Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Judul Praktikum : Analisa Konsentrasi


A. Analisa Konsentrasi CO2 dalam Air Mineral
dan Air Keran
B. Analisa konsentrasi NaOH pada Air Garam
dan Air Mineral
1.2 Tanggal Praktikum : 19 Oktober 2015
1.3 Pelaksana Praktikum : 1. Fajry Juangga
2. Indah Diah Pratiwi
3. Muhammad Saryulis
4. Rina Lestari
1.4 Tujuan Praktikum : 1. Menentukan kadar CO2 dalam air keran dan air
mineral
2.Untuk menghitung kadar NaOH dalam air
garam dan air mineral
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Larutan merupakan campuran homogen sehingga setiap bagiannya


mempunyai perbandingan yang tetap antara zat terlarut yang mempunyai jumlah
lebih banyak dan dapat menguraikan zat terlarut menjadi ukuran lebih kecil atau
lebih sederhana.

Larutan baku (larutan standar) adalah larutan yang konsentrasinya


diketahui, larutan baku biasanya berfungsi sebagai titran sehingga ditempatkan
dalam buret yang sekaligus berfungsi sebagai alat ukur volume larutan baku
(Suyatno,2007).
2.1 Larutan Baku Primer
Larutan yang mengandung zat padat murni yang konsentrasinya diketahui
secara tepat melalui metode gravimetri (perhitungan massa). Dapat digunakan
untuk menerapkan konsentrasi larutan lain yang belum diketahui konsentrasinya.
Nilai konsentrasi dihitung melalui perumusan sederhana setelah dilakukan dalam
volume tertentu.
2.2 Larutan Baku Sekunder
Larutan baku (larutan standar) adalah larutan yang konsentrasinya
diketahui, larutan baku biasanya berfungsi sebagai titran. Larutan suatu zat yang
konsentrasinya tidak berubah dan tidak dapat diketahui dengan tepat karena
berasal dari zat yang tidak pernah murni. Konsentrasi larutan ini ditentukan
dengan pembakuan menggunakan larutan baku primer, biasanya melalui metode
titrimetri.
2.3 Metode Titrimetrik Untuk Analisis
Suatu metode titrimetrik untuk analisis didasarkan pada suatu reaksi kimia
seperti :
a A + tT  Produk....................................................................................(2.1)

dimana a molekul analit A, bereaksi dengan T molekul reagensia T. Reagensia T,


yang disebut titran, ditambahkan sedikit demi sedikit, biasanya dari dalam buret
dalam bentuk larutan yang konsentrasinya diketahui. Penambahan titran
diteruskan sampai telah dimasukkan sejumlah T yang secara kimia setara dengan
A. Maka dikatakan telah mencapa
i titik ekuivalensi dari titrasi itu. Untuk mengetahui kapan penambahan titran itu
harus dihentikan ahli kimia itu dapat menggunakan suatu zat yang disebut
indikator, yang menanggapi munculnya kelebihan titran dengan perubahan warna.
Titik dalam titrasi pada saat indikator berunah warna disebut titik akhir
(Underwood, 1986).
2.4 Reaksi yang diperguanakan untuk Titrasi
Reaksi kimia yang mungkin diperlakukan sebagai basis dari penentuan
titrimetrik telah dikelompokkan kedalam empat tipe:
1. Asam-Basa. Ada sejumlah besar asam basa yang dapat ditentukan oleh
titrimetri. Jika HA mewakili asam yang ditentukan dan B mewakili basa
reaksinya adalah sebagai berikut:
HA +OH-  A- + H2O............................................................................ (2.2)
dan
B + H3O+  BH+ + H2O.......................................................................... (2.3)
Titran pada umumnya adalah larutan standar dari elektrolit kuat, seperti
natrium hidroksida dan asam klorida.
2. Oksidasi-Reduksi (redoks). Reaksi kimia yang melibatkan oksida reduksi
dipergunakan secara luas dalam analisis titrimetrik. Sebagai contoh, besi
dengan tingkat oksida T2 dapat dititrasi dengan sebuah larutan standar dari
serium (IV) sulfat :
Fe2+ + Ce4+  Fe3 + Ce3+......................................................................... (2.4)
Unsur pengoksida lainnya yang sering dipergunakan sebagai titran adalah
kalsium permanganat, KMnO4. Reaksinya dengan besi (II) dalam larutan
asam adalah
5Fe3+ + MnO4- + 8H+  5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O....................................... (2.5)
3. Pengendapan. Pengendapan dari kation perak dengan anion halogen
dipergunakan secara luas dalam prosedur titrimetri. Reaksinya adalah
sebagai berikut:
Ag+ + X-  AgX(s)................................................................................... (2.6)
Dimana X- berupa ion klorida, bromida, iodida, ataupun tiosianat.
4. Pembentukan kompleks. Contoh dari reaksi dimana terbebtuk suatu
kompleks stabil antara ion perak dan sianida:
Ag+ + 2CN-  Ag(CN)2-......................................................................... (2.7)
Reaksi ini adalah dasar dari metode Liebig untuk penetapan sianida.
Pereaksi organik tertentu, seperti asam etilenadiamin aterasetat (EDTA),
membentuk kompleks stabil dengan sejumlah ion logam dan digunakan secara
luas untuk penentuan titrimetrik dari logam-logam ini (Underwood, 1986).
2.5 Sistem Konsentrasi
Dalam analisis titrimetri sistem konsentrasi molaritas dan normalitas
paling sering digunakan. Formalitas dan konsentrasi analisis bermanfaat dalam
situasi-situasi dimana terjadi disosiasi atau pembentukan kompleks. Sistem persen
bobot lazim digunakan untuk menyatakan konsentrasi kira-kira (dari) reagensia
laboratorium. Untuk larutan yang sangat encer bagian tiap juta (ppm = parts per
million) atau bagian tiap milyar (ppb = parts per billion) lebih sesuai (Rivai,1995).
2.6 Molaritas
Sistem konsentrasi ini didasarkan volume larutan dan karena itu nyaman
untuk digunakan dalam prosedur laboratorium dimana volume larutan merupakan
kuantitas yang diukur. Molaritas didefinisikan sebagai berikut:
n
Molaritas= ........................................................................................ (2.8)
v

