Anda di halaman 1dari 16

56 HEALTHY

Volume 5 No. 2 Mei 2017

HUBUNGAN KELUARGA SADAR GIZI ( KADARZI ) DENGAN STUNTING


PADA BALITA USIA 0-24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
SINGOTRUNAN KABUPATEN BANYUWANGI

Titis Sriyanti1), Essy Sonontiko Sayekti2) dan Diana Kholida 3)


1) Dosen Prodi S1 Keperawatan, STIKES Banyuwangi, email: khayraqu_01@yahoo.co.id
2) Dosen D3 Kebidanan, STIKES Banyuwangi, email: essy_stikesbwi@yahoo.com
3. Mahasiswa Prodi S1 Keperawatan, STIKES Banyuwangi

ABSTRAK

Keluarga sadar gizi (KADARZI) adalah suatu keluarga yang mampu


mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya.
sedangkan Stunting adalah status gizi yang didasarkan pada indeks panjang
badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U). Tujuan
umumnya untuk mengetahui hubungan antara keluarga sadar gizi (KADARZI)
dengan stunting pada balita usia 0-24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Singotrunan Kabupaten Banyuwangi.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
korelasi dengan bentuk rancangan penelitian cross sectional
(hubungan/asosiasi). Dengan jumlah populasinya adalah 133 balita stunting
dengan sampel yang diambil sebanyak 57 balita stunting. Kemudian tehnik
sampling yang digunakan adalah purposive sampling, sehingga sampel tersebut
dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya. Didalam
penelitian ini menggunakan uji chi-square.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa dari 57 responden mayoritas berada
pada katagori tidak kadarzi sebanyak 37 (65%) keluarga balita, dan stunting
katagori pendek sebanyak 38 (66%). Setelah dilakukan perhitungan uji Chi-
square menggunakan SPSS22 for windows, diperoleh hasil signifikan = 0,170
dimana nilai p < 0,05. Maka signifikan Ha ditolak Ho diterima yang berarti
tidak ada hubungan keluarga sadar gizi (KADARZI) dengan stunting pada usia
0-24 bulan di wilayah kerja puskesmas Singotrunan Kabupaten Banyuwangi.
Kesimpulannya dengan melihat hasil penelitian ini, cara untuk
mengatasi terjadinya masalah gizi pada balita hendaknya para orang tua lebih
memperhatikan asupan yang dikonsumsi keluarga dan balitanya dengan
menerapkan hidup KADARZI. Dengan menerapkan hidup KADARZI sangat
bermanfaat untuk mengurangi resiko terjadinya masalah gizi terutama masalah
stunting pada balita.

Kata kunci : KADARZI, Stunting, Balita

PENDAHULUAN bergantung penuh kepada orang tua untuk


Balita adalah istilah umum pada melakukan kegiatan penting seperti
anak usia 1-3 tahun dan anak prasekolah mandi, buang air dan makan.
(3-5 tahun). Saat usia balita, anak masih Perkembangan bicara dan berjalan sudah
HEALTHY 57
Volume 5 No. 2 Mei 2017

bertambah baik. Namun kemampuan lain setiap individu dapat mengacu pada
masih terbatas (Sutomo, 2010). Usia pesan gizi seimbang dalam pedoman
tersebut merupakan landasan yang umum gizi seimbang (PUGS) yang terdiri
membentuk masa depan kesehatan, dari 13 pesan (Depkes RI, 2007). Salah
kebahagiaan, pertumbuhan, satu sasaran prioritas rencana strategi
perkembangan dan hasil pembelajaran departemen kesehatan dalam rangka
anak disekolah, keluarga, masyarakat dan mencapai sasaran menurunkan prevalensi
kehidupan secara umum (Kemenkes, gizi kurang adalah keluarga sadar gizi
2014). Pertumbuhan seorang anak bukan (KADARZI) (Depkes RI, 2007) .
hanya sekedar gambaran perubahan Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) adalah
ukuran tubuh, tetapi lebih dari itu suatu keluarga yang mampu mengenal,
memberikan gambaran tentang mencegah dan mengatasi masalah gizi
keseimbangan antara asupan dan setiap anggotanya. (Depkes RI, 2007).
kebutuhan gizi (Depkes RI, 2007). Gizi Masalah gizi pada balita yang
merupakan suatu hal yang esensial dalam terjadi di Indonesia antara lain kurang
menjaga keseimbangan metabolisme energi protein (KEP), berat bayi lahir
tubuh manusia terutama bagi tumbuh rendah (BBLR), balita pendek (stunted),
kembang anak baik sejak dalam dan Berat Badan Kurus sedangkan
kehamilan hingga usia dibawah lima masalah gizi pada dewasa adalah kurang
tahun dan salah satu manifestasi dari gizi energi kronik (KEK), Berat Lebih dan
buruk adalah perawakan pendek pada Kegemukan, Kurang Vitamin A (KVA),
anak (stunting) (Gibney, 2009). Anemia Gizi Besi (AGB), Gangguan
Stunting adalah status gizi yang Akibat Kekurangan Yodium (GAKY),
didasarkan pada indeks panjang badan Kekurangan Zat Gizi Mikro. Berdasarkan
menurut umur (PB/U) atau tinggi badan profil kesehatan Indonesia tahun 2012,
menurut umur (TB/U) (Kemenkes, 2012). Tiga angka prevalensi stunting tertinggi
Dalam hal ini, berat kurang dan kurus di ASEAN adalah Laos (48%), Kamboja
merupakan dampak masalah kekurangan (40%) dan Indonesia (36%) (Kemenkes,
gizi yang bersifat akut sedangkan pendek 2012). Di Indonesia sebanyak 13 provinsi
merupakan manifestasi kekurangan gizi termasuk kategori berat, dan sebanyak 15
yang bersifat kronis (Kemenkes, 2010). provinsi termasuk kategori serius. Ke 15
Penyebab gizi kurang pada anak tidak provinsi tersebut adalah: Papua (40,1%),
hanya dari makanan yang kurang tetapi Maluku (40,6%), Sulawesi Selatan
juga karena penyakit, anak yang (40,9%), Sulawesi Tengah (41,0%),
mendapat makanan yang baik tetapi Maluku Utara (41,1%), Kalimantan
sering menderita penyakit infeksi dapat Tengah (41,3%), Aceh (41,5%),
menderita kurang gizi. Demikian pula Sumatera Utara (42,5%), Sulawesi
pada anak yang makannya tidak cukup Tenggara (42,6%), Lampung (42,6%),
baik, maka daya tahan tubuh akan Kalimantan Selatan (44,2%), Papua Barat
melemah dan mudah terserang penyakit, (44,7%), Nusa Tenggara Barat (45,2%),
Sehingga makanan dan penyakit Sulawesi Barat (48,0%) dan Nusa
merupakan penyebab kurang gizi. Tenggara Timur (51,7%). Sedangkan di
Perilaku gizi yang baik dan benar pada Jawa Timur meskipun tidak memiliki
HEALTHY 58
Volume 5 No. 2 Mei 2017

