Anda di halaman 1dari 2

Date: May, 06 2021

PLAGIARISM SCAN REPORT

3% 97% 991 7533


Plagiarised Unique Words Characters

Excluded Url : None

Content Checked For Plagiarism


Resusitasi Jantung Paru (RJP) akan memberikan peluang bagi individu yang mengalami henti jantung, karena kasus henti jantung harus
mendapatkan penanganan segera. Namun, saat ini timbul kekhawatiran akan tertular sindrom Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) bagi
tenaga kesehatan dalam memberikan tindakan RJP. Covid-19 merupakan virus yang menyerang saluran pernafasan dengan penyebaran
melalui droplet dan/atau aerosol (aliran udara). Saat ini, covid-19 ditetapkan sebagai penyakit pandemi dengan penyebaran dan penularan
yang tinggi. Hal ini mengakibatkan tenaga kesehatan RJP mengalami resiko tinggi tertular covid-19. Prosedur dan perhatian khusus sangat
dibutuhkan karena tenaga kesehatan dimungkinkan terkena aerosol dari pasien covid-19 saat melalukan prosedur ventilasi tekanan positif,
intubasi, dan terjadi selama percobaan resusitasi jantung paru pada pasien covid-19. Oleh karena itu, penting untuk memperkuat
pencegahan, kontrol, dan langkah-langkah menciptakan lingkungan yang safety bagi tenaga kesehatan dalam melakukan RJP pada pasien
covid-19. Pencarian evidence based dapat dilakukan untuk menemukan intervensi terbaru yang efektif dalam memperkuat safety bagi
tenaga kesehatan dalam melakukan RJP pada pasien covid-19. Beberapa basis data dalam pencarian evidence based yaitu EBSCOHost,
Pubmed, Science Direct, dan Google Scholar. Langkah pertama untuk melakukan pencarian adalah merumuskan PICO untuk
memudahkan dan mendapatkan kata kunci yang tepat. Berikut adalah rumusan PICO dan kata kunci pencarian. Penelitian yang dilakukan
oleh Sreekanth, et.al. (2020) dengan judul “Cardiopulmonary Resuscitation in Intensive Care Unit Patients With Coronavirus Disease 2019”
memiliki tujuan untuk meminimalkan jumlah tenaga kesehatan di sekitar pasien covid-19 dan menghemat penggunaan alat pelindung diri
yang langka. Penelitian ini dilakukan pada seluruh tenaga kesehatan Department of Anesthesiology and Pain Management, Southwestern
Medical Center, Dallas dengan menerapkan prosedur safety bagi tenaga kesehatan yang akan melakukan tindakan RJP pada pasien covid-
19 di Ruangan ICU. Prosedur yang dilakukan ialah pasien yang harus dilakukan RJP, dibutuhkan 3 – 4 petugas penyelamat profesional
sebagai tim untuk memulai mempersiapkan RJP di dalam ruangan pasien. Petugas penyelamat tersebut ialah: 1 tenaga kesehatan
professional pada bidang manajemen jalan nafas dan penempatan garis invasive, perawat utama pasien, assisting nurse, dan terapis
pernapasan untuk membantu intubasi dan mengatur sambungan ventilator. Setiap petugas penyelamat wajib menggunakan APD level 3.
Hal ini bertujuan untuk meminimalisir resiko transimisi airbone, dan kompresi dada harus dihentikan ketika melakukan intubasi. Komunikasi
saat manajemen CPR pada pasien covid-19, menggunakan telemedicine baik itu antar tenaga kesehatan satu rumah sakit, maupun
mancanegara. Tujuannya untuk memaksimalkan komunikasi mengenai derajat kesehatan pasien covid-19 dan meminimalisir paparan
infeksi. Lalu, penelitian yang dilakukan oleh Malysz et.al (2020) yang berjudul “Resuscitation Of The Patient With Suspected/Confirmed
COVID-19 When Wearing Personal Protective Equipment: A Randomized Multicenter Crossover Simulation Trial” memiliki tujuan untuk
mengevaluasi berbagai metode kompresi dada pada pasien dengan dugaan/konfirmasi infeksi SARS-CoV-2 yang dilakukan oleh
mahasiswa kedokteran yang mengenakan alat pelindung diri lengkap (APD) untuk prosedur yang menghasilkan aerosol (AGP). Pada
penelitian ini, menggunakan responden dari mahasiswa Fakultas Kedokteran yang telah menyelesaikan kursus Advanced Cardiovascular
Life Support (ACLS). Peneliti mengevaluasi cara responden mengompresi dada pasien saat resusitasi jantung paru (RJP) pada pasien
covid 19, dimana penelitian tersebut membandingkan tiga cara melakukan kompresi dada saat RJP, yang pertama kompersi dada manual