Dimana M ialah molaritas, n banyaknya mol zat terlarut, dan v volume larutan
dalam litrer, karena

g
n= ................................................................................................... (2.9)
BM

dimana g adalah gram zat terlarut dan BM ialah bobot molekul zat terlarut.
2.7 Formalitas
Sistem konsentrasi ini didefinisikan sebagai:
nf
F= .................................................................................................. (2.10)
V

Dimana F ialah formalitas, nf banyaknya bobot rumus, dan V adalah volume


larutan dalam liter. Sebagaimana disebut diatas bobot rumus biasanya sinonim
dengan bobot molekul;karena itu biasanya formalitas sama dengan molaritas
(Khopkar,2003).
2.8 Normalitas
ek
N= ................................................................................................. (2.11)
V

Dengan N ialah normalitas, ek banyaknya ekuivalen dan V volume larutan dalam


liter.
2.9 Persen Bobot
Sistem ini memberikan berapa gram zat terlarut per 100 gram larutan.
Secara matematis ini dinyatakan dengan:
W
P= .......................................................................................... (2.12)
W+Wo

Dengan P adalah persen bobot zat terlarut, W banyaknya zat terlarut dalam gram,
dan Wo banyaknya pelarut dalam gram.
2.10 Bagian Tiap Juta (PPM)
Sistem ini memberikan berapa bagian satu komponen itu dalam 1 juta
bagian campuran. Ini dapat dinyatakan dengan menggunakan satuan-satuan bobot
dengan cara yang serupa dengan persen bobot.
W
ppm= ×106..............................................................................(2.13)
W+Wo
Dimana W adalah banyaknya zat terlarut dalam gram dan Wo banyaknya pelarut
dalam gram.
Untuk larutan yang lebih encer lagi digunakan bagian tiap milyar (ppb,
parts per billion)
W
ppb= ×109.....................................................................................(2.14)
Wo
2.11 Perhitungan Kemurnian Persen
Untuk menganalisis suatu sampel dengan kemurnian anu, analisis
menimbang dengan tepat satu porsi sampel melarutkannya dengan baik, dan
mentitrasinya dengan larutan standar. Kemudian ia tahu:
Mek titrasi=Mek analit ......................................................................(2.15)

Jika V dan N masing-masing menyatakan volume (ml) dan normalitas titran,

V×N=Mek titran=Mek analit ............................................................(2.16)

Untuk mengungkapkan hasil sebagai suatu persentase, miliekivalen analit diubah


ke bobot kemudian dibagi dengan bobot sampel

mg analit
%= ×100 .......................................................................... (2.17)
mg sampel

%=
V(ml)×N (Mek
ml ) ×BE(
mg
)
Mek ...................................................... (2.18)
Bobot sampel (mg)