kejadian stunting sebesar provinsi lain, berat badan secara teratur (89,5%),
tetapi angka kejadian stunting di Jawa menggunakan garam beryodium (94,4%)
Timur cukup banyak yaitu sebesar 35,8 dan yang terakhir dan memberi suplemen
%. Dari data diatas Indonesia masih harus gizi (91,3%). Salah satu indikator untuk
bekerja keras mengatasi stunting ini, menentukan anak yang harus dirawat
karena batas non public health yang dalam manajemen gizi buruk adalah
ditetapkan WHO tahun 2005 adalah keadaan sangat pendek yaitu anak dengan
prevalensi stunting rendah < 20%, sedang nilai Zscore <-3,0 SD. Masalah kesehatan
20-29% dan tinggi 30-39% . Sedangkan masyarakat dianggap berat bila prevalensi
saat ini prevalensi balita pendek di pendek sebesar 30–39% dan serius bila
seluruh provinsi di Indonesia masih prevalensi pendek ≥ 40% (WHO,2010).
diatas 20% atau tepatnya 35,6%. Dengan Dan berdasarkan hasil rekapitulasi dari
demikian dapat dikatakan prevalensi Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten
stunting di Indonesia masih tinggi. Dan Banyuwangi pada tahun 2012 jumlah
Jawa Timur, jika dilihat dari indikator bayi yang ada di Banyuwangi hingga Mei
gizi menurut TB/U, berdasarkan 2012 terhitung 106.338 bayi. Dari hasil
Riskesdas 2013 prevalensi pendek secara pendataan KADARZI di Kabupaten
nasional adalah 37,2%, yang berarti Banyuwangi tahun 2013 di ketahui
terjadi peningkatan dibandingkan tahun jumlah yang melaksanakan KADARZI
2007 (36,8%) dan tahun 2010 (35,6%). sebesar 80,5%. Dan pada tahun 2015,
Prevalensi pendek sebesar 37,2 % terdiri terjadi penurunan sebesar 48,2% keluarga
dari 18,0% sangat pendek dan 19,2% yang melaksanakan KADARZI sehingga
pendek. Pada tahun 2013 prevalensi ditahun tersebut, keluarga yang
sangat pendek menunjukkan penurunan, melakukan KADARZI sebesar 32,3%
dari 18,8% tahun 2007 dan 18,5% tahun (Renja Dinkes Banyuwangi, 2015).
2010. Prevalensi pendek meningkat dari Sedangkan berdasarkan data dari
18,0% ditahun 2007 dan pada tahun Puskesmas Singotrunan tahun 2014
2010 sebesar 17,1% menjadi 19,2% pada diketahui dari 590 kk yang melaksanakan
tahun 2013. Di tahun 2013 data di Jawa KADARZI sebanyak 456 kk dan yang
Timur khususnya Kabupaten tidak melaksanakan KADARZI
Banyuwangi tentang status gizi dari 67,0 berjumlah 134 kk. Di tahun 2015 data
% terdapat status gizi buruk sebanyak 7% tentang status gizi balita yang datang ke
dan balita yang mengalami gizi kurang posyandu dengan jumlah 102 balita yang
37%, balita yang mengalami KEP termasuk status gizi kurang 47 balita dan
sejumlah 44% dan 12% lainnya adalah normal 55 balita sedangkan untuk data
balita dengan status gizi normal. stunting dari 102 balita yang berkunjung
Sedangkan berdasarkan Riskesdas tahun keposyandu ada 25 normal, 25 stunting,
2013 pencapaian KADARZI di Jawa 52 tidak ada keterangan. Dari studi
Timur sebesar 34,8%. Dua indi kator pendahuluan yang dilakukan di
ASI ekslusif (54,6%) dan makan Puskesmas Singotrunan bulan November
beraneka ragam (45,1%) masih belum tahun 2015 menunjukkan dari 22 balita
mencapai target. Ketiga indikator lainnya yang berumur ( 0-24 bulan) didapatkan
sudah mencapai target yaitu menimbang
HEALTHY 59
Volume 5 No. 2 Mei 2017

kategori sangat pendek 8, pendek 5 dan Dalam jurnal yang berjudul”


