dengan retensi urin indikatorevaluasi
c. Analisys, yaitu kesimpulan dari objektif dan subjektif (biasaya ditulis dala bentuk
masalah keperawatan). Ketika menentukan apakah tujuan telah tercapai, perawat
dapat menarik satu dari tiga kemungkinan simpulan:
1. Tujuan tercapai; yaitu, respons klien sama dengan hasil yangdiharapkan
2. Tujuan tercapai sebagian;, yaitu hasil yang diharapkan hanya sebagian yang
berhasil dicapai (4 indikator evaluasitercapai)
3. Tujuan tidaktercapai
d. Planning, yaitu rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkananalog.
13

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dalam pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan kelainan jantung bawaan sianotik
(Tetralogi Fallot) akan menentukan untuk kelansungan hidup anak, mengingat masalah yang
komplit yang dapat terjadi pada anak TOF bahkan dapat menimbulkan kematian yang
diakibatkan karena hipoksia, syok maupun gagal.
Oleh karena itu perawat harus memiliki keterampilan, kompetensi, dan pengetahuan yang luas
tentang konsep dasar perjalanan penyakit TOF. Sehingga dapat menentukan diagnosa yang
tepat bagi anak yang mengalami tetralogi fallot, yang akhirnya angka kesakitan dan kematian
dapat ditekan.

3.2. Saran
Pemberian asuhan keperawatan harus disesuaikan dengan respon dan kondisipasien, begitu
pula dengan pasien TOF pada anak. Maka diharapkan bagi seorang perawat untuk lebih
memahami serta menambah pengetahuan lebih dalam lagi akan perkembangan penyakit TOF
sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan tahap perkembangan
anak serta kebutuhan anak yang belum terpenuhi
14

DAFTAR PUSTAKA

Karso.2012, Buku Ajar Gangguan Sistem kardiovaskuler, Yogyakarta: Nurha Medika

Kyle,Terri dan susan carman, Buku Ajar Keperawatan Pediatri vol 3,Jakarta: Buku
Kedokteran EGC

Davis,Lorna. 2011. Pemeriksaan Kesehatan Bayi: pendekatan Multi Dimensi. Jakarta:

EGC

T.Herdman,Heater.2011.Nursing Diagnoses :Definitions&klaification 2014-


2015.jakarta: Buku Kedokteran EGC

Putri, Della Amanda, and Yuliani Winarti. "Asuhan Keperawatan pada Anak S yang
Mengalami Tetralogy of Fallot di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda." (2016) : E-Journal

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2017.Standart Diagnosa Keperawatan Indonsia Edisi 1.


Jakarta:PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2017.Standart Intervereni Keperawatan Indonsia Edisi 1.


Jakarta:PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2017.Standart Luaran Keperawatan Indonsia Edisi 1.


Jakarta:PPNI

Anda mungkin juga menyukai