Anda di halaman 1dari 10

Berita Dirgantara Vol. 15 No.

2 Desember 2014:40-49

KAJIAN PENINGKATAN KANDUNGAN AEROSOL STRATOSFER


AKIBAT LETUSAN GUNUNG BERAPI
Saipul Hamdi
Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer
e-mail: saipulh@yahoo.com

RINGKASAN

Indonesia memiliki 82 gunung berapi aktif yang berjejer di sepanjang Sumatera


hingga Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Halmahera, jika meletus, berpotensi
menyemburkan aerosol hingga ke stratosfer dan dapat terdistribusi ke tempat yang
jauh dan luas mengikuti sirkulasi global. Tulisan ini disusun untuk mengkaji
peningkatan aerosol stratosfer sebagai dampak dari beberapa letusan gunung berapi
baik yang berada di Indonesia maupun di luar Indonesia. Salah satu dampak debu dan
aerosol gunung berapi adalah menahan laju sinar matahari sehingga terjadi
pendinginan global. Hal ini pernah terjadi pada 1816, yaitu satu tahun setelah letusan
Gunung Tambora (1815), sehingga disebut sebagai year without summer. Letusan
Gunung Merapi (2010) dan Kelud (2014) juga menghasilkan debu dan aerosol vulkanis
yang menyebar hingga ratusan kilometer dari pusat letusannya. Selain menahan
pancaran sinar matahari dan menyebabkan pendinginan global, aerosol vulkanis juga
dapat bereaksi dengan oksigen dan uap air membentuk aerosol sulfat yang berdampak
pada hujan asam. Peningkatan kandungan aerosol stratosfer dipercaya akan
memberikan dampak jangka panjang terhadap iklim di Indonesia secara khusus, atau
iklim dunia secara global.

1 PENDAHULUAN merupakan dua gunung berapi yang


Indonesia sebagai negara yang letusannya banyak diteliti oleh peneliti
terletak pada titik pertemuan tiga di seluruh dunia dan memberikan
lempeng tektonis (tectonic plate) yang kemajuan ilmu pengetahuan yang cukup
saling bergerak, yaitu Lempeng Euresia, penting.
Lempeng Indo Australia, dan Lempeng Pada peristiwa letusan gunung
Pasifik, memiliki 82 gunung berapi aktif berapi ratusan ton sulfur akan dilepaskan
yang berjejer di sepanjang Sumatera, ke atmosfer dengan kecepatan vertikal
Jawa, hingga Nusa Tenggara Timur, tertentu sehingga dapat menembus
Sulawesi Utara dan Kepulauan tropopause, bahkan mencapai lapisan
Halmahera. Gunung-gunung tersebut stratosfer. Di lapisan stratosfer sulfur
berpotensi mengeluarkan aerosol akan terditribusi ke tempat yang lebih
vulkanis yang mampu menembus luas dan jauh mengikuti sirkulasi
tropopause dan masuk ke dalam lapisan global. Sulfur juga dapat bereaksi
stratosfer. Dalam catatan sejarah dunia, dengan oksigen dan uap air membentuk
dua gunung berapi di Indonesia yang aerosol sulfat. Selain itu, debu vulkanis
memuntahkan aerosol vulkanis dalam yang mengandung aerosol sulfat juga
jumlah besar adalah Gunung Kelud mampu menahan pancaran sinar
(1919) dan Gunung Tambora (1815). matahari yang memasuki atmosfer bumi
Gunung Tambora bahkan menyebabkan (transmitansi) sehingga berpotensi
fenomena year without summer pada menyebabkan pendinginan global.
1816 khususnya di negara-negara Peningkatan jumlah aerosol di stratosfer
belahan bumi utara. Untuk gunung menyebabkan terjadinya perubahan
berapi di luar Indonesia, Gunung iklim karena berkurangnya radiasi
Pinatubo (1991) dan El Chichon (1982) matahari tingkat permukaan (insolasi =
40
Kajian Peningkatan Kandungan Aerosol ..... (Saipul Hamdi)

incoming solar radiation) akibat tertahan (terdispersi). Fase terdispersi tersebar