normal 9. Hubungan perilaku keluarga sadar gizi
Keluarga sadar gizi merupakan (KADARZI) dengan kejadian stunting
keluarga yang berperilaku gizi seimbang, pada balita di kecamatan wonosari
mampu mengenal masalah gizi dan kabupaten klaten”. Yang disusun oleh
mampu mengatasi masalah gizi setiap Galuh Astri Kirana disebutkan bahwa
angggota keluarganya. Suatu keluarga gizi merupakan suatu hal yang esensial
disebut KADARZI apabila telah dalam menjaga keseimbangan
berperilaku gizi yang baik dengan metabolisme tubuh manusia terutama
menerapkan kelima indikator kadarzi bagi tumbuh kembang anak baik sejak
dengan menimbang berat badan secara dalam kehamilan hingga usia di bawah
teratur, memberikan air susu ibu (ASI) lima tahun. Melalui program Scaling Up
saja sampai umur enam bulan (ASI Nutrition (SUN) diharapkan dapat
Eksklusif), makan beranekaragam, memperkuat komitmen dan rencana aksi
menggunakan garam beryodium dan percepatan perbaikan gizi, terutama
minum suplemen gizi (kapsul Vitamin A) penanganan gizi sejak 1000 hari dari
(Depkes RI, 2007). Faktor yang masa kehamilan hingga anak usia 2 tahun
mempengaruhi KADARZI diantaranya (Lancet, 2013). SUN yang di Indonesia
adalah faktor sosio demografi yang disebut dengan Gerakan Nasional Sadar
meliputi tingkat pendidikan orang tua, Gizi diharapkan dapat menekan angka
umur orang tua, jumlah anggota keluarga, kejadian penyakit kronis di masa
pendapatan keluarga, ketersediaan mendatangnya (Negrito dan Gomes,
pangan, pengetahuan dan sikap ibu 2013). Pada dasarnya status gizi anak di
terhadap gizi (Gabriel, 2008). Semakin pengaruhi oleh faktor langsung dan tidak
tinggi perilaku KADARZI yang di langsung, Faktor langsung yang
terapkan dengan baik, maka semakin berhubungan dengan stunting yaitu
rendah angka balita dengan status gizi berupa asupan makanan dan status
stunting begitu pula sebaliknya (Hariyadi, kesehatan. Oleh karena itu, perlunya
2010). Oleh karena itu, kesadaran kesadaran masyarakat khususnya pada
keluarga akan perilaku terhadap gizi juga tingkatan keluarga untuk dapat
dirasa mempengaruhi taraf kesehatan melaksanakan program peningkatan
pada setiap anggota keluarganya. kesehatan melaui penimbangan rutin
Keluarga yang menerapkan perilaku dapat dikatakan baik jika balita ditimbang
sadar gizi (KADARZI) dapat 4 kali atau lebih dalam 6 bulan terakhir,
memberikan perlindungan yang optimal kurang baik jika ditimbang kurang dari 4
dalam hal kesehatan melalui makanan kali dalam 6 bulan terakhir. Penerapan
yang dikonsumsi. Salah satu akibat dari ASI eksklusif dikatakan baik jika ibu
tidak tercapainya kesadaran akan gizi memberikan ASI minimal 6 bulan setelah
adalah stunting pada balita. Sehingga kelahiran kepada bayinya, dan tidak baik
stunting pada balita sangat berhubungan bila tidak diberikan minimal 6 bulan
dengan keluarga sadar gizi. (Onis et al., setelah kelahiran. Konsumsi makan dapat
2011). dikatakan beragam jika mengkonsumsi
lauk hewani dan sayuran setiap hari, dan
HEALTHY 60
Volume 5 No. 2 Mei 2017

dikatakan kurang jika tidak yang berusia 0-24 bulan di wilayah kerja
mengkonsumsi lauk hewani dan sayuran Puskesmas Singotrunan Banyuwangi.
dalam sehari. Penggunaan garam dapur Sampel yang digunakan dalam penelitian
dikatakan baik jika menggunakan garam ini adalah ibu dan balita stunting yang
kotak atau halus, dan dikatakan kurang berusia 0-24 bulan di wilayah kerja
baik jika menggunakan garam gresek. Puskesmas Singotrunan Banyuwangi
Konsumsi suplemen gizi dikatakan baik yang ditentukan dengan menggunakan
jika balita mendapat dan mengonsumsi teknik Purposive Sampling berjumlah 57.
kapsul vitamin A 2 kali dalam satu tahun, Teknik sampling yang digunakan
dan kurang jika hanya 1 kali atau tidak dalam penelitian ini adalah purposive
mendapat dan mengonsumsi kapsul sampling. Variabel independen dalam
vitamin A (Depkes RI, 2007). Untuk penelitian ini adalah “KADARZI”
mewujudkan sumber daya manusia yang sedangkan variabel dependen dalam
baik salah satu hal yang penting penelitian ini adalah “Stunting”.
diupayakan pemerintah adalah dengan Instrumen penelitian untuk
memperbaiki status gizi anak balita, mengukur KADARZI adalah lembar
karena usia balita merupakan periode observasi. Skala pengukuran dengan tipe
penting dalam perkembangan yang akan ini, akan didapat jawaban yang tegas,
menentukan pembentukkan fisik, psikis yaitu “ya-tidak”. Skala ini dapat dibuat
maupun intelegensinya. Mengidentifikasi dalam bentuk pilihan ganda dengan lima
perilaku KADARZI pada keluarga di buah soal, dan jawaban skor tertinggi satu
wilayah kerja Puskesmas Singotrunan. dan terendah nol. Untuk mengetahui
Tujuan dari penelitian ini adalah stunting pada balita dalam penenlitian ini
mengidentifikasi mengidentifikasi digunakan instrument penelitian berupa
perilaku KADARZI pada keluarga, lembar observasi. Dimana dalam lembar
mengidentifikasi Stunting pada balita observasi ini berisi data tentang usia dan
(Usia 0-24 Bulan) dan menganalisa tinggi badan atau panjang badan balita
hubungan KADARZI dengan Stunting yang nantinya akan dibandingkan dengan
pada balita (Usia 0-24 Bulan) di wilayah tabel Z-Score.
kerja Puskesmas Singotrunan. Sebelum melakukan analisa data,
secara berurutan data yang berhasil
dikumpulkan akan mengalami proses
METODE PENELITIAN editing, yaitu: Coding, Scoring dan
Jenis penelitian yang digunakan Tabulating. Analisa statistik digunakan
pada penelitian ini adalah “korelasional”. pada data kuantitatif atau data yang
Korelasional adalah penelitian yang dikontingensi. Dalam penelitian ini data
mengkaji hubungan antara variabel. yang terkumpul diolah menggunakan uji
Penelitian korelasional bertujuan statistik Chi Square dibantu dengan
mengungkapkan hubungan korelasi antar perangkat lunak SPSS (statistic
variabel. Penelitian ini menggunakan programme for social scient) versi 22 for
pendekatan cross sectional. windows 7 . Dengan kaidah pengujian:
Pada penelitian ini populasinya Jika Chi Square hitung < α (0,05) maka
adalah seluruh ibu dan balita stunting Ho ditolak. Yang artinya ada hubungan
HEALTHY 61
Volume 5 No. 2 Mei 2017

hubungan KADARZI dengan stunting Ho diterima, Yang artinya tidak ada


pada balita ( usia 0-24 tahun) di wilayah hubungan KADARZI dengan stunting
kerja puskesmas Singtrunan Banyuwangi pada balita ( usia 0-24 tahun) di wilayah
Jika Chi Square hitung > α (0,05) maka kerja puskesmas Singtrunan Banyuwangi.

