Anda di halaman 1dari 12

BAB I

Adenocarsinoma Paru

Pendahuluan
Kanker paru adalah tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus yang
secara primer berasal dari paru. Sedangkan kanker paru dalam arti luas adalah
semua keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari jaringan paru
sendiri maupun keganasan dari luar jaringan paru (metastase tumor di paru).1
Kanker paru adalah kanker yang paling sering didiagnosis di seluruh
dunia, dan kejadiannya terus bertambah. Pada tahun 2012, diperkirakan 1,8 juta
kasus baru kanker paru didiagnosis secara global, terhitung sekitar 13% dari total
kanker global. Diperkirakan 1,59 juta kematian akibat kanker paru terjadi pada
tahun 2012. Di antara semua kanker, kanker paru sekarang memiliki tingkat
kematian tertinggi di sebagian besar negara, dengan kawasan industri seperti
Amerika Utara dan Eropa memiliki tingkat tertinggi.2
Menurut World Health Organization (WHO), kanker paru merupakan
penyebab kematian utama dalam kelompok kanker baik pada pria maupun wanita,
dalam arti luas kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup
keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru
(metastasis tumor di paru).1 Kira-kira 1/3 dari kematian karena kanker pada laki-
laki, ternyata disebabkan kanker paru, dan pada perempuan kekerapannya lebih
tinggi dimana menempati urutan ke-3 dalam penyebab kematian.1 Insidensi
adenokarsinoma adalah 40 % dari semua kasus kanker paru bukan sel kecil
(KPBSK). 4
Secara klinis, kanker paru diklasifikasikan menjadi 2 jenis:
1. Karsinoma Sel Kecil (KPKSK) atau Small Cell Lung Carcinoma (SCLC)
2. Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK) atau Non Small Cell Lung
Carcinoma (NSCLC) terdiri dari :
a. Adenokarsinoma.
b. Squamous cell karsinoma.
c. Large cell.

Makroskopis
Adenokarsinoma paru secara makroskopis tampak sebagai massa kuning
keabuan berbatas tidak tegas, dapat tunggal maupun multipel. Di sekitarnya
banyak mengandung jaringan ikat, dapat pula terdapat cairan mukus yang lengket
seperti putih telur. Biasanya terdapat skar di daerah perifer paru, tetapi kavitasi
jarang ditemukan. Lokasi pada umumnya di bagian perifer segmen bronkus (65%
kasus), dan melibatkan pleura viseralis (77% kasus), sering berakhir dengan
fibrosis pleura. Pada beberapa kasus, adenokarsinoma periferal menyebar secara
masif ke rongga pleura dan melapisi pleura.2,3

1
Mikroskopis
Secara mikroskopik, adenokarsinoma paru memberikan gambaran yang
bervariasi. Terdapat 2 bentuk morfologik dari diferensiasi glandular, yaitu
pembentukan struktur tubulus atau papil-papil dan sekresi musin. Sel-sel tumor
berbentuk bulat, poligonal, atau kolumnar, ditemukan berkelompok atau sendiri-
sendiri. Sitoplasma bervariasi, biasanya sitoplasma relatif banyak, homogen atau
granular, kadang-kadang tampak berbuih karena adanya vakuola intrasitoplasma.
Inti sel biasanya tunggal, eksentrik, bentuk bulat atau oval dengan sedikit
iregularitas. Dapat pula ditemukan adanya musin yang diproduksi oleh sel-sel
tumor. 2,3

