Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PADA CA KOLON DAN CA REKTUM

DEFENISI

Kanker kolon adalah kanker yang terjadi di kolon yang berasal dari lapisan mukosa.

Kebanyakan kanker kolon berkembang dari polip, sebagian besar kanker kolon secara

histopatologis adalah adenokarsinoma (terdiri atas epitel kelenjar) dan memiliki

kemampuan mensekresi mukus yang jumlahnya berbeda-beda (Kelompok Kerja

Adenokarsinoma Kolorektal Indonesia, 2004; Syamsuhidayat R., 2006; Abdullah M.,

2012).

Adenokarsinoma adalah neoplasma ganas epitelial dengan sel-sel penyusunnya identik

secara struktural serta fungsional, dengan sel-sel epitel kelenjar normal pasangannya

apokrin, ekrin, endokrin dan kelenjar parenkim. Tumor ini dapat menyebar melalui

infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih,

melalui pembuluh limfe perikolon dan mesokolon, dan melalui aliran darah, biasanya ke

hati karena kolon mengalirkan darah ke sistim portal (Schwartz SI., 2003; Andreas M.K.,

2007; Kresno SB., 2014)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian kanker kolon

Berikut adalah faktor yang mempengaruhi kejadian kanker kolon, yaitu :

a. Umur Lebih sering terjadi pada usia tua, lebih dari 90% penyakit ini diderita

pasien diatas usia 40 tahun dengan insidensi puncak pada usia 60-70 tahun

(lansia). Kanker kolon ditemukan dibawah usia 40 tahun yaitu pada orang yang

memiliki colitis ulserativa atau familial poliposis. (Schwartz S.I., 2003; Cheng J.M.,

2006; Compton C., 2008).

b. Faktor genetik Kelainan genetik yang dikaitkan dengan keganasan kanker kolon

diantaranya sindrom poliposis. Namun demikian sindrom poliposis hanya


terhitung 1% dari semua kanker kolon. Selain itu terdapat Hereditary Non-

Polyposis Kolorektal Cancer (HNPCC) atau Syndroma Lynch terhitung 2-3% dari

kanker kolorektal (de Rezende H.C.J.,et al, 2013).

c. Faktor Lingkungan Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks

antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Risiko mendapat kanker kolorektal

meningkat pada masyarakat yang bermigrasi dari wilayah dengan insiden kanker

kolorektal yang rendah ke wilayah dengan risiko tinggi. Hal ini menambah bukti

bahwa lingkungan dengan perbedaan pola makanan berpengaruh pada

karsinogenesis kanker kolorektal (Debas H.T., 2004).

d. Polyposis Familial (PF) PF diwariskan sebagai sifat dominan autosom. Poliposis

Familial ini dilaporkan pertama kali oleh Lockhart Mummeny pada tahun 1925.

Insiden pada populasi umum adalah satu per 10.000. Jumlah total polip

bervariasi 100-10.000 dalam setiap usus yang terserang. Penyakit ini penting

mengingat gejala-gejala yang diberikan adalah berat dan biasanya mengalami

degenerasi maligna. Menurut catatan dari Morgan (1955) kurang lebih 70% dari

polposis akan mengalami degenerasi maligna. Bila telah berubah menjadi

maligna maka tumor menjadi lebih besar dan mungkin mengalami ulserasi

(Duffy M.J., 2001). Bentuk polip ini biasanya mirip dengan polip adenomatosum

bertangkai atau berupa polip sesil, akan tetapi multipel dan tersebar pada

mukosa kolon. Dalam jangka waktu 10-20 tahun dapat mengalami degenerasi

menjadi kanker kolon. Adanya kanker kolon pada umur muda kemungkinan

berasal dari pertumbuhan poliposis. Polip cenderung muncul pada masa remaja

dan awal dewasa dan risiko karsinoma berkembang di pasien yang tidak diobati

adalah sekitar 90% pada usia 40 tahun. Sebagian dari poliposis ini asimtomatik

dan sebagian disertai keluhan sakit di abdomen, diare, sekresi lendir yang
meningkat dan perdarahan yang menganggu penderita (Gordon P.H., et al 2006;