HASIL
1. Data Umum
a. Karakteristik responden berdasarkan usia

usia

14 balita = 25%

43 balita = 75% 0-12 bulan


13-24 bulan

Diagram 1. Responden berdasarkan usia balita yang mengalami Stunting di Wilayah


Kerja Puskesmas Singtrunan Kabupaten Banyuwangi

Diagram 1 Menunjukkan bahwa kelompok usia 13- 24 bulan, yaitu


sebagaian besar responden berada dalam sebanyak 43 responden (75 %).

b. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin
24 balita = 42%

laki-laki

33 balita = 58% perempuan

Diagram 2. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin balita yang mengalami


Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Singtrunan Kabupaten
Banyuwangi
Diagram 2 menunjukkan bahwa kelamin laki-laki sebanyak 33 responden
lebih dari 50 % responden berjenis (58%)
HEALTHY 62
Volume 5 No. 2 Mei 2017

c. Distribusi pendidikan orang tua responden

Pendidikan Orang Tua


5 ortu = 9%
12 ortu = 21% SD
SMP
32 ortu = 56%
8 ortu = 14% SMA
PERGURUAN TINGGI

Diagram 3. Distribusi pendidikan orang tua responden yang mengalami Stunting di


Wilayah Kerja Puskesmas Singtrunan Kabupaten Banyuwangi

Diagram 3 menunjukkan bahwa responden sekolah dasar sebanyak 32


lebih dari 50% pendidikan orang tua responden (56 %).

2. Data Khusus
a. Distribusi Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

KADARZI

20 balita = 35%

kadarzi
37 balita = 65%
tidak kadarzi

Diagram 4. Distribusi responden berdasarkan keluarga sadar gizi (KADARZI) pada


usia 0 – 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Singtrunan Kabupaten
Banyuwangi .

Berdasarkan diagram 4 diatas masuk katagori tidak KADARZI yaitu


diketahui lebih dari 50% keluarga balita sebanyak 37 keluarga balita (65%).
HEALTHY 63
Volume 5 No. 2 Mei 2017

b. Distribusi Stunting usia 0 – 24 bulan

Stunting

19 balita = 34%
pendek
38 balita = 66% sangat pendek

Diagram 5. Distribusi Responden Berdasarkan Stunting Pada Usia 0 – 24 Bulan Di


Wilayah Kerja Puskesmas Singtrunan Kabupaten Banyuwangi

Berdasarkan diagram 5 diatas katagori stunting yang pendek yaitu


diketahui sebagian besar balita masuk sebanyak 38 keluarga balita (66%).

c. Hubungan Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) dengan Stunting pada Usia 0 – 24


Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Singotrunan Kabupaten Banyuwangi

Tabel 1. Hubungan Keluarga Sadar Gizi Dengan Stunting Pada Usia 0 – 24 Bulan Di
Wilayah Kerja Puskesmas Singotrunan Kabupaten Banyuwangi
Stunting
Kadarzi Total
Sangat Pendek Pendek
Ya 9 (15,8%) 11(19,3%) 20 (35,1 %)
Tidak 10 (17,5%) 27 (47,4%) 37 (64,9%)
Total 19 (33,3 %) 38 (66,7%) 57 (100 %)

Dari tabel 1 diatas dapat diketahui menggunakan uji Chi- square dibantu
bahwa kurang dari 50% responden fasilitas SPSS diperoleh nilai Asym.Sig.
mengalami tidak KADARZI dengan 0,05 < 0.170 maka signifikan Ho
katagori stunting yang pendek sebanyak diterima Ha di tolak yang berarti tidak
27 (47 %) responden. ada Hubungan Keluarga Sadar Gizi
Dari data tersebut dilakukan (Kadarzi) dengan Stunting pada Usia 0–
perhitungan berdasarkan data hubungan 24 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas
keluarga sadar gizi ( KADARZI) dengan Singotrunan Kabupaten Banyuwangi.
stunting kemudian data di uji
HEALTHY 64
Volume 5 No. 2 Mei 2017

PEMBAHASAN dengan pendidikan otrang tua SD 18


1. Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) (31,6%), SMP 6(10,5%), SMA 10
Di Wilayah Kerja Puskesmas (17,5%), dan yang terakhir perguruan
Singotrunan Kabupaten tinggi ada 3 (5,3%), sedangkan katagori
Banyuwangi KADARZI dengan pendidikan SD 14
Dalam diagram 4 diketahui lebih (24,6%), SMP 2(3,5%), SMA2(3,5%)
dari 50% keluarga balita yaitu 37 dan perguruan tinggi terdapat 2 (3,5%)
responden (65%) termasuk katagori dari data tersebut terlihat bahwa
keluarga tidak KADARZI. Keluarga pendidikan orang tua menunjukkan
sadar gizi merupakan keluarga yang bahwa lebih dari 50% pendidikan orang
mampu mengenal mencegah dan tua responden adalah sekolah dasar
mengatasi masalah gizi setiap anggota sebanyak 32 responden (56 %). Dari data
keluarganya, dan suatu keluarga disebut tersebut terlihat jelas bahwa pendidikan
KADARZI apabila telah berperilaku gizi orang tua dan kesadaran keluarga akan
yang baik dengan menerapkan kelima pentingnya menerapkan hidup
indikator kadarzi menurut Depkes RI, KADARZI sangatlah penting, karena
(2007) antara lain, menimbang berat banyak efek yang akan terjadi jika
badan, memberikan air susu ibu (ASI), kekurangan gizi setiap harinya dan efek
makan beranekaragam, menggunakan tersebut merugikan balita dan keluarga
garam beryodium, minum suplemen gizi dimasa akan datang.
(kapsul Vitamin A). Adapun beberapa Dari hasil observasi tertinggi
faktor yang mempengaruhi KADARZI adalah point ke 4, 50% orang tua
diantaranya adalah faktor sosio demografi responden menggunakan garam
yang meliputi tingkat pendidikan orang beryodium saat menyajikan menu makan
tua, umur orang tua, jumlah anggota setiap harinya karena teori menyebutkan
keluarga, pendapatan keluarga, jika tidak menggunakan garam
ketersediaan pangan, pengetahuan dan beryodium akan mengalami gangguan
sikap ibu terhadap gizi. Menurut peneliti fisik meliputi pembesaran kelenjar tiroid
tingkat pendidikan orang tua sangat (gondok), stunting, gangguan motoric
penting.hal ini sesuai dengan pernyataan (kesulitan berdiri atau berjalan normal),
(Gabriell, 2008) Pendidikan orang tua bisu, tuli, hingga juling. Sedangkan
merupakan salah satu faktor yang penting keterbelakangan mental termasuk
dalam tumbuh kembang anak, karena berkurangnya tingkat kecerdasan anak
dengan pendidikan yang baik maka orang (Yuni Zahraini, 2009). Banyak efek yang
tua dapat menerima segala informasi dari diakibatkan tidak memakai garam
luar terutama tentang cara pengasuhan beryodium saat proses memasak salah
anak yang baik, bagaimana menjaga satunya terjadi stunting pada balita, jadi
kesehatan anaknya, pendidikannya dan para ibu harus lebih slektif lagi untuk
sebagainya. memilih garam yang akan digunakan agar
Sesuai hasil penelitian terdapat anggota keluarga tidak mengalami
data yang mendukung bahwa pendidikan stunting. Dan yang terendah dari hasil
orang tua mempengaruhi KADARZI observasi adalah poit ke 2 yaitu ASI
sebagai berikut katagori tidak KADARZI kurang dari 50 % balita tidak
HEALTHY 65
Volume 5 No. 2 Mei 2017