oleh aerosol. Pada letusan gunung secara merata di dalam medium
Pinatubo tahun 1991, diyakini bahwa pendispersi, dan dapat berupa cairan
letusannya telah mempengaruhi atau padatan, sedangkan medium
pembentukan awan cirrus secara global pendispersi berupa gas. Sistem koloid
melalui homogeneous freezing dari akan berupa awan atau embun jika
aerosol H2SO4 setidaknya pada 2 tahun partikel internalnya merupakan partikel
pertama setelah letusan (Liu, 2002). zat cair, dan sistem koloid akan berupa
Pemantauan dan penelitian asap atau debu jika fase internalnya
aerosol stratosfer dapat dilakukan berupa zat padat. Aerosol tersebar
dengan beberapa cara baik secara in-situ secara luas pada hampir seluruh
maupun remote. Lidar atau light detect permukaan bumi hingga mencapai
and ranging sebagai salah satu lapisan stratosfer, dan dapat terbentuk
instrumen yang dimiliki oleh PSTA, secara alami ataupun akibat kegiatan
merupakan perangkat yang dapat manusia (antropogenis). Pengetahuan
diandalkan dalam pemantauan aerosol tentang distribusi ukuran aerosol pada
jangka panjang. Indonesia dapat tingkatan tertentu di atmosfer adalah
bergabung dengan jaringan lidar sangat penting untuk memahami
pemantau aerosol dunia yang dimotori mekanisme pembentukan, transportasi,
oleh pemerintah Jepang. Selain dan pembersihan aerosol dari alam.
ditempatkan pada ground station, lidar Distribusi aerosol terhadap
juga dapat ditumpangkan pada pesawat ketinggian sangat bergantung pada
ruang angkasa, bahkan pada satelit musim dan lokasi. Secara umum,
yang mengorbit bumi. Penempatan lidar kandungan aerosol di atmosfer akan
pada ground station tentu saja hanya berkurang mengikuti bertambahnya
dapat memantau aerosol background ketinggian, dan menjadi nol pada
pada satu titik pengamatan saja secara ketinggian 35 km. Pada tingkat
kontinu, dan penempatan lidar pada permukaan hingga Planetary Boundary
pesawat ruang angkasa akan Layer (PBL) konsentrasi aerosol sangat
memberikan viewing yang lebih luas dipengaruhi oleh aktivitas manusia, dan
namun tidak kontinu. Tulisan ini di atas PBL dipengaruhi oleh alam.
disusun sebagai upaya untuk mengkaji Peristiwa alam yang secara aktif dapat
peningkatan kandungan aerosol di menambah jumlah aerosol di alam,
atmosfer, khususnya di lapisan terutama di atmosfer atas, adalah
stratosfer, yang disebabkan oleh letusan gunung berapi. Beberapa
beberapa letusan gunung berapi letusan gunung berapi dahsyat yang
dahsyat, baik di Indonesia maupun di menekan aerosol hingga memasuki
luar Indonesia. lapisan stratosfer di antaranya adalah
letusan Gunung Tambora (1815), El
2 ASAL MULA AEROSOL Chichon (1982), Pinatubo (1991), dan
STRATOSFER Kelud (1919). Jumlah aerosol vulkanis
Aerosol adalah kumpulan dari yang dihembuskan memasuki stratosfer
partikel-partikel padat atau cair yang sangat bergantung pada jenis dan
tersuspensi dalam medium gas pada kekuatan letusannya.
waktu yang cukup lama, dan umumnya Untuk menyatakan jumlah
berukuran 0,001-100 μm (Hamdi, aerosol yang ada di atmosfer, maka
2013). Kumpulan partikel ini digunakan beberapa besaran, misalnya
merupakan suatu sistem koloid koefisien ekstingsi (σ), Backscattering
(campuran heterogen antara dua zat ratio (R), part per million (ppm), dan
atau lebih) yang terdiri dari fase Integrated Backscattering Coefficients
eksternal (pendispersi) dan fase internal (IBC). Koefisien ekstingsi aerosol
41
Berita Dirgantara Vol. 15 No. 2 Desember 2014:40-49