Compton C., 2008; Fleming M., et al, 2012).

e. Polip Adenomatosum Polip Adenoma sering dijumpai pada usus besar. Biasanya

berukuran kecil, kurang dari 1 cm terdiri dari 3 bagian yaitu puncak, badan dan

tangkai. Insiden terbanyak pada umur sesudah dekade ketiga, namun dapat juga

dijumpai pada semua umur dan laki-laki lebih banyak dibanding dengan

perempuan. Polip adenomatosum lebih banyak pada kolon sigmoid (60%),

ukuran bervariasi antara 1-3 cm, namun terbanyak berukuran 1 cm Masing-

masing bagian dibentuk dari sedikit kelenjar sel goblet dilapisi epitel silinder dan

jaringan ikat stroma. Pada kondisi polip demikian jarang ditemukan kanker. Akan

tetapi semakin bertambah ukuran polip, risiko perubahan sel epitel mulai dari

derajat atipik sampai anaplasia semakin tinggi. Pada polip dengan ukuran 1,2 cm

atau lebih dapat dicurigai adanya kanker. Semakin besar diameter polip semakin

besar kecurigaan keganasan. Perubahan dimulai dibagian puncak polip, baik

pada epitel pelapis mukosa maupun pada epitel kelenjar, meluas ke bagian badan

dan basis tangkai polip (Gordon P.H., et al, 2006).

f. Adenoma vilosum Adenoma vilosum jarang terjadi, berjumlah kurang dari 10%

adenoma kolon. Terbanyak dijumpai di daerah rektosigmoid dan biasanya

berupa massa papiler, soliter, tidak bertangkai dan diameter puncak tidak jauh

berbeda dengan ukuran basis polip. Pada kelainan ini risiko terhadap terjadinya

kanker lebih sering dibanding dengan ukuran basis polip adenomatosum.

Adenoma vilosum mempunyai insiden kanker sebesar 30-70%. Adenoma dengan

diameter lebih dari 2 cm, risiko menjadi kanker adalah 45%. Semakin besar

diameter semakin tinggi pula insiden kanker, seperti juga pada polip

adenomatosum perubahan di mulai didaerah permukaan, meluas pada daerah


basis dan invasi pada submukosa kolon ataupun rektum. Biasanya adenoma

vilosum memproduksi lendir yang mengandung banyak elektrolit terutama

kalium, mengakibatkan kemungkinan terjadi hipokalemi. Neoplasma ini

ditemukan biasanya karena banyak mengeluarkan lendir dengan atau tanpa

darah (Haggar F.A., et al, 2009).

g. Kolitis Ulserativa Perkiraan kejadian kumulatif dari kanker kolorektal yang

berhubungan dengan kolitis ulserativa adalah 2,5% pada 10 tahun, 7,6% pada 30

tahun, dan 10,8% pada 50 tahun. Kolitis ulserativa sering juga menyebabkan

terjadinya kanker kolon dan paling banyak terdapat di bagian proksimal dari

kolon. Dimulai dengan mikroabses pada kripta mukosa kolon dan beberapa

abses bersatu membentuk ulkus (Haggar FA., et al, 2009). Pada stadium lanjut

timbul pseudopolip yaitu penonjolan mukosa kolon yang ada diantara ulkus.

Perjalanan penyakit yang sudah lama, berulang-ulang dan lesi luas disertai

adanya pseudopolip merupakan risiko tinggi terjadinya kanker. Pada kasus

demikian harus dipertimbangkan tindakan kolektomi. Tujuannya adalah

mencegah terjadinya karsinoma dan menghindari penyakit yang sering berulang-

ulang. Karsinoma yang timbul sebagai komplikasi kolitis ulserativa sifatnya lebih

ganas, cepat tumbuh dan metastasis (Hyman N., et al, 2000; Haggar F.A., et al,

2009 ; Hotta T., et al, 2014).