Patogenesis
Sel mempunyai dua tugas utama yaitu bekerja dan berkembang biak.
Bekerja bergantung kepada aktivitas sitoplasma sedangkan berkembang biak
bergantung pada aktivitas intinya. Proliferasi sel adalah proses fisiologis yang
terjadi hampir pada semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel
untuk berkembang biak. Homeostasis antara proliferasi sel dan kematian sel yang
terprogram (apoptosis) secara normal dipertahankan untuk menyediakan integritas
jaringan dan organ. Mutasi pada DNA sel menyebabkan kemungkinan terjadinya
neoplasma sehingga terdapat gangguan pada proses regulasi homeostasis sel.
Karsinogenesis akibat mutasi materi genetik ini menyebabkan pembelahan sel
yang tidak terkontrol dan pembentukan tumor atau neoplasma. Jadi, neoplasma
ialah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus
menerus secara tidak terbatas, tidak berkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan
tidak berguna bagi tubuh.3
Sifat sel kanker:
 Heterogenitas dimana populasi sel tumor menjadi non-homogen, akibat
pertumbuhan sel yang sangat cepat, sehingga sebelum sel matang sudah
terjadi pembelahan lagi.
 Tumbuh tanpa kendali seperti sel normal atau menjadi autonom. Akibat
lain autonomi sel ini dapat pula terjadi perubahan fungsi organ yang
ditumbuhinya.
 Bergerak secara sendiri dimana pergerakan sel tidak terkontrol dan dapat
lepas dari sel induk dan masuk kedalam sel normal sekitarnya atau dapat
menginvasi jaringan sekitarnya. Yang lebih jauh setelah masuk kedalam
sel normal akan menimbulkan perubahan sifat dan bentuk sel yang
dimasuki dan berjalan menyusup jauh ke daerah organ lainnya
(bermetastasis).

2
 Mengubah fungsi sel normal, hal ini diakibatkan sel kanker tidak
mengandung fibronekin (yang berfungsi menghambat pertumbuhan sel),
kadar kalsium yang menurun. Disamping itu sel kanker dapat membentuk
hormon, enzim, serta protein sendiri.
Pada biopsi bronkus dengan lesi, densitas pembuluh darah kecil meningkat
dibandingkan dengan mukosa normal tapi tidak dibandingkan dengan bentuk lain
dari hiperplasia atau displasia. Analisa genetik dari permukaan epitel pada lesi
awal dinyatakan oleh Lose Of heterozygocity (LOH) pada kromosom 3p pada 53%
lesi, dan dibandingkan dengan epitel normal, aktifitas proliferasi ditandai dengan
meningkatnya lesi ini. Lesi terjadi tanpa karsinoma pada sekitar 19% perokok
resiko tinggi yang telah dilakukan bronkoskopi fluoresen. Adanya lesi ini pada
perokok resiko tinggi mendukung terjadinya bentuk yang menyimpang dari
mikrovaskularisasi yang terjadi pada fase awal dari karsinogenesis bronkus.1
Penemuan isoform VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor) dan
reseptor VEGF (VEGFR) oleh semiquantitative reverse transcriptase-PCR yang
dikonfirmasikan dengan immunohistochemistry displastik skuamosa bronkus
dibandingkan dengan epitel bronkus normal mendukung dugaan bahwa
angiogenesis berkembang pada mulanya pada karsinogenesis paru dan kelainan
ini memberikan rasional untuk perkembangan strategi kemoterapi pencegahan
dengan target antiangiogenik.9

Gambaran Klinis
Sekitar 90% pasien dengan kanker paru memberikan gejala. Simptom
dapat dibagi atas lokal, jauh, dan sistemik. Gejala dan tanda lokal antara lain;
batuk, batuk berdarah, sesak napas, napas berbunyi, nyeri dada, suara serak,
sindroma vena kava superior, dan sindrom horner (jarang).10
Gejala-gejala jika organ lain terlibat seperti kanker rongga mulut pada
berbagai lokasi rongga mulut mungkin memiliki beberapa perbedaan gejala klinis,
misalkan bila terletak pada bagian 2/3 anterior lidah, keluhan utamanya adalah
timbulnya suatu massa yang seringkali terasa tidak sakit (disfagia). Bila timbul
pada 1/3 posterior, kanker tersebut selalu tidak diketahui oleh penderita dan rasa
sakit yang dialami biasanya dihubungkan dengan rasa sakit tenggorokan, pada
tulang yaitu nyeri sendi, keterlibatan hepar, kelenjar limfe dengan timbulnya
limfadenopati, dan otak dengan munculnya manifestasi neurologi.6,10
Sementara gejala sistemik berupa sindrom paraneoplastik, berupa;
a. Gejala konstitusional: kaheksia (anoreksia, berat badan menurun, dan
kelemahan), demam, hipertensi.
b. Endokrin: Hiponatremia, Hiperkalsemia (Parathyroid Hormone-Related
Protein), Sindrom Cushing, Ginekomastia, Akromegali, Hipoglikemia.
c. Neurologi: Sindrom Lambert-Eaton Myasthenia, Neuropati perifer,
Degenerasi serebral, Ensefalitis limbik, Ensefalomielitis.