seperti yang biasa dilakukan, cara yang kedua yaitu menggunakan CPRMeter, dan yang ketiga dengan menggunakan LifeLine ARM.
Dalam penelitian, populasi yang melakukan RJP pasien yang diduga atau terkonfirmasi Covid 19 diharuskan menggunakan APD AGP
lengkap untuk mencegah terjadinya penularan. Penurunan efektifitas kompresi dada saat kompresi dada manual dan CPRMeter diduga
disebabkan oleh kelelahan berlebih pada peserta yang melakukan kompresi dada. Faktor menurunnya tingkat kompresi dada salah
satunya bisa disebabkan karena penggunaan APD. Analisis yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa LifeLine ARM
melakukan kompresi dada dengan kedalaman yang sesuai. Resusitasi LifeLine ARM memiliki kualitas yang jauh lebih baik dibandingkan
dengan kompresi dada manual. Penggunaan sistem semacam itu sangat penting ketika paramedis tidak dapat melakukan RJP berkualitas
tinggi - dan ini berlaku untuk pasien yang dicurigai / dikonfirmasi COVID-19 ketika, karena virus corona, personel harus dilengkapi dengan
APD AGP. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Malysz, et.al (2020), yang berjudul “An Optimal Chest Compression Technique
Using Personal Protective Equipment During Resuscitation In The COVID-19 Pandemic: A Randomized Crossover Simulation Study”.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan tiga metode kompresi dada yang diterapkan oleh paramedis yang memakai APD. Tiga
metode ini ialah: RJP Manual, RJP menggunakan alat True CPR, dan RJP menggunakan alat LUCAS3. Responden pada penelitian ini
adalah 67 paramedis (25 perempuan dan 42 laki laki) yang telah diberikan pelatihan mengenai tiga metode RJP oleh seorang ahli yang
telah memiliki sertifikat. Kemudian mereka dibagi menjadi 3 kelompok. Setelah itu, responden melakukan RJP dengan menggunakan APD
Level 3. Responden melakukan teknik RJP yang telah diajarkan kepada boneka yang telah disimulasikan sebagai pasien covid 19.
Kelompok pertama melakukan RJP manual, kelompok ke dua melakukan RJP menggunakan perangkat umpan balik true CPR dan
kelompok tiga menggunakan sistem LUCAS3. Setelah RJP 2 menit siklus mereka diberikan waktu istirahat selama 1 jam kemudian
dilakukan RJP dengan menggunakan metode yang berbeda. Hasil yang didapatkan bahwa RJP menggunakan LUCAS3 dibandingkan
dengan RJP manual serta metode perangkat umpan balik True CPR lebih baik, meningkatkan kualitas kompresi. Dalam temuan ini juga
disarankan paramedis yang melakukan RJP manual menggunakan APD level 3 dan disarkan dilakukan pergantian pelaku setiap 1 menit.
Kemudian metode RJP menggunakan LUCAS3 lebih disarankan di era pandemi covid 19 ini. Lalu, penelitian yang dilakukan oleh Chahar &
Marciniak (2020) dengan judul “Cardiopulmonary Resuscitation In COVID-19 Patients” bertujuan untuk memberikan informasi mengenai
pengalamannya saat melakukan RJP pada pasien covid-19. Peneliti menegaskan bahwa tenaga kesehatan harus mengenakan APD Level
3 sebelum memasuki ruangan, meskipun ini menunda perawatan. Jumlah petugas harus diminimalkan, dan hanya petugas dengan peran
yang ditetapkan yang boleh memasuki ruangan. Petugas tambahan harus berada di luar ruangan dengan anggota tim yang mengenakan
APD untuk membantu menyediakan obat-obatan dan peralatan jika diperlukan oleh tim. Berdasarkan hasil yang telah dijabarkan di atas
mengenai prosedur keamanan dan keselamatan tenaga kesehatan dalam melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) harus tetap
menggunakan APD Level 3 dan membatasi petugas di dalam ruangan pasien. Beberapa metode RJP juga teah dikembangkan untuk
meningkatkan keefektifan dalam melakukan RJP pada pasien covid-19. Penggunaan telemedicine juga sangat diperlukan dalam masa
pandemi ini,

3% Plagiarized

Aug 19, 2020 — Penyakit Stroke dan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) : Sebuah ... tenaga kesehatan untuk selalu waspada dan
mengambil ... keparahan dan mortalitas pada pasienCOVID-19 yang dilakukan rawat inap. Tujuan ... COVID-19 patients in tertiary care
referral hospital and its association with disease ...

http://medicahospitalia.rskariadi.co.id/medicahospitalia/index.php/mh/article/download/542/360/

Anda mungkin juga menyukai