h. Kebiasaan makan tinggi lemak dan rendah serat Makanan mempunyai peranan

penting pada kejadian kanker kolorektal. Mengkonsumsi serat sebanyak 30

gr/hari terbukti dapat menurunkan risiko timbulnya kanker kolorektal sebesar

40% dibandingkan orang yang hanya mengkonsumsi serat 12 gr/hari. Orang

yang banyak mengkonsumsi daging merah (misal daging sapi, kambing) atau

daging olahan lebih dari 160 gr/hari (2 porsi atau lebih) akan mengalami
peningkatan risiko kanker kolorektal sebesar 35% dibandingkan orang yang

mengkonsumsi kurang dari 1 porsi per minggu (Hyman N., et al, 2000; Haggar

FA., et al, 2009; Lou Z., et al., 2013). Ada variasi yang bermakna di dunia dalam

insiden kanker kolorektal, dimana pada negara yang sudah berkembang, sejauh

ini terdapat angka yang tinggi di Inggris, Amerika Serikat dan Eropa Barat, tetapi

di Afrika dan Asia insidennya rendah (Tan E., 2009; Manuaba, T.W., 2010; Lou Z.,

et al., 2013). Variasi geografi telah banyak digambarkan perbedaan makanan.

Awalnya diet serat rendah diduga sebagai faktor penyebab dan kemudian

kelebihan lemak hewani atau protein. Tetapi bukti epidemiologi masih

kontradiksi. Masalahnya adalah karena banyaknya perbedaan makanan antara

kelompok etnik yang berbeda sehingga sulit diketahui komponen-komponen

mana yang dianggap sebagai penyebab (Yeatman T.J., 2001; Schwartz SI., 2003).

Serat makanan terutama yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin

sebagian besar tidak dapat dihancurkan oleh enzim-enzim dan bakteri di dalam

saluran cerna. Serat makanan ini akan menyerap air di dalam kolon, sehingga

volume feses menjadi lebih besar dan akan merangsang saraf pada rektum,

sehingga menimbulkan keinginan untuk defekasi (Wang, WS. et al, 2000; William

TC., 2011). Dengan demikian tinja yang mengandung serat akan lebih mudah

dieliminir atau dengan kata lain transit time (lamanya makanan di usus sampai

dikeluarkan) yaitu kurun waktu antara masuknya makanan dan dikeluarkannya

sebagai sisa makanan yang tidak dibutuhkan tubuh menjadi lebih singkat. Waktu

transit yang pendek, menyebabkan kontak antara zat-zat iritatif dengan mukosa

kolorektal menjadi singkat, sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit di

kolon dan rektum. Di samping menyerap air, serat makanan (Schwartz SI., 2003;

Compton, C., 2008; Thirunavukarasu, P. et al, 2010.). Bakteri tertentu diketahui


dapat memecahkan garam empedu untuk membentuk karsinogen. Makanan

dengan tinggi lemak menyebabkan sintesis kolesterol dan asam bilirubin oleh

hati dan kemudian menjadi karsinogen oleh bakteri usus (Wang JY., 2006;

Compton, C., 2008; Tsikitis, VL. et al, 2014.).

Gambaran Klinis

Tidak ada gambaran yang khas dari kanker kolorektal. Karsinoma kolon dan rektum

dapat menyebabkan ulserasi, atau perdarahan, menimbulkan obstruksi bila membesar,

atau menembus (invasi) keseluruh dinding usus dan kelenjar-kelenjar regional. Kadang-

kadang bisa terjadi perforasi dan menimbulkan abses di peritonium. Keluhan dan gejala

tergantung juga dari lokasi dan besarnya tumor (Gordon P.H., et al, 2006; Strambu V. et

al, 2011. ; Świderska M., Choromań ska B., 2014).

a. Kanker di sekum Biasanya tanpa keluhan untuk waktu yang lama, mungkin ada

keluhan rasa tak enak di perut kanan bawah untuk waktu yang lama. Tiba-tiba

penderita jatuh dalam keadaan anemia, berat badan menurun. Pada 50-60%

pasien terdapat massa yang teraba di sisi kanan perut (Gordon PH., Nivatvongs S.,