3
d. Muskuloskeletal: Clubbing, Osteoartropati Hipertropi Pulmonar,
Dermatomiositis, Polimiositis.
e. Hematologi:Anemia, Anemia Hemolitik Autoimun, Leukositosis,
Trombositosis, vaskulitis, Endokarditis trombotik noninfeksius, Idiopathic
Thrombocytopenic Purpura.7

Radiologis
Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang
yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis,
serta penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem TNM.
Pemeriksaan radiologi paru yaitu Foto toraks PA/lateral, bila mungkin CT-
scan toraks, bone scan, Bone survey, USG abdomen dan Brain-CT dibutuhkan
untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor dan metastasis.
a. Foto toraks : Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat
bila masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang
mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura,
tumor satelit tumor, dll. Pada foto tumor juga dapat ditemukan telah invasi
ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikar dan metastasis intrapulmoner.
Sedangkan keterlibatan KGB untuk menentukan N agak sulit ditentukan
dengan foto toraks saja.
b. CT-Scan toraks : Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru
secara lebih baik daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor
dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian juga
tanda-tanda proses keganasan juga tergambar secara lebih baik, bahkan
bila terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intra bronkial,
atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke
mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi dengan
CT-scan, keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk menentukan stage
juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi.
Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis
intrapulmoner.
c. Pemeriksaan radiologik lain : Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan
toraks adalah tidak mampu mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh.
Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan radiologik lain, misalnya Brain-CT
untuk mendeteksi metastasis di tulang kepala / jaringan otak, bone scan
dan/atau bone survey dapat mendeteksi metastasis diseluruh jaringan
tulang tubuh. USG abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di hati,
kelenjar adrenal dan organ lain dalam rongga perut.1

Pemeriksaan khusus
a. Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik sekaligus dapat
dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar dapat

4
dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya masa
intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas, seperti terlihat
kelainan mukosa tumor misalnya, berbenjol-benjol, hiperemis, atau
stinosis infiltratif, mudah berdarah. Tampakan yang abnormal sebaiknya di
ikuti dengan tindakan biopsi tumor/dinding bronkus, bilasan, sikatan atau
kerokan bronkus.
b. Biopsi aspirasi jarum Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat
dilakukan, misalnya karena amat mudah berdarah, atau apabila mukosa
licin berbenjol, maka sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena
bilasan dan biopsi bronkus saja sering memberikan hasil negatif.
c. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA) TBNA di karina, atau trakea
1/1 bawah (2 cincin di atas karina) pada posisi jam 1 bila tumor ada
dikanan, akan memberikan informasi ganda, yakni didapat bahan untuk
sitologi dan informasi metastasis KGB subkarina atau paratrakeal.
d. Transbronchial Lung Biopsy (TBLB) Jika lesi kecil dan lokasi agak di
perifer serta ada sarana untuk fluoroskopik maka biopsi paru lewat
bronkus (TBLB) harus dilakukan.
e. Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB) Jika lesi terletak di
perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB dengan bantuan flouroscopic
angiography. Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm dan terletak di sentral
dapat dilakukan TTB dengan tuntunan CTscan.
f. Biopsi lain Biopsi jarum halus dapat dilakukan bila terdapat pembesaran
KGB atau teraba masa yang dapat terlihat superfisial. Biopsi KBG harus
dilakukan bila teraba pembesaran KGB supraklavikula, leher atau aksila,
apalagi bila diagnosis sitologi/histologi tumor primer di paru belum
diketahui. Biopsi Daniels dianjurkan bila tidak jelas terlihat pembesaran
KGB suparaklavikula dan cara lain tidak menghasilkan informasi tentang
jenis sel kanker. Punksi dan biopsi pleura harus dilakukan jika ada efusi
pleura.
g. Torakoskopi medik Dengan tindakan ini massa tumor di bagaian perifer
paru, pleura viseralis, pleura parietal dan mediastinum dapat dilihat dan
dibiopsi.
h. Sitologi sputum Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling
mudah dan murah. Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di
perifer, penderita batuk kering dan tehnik pengumpulan dan pengambilan
sputum yang tidak memenuhi syarat. Dengan bantuan inhalasi NaCl 3%
untuk merangsang pengeluaran sputum dapat ditingkatkan. Semua bahan
yang diambil dengan pemeriksaan tersebut di atas harus dikirim ke
laboratorium Patologi Anatomik untuk pemeriksaan sitologi/histologi.
Bahan berupa cairan harus dikirim segera tanpa fiksasi, atau dibuat sediaan
apus, lalu difiksasi dengan alkohol absolut atau minimal alkohol 90%.
Semua bahan jaringan harus difiksasi dalamformalin 4%.1,4,6