menggunakan ASI, sedangkan teori penyebab yang berhubungan dengan


menyebutkan ASI sangat baik diberikan stunting antara lain asupan energi, asupan
kepada bayi segera setelah dia lahir protein, penyakit infeksi, pemberian ASI,
karena ASI merupakan gizi terbaik bagi status imunisasi, usia balita, jenis
bayi dengan komposisi zat-zat gizi kelamin, berat lahir balita, pekerjaan
didalamnya secara optimal mampu orang tua, status ekonomi keluarga. Jadi
menjamin pertumbuhan tubuh bayi. dari beberapa faktor penyebab stunting
Kualitas zat gizi ASI juga terbaik karena diatas usia balita memegang peranan
mudah diserap dan dicerna oleh usus penting dalam tumbuh kembang balita,
bayi. Pemberian makanan padat atau diperkuat dengan data yang di dapat saat
tambahan yang terlalu dini dapat penelitian terkait usia sebagai berikut
mengganggu pemberian ASI eksklusif dalam diagram 1 Menunjukkan bahwa
serta meningkatkan angka kesakitan pada sebagaian besar responden berada dalam
bayi (Roesli, 2008). Asi yang seharusnya kelompok usia 12-24 bulan, yaitu
jadi komponen utama yang kaya akan sebanyak 43 responden (75 %). Oleh
nutrisi dan dibutuhkan balita mendapat karena itu memenuhi asupan gizi dimasa
nilai terbawah karena kurangnya motifasi tumbuh kembang balita merupakan suatu
orang tua balita untuk memberi asi. hal yang sangat penting baik mulai dari
usia kehamilan hingga usia balita
2. Stunting pada balita Di Wilayah dibawah 5 tahun. Sedangkan dimasa
Kerja Puskesmas Singotrunan tumbuh kembang balita yang berusia
Kabupaten Banyuwangi dibawah 24 bulan lebih mungkin untuk
Dari hasil penelitian pada diagram bisa pulih dari stunting dengan bantuan
5 diketahui bahwa sebagian besar asupan gizi yang baik. Jika orang tua
responden mengalami stunting katagori sudah mengetahui balitanya dari lahir
pendek yaitu sebanyak 38 responden masuk katagori stunting baik pendek
(66%). maupun sangat pendek bisa pulih
Stunting adalah status gizi yang kembali, jika orang tua merubah asupan
didasarkan pada indeks panjang badan gizi balitanya dengan cara hidup
menurut umur (PB/U) atau tinggi badan KADARZI kemungkinan besar anak
menurut umur (TB/U) (Kemenkes, 2010). balitanya tidak akan mengalami stunting
Dan anak-anak yang mengalami dimasa akan datang.
hambatan dalam pertumbuhan Hal yang mendukung selanjutnya
disebabkan oleh kurangnya asupan adalah jenis kelamin, terdapat dalam
makanan yang memadai dan penyakit diagram 2 menunjukkan bahwa lebih dari
infeksi yang berulang, dan meningkatnya 50% responden berjenis kelamin laki-
kebutuhan metabolic serta mengurangi laki sebanyak 33 responden (58%),
nafsu makan, sehingga meningkatnya disamping data dari diagram 2 terdapat
kekurangan gizi pada anak. Keadaan ini pula data yang mendukung teori yang
semakin mempersulit untuk mengatasi mengatakan jika anak laki-laki yang
gangguan pertumbuhan yang akhirnya lebih banyak mengalami stunting sebagai
berpeluang terjadinya stunting (Allen and berikut untuk jenis kelamin laki-laki
Gillespie, 2009). Dan beberapa faktor dengan katagori stunting pendek
HEALTHY 66
Volume 5 No. 2 Mei 2017