2006; Sternberg D. et al, 2006; Sturgeon CM. et al, 2008).

b. Kanker di kolon asendens Biasanya mempunyai keluhan, misalnya mengeluh

karena rasa nyeri. Mulamula timbul sindroma dispepsi (gangguan pencernaan),

rasa tak enak pada perut kanan atas timbul, yang kemudian disertai rasa penuh

diperut, anoreksia, nausea. Kadang-kadang badan menjadi lemas. Tumor makin

nyata. Berat badan mulai menurun dan makin anemis yang mungkin karena

adanya perdarahan. Darah biasanya bercampur dengan isi kolon (Schwartz SI.,

2003 ; Siegel RL. et al, 2012; Sisik A. et al, 2013.).


c. Kanker di kolon transversum Jarang memberi keluhan, demikian pula fungsi

kolon tak terganggu, walaupun adanya melena yang periodik. Kalau ada keluhan

biasanya telah mengalami metastase, misalnya metastase ke paru-paru dan

hepar (Sturgeon CM. et al, 2008; Sireger GA., 2008).

d. Kanker di kolon desendens Keluhan nyeri di perut sering mendahului dan sering

diajukan, Selain dari itu ada perubahan kebiasaan defekasi, dengan konstipasi

atau diare atau keduanya. Biasanya feses disertai darah. Obstruksi komplet agak

sering terjadi atau adanya penyempitan (O’Connell JB., 2004; Nozoe T., Rikimaru

T., 2006; Strambu V. et al, 2011).

e. Kanker di kolon sigmoid Gejala-gejala yang sering yaitu timbulnya perubahan

kebiasaan defekasi, dengan konstipasi atau diare atau keduanya, dimana bentuk

feses berlendir dan berdarah. Rasa nyeri timbul, sering dengan kolik (mulas

mendadak) terutama di abdomen kiri bawah. Sering terjadi obstruksi (Schwartz,

SI., 2003; Nozoe T., Rikimaru T., 2006; Strambu V. et al, 2011). f. Kanker di rektum

Sering terjadi ganggguan defekasi, misalnya konstipasi atau diare. Sering terjadi

perdarahan yang segar dan sering bercampur dengan lendir. Berat badan

menurun. Perlu diketahui bahwa rasa nyeri tidak biasa pada kanker rektum.

Kadang-kadang timbul tenesmus (keinginan defekasi disertai rasa sakit) dan

bahkan sering merupakan gejala utama (Schwartz, S.I., 2003; Nozoe T., Rikimaru

T., 2006; Strambu V. et al, 2011).


PENGKAJIAN

a) Kenyamanan

 informasi adanya perasaan lelah

 nyeri abdomen atau rectal dan karaktrnya (lokasi,

frekuensi, durasi)

b) Pola eliminasi terdahulu dan saat ini

 Deskripsikan tentang warna, bau, dan konsistensi feses

serta ada tidaknya pedarahan

 Perubahan pola BAB (konstipasi atau diare)

c) Riwayat penyakit dulu

 Tentang penyakit inflamasi usus kronik atu olip kolorektal

yang pernah di derita.

d) Riwayat penyakit keluarga

 Ada tidaknya keluarga yang pernah menderita kolerktat atu

kanker kolon

e) Terapi obat yang sedang dijalani

f) Kebiasaan diet dan nutrisi

 Masukan lemak atau konsumsi alcohol

 Adanya mual dan muntah

g) Riwayat penurunan berat badan

h) Hasil laboratorium

 Adanya anemia

i) Pengkajian fisik

 Auskultasi abdomen (bising usus)


 Palpasi abdomen (untuk area nyeri tekan, distensi dan masa

padat)

PERUMUSAN DIAGNOSA

Pre operatif

a) Nyeri berhubungan dengan agen cidera biologi

b) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual

muntah

c) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan mual dan anoreksia

d) Nausea berhubungan dengan kanker perut / kanker kolorektal

e) Konstipasi berhubungan dengan lesi obstruksi

f) Keletihan berhubungan dengan anemia dan anoreksia

g) Cemas berhubungan dengan rencana pembedahan dan diagnose

kanker

Post oppertif

a) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi bedah

(abdomen dan perinatal), pembentukan stoma dan kontaminasi

fekal terhadap kulit periostomal

b) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

c) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kolostomi

NURSING CARE PLAN

Pre Op

dx.1 : Nyeri berhubungan dengan agen cidera biologi

Ditandai dengan :
 Melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal

 Tingkah laku ekspresif (gelisah/menjerit)

Tujuan : Setelah diakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang.

Kriteria hasil :

 Klien mengatakan frekuensi nyeri berkurang.

 Klien dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyari.

 Klien dapat istirahat.

Intervensi :

 Ajarkan pada klien tentang teknik mengurangi nyeri.

 Jelaskan tentang konsep nyeri saat klien mengalaminya.

 Berikan terapi distraksi, relaksasi dan masase untuk mengurangi

nyeri.

 Kolaborasi debgan dokter emberian analgesic.

 Hargai klien terhadap ketahanan dan sampaikan bahwa klien

menghadapi nyeri dengan baik, tanpa memperlihatkan bagaimana

klien bertingkah laku.

Dx 2 : Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual

muntah

Ditandai dengan :

 Mual muntah

Tujuan : klien dapat menunjukan hidrasi yang adekuat.

Criteria hasil :

 Klien mendapatkan cairan yang cukup.

 Tidak terjadi dehidrasi

Intervensi :
 Hindari minuman dingin karena dapat merangsang mual.

 Berikan cairan dan makanan dalam jumlah sedikit dan sering

untuk menghindari disetnsi abdomen yang dapat merangasang

mual.

 Ukur input dan out put cairan.

 Pertahankan tetesan cairan (IV).

Post op

Dx 1 : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanik

Ditandai dengan :

 insisi bedah (abdomen dan perinatal), pembentukan stoma dan

kontaminasi fekal terhadap kulit periostomal.

Tujuan : Integritas kulit klien kembali baik.

Kriteria hasil :

 menunjukan kesehatan kulit dengan indicator: bebas dari lesi

jaringan, sensasasi pada rentang yang diharapkan.

Intervensi:

 Pantau klien tiap pergantian tugas jaga pada bekaws luka

pembedahan (kolostomi).

 Instruksikan pada klien dan keluarga untuk melaporkan tanda dan

gejala infeksi kepada dokter atau perawat jaga dengan segera.

 Lakukan perawatan luka bekas oprasi.

 Lakukan perawatan kilostomi (ganti kantong kolostomi tiap 2x1

hari setelah makan).

 Anjurkan pada klien makanan yang tinggi serat.


Dx : 2 resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif.

Ditandai dengan :

 menggigil dan demam.

 Lemah.

 Takikadi

Tujuan : Klien mampu mengendalikan resiko infeksi dan dapat melakukan

tindakan pencegahan yang teat untuk mencegah infeksi.

Kriteria hasil :

 Tidak ditemukan adanya tanda-tanda infeksi.

Intervensi :

 Kaji tanda dan gjala infeksi.

 Informasikan pada klientanda dan gejala infeksi.

 Ajarkan pada kliencara pencegahan infeksi.

 Lakukan perawatan kolostomo (ganti kantong kolostomi tiap 2x1

hari setelah makan).

 Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian antibiotik.


PATHWAYS

Diet tinggi lemak, protein dan kurang serat

Pasase feses ke saluran usus lama

Feses tertimbun di kolon lama


resiko kurang volume

Mual dan muntah distensi abdomen absorbsi air terus-

menerus

Tekanan lumen usus peristaltik usus


Kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan
konstipasi

Polip edenokarsinoma perubahan tekanan vena dan arteri

Maligna edema

Ukuran lumen meningkat kongesti

Kanker kolon nokrosis

cemas Lesi dinding usus Nyeri kronis

Tindakan operasi perdarahan

Resiko infeksi anemia

kolostomi Kelelahan

HDR Kerusakan
integritas kulit

Anda mungkin juga menyukai