5
Penderajatan (Staging) Kanker Paru
Penderajatan untuk kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK)
ditentukan menurut International Staging System For Lung Cancer 2007,
berdasarkan sistem TNM versi UICC tahun 2009 (Gambar 5), Pengertian T adalah
tmor yang dikategorikan ata Tx, T0, s/d T4, N untuk keterlibatan kelenjar getah
bening (KGB) yang dikategorikan atan N x, N0 s/d N3, sedangkan M adalah
menunjukan ada atau tidak nya metastasis diparu atau metastasis jauh (M0 s/d
M1a,M1b) sebagaimana terlihat pada (tabel 1).1

Tabel 1. Penderajatan International Kanker Paru Berdasarkan Sistem TMN


Stage T N M
IA T1a N0 M0
T1b N0 M0
IB T2a N0 M0
IIA T1a N1 M0
T1b N1 M0
T2a N1 M0
IIB T2b N1 M0
T3 (>7cm) N0 M0
IIIA T1a N2 M0
T1a N2 M0
T2a N2 M0
T2b N2 M0
T3 N1 M0
T4 N0 M0
T4 N1 M0
IIIB T4 N2 M0
Sebarang T N3 M0
IV Sebarang T Sebarang N M1a
Sebarang T Sebarang N M1b
1
Tabel 2; International Staging System For Lung Cancer 2007.

T :Tumor primer
0 :Tidak tampak lesi atau tumor primer
Tx :Tumor primer tidak dapat ditentukan dengan hasil radiologi dn
bronkoskopi tetapi sitologi sputum atau bilasan bronkus positif
(ditemukan sel ganas)
Tis : Carsinoma in situ
T1 : Ukuran terbesar tumor primer ≤ 3 cm tanpa lesi invasi intrabronkus
yang sampai ke proksimal bronkus lobaris
 T1a: ukuran tumor primer ≤ 2cm
 T1b: ukuran tumor primer > 2cm, tetapi ≤ 3 cm
T2 : Ukuran terbesar tumor primer > 3 cm tetapi ≤ 7cm, invasi
intrabronkus dengan jarak lesi ≥ 2cm dari distal karina, berhubungan