sebanyak 21 balita sedangakan pada Puskesmas Singotrunan Kabupaten


katagori sangat pendek sebanyak 12 Banyuwangi .
balita.disamping itu studi kohort di Kadarzi adalah suatu keluarga
Ethopia menunjukkan bayi dengan jenis yang mampu mengenal, mencegah, dan
kelamin laki- laki memiliki resiko dua mengatasi masalah gizi setiap
kali lipat menjadi stunting dibandingkan anggotanya. Suatu keluarga disebut
dengan anak perempuan pada usia 6-12 Kadarzi apabila telah berperilaku gizi
bulan (Medhin, 2010). Anak laki-laki yang baik secara terus menerus yaitu
memiliki resiko lebih tinggi stunting, menimbang balita secara teratur setiap
karena kemungkinan para ibu lebih dekat bulan, memberikan ASI eksklusif pada
terhadap anak perempuannya dan bayi usia 0-6 bulan, mengkonsumsi
menganggap anak perempuannya adalah makanan beraneka ragam, menggunakan
anak yang lemah dan perlu mendapat garam beryodium, dan mengkonsumsi
perhatian lebih dibanding anak laki-laki suplemen gizi (Depkes RI, 2007). Selain
yang dianggapa kuat oleh sang ibu. ke lima indikator diatas ada pula faktor
Disamping itu juga anak laki-laki yang mempengaruhi KADARZI
memiliki segudang aktifitas bermain yang diantaranya adalah faktor sosio demografi
lebih dibanding anak perempuan, yang meliputi tingkat pendidikan orang
sehingga banyak energi yang keluar dan tua, umur orang tua, jumlah anggota
asupan gizi yang kurang karena aktifitas keluarga, pendapatan keluarga,
bermain yang tinggi. ketersediaan pangan, pengetahuan dan
sikap ibu terhadap gizi (Gabriel, 2008).
3. Hubungan keluarga sadar gizi Dari beberapa faktor diatas yang
(KADARZI) dengan stunting pada memegang peranan penting adalah
balita usia 0-24 bulan di Wilayah pendidikan orang tua karena pendidikan
Kerja Puskesmas Singotrunan orang tua dapat mempermudah terutama
Kabupaten Banyuwangi seorang ibu untuk menerima informasi
Dari tabel 1 diatas dapat diketahui sebanyak-banyaknya mengenai
bahwa kurang dari 50% responden kebutuhan gizi balita dan keluarganya.
mengalami KADARZI sebanyak 20 Karena asupan gizi yang harus diperoleh
(35%) responden, dan yang berada pada balita tidak harus mahal akan tetapi
katagori stunting pendek yaitu sebanyak menyiasati sajian sederhana namun
11 (19%) responden. mempunyai banyak kandungan gizi yang
Setelah dilakukan perhitungan dibutuhkan dalam tumbuh kembang
berdasarkan data hubungan keluarga balitanya. Karena, semakin tinggi
sadar gizi ( KADARZI) dengan stunting perilaku KADARZI yang di terapkan
kemudian data di uji menggunakan uji dengan baik, maka semakin rendah angka
Chi- square diabntu fasilitas SPSS, balita dengan status gizi stunting begitu
diperoleh nilai Asym.Sig.0,05> 0,170 pula sebaliknya (Hariyadi, 2010).
maka signifikan Ha ditolak Ho diterima Dari hasil penelitian yang
yang berarti tida ada Hubungan Keluarga dilakukan oleh peneliti didapatkan juga
Sadar Gizi (Kadarzi) dengan Stunting data lebih dari 50% responden
pada Usia 0–24 Bulan Di Wilayah Kerja mengalami tidak KADARZI sebanyak 37
HEALTHY 67
Volume 5 No. 2 Mei 2017

(65%) responden, dan kurang dari 50% responden yang diteliti; Setelah dilakukan
mengalami katagori pendek sebanyak 27 perhitungan berdasarkan data hubungan
(47%) responden. Data diatas keluarga sadar gizi ( KADARZI) dengan
menyatakan bahwa tidak KADARZInya stunting kemudian data di uji
suatu keluarga akan mengakibatkan menggunakan uji Chi- square diabntu
stunting katagori pendek. Hal itu semua fasilitas SPSS 22, diperoleh nilai
dikarnakan pengetahuan seorang ibu Asym.Sig.0,05 < 0,170 maka signifikan
terhadap asupan gizi balitanya kurang, Ho diterima Ha ditolak yang berarti tidak
kemudian umur dan jenis kelamin juga ada Hubungan Keluarga Sadar Gizi
mempengaruhi berlangsungnya tumbuh (Kadarzi) dengan Stunting pada Usia 0–
kembang, karena menurut (Sadgh et 24 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas
al.,2009) anak-anak yang berusia 1-2 Singotrunan Kabupaten Banyuwangi .
tahun lebih mungkin untuk bisa pulih dari
stunting dibandingkan dengan anak yang
berusialebih dari 2 tahun lebih kecil DAFTAR PUSTAKA
kemungkinan untuk pulih dari stunting. ACC/SCN. (2000). Fourth Report On
Sedangkan untuk jenis kelamin sesuai The World Nutrition Situation:
yang di kemukakan oleh (Medhin, 2010) Nutrition Throughout The Life Cycle.
Geneva, ACC/SCN In Collaboration
dalam studi kohort di Ethopia
With IFPRI.
menunjukkan bayi dengan jenis kelamin
laki-laki memiliki resiko dua kali lipat Adisasmito,Wiku.(2007). Sistem
menjadi stunting dibandingkan anak Kesehatan. Jakarta: PT Raja
perempuan pada usia 6-12 bulan. Grafindo Persada
Allen And Gillespie.(2009). High
Socioeconomic Class Preschool
KESIMPULAN Children From Jakarta, Indonesia
Dari hasil penelitian Hubungan Are Taller And Heavier Than NCHS
Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Reference Population. Eur J Clin
Nutr 1995; 49: 740-4.
Dengan Stunting Pada Balita Usia 0 – 24
Bulan Di wilayah Kerja Puskesmas Almatsier, S.(2006). Prinsip Dasar Ilmu
Singotrunan Kabupaten Banyuwangi Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
dapat disimpulkan sebagai berikut: Lebih Utama
dari 50% balita yang berusia 0 – 24 bulan Arisman.(2010).Gizi Dalam Daur
di Wilayah Kerja Puskesmas Kehidupan Buku Ajar Ilmu
Singotrunan Kabupaten Banyuwangi Gizi.2and.Ed.Jakarta: EGC
berada pada kelompok keluarga tidak
Arora, S.P. (2009). Asupan Energi.
sadar gizi yaitu sebanyak 37 responden
Yogyakarta. Gadjah Mada
(65%) dari 57 responden yang diteliti;
Sebagian besar balita yang di Wilayah Arsita, Eka Prasetyawati. (2011).
Kerja Puskesmas Singotrunan Kesehatan Ibu Dan Anak. In: Ilmu
Kabupaten Banyuwangi mengalami Kesehatan Masyarakat Untuk
Kebidanan Holistik. Edisi I.
stunting dalam katagori pendek yaitu
Yogyakarta: Nuha Medika P1408.
sebanyak 37 responden (66 %) dari 57
HEALTHY 68
Volume 5 No. 2 Mei 2017