menggambarkan kekuatan aerosol diamati oleh NOAA di Mauna Loa


dalam melemahkan cahaya yang periode 1980-2002. Adanya letusan
melaluinya yang disebabkan oleh Gunung El-Chichon (1982) dan Gunung
penyerapan dan penghamburan oleh Pinatubo (1991) telah meningkatkan
aerosol tiap satuan panjang (satuan: kandungan aerosol hingga lebih dari
km-1). Backscattering ratio atau R 100 kali lipat secara tiba-tiba dari
menunjukkan rasio hamburan balik kandungan background rata-ratanya
yang disebabkan oleh aerosol dan sebesar 5x10-5 sr-1. Kandungan aerosol
udara. Adanya aerosol di udara akan kembali ke keadaan normalnya secara
menyebabkan nilai R>1. IBC merupakan berangsur-angsur dalam 4-5 tahun
besaran yang digunakan untuk setelah letusan (http://www.esrl.noaa.
menggambarkan jumlah aerosol yang gov/gmd/about/ozone.html).
ada pada suatu rentang ketinggian Tabel 2-1 menjelaskan perkiraan
tertentu, dan diperoleh dengan cara jumlah aerosol yang dilepaskan ke
menghitung (mengintegrasikan) jumlah atmosfer pada beberapa letusan gunung
koefisien hamburan balik pada rentang berapi. Letusan Gunung Agung pada
ketinggian yang dibutuhkan, biasanya Maret 1963 tercatat menghasilkan
17-35 km. aerosol dalam jumlah 16-30 Tg (Terra-
Salah satu dampak aerosol sulfat gram) ke atmosfer, dengan latar belakang
adalah menahan laju sinar infra merah aerosol sejumlah < 1 Tg. Perkiraan ini
matahari sehingga terjadi pengurangan hampir sama dengan jumlah aerosol
insolasi. Jumlah kandungan aerosol di yang dihasilkan oleh Gunung Pinatubo
stratosfer dalam keadaan tidak pada letusan tahun 1991. Sedangkan
dipengaruhi oleh letusan gunung berapi letusan Gunung Cero Hudson (1991)
disebut sebagai aerosol background. hanya melepaskan 3 Tg aerosol ke
Gambar 2-1 adalah integrated aerosol atmosfer.
backscatter pada ketinggian 15-22 km

Gambar 2-1: Pengukuran aerosol menggunakan lidar di Mauna Loa pada ketinggian 15-33 km
(http://www.esrl.noaa.gov/gmd/about/ozone.html).

42
Kajian Peningkatan Kandungan Aerosol ..... (Saipul Hamdi)

Tabel 2-1: PERKIRAAN JUMLAH AEROSOL YANG DILEPASKAN KE ATMOSFER PADA LETUSAN
BEBERAPA GUNUNG BERAPI

Perkiraan aerosol yang


Letusan Waktu Kejadian
dilepaskan (Tg)
Stratospheric 1979 <1
background
Katmai Juni 1912 20
Agung Maret 1963 16-30
Fuego Oktober 1974 3-6
El Chichon April 1982 12
Mt. Pinatubo Juni 1991 30
Cerro Hudson Agustus 1991 3
Sumber : McCormick et al, 1995

Gambar 2-2: Distribusi aerosol terhadap ketinggian

Ilustrasi distribusi vertikal aerosol semakin kecil diameter aerosol (r >


hingga ketinggian 30 km digambarkan 0,15µ) maka semakin dominan pula
pada Gambar 2-2. Pada gambar tersebut keberadaannya dibandingkan dengan
aerosol stratosfer yang berasal dari aerosol yang berdiameter lebih besar
letusan gunung berapi terkonsentrasi (r>0,6µ). Selain menggunakan OPC,
pada ketinggian 16 km (tropopause) distribusi vertikal aerosol juga dapat
hingga 30 km. Aerosol permukaan bisa dihitung menggunakan light detect and
menembus lapisan tropopause karena ranging (Lidar) yang telah dilakukan
adanya konveksi atau injeksi kuat yang oleh PSTA LAPAN Bandung sejak 1997
terutama terjadi di daerah tropis. secara berkesinambungan, yaitu dengan
Pengukuran distribusi vertikal menghitung Integrated Backscattering
aerosol menggunakan Optical Particle Coefficients (IBC). Hasilnya menunjukkan
Counter atau OPC pada 1997 dan 1998 bahwa IBC di atas Bandung pada
di Bandung (Gambar 2-3) menunjukkan ketinggian 18-35 km adalah dalam orde
bahwa variasi terhadap waktu tidak 10-6 sr-1. Dengan ketinggian rata-rata
begitu penting, dan nilai hamburan balik lapisan aerosol background berkisar
yang dapat dikonversi-kan menjadi antara 20-25 km. Nilai ini merupakan
volume adalah dalam besaran yang nilai yang sangat kecil dan menandakan
cukup dan mengalami peningkatan bahwa lapisan stratosfer di atas Jawa
secara perlahan (Yasui, 2001). Penelitian Barat masih sangat bersih dari debu
ini juga memberikan kesimpulan bahwa aerosol (Hamdi, et.al., 2005).
43
Berita Dirgantara Vol. 15 No. 2 Desember 2014:40-49