6
dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif pada daerah hilus atau
invasi ke pleura viseralis
 T2a: ukuran tumor primer > 3 cm tetapi ≤ 5cm
 T2b: ukuran tumor primer > 5cm tetapi ≤ 7cm
T3 : Ukuran tumor primer > 7cm atau tumor menginvasi dinding dada
termasuk sulkus superior, diafragma, nervus phrenikus, menempel
pleura mediastinum, perikardium. Lesi intrabronkus ≤ 2cm distal karina
tanpa keterlibatan karina. Berhubungan dengan atelektasis atau
pneumonitis obstruktif di paru. Lebih dari satu nodul dalam satu lobus
yang sama dengan tumor primer.
T4 : ukuran tumor primer sebarang tetapi telah melibatkan atau invasi ke
mediastinal, trakea, jantung, pembuluh darab besar, karina, nervus
laring, esofagus, vertebral body. Lebih dari satu nodul berbeda lobus
pada sisi yang sama dengan tumor primer (ipsilateral).
N : metastasis ke kelenjar getah bening (KGB)
N0 : tidak ditemukan metastasis ke kelenjar getah bening (KGB)
Nx : metastasis ke kelenjar getah bening (KGB) mediastinal sulit dinilai
dari gambaran radiologi
N1 : metastasis ke kelenjar getah bening (KGB) peribronkus (#10), hilus
(#10), intrapulmonary (#10) ipsilateral
N2 : metastasis ke kelenjar getah bening (KGB) mediastinum (#2)
ipsilateral dan atau subcarina (#7)
N3 : metastasis ke kelenjar getah bening (KGB) peribronkial, hilus,
intrapulmonari, mediastinum kontralateral dan atau KGB
supraklavikula
M : metastasis ke organ lain
M0 : tidak ditemukan metastasis
Mx : metastasis sulit dinilai dari gambaran radiologis
M1a : metastasis ke paru kontralateral, nodul di pleura, efusi pleura ganas,
efusi perikardium
M1b : metastasis jauh ke organ lain (otak, tulang, hepar, ginjal atau KGB
leher, aksila, suprarenal, dll)

Pengobatan
Pengobatan kanker paru adalah multi modaliti terapi( combined
modality),dihadapkan pada jenis histologis,stage dan tampilan penderita,
Penatalaksanaan KPKBSK jenis karsinoma sel skuamosa stage I dan II
merupakan indikasi pembedahan kuratif, stage IIIA indikasi bedah palliatif, stage
IV Kemoterapi umumnya bekerja dengan cara menghambat sel kanker. Obat
kemoterapi berperan dalam sel kanker yang kehilangan fungsi pengaturan sel
normal.1
BAB II
LAPORAN KASUS

7
1. Anamnesa
Perempuan, 60 tahun, Riwayat Paparan Biomass (+) berupa kayu bakar.
Nyeri dada (+) sebelah kanan sejak 1 tahun yang lalu memberat dalam 1 minggu
ini., Vas 6, penjalaran ke punggung Sesak napas (+) sejak 1 tahun yang lalu,
memberat. sejak 1 minggu ini, Nafas berbunyi (-), Sesak dipengaruhi aktifitas
dan tidak dipengaruhi cuaca. Riwayat penggunaan inhaler (-) Batuk (+) sejak 1
Tahun yang lalu, dahak (+) ,dahak berwarna putih, volume dahak ½ sendok teh
per kali batuk, batuk darah (-). Nafsu makan menurun (+), berat badan turun 10 kg
sejak 1 tahun ini. Demam (-), mengigil (-), keringat malam (-) Suara serak (-),
nyeri menelan (-).Riwayat OAT (-)Riwayat DM (-). Riwayat HT (-), riwayat
keluarga TB (-), Riwayat berobat jalan di RS Batubara bulan Februari 2017
dengan keluhan sesak nafas lalu dirujuk ke RS HAM. Os dirawat di RS HAM
pada bulan Februari 2017, dilakukan pemasangan selang dada dan dirawat selama
15 hari. Cairan berawarna kemerahan sebanyak +/- 4000 cc. Telah dilakukan
bronkoskopi dengan hasil sitologi brushing Adenocarsinoma dengan hasil EGFR
Mutasi Exon 19. Os telah mengkonsumsi Erlotinib (Tarseva ) sejak bulan Maret
2017.