Assis,et al.(2009).Childhood Stunting In Depkes RI. (2006). Pedemoan Umum


Northeast Brazil: The Role Of Pengelolaan Posyandu. Jakarta
Schistosoma Mansoni Infection And
Inadequate Dietary Intake. European Depkes RI.(2007). Panduan Umum
Journal Of Clinical Keluarga Sadar Gizi ( KADARZI).
Nutrition;58:1022-1092 Direktorat Jendral Bina Kesehatan
Masyarakat. Jakarta
Astari LD, Nasoetion A, Dwiriani CM.
(2010). Hubungan Karakteristik Depkes RI.(2007). Pedoman
Keluarga, Pola Pengasuhan Dan Pendampingan Keluarga Menuju
Kejadian Stunting Anak Usia 6-12 Keluarga Sadar Gizi (KADARZI).
Bulan. Media Gizi Dan Keluarga; 29 Direktorat Jendral Bina Kesehatan
(2): 40-46. Masyarakat. Jakarta Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia
Alimul Aziz.(2009). Metode Penelitian
Keperawatan Dan Tehnik Analisis Depkes RI. (2007). Pedoman Strategi
Data. Jakarta: Salemba Medika KIE Keluarga Sadar Gizi
(KADARZI). Direktorat Jenderal
Badan Penelitian Dan Pengembangan Bina Kesehatan Masyarakat,
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Direktorat Bina Gizi Masyarakat
(2010). Riset Kesehatan Dasar.Hal
40. Depkes RI.( 2007). Buku Kader
Posyandu Dalam Usaha Perbaikian
Basuni Abas. (2005). Keluarga sadar gizi Gizi Keluarga. Jakarta: Departemen
(KADARZI) dalam menuju gizi baik Kesehatan RI.
untuk semua. vol 3, no 1, hal 1-8,
diakses 14 april 2016. Depkes RI. (2007). Pemantauan
Pertumbuhan Anak. Jakarta: irektorat
Bentian Irwanti,dkk. (2015). Faktor Gizi Masyarakat.
resiko terjadinya stunting pada anak
tk diwilayah kerja puskesmas siloam Depkes RI. (2008). Buku Kesehatan Ibu
tamako kabupaten kepulauan Dan Anak Gerakan Nasional
sangihe provensi sulawesi utara.vol Pemantauan Tumbuh Kembang
5, no 1 hal 1-7, diakses 14 april Anak. Jakarta: Departemen
2016. Kesehatan RI.

Brown, J. E. (2005). Nutrition Through Depkes RI. (2009). Jadwal Pemberian


The Life Cycle (2nd Edition). USA: Imunisasi. Jakarta. Gramedia
Wadsworth
Depkes RI.(2010). Pedoman Nasional
Damanik, M. Eka Yanti, Didik Tumbuh Kembang Anak.
Hariyadi.(2010). Analisis Pengaruh Jakarta.Gramedia
Pendidikan Ibu Terhadap Status Gizi
Diana, F.M.(2011). ‟Hubungan Pola
Balita Di Provensi Kalimantan
Asuh Dengan Status Gizi Anak Batita
Barat. Jurnal Gizi Dan Pangan
Di Kecamatan Kuranji Kelurahan
Departemen Gizi Dan Kesehatan Pasar Ambacang Kota Padang
Masyarakat FKM UI. (2009). Status Tahun 2004”. Jurnal Kesehatan
Gizi. In: Gizi Dan Kesehatan Masyarakat
Masyarakat.Edisi I. Jakarta. P276:
Djumadias.(2011). Aplikasi Antropometri
Raja Grafindo Persada
Sebagai Alat Ukur Status Gizi.
Bogor: Puslibang Gizi.
HEALTHY 69
Volume 5 No. 2 Mei 2017

Fitri.(2012). Asupan Protein Sebagai Kementerian Kesehatan RI. Laporan


Faktor Dominan Terjadinya Stunting Hasil Riset Kesehatan Dasar
Pada Balita (12-59 Bulan) Di (Riskesdas) (2014). Status Gizi Anak
Sumatra (Analisis Data Riskesda Balita.Badan Penelitian Dan
2010).Thesis. FKM UI. Depok Pengembangan Kesehatan. Jakarta
Gabriel A. (2008). Perilaku Keluarga Khosman A. (2010). Pangan Dan Gizi
Sadar Gizi ( KADARZI) Serta Hidup Untuk Kualitas Hidup. Grasindo.
Bersih Dan Sehat Ibu Kaitannya Jakarta
Dengan Status Gizi Dan Kesehatan
Balita. Bogor Kirana Astri Galuh.(2014). Hubungan
Prilaku Keluarga Sadar Gizi
Gibney, Michael J Et Al,. (2009). Gizi (KADARZI) Dengan Kejadian
Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Stunting Pada Balita Di Kecamatan
EGC Wonosari Kabupaten Klaten.jurnal
penelitian online,vol.1 no.1 hal 1-9.
Habicht. (2000). Growth In Early
Childhood In Kristiyan, W. (2009). ASI: Menyusui Dan
Developingcountries.New York Sadari. Nuha Medika. Yogyakarta
Hariyadi Dan Ekawati. (2010). Analisis Kumar, Dinesh.(2006). Influnce Of Infant
Hubungan Penerapan Pesan Gizi Feeding Practices On Nutritional
Seimbang Keluarga Dan Perilaku Status Of Under Five Children.
Keluarga Sadar Gizi Dengan Status Indian J Pediactr,73(5):417- 421)
Gizi Balita. Bogor
Lesiapeto, Et Al.(2010).” Risk Faktor Of
Hidayah, N.R. (2010). Faktor Yang Poor Antropometric Status In
Berhubungan Dengan Kejadian Children Under Fife Years Of Age
Stunting Pada Balita Usia 24- 59 Living In Rural Districts Of The
Bulan Di Nusa Tenggara Timur 2010 Eastren Cape And Kwazulu Natal,
( Analisis Data Riskesdas 2010). South Africa
Skripsi. FKUI. Depok
Masithah, Soekirman, Martianto. (2010).
Hadjar, Ibnu (2015). Dasar-Dasar Hubungan Pola Asuh Makan Dan
Metodologi Penelitian Kuantitatif Kesehatan Dengan Status Gizi
Dalam Pendidikan. Jakarta: Raja Anank Batita Didesa Mulya Hardja.
Grafindo Persada Media Gizi Keluarga
Kementerian Kesehatan Ri Direktorat Maxwell, Stephanie.(2011).” Module 5:
Jenderal Bina Gizi Dan Kesehatan Cause Of Malnutrition”.
Ibu Dan Anak. (2011). Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Medhin,Et Al.(2010). Prevalence And
Indonesia Nomor : Predictors Of Undernutrition Among
1995/Menkes/Sk/Xii/2010 Tentang Infants Aged And Twelve Month In
Standar Antropometri Penilaian Butajira, Ethiopia
Status Gizi Anak. Jakarta
Nadyah, dkk.(2014). Faktor resiko
Kemenkes RI. (2012). Buku Kesehatan stunting pada anak usia 0-23 bulan
Ibu Dan Anak. Kementerian di provensi bali,jawa arat,dan nusa
Kesehatan Dan JICA. Jakarta. tenggara timur. Jurnal gizi dan
pangan. Vol 9, no.2.hal 125-132.
Diakses 14 april 2016.
HEALTHY 70
Volume 5 No. 2 Mei 2017

Narendra. (2008). Tumbuh Kembang Roesli, U.(2008). Mengenal Asi Ekslusif.