Gambar 2-3: Distribusi vertikal aerosol di atas Bandung (Yasui et al, 2001)

Dalam arah horizontal, aerosol terjadinya musim dingin yang lebih


stratosfer dapat menyebar ke tempat hangat di belahan bumi utara pada
yang jauh (remote area) mengikuti tahun 1982-1983, dan menyebabkan
sirkulasi global atmosfer. Pada suhu udara di Amerika Utara, Eropa,
umumnya, sirkulasi akan mengangkat dan Siberia lebih hangat dari pada
partikulat menuju elevasi yang tinggi di keadaan normalnya. Ini diduga kuat
daerah lintang rendah (tropis) kemudian disebabkan oleh aerosol vulkanis yang
menyebar menuju lintang menengah memasuki stratosfer menyebabkan
dan turun kembali. Selain itu, sirkulasi pemanasan dengan cara mengubah pola
juga akan membawa partikulat menuju angin ke dalam fase positif osilasi
arah Barat-Timur. Semakin jauh antartika. Pada waktu yang sama, di
penyebarannya maka semakin berkurang daerah Alaska, Greenland, Asia Tengah
juga konsentrasinya. Aerosol di stratosfer dan China terjadi musim dingin yang
memiliki waktu hidup lebih lama lebih dingin dari biasanya. Pengamatan
dibandingkan dengan aerosol troposfer, incoming solar radiation di Mexico City
dan ini dikaitkan dengan dampaknya dan Vancouver pada bulan ke-9 setelah
terhadap iklim (Rasch et al., 2008). terjadinya letusan menghasilkan
kesimpulan bahwa telah terjadi
3 BEBERAPA LETUSAN BESAR penurunan intensitas radiasi matahari
GUNUNG BERAPI DALAM langsung (direct solar radiation) di
SEJARAH tingkat permukaan sebagai dampak dari
3.1 Di Luar Indonesia peningkatan kandungan aerosol
Letusan Gunung El Chichόn stratosfer. Penurunan direct incoming
Gunung El Chichόn yang terletak solar radiation terjadi sebesar 38% di
di Chiapas, Mexico, meletus pada Maret- Alaska, 33% di Vancouver, dan 30% di
April 1982 pada skala 5 Volcanic Meksiko (Galindo et al., 1996)
Explosivity Index (VEI). Letusan ini
menghasilkan 7 juta ton sulfur dioksida Letusan Gunung Pinatubo
(SO2) dan 20 juta ton partikulat. Gunung Pinatubo terletak di
Partikulat dan sulfur dioksida Pulau Luzon, Filipina, dan meletus pada
memasuki stratosfer dan bersirkulasi 1991. Letusan ini merupakan letusan
selama 3 minggu (Robock, 2002). Efek terbesar kedua pada abad ke-20.
letusan terhadap iklim antara lain Jumlah aerosol yang dilepaskan ke
44
Kajian Peningkatan Kandungan Aerosol ..... (Saipul Hamdi)

atmosfer oleh Gunung Pinatubo adalah Integrated Backscattering Coefficient


diperkirakan sebanyak 30 Tg, namun (IBC) yang sangat tinggi ketika terjadi
jumlah ini masih jauh lebih sedikit letusan Gunung Pinatubo pada tahun
dibandingkan dengan perkiraan aerosol 1991. Peningkatan hampir sebesar 80
yang dilepaskan oleh letusan Gunung kali lipat terjadi pada saat letusan, dan
Tambora pada tahun 1815 yaitu >100 kemudian menurun secara perlahan-
Tg, ataupun Gunung Krakatau pada lahan dalam 5 tahun, bahkan efeknya
1883, yaitu ~ 50 Tg (Pinto et al., 1989). masih terasa hingga 10 tahun
Aerosol dalam jumlah yang sangat kemudian. Letusan Pinatubo tersebut
banyak tersebut memberikan dampak berpotensi menurunkan konsentrasi
berupa penurunan intensitas radiasi ozon kolom total sebesar 10% di daerah
matahari langsung (direct solar lintang menengah. Kedahsyatan letusan
radiation) sebesar 25-30 % pada lokasi Gunung Pinatubo diungkapkan secara
pengamatan yang disebar pada 4 lintang fotografi melalui Gambar 3-1.
yang berbeda. Jumlah rata-rata Aerosol Kolom ozon di daerah topis
Optical Depth (AOD) total yang dihitung teramati berkurang sebanyak 6-8 %
pada 10 bulan pertama setelah letusan pada periode beberapa bulan setelah
adalah sebesar 1,7 kali lebih besar terjadinya letusan Gunung Pinatubo.
daripada yang teramati mengikuti Pengurangan kolom ozon terbesar
letusan gunung El Chichόn pada 1982. teramati pada ketinggian di bawah 28 km
Sementara itu, pada September 1992 khususnya pada ketinggian 24-25 km,
temperatur troposfer bawah global dan yaitu sebesar 20%. Namun demikian,
pada belahan bumi utara telah sedikit peningkatan kolom ozon teramati
mengalami penurunan masing-masing pada ketinggian di atas 30 km. Setelah 6
sebesar 0,5 dan 0,7 °C dibandingkan bulan dari terjadinya letusan, kolom
dengan sebelum terjadinya letusan. ozon rata-rata global juga mulai
Terjadinya global cooling ini dikaitkan menunjukkan penurunan dibandingkan
dengan berkurangnya jumlah dengan siklus tahunan rata-rata tahun
konsentrasi uap air di troposfer (Soden, 1979-1990. Bahkan, pada pertengahan
et al., 2002). 1992 penurunan kolom ozon rata-rata
Pemantauan aerosol stratosfer di tersebut telah melewati konsentrasi
Mauna Loa menggunakan lidar oleh minimum yang tercatat pada periode
NOAA menunjukkan peningkatan 1979-1990 (McCormick, 1995).

Gambar 3-1: Letusan Gunung Pinatubo di Philipina pada tahun1991. (Photo: D. Harlow)
45
Berita Dirgantara Vol. 15 No. 2 Desember 2014:40-49

3.2 Di Indonesia diamati melalui Observatorium Boscha


Letusan Gunung Kelud di Lembang. Satu hari setelah Gunung
Gunung Kelud terletak di Galunggung meletus, atmosfer bumi
Propinsi Jawa Timur, kira-kira 27 km pada pagi dan senja hari tampak jauh
sebelah timur Kota Kediri, dan memiliki lebih merah dibandingkan hari-hari
ketinggian 1.731 meter. Letusan gunung biasa, dan diduga disebabkan oleh
Kelud pernah terjadi pada 1901, 1919, penambahan partikel vulkanis sebagai
1951, 1966, 1990, 2007 dan 2014. hasil dari letusannya (Luthfi et al.,
Letusan terbesar yang tercatat dalam 1984). Partikel vulkanis tersebut
menghamburkan cahaya matahari
sejarah adalah letusan 1919. Letusan
secara selektif, lebih banyak cahaya biru
pada 1919 ini menyemburkan debu
yang dihamburkan dibandingkan
aerosol dengan jumlah besar hingga
dengan cahaya merah. Pada hari ke-4
ketinggian lebih dari 10.000 meter. Pada
setelah letusan, terjadi peningkatan
ketinggian yang lebih rendah debu
nilai rata-rata koefisien ekstingsi
aerosol menyebar ke arah timur dan
sebesar 3 kali lipat yang menyebabkan
meluas hingga ke Bali, sedangkan pada
menurunnya transparansi atmosfer.
ketinggian yang lebih tinggi debu aerosol
Turunnya transparansi atmosfer
menyebar ke arah Barat. Sedikitnya disebabkan karena bertambahnya
catatan sejarah menyebabkan tidak partikel mikro vulkanis sisa letusan
diperolehnya angka pasti mengenai Gunung Galunggung yang menahan
jumlah semburan debu aerosol. cahaya tampak matahari. Turunnya
Perhitungan dan koreksi dibuat untuk transparansi atmosfer dapat dikaitkan
memperkirakan jumlahnya melalui dengan meningkatnya koefisien ekstringsi
beberapa metode. aerosol atmosfer.
Pada 14 Februari 2014 Gunung
Kelud kembali meletus dan menyebabkan Letusan Gunung Tambora
hujan kerikil yang dirasakan hingga Letusan Gunung Tambora pada
radius 10 km dari pusat letusan. Di 1815 merupakan letusan yang sangat
Yogyakarta, teramati hampir seluruh dahsyat dengan kekuatan 7 VEI atau
wilayah tertutup oleh abu vulkanis yang setara dengan 27 megaton TNT (Briffa, et
cukup pekat dan diperkirakan mencapai al., 1998) dengan memuntahkan magma
ketebalan 2 cm, melebihi ketebalan yang hingga ketinggian 43.000 meter.
dihasilkan oleh letusan gunung Merapi Letusan terdahsyat gunung yang
2010. Pencitraan visual yang dilakukan terletak di Pulau Sumbawa terjadi pada
enam jam setelah letusan menunjukkan 11 April 1815, dan diketahui telah
bahwa awan debu Kelud telah memengaruhi iklim secara global.
memasuki ketinggian 18-20 km dalam Sejumlah 30-32 km3 magma dilepaskan
jumlah yang sangat banyak, bahkan jauh ke lapisan stratosfer dan 53-58
puncak awan debu Kelud mencapai juta ton SO2 pada 24 jam pertama, dan
ketinggian 26 km. Debu ini menyebar ini cukup untuk menghasilkan 93-118
pada area yang sangat luas dan cukup Tg aerosol sulfat stratosfer (Self et al.,
jauh dari Gunung Kelud ke arah barat 2004). Akibat letusan ini, asam sulfat
hingga barat daya mengikuti angin tersebar ke seluruh belahan dunia dan
timur hingga 1.000 km jauhnya menyebabkan penurunan intensitas
(Sudibyo, 2014). radiasi matahari tingkat permukaan
hingga mencapai 75%. Abu halusnya
Letusan Gunung Galunggung yang menembus stratosfer telah
Letusan Gunung Galunggung menyebabkan penurunan temperatur
pada 1982 telah menyebabkan dampak belahan bumi bagian utara.
langsung terhadap atmosfer yang Berdasarkan kajian citra satelit,
46
Kajian Peningkatan Kandungan Aerosol ..... (Saipul Hamdi)

penelitian lapangan, dan studi pustaka, vulkanis dan gas belerang (SO2) ke
diketahui bahwa abu vulkanis yang lapisan stratosfer. Pada 11 November
dihasilkan dari letusan Gunung 2010, NASA juga mengeluarkan peta
Tambora ini berupa endapan awan konsentrasi sulfur (belerang) dioksida
panas dan telah menyelimuti hampir pada 4-8 November 2010. Sulfur
seluruh permukaan semenanjung merupakan gas berwarna yang bisa
Tambora dan menyebar hingga membahayakan kesehatan manusia,
mencapai pantai Sanggar, Kananga, dan sekaligus mendinginkan iklim di Bumi,
Doropeti, atau lebih kurang 30 km dari juga memicu hujan asam. Gambar 3-2
pusat letusan (Sigurdson & Carey, 1989; menunjukkan sebaran sulfur dioksida
Kartadinata et al., 1997; Sutawijaya et dari letusan Gunung Merapi pada
al., 2005). tanggal 4-8 November 2010 diamati
Akibat banyaknya aerosol sulfat menggunakan Ozone Monitoring
yang dihembuskan ke lapisan stratosfer Instrumen milik NASA. Volcanic Ash
maka pada musim semi dan musim Advisory Center di Darwin, Australia,
panas tahun 1816 negara-negara yang melaporkan bahwa awan SO2 telah
berada di belahan bumi utara mengalami mencapai Samudera Hindia antara
musim dingin yang berkepanjangan dan ketinggian 12.000 dan 15.000 meter di
nyaris tidak mengalami musim panas bawah tropopause. Pada ketinggian
sama sekali. Tahun 1816 ini disebut tersebut, SO2 akan menjalankan
sebagai year without summer atau tahun serangkaian reaksi kimia yang
tanpa musim panas, Temperatur normal mempengaruhi lingkungan, misalnya
dunia mengalami penurunan 0,4 – 0,7 bereaksi dengan uap air membentuk ion
⁰C dan menjadi penyebab terjadinya sulfat yang berperan sebagai prekursor
kelangkaan pangan di bumi belahan asam sulfur. Ion-ion sulfat juga akan
utara secara luas. Dilaporkan bahwa di membentuk partikel yang memantulkan
daerah Connecticut (wilayah timur laut sinar matahari kembali ke luar angkasa.
Amerika Serikat) telah tertutup oleh es
di awal Juni 1816, demikian juga
dengan New England, Albany, New York,
dan Dennysville serta Maine. Keadaan
yang berlangsung selama lebih dari 3
bulan tersebut menyebabkan kegagalan
panen yang luas di negara-negara
belahan bumi utara dan menyebabkan
kenaikan harga bahan-bahan pangan
secara drastis (Wikipedia).

Letusan Gunung Merapi


Gunung Merapi terletak di
Daerah Istimewa Yogyakarta, sekitar 25
km arah Utara. Letusan Gunung Merapi
pada akhir Oktober 2010 juga Gambar 3-2: Penyebaran konsentrasi SO2 letusan
menyebarkan abu vulkanis yang Gunung Merapi tanggal 4-8
mengandung aerosol ke daerah yang November 2010. http://
earthobservatory.nasa.gov/IOTD/vi
jauh. Dengan kekuatan letusan berskala ew.php?id=46881, diunduh tanggal
4 VEI yang setara dengan letusan 16 Januari 2014
Gunung Galunggung (1982-1983) dan
Gunung Agung (1963) berpotensi untuk 4 PENUTUP
mempengaruhi iklim dunia bertahun- Beberapa letusan gunung berapi
tahun kemudian akibat sebaran debu yang menyemburkan debunya yang
47
Berita Dirgantara Vol. 15 No. 2 Desember 2014:40-49

mengandung aerosol diantaranya adalah Temperature Over 600 Years,


letusan Gunung Tambora (Jawa Timur Nature 393: 450–455.
1815) dan Gunung Pinatubo (Philipina Galindo, I., K. Ya. Kondrat’ev, and G/
1991). Kedua gunung tersebut telah Zenteno, 1996. Atmospheric
meningkatkan kandungan aerosol Aerosol Optical Thickness After
stratosfer dalam jumlah yang sangat The Mt. El Chichon Eruption from
banyak dan mempengaruhi iklim global Observations in Mexico City and
dalam waktu singkat melalui efek Vancouver, Atmos, Oceanic Opt.,
absorpsi radiasi matahari. Letusan Vol. 9 No 3., pp. 227-230.
Gunung Kelud (Jawa Timur) pada awal Hamdi, S., 2013. Dampak Aerosol
2014 juga menyebabkan peningkatan Terhadap Lingkungan Atmosfer,
aerosol stratosfer yang diamati Berita Dirgantara LAPAN, Vol 14
menggunakan data-data satelit. Namun, No 1. pp 9-16.
hingga saat ini masih sedikit tulisan Hamdi, S., S. Kaloka, I. Sofiati, A.
yang membahas secara ilmiah Budiyono, 2005. Aerosol
peningkatan jumlah aerosol stratosfer Background Lapisan Stratosfer di
yang berasal dari letusan Gunung Kelud Atas Bandung (6°54’ LS 107°35’
tersebut dan dampaknya terhadap BT) berdasarkan Penelitian Tahun
lingkungan. Dengan peningkatan 1997-2000 Menggunakan Raman
aktivitas beberapa gunung berapi di Lidar, Jurnal Sains Dirgantara
Indonesia akhir-akhir ini maka sangat Vol. 3 No 1, pp.12-23.
berpotensi dalam meningkatkan jumlah Kartadinata, M. N., Budianto, A.,
aerosol stratosfer jika terjadi letusan Wirakusumah, A. D., Hadisantoso,
yang dahsyat. Peningkatan kandungan R.D., 1997. Pyroclastic flow
aerosol stratosfer dipercaya akan Deposits Erupted by the 1815
memberikan dampak jangka panjang Tambora: Distribution,
terhadap iklim di Indonesia secara Characteristics of the Deposits and
khusus, atau iklim dunia secara global. Interpretation of the 1815 Eruption
LAPAN khususnya Pusat Sains Mechanism, Volcanological Survey
dan Teknologi Atmosfer sebagai salah of Indonesia, Unpublished report.
satu institusi yang memiliki kompetensi Liu, X., Joyce E.P., 2002. Effect of Mount
terhadap perubahan komposisi atmosfer Pinatubo H2SO4/H2O Aerosol on
(termasuk di dalamnya aerosol stratosfer) Ice Nucleation in the Upper
sangat disarankan untuk melakukan Troposphere using a Global
pemantauan kandungan aerosol Chemistry and Transport Model,
stratosfer secara kontinu baik Journal of Geophysical Research,
menggunakan peralatan in-situ misalnya Vol. 107, No D12.
LIDAR, ataupun menggunakan satelit Luthfi, H., C. Nurwendaya, B. Hidayat,
sumber daya alam yang ada. 1984. Transparansi Angkasa
Pemantauan secara terus-menerus akan Sebelum dan Sesudah Letusan
meningkatkan kompetensi Lapan dalam Gunung Api: Kasus Angkasa
penguasaan sain atmosfer, sehingga Lembang Tahun. 1982, Proceedings
dapat memberikan peringatan dini akan ITB Vol 17, No. 1. pp.11-27.
ancaman aerosol stratosfer jika terjadi McCormick, M.P., L.W. Thomason, C.R.
letusan gunung berapi di Indonesia. Trepte, 1995. Atmospheric Effects
of Mt. Pinatubo Eruption, Nature
DAFTAR RUJUKAN 373, pp.399-404.
Briffa, K.R., Jones, P.D., Schweingruber, NASA Earth Observatory. 2010. Eruption
F.H. and Osborn T.J., 1998. at Mount Merapi, Indonesia, diakses
Influence of Volcanic Eruptions on dari http:// earthobservatory.
Northern Hemisphere Summer
48
Kajian Peningkatan Kandungan Aerosol ..... (Saipul Hamdi)

nasa.gov/IOTD/view.php?id=468 Volcano, Bull. Vulcanol., 51,


81 pada tanggal 16 Januari 2014. pp.243-270.
Pinto, J. R., R. P. Turco, O. B. Toon, 1989. Soden, B.J., R. T. Wetherald, G. L.
J. geophys. Res. 94, pp.11165- Stenchikov, A. Robock, 2002.
11174. Global Cooling After Eruption of
Rasch, P. J., Tilmes, S., Turco, R. P., Mount Pinatubo: a Test of Climate
Robock, A., Oman, L., Chen, C., Feedback by Water Vapor, Science
et al., 2008. An Overview of 297, pp.727-730.
Geoengineering of Climate using Sudibyo, M., 2014. Kala Satelit Memantau
Stratospheric Sulfate Aerosols, Letusan Kelud, Majalah Angkasa,
Philosophical Transactions of the 14 April 2014.
Royal Society A-Mathematical Sutawijaya, I. S., Sigurdsson, H.,
Physical and Engineering Rachmat, H., Pratomo, I., 2005.
Sciences, 366(1882), pp.4007- The Deadliest Volcanic Eruption of
4037. 1815 Tambora Volcano, Sumbawa,
Robock, A., 2002. Volcanic Eruption, El Indonesia. Proc. Int. Semin. On
Chichόn, Encyclopedia of Global Quart. Geol.
Environment Change, Vol. 1., Wikipedia, http://id. wikipedia. org/
@John Wiley & Sons, Ltd, wiki/Gunung_Tambora#cite_note
Chichester, pp. 736-736. -Foden1986-7, diunduh tanggal
Self, S., R. Gertisser, T. Thordarson, 20 Mei 2014.
M.R. Rampino, and J.A. Wolff, Yasui, M., M. Hayashi, T. Nagai, T.
2004. Magma Volume, Volatile Matsumura, K. Mizutani, T. Itabe,
Emissions, and Stratospheric O. Uchino, T. Fujimoto, M.
Aerosols from the 1815 Eruption of Fujiwara, T. Shibata, S. Kaloka,
Tambora, Geophys. Res. Lett., 31, S. Hamdi, 2001. Lidar and Optical
L20608, doi:10.1029/2004 GL0 Particle Counter (OPC) Measurement
20925. of Polar and Tropical Stratospheric
Sigurdson, H., Carey, S., 1989. Plinian Aerosols, Proceding of SPIE Vol
and co-ignimbrite Tephra Fall from 4153, pp.488-495.
the 1815 Eruption of Tambora

49

Anda mungkin juga menyukai