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, tampak keadaan umum sedang, kesadaran
komposmentis, tekanan darah 120/70 mmHg, frekuensi nadi 96 x/menit, frekuensi
napas 22 x/menit, suhu tubuh 36,20C, dengan nyeri dada VAS 6. Keadaan gizi
underweight.
Pemeriksaan fisik toraks :
 Inspeksi : dijumpai bentuk toraks asimetris, dengan ketinggalan bernapas
pada dada kiri.
 Palpasi : dijumpai fremitus hemitoraks lapangan paru kiri lebih lemah.
 Perkusi : dijumpai sonor melemah pada lapangan paru kiri.
 Auskultasi: dijumpai suara pernapasan melemah pada lapangan paru kiri,
sedangkan suara tambahan tidak dijumpai.
3. Pemeriksaan Laboratorium Patologi Klinik
 Darah Lengkap 6/09/2018 (RSUP HAM)
Hb: 12,6; RBC : 4,00 juta/μl ,WBC: 9.670 μl,Ht: 45%; PLT : 273.000 μl

4. Pemeriksaan Laboratorium Mikrobiologi


 Spesimen TCM sputum tgl 21/02/2018 (RSUP HAM)
M. Tb (-)

8
5. Pemeriksaan Radiologi

Gambar 4; Foto toraks PA Erect/ Lateral Kanan di RSUP HAM tanggal


6/09/2018
Interpretasi foto toraks :
Konsolidasi inhomogen di lapangan bawah kedua paru. Pada posisi lateral terlihat
konsolidasi inhomogen di lapangan atas sampai bawah paru.

Gambar 5; CT scan toraks dengan contrast di RSUP HAM tanggal 3/03/2017


(A) Mediastinal window, (B) Lung window
Interpretasi CT Scan Thorax IV Kontras:
Massa Paru kiri dengan pembesaran KGB di mediastinum kiri dan sub karina kiri
serta efusi pleura kiri + massa multiple di liver ec dd metastase liver, kista liver

9
6. Bronkoskopi
Dilakukan Bronkoskopi tgl.2/03/2017 (RSUP HAM) dengan hasil:
Gambar 6. Hasil Bronkoskopi
Interpretasi :

 Kesan : Stenosis infiltratif di B1+2 LAK1 dan Stenosis Infiltratif di B3


LAKI

7. Pemeriksaan Patologi Anatomi

Hasil Sitologi Brushing Bronkoskopi 02/03/17 (Lab. Patologi Anatomi RSUP


HAM)
 Makroskopik : Terima 11 buah slide hapusan dari hasil brushing dalam
fiksasi kering.
 Mikroskopik : Sediaan smear terdiri dari kelompokan dan sebaran sel-sel
yang membentuk struktur asiner. Sel dengan inti membesar bentuk bulat
dan oval, kromatin kasar sitoplasma eosinofilik. Latar belakang smear sel-
sel darah merah.
 Kesimpulan :
C5, (Malignant Smear)
Kesan : Adenocarsinoma

Pasien didiagnosis banding dengan : Adenocarcinoma Paru Kiri T3N2M1b(Liver)


Stage IVB PS I

8. Pemeriksaan EGFR CT-DNA (Epidermal Growth Factor Receptor Mutation


in Circulating Tumor DNA) tanggal 7 / 3 / 2017
Hasil : Positif Mutasi EGFR Exon 19

10
DISKUSI
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, serta pemeriksaan penunjang, dari anamnesis di jumpai keluhan respirasi
berupa. Nyeri dada (+) sebelah kanan sejak 1 tahun yang lalu memberat dalam 1
minggu ini., Vas 6, penjalaran ke punggung Sesak napas (+) sejak 1 tahun yang
lalu, memberat. sejak 1 minggu ini Batuk (+) sejak 1 Tahun yang lalu, dahak
(+) ,dahak berwarna putih, volume dahak ½ sendok teh per kali batuk. Menurut
kepustakaan kanker paru terjadi pada subyek dengan resiko tinggi yaitu adanya
paparan biomass disertai satu atau lebih dari gejala ; batuk darah, batuk kronik,
sesak napas, nyeri dada dan berat badan menurun. Diprediksi penyebabnya adalah
inhalasi jangka panjang dari bahan karsinogenik, sehingga pengaruh paparan
biomass menjadi satu penyebab kanker paru. Insidensi adenokarsinoma adalah 40
% dari semua kasus kanker paru bukan sel kecil (KPBSK). Pada beberapa kasus,
wainta dengan kaker paru ditemukan dengan jenis sel adenokarsinoma, dimana
jenis sel ini jarang diakibatkan ata dihubungkan dengan proses merokok.
Interpretasi Rontgen Thorax PA Erect/Lateral dengan kesimpulan Konsolidasi
inhomogen di lapangan bawah kedua paru. Pada posisi lateral terlihat konsolidasi
inhomogen di lapangan atas sampai bawah paru, dimana ciri khas dari
adenokarsinoma ini adalah mirip dengan gambaran pneumonia (pneumonia-like
appearance) dan sesuai dengan kasus ini.
Hasil CT scan toraks dengan IV contrast dengan kesimpulan Massa Paru
kiri dengan pembesaran KGB di mediastinum kiri dan sub karina kiri serta efusi
pleura kiri + massa multiple di liver ec dd metastase liver, kista liver. Dari
bronkoskopi dengan kesan Stenosis infiltratif di B1+2 LAK1 dan Stenosis
Infiltratif di B3 LAKI. Dari hasil sitologi BRUSHING C5 (malignant smear)
kesan suatu adenokarsinoma. Analisa sitologi brushing bronkhus yang didapatkan
melalui pemeriksaan bronchoscopy menjadi pemeriksaan yang sangat penting
dalam menegakkan diagnosa pasti kanker ini.

KESIMPULAN
Telah dilaporkan seorang wanita, 60 tahun, yang datang dengan keluhan
utama nyeri dada. Setelah dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang seperti foto
toraks, CT Scan, bronkoskopi dan sitologi brushing bronkus akhirnya ditegakkan
diagnosa sebagai Adenocarcinoma Paru Kiri T3N2M1b(Liver) Stage IVB PS I.
Pasien direncanakan dengan melanjutkan kemoterapi tablet erlotinib.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Jusuf A, Harryanto A, Syahruddin E, dkk. Kanker Paru Jenis Karsinoma


Bukan Sel Kecil. Pedoman Nasional Untuk Diagnosis & Penatalaksanaan
Di Indonesia. PDPI. Perhimpunan Onkologi Indonesia. Jakarta. 2005. P.
10-4, 27-30.
2. Amin,Z. 2009. Kanker Paru. In: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I.,
K., M.S., Setiati, S. ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta:
Interna Publishing, 2254-2262.
3. Robbin, S.L., Cotran, R.S., Kumar. V., Collins, T., Pathology Basis Of
Disease. 8th ed, International Edition, Saunders Elsevier, USA, 2009 : 721
– 729.
4. Josen K, Siegel R, Kamp David. Incidence and Etiology. In: Weitberg AB.
Cancer of the Lung From Molecular Biology to Treatment Guidelines.
Humana Press. New Jersey. 2002. P.3-7.
5. Mϋller N. L., Fraser R. S., Colman N. C. Pulmonary. W. B. Saunders
Company. Philadelphia. 2001. P.1085-91.
6. Pomplun B. Pathology of Lung Cancer. In: Desai RS. Lung Cancer.
Cambridge Univercity Press. 2007. UK. P.15.
7. Keith RL. Neoplastic Lung Diseases. In: Hanley ME. Lange. Current
Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine. International Edition.
McGraw-Hill Company. USA. P. 426.
8. Paclitaxel. Available at: http://en.wikipedia.org/wiki.Paclitaxel. Accessed
on 2007.
9. Wistuba II, Gazdar AF. Molecular Biology of Preneoplastic Lesion of the
Lung.In: Roth A.J. Lung Cancer. 3rd ed.Blackwell Publishing.USA.P.89-
90.
10. Murray, J. F. and Nadel, J. A. 1994. Neoplasms of The Lungs. In:
Textbook of Respiratory Medicine. Pp 1605-1607. 2nd edition. W. B.
Saunders Company. Philadelphia. .

12

Anda mungkin juga menyukai