Anak Dan Remaja.Jakarta: Sagung Jakarta : PT. Niaga Swadaya
Seto.
Rosania Hestuningtyas. (2013). Pengaruh
Neldawati, R. (2006). Hubungan Pola Konseling Gizi Terhadap
Pemberian Makanan Pada Anak Dan Pengetahuan, Sikap, Praktik, Ibu
Karakteristik Lain Dengan Status Dalam Pemberian Makanan Anak,
Gizi Balita Usia 6- 59 Bulan Di Dan Asupan Zat Gizi Anak Stunting
Laboratorium Gizi Masyarakat Usia 1-2 Tahun Di Kecamatan
Puslitbang Gizi Dan Makanan. FKM Semarang Timur. Universitas
UI. Jakarta Diponegoro
Notoatmodjo, Soekidjo.(2007). Sadgh Et Al,. (2009). “Dietary Vitamin A
Pengantar Pendidikan Kesehatan In Take And Non Dietary Factor Are
Dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Associted With Reversal Of Stunting
Penerbit Anddi Offset. Yogyakarta In Children”. The Jurnal Of Nutrition
Nursalam.(2013). Konsep Penerapan Semba, R.(2008). Effect Of Parental
Metode Penelitian Ilmu Formal Education Of Risk Of Child
Keperawatan.. Jakarta: Salemba Stunting In Indonesia And
Medika. Bangladesh. Jakarta: PT. Niaga
Swadaya
Permata,Yusie.(2009). Kelengkapan
Imunisasi Dasar Anak Balitadan Sugiyono.(2012). Metode Penelitian
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Di Administrasi. Cetakan Ke-20.
Rumah Sakit Mary Cileungsi hijau Bandung: Alfabeta
Bogor. Skripsi. Jakarta
Suhardjo.(2010). Pemberian Makanan
Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fisiologi Pada Bayi Dan Anak. Yogyakarta:
Kedokteran Edisi 11. Jakarta : Kanisius.
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Supariasa, I Nyoman, Dkk.(2011).
Riskesdas.(2008). Laporan Hasil Riset Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku
Kesehatan Dasar Indonesia: Kedokteran. EGC. Jakarta
Departemen Kesehatan RI. Jakarta
Sutomo.(2010). Makanan Sehat
Riskesdas.(2012). Laporan Hasil Riset Pendamping ASI. Jakarta: Demedia.
Kesehatan Dasar Daerah.
Banyuwangi Soekidjo Notoatmodji. (2007). Konsep
Perilaku Dan Perilaku Kesehatan.
Riskesdas.(2013). Laporan Hasil Riset In: Promosi Kesehatan Dan Ilmu
Kesehatan Dasar Indonesia. Perilaku.Edisi I. Jakarta. P133:
Departemen Kesehatan RI. Jakarta Rineka Cipta.
Ramli, Agho KE, Inder KJ, Bowe SJ, Soekirman. (2008). Ilmu Gizi Dan
Jacobs J, & Dibley MJ. (2009). Aplikasinya. Departemen Pendidikan
Prevalence And Risk Factors For Nasional. Jakarta
Stunting And Severe Stunting Among
Under-Fives In North Maluku Soetjiningsih dan suandi. (2010). Tumbuh
Province Of Indonesia.BMC Kembang Anak. Jakarta: EGC.
Pediatric 9:64
Soedioetama.(2006).Ilmu Gizi. Dan
Rakyat. Jakarta
HEALTHY 71
Volume 5 No. 2 Mei 2017

Stephenson, L.S., Latham, M.C., & Wasis.(2008). Pedoman Praktis


Ottesen, E.A. (2010). Global Penelitian Kesehatan. Jakarta: EGC.
Malnutrition. Parasitologi, 121: 5-
22. WHO.(2010). Global Strategyfor Infant
And Young Child Feeding. Geneva:
Taguri, A. E. (2008). Risk For Stunting World Health Organization
Among Under Fives In Libya. Public
Health Nutrition Wigyowati, C.(2012). Kejadian Stunting
Pada Anak Usia Dibawah 5 Tahun
Tehsome, Beka Et Al.(2009). Magnitude Di Provensi Papua Barat. FKUI.
And Determinants Of Stunting In Depok
Children Underfive Years Of Age In
Food Surplus Region Of Ethopia Yimer, G.(2010). “Malnutrition Among
Children In Soutthem Ethiopia.
Trahms,C.M , Pipes.(2009). Nutrition Levels And Risk Factors”Etiopia
Throughout The Life Cycle.
Singapore.Mc Graw Hill Zahraini, Yuni.(2009). Hubungan Status
Kadarzi Dengan Status Gizi Balita
UNICEF. (2007). Progress For Children: 12- 59 Bulan Di Provinsi Yogyakarta
Stunting, Wasting, And Overweight. Dan Nusa Tenggara Timur. FKUI.
Jakarta: EGC. Jakarta
Oktavia, Rita. (2011). Hubungan Zere, Eyob, Diane Mc Intrye.(2008).
Pengetahuan Sikap Dan Prilaku Ibu “Inequities In Under Five Child
Dalam Pemberian ASI Ekslusif Malnutrition In South Africa”
Dengan Status Gizi Balita Di Internatuional Journal For Equity In
Puskesmas Biaro Kecamatan Ampek Health.
Angkek Kabupaten Agam Tahun
2011 (Skripsi). FKUI. Depok http://gizi.depkes.go.id
http://data.ukp.go.id/storage/f/2014-03-
Onis.et al (2011). Prevalence And Trends 19t11%3a08.323z/processed-gizi-
Of Stunting Among Pre School
balita-berat badan-2012.csv
Children, Jornal Of Public Health
Nutrition. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai