Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindrom koroner akut (SKA) adalah sebuah kondisi yang melibatkan
ketidaknyamanan dada atau gejala lain yang disebabkan oleh kurangnya oksigen ke
otot jantung (miokardium). Sindrom koroner akut ini merupakan sekumpulan
manifestasi atau gejala akibat adanya penurunan aliran darah ke jantung yang
disebabkan oleh plak aterosklerotik. SKA mencakup angina pektoris tidak stabil
(UAP, unstable angina), infark miokard dengan non-ST segment elevation
myocardial infarction (NSTEMI) maupun ST segment elevation myocardial
infarction (STEMI).1
Data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2013, lebih dari 17,3 juta
orang meninggal karena penyakit kardiovaskuler dan 80%nya terjadi di negara miskin
dan berkembang.2 Pada penelitian yang telah dilakukan di RSUP Prof. dr. R. D.
Kandou Manado, ditemukan 55 kasus SKA pada tahun 2006; 104 kasus pada tahun
2007; 166 kasus pada tahun 2008; 251 kasus pada tahun 2009; dan 354 kasus pada
tahun 2010. Dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kasus sindrom koroner
akut yang pernah dirawat di Poliklinik RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado.3
Kematian mendadak masih merupakan suatu komplikasi SKA yang sering terjadi:
sebanyak 50% dari pasien-pasien dengan infark miokard elevasi segmen ST (ST
elevation miokard infarction/STEMI) tidak dapat bertahan hidup, dengan sekitar dua
per tiga kematian terjadi dalam waktu yang singkat setelah serangan dan sebelum
dirawat di rumah sakit. Sebelum rezim perkembangan obat modern dan strategi-
strategi reperfusi ditemukan, kematian setelah masuk rumah sakit dengan SKA adalah
sebesar 30-40%.4
Secara garis besar, faktor risiko SKA dapat dibagi dua. Pertama adalah faktor
risiko yang dapat diperbaiki (reversible) atau bisa diubah (modifiable), yaitu:
hipertensi, kolesterol, merokok, obesitas, diabetes mellitus, hiperurisemia, aktivitas
fisik kurang, stress, dan gaya hidup (life style). Faktor risiko seperti usia, jenis
kelamin, dan riwayat penyakit keluarga adalah faktor-faktor yang tidak dapat
diperbaiki.1
Menurut penelitian yang dilakukan di New York angka kejadian ACS pada 380
pasien yang datang ke IGD 32% pasien memiliki CHF (Congestive Heart Failure).5
CHF atau gagal jantung adalah sindrom klinis yang kompleks yang dikarakteristikkan
sebagai disfungsi ventrikel kanan, ventrikel kiri atau keduanya, yang menyebabkan
perubahan pengaturan neuruhormonal. Sindrom ini biasanya diikuti dengan
intoleransi aktivitas, retensi cairan dan upaya untuk bernafas normal. Umumnya
terjadi pada penyakit jantung stadium akhir setelah miokard dan sirkulasi perifer
mengalami kekurangan cadangan oksigen dan nutrisi serta sebagai akibat mekanisme
kompensasi. Gagal jantung ditandai dengan manifestasi klinik berupa kongesti
sirkulasi, sesak, fatigue dan kelemahan.6
Angka kejadian gagal jantung semakin meningkat dari tahun ke tahun, data WHO
tercatat 1,5% sampai 2% orang dewasa di Amerika Serikat menderita gagal jantung
dan 700.000 diantaranya memerlukan perawatan di rumah sakit per tahun. Faktor
risiko terjadinya gagal jantung yang paling sering adalah usia lanjut, 75% pasien yang
dirawat dengan gagal jantung berusia 65-75%. Terdapat 2 juta kunjungan pasien
rawat jalan per tahun yang menderita gagal jantung. Kemudian menurut penelitian
angka kejadian gagal jantung kronik di Amerika Serikat, jumlahnya sekitar tiga juta
orang, lebih dari empat ratus ribu kasus baru dilaporkan tiap tahun.7
Di Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di
RS Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan
sekitar 65% adalah pasien gagal jantung. Meskipun terapi gagal jantung mengalami
perkembangan yang pesat, angka kematian dalam 5- 10 tahun tetap tinggi, sekitar 30-
40% dari pasien penyakit gagal jantung lanjut dan 5-10% dari pasien dengan gejala
gagal jantung yang ringan.7
Prognosa dari gagal jantung tidak begitu baik bila penyebabnya tidak dapat
diperbaiki. Setengah dari populasi pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4
tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari
50% akan meninggal dalam tahun pertama.8
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengajukan kasus ini sebagai
Laporan Kasus.

1.2 Tujuan
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penyusun
dan pembaca mengenai penyakit, etiologi dan tatalaksana dari Sindrom Koroner Akut
dan Gagal Jantung, serta sebagai salah satu syarat agar bisa mengikuti ujian akhir di
SMF Ilmu Penyakit Dalam.

Anda mungkin juga menyukai