Perhatikan tercoretnya satuan-satuan yang menghasilkan persentase tang tak-


berdimensi (Underwood,1986).
2.12 Analisa Kation dan Anion
Pada adsarnya metoda analisa kimia dapat dibagi menjadi dua bagian
yaitu:
1. Analisis kualitatif yaitu analisis yang berhubungan dengan identifikasi
suatu zat
2. Analisis kuantitatifyaitu analisis kimia yang menyangkut penentuan
jumlah zat tertentu yang ada dalam satu contoh (sampel).
Ada dua aspek penting dalam analisis kualitatif, yaitu pemisahan dan
identifikasi. Kedua aspek ini didasari oleh kelarutan, keasaman, kebasaan,
pembentukan senyawa kompleks, oksidasi-reduksi, sifat penguapan dan ekstraksi.
Sifat-sifat ini sebagai sifat periodik menentukan kecendrungan dari kelarutan
klorida, sulfida, hidroksida, karbonat, sulfat dan garam-garam lainnya dari logam.
Walaupun analisis kualitatif (analisis klasik) sudah banyak ditinggalkan, namun
analisis kualitatif ini merupakan aplikasi prinsip-prinsip umum dan konsep-
konsep dasar yang telah dipelajari dalam kimia dasar.
Analisa kualitatif sebagian besar didasarkan pada kesetimbangan untuk
memisahkan dan mengidentifikasi ion yang sejenis. Kesetimbangan asam-basa,
kesetimbangan heterogen, kesetimbangan redoks dan kesetimbangan ion
kompleks merupakan jenis-jenis kesetimbangan yang sering digunakan dalam
analisis kualitatif ion. Garam-garam larut dalam air yang mengandung kation basa
kuat bila berkombinasi (bergabung) dengan anion dari asam lemah menghasilkan
larutan yang bersifat basa. Kelompok anion, sebagian bersifat sebagai oksidator,
sebagai reduktor, sebagian lain sifat oksidator dan reduktornya tergantung dalam
suasana larutannya. Reaksi pengendapan mengandung nilai yang sangat berarti
bagi analisis anion. Beberapa reaksi anion dengan ion barium Ba 2+ yang
digunakan sebagai uji spesifik dari anion tertentu didasarkan pada nilai
kelarutannya. Demiukian pula dengan reaksi pengendapan ion dengan
menggunakan ion Ag+ merupakan bagian penting dari uji pendahuluan dari
analisis ion.
Prosedur pertama kali yang biasa digunakan untuk menguji suatu zat yang
tidak diketahui adalah membuat contoh (sampel) yang dianalisis dalam bentuk
cairan (larutan). Selanjutnya terhadap larutan yang dihasilkan dilakukan uji
terhadap ion-ion yang mungkin ada. Sebelum mengidentifikasi berbagai
konsentrasi dalam suatu campuran ion, biasanya dilakukan pemisahan ion terlebih
dahulu melalui proses pengendapan, selanjutnya dilakukan pelarutan kembaliu
endapan tersebut. Kemudian diasakan uji-uji spesifik untuk ion-ion yang akan
diidentifikasi. Uji spesifik dilakukan dengan menambahkan reagen (pereaksi)
tertentu yang akan memberikan larutan atau endapan berwarna yang merupakan
karakteristik (khas) untuk ion-ion tertentu (Khopkar, 2003).
Analisis anion dan kation sering kali dapat dibantu oleh diagram alir yang
menggambarkan langkah-langkah sistematis untuk mengiudentifikasi jenis anion
dan kation. Diagaram alir untuk analisis kation lebih sistematis dibandingkan
dengan diagram alir analisis anion. Dalam diagaram analisis kualitatif naion dan
kation dimulai dari ion yang ditanyakan, pereaksi yang perlu ditambahkan,
kondisi eksperimen dan rumus kimia produk yang dihasilkan. Ada berbagai
macam cara untuk menggambarkan diagram analisis ion. Gambar umum yang
biasa digunakan adalah aliran kebawah, yang endapannya dituliskan disebelah
kiri, sedangkan larutannya dituliskan dikanan.
Golongan I, kation golongan ini membentuk endapan dengan asam klorida
encer. Ion-ion golongan ini adalah timbal, merkurium (I) raksa dan perak.
Golongan II, kation golongan ini tidak beraksi dengan asam klorida, tetapi
membentuk endapan dengan hidrogen sulfida, dalam suasana asam mineral encer.
Ion-ion golongan ini adalah merkurium (II), tembaga, bismut, kadmium, arsenik
(III), arsenik (V), stibium (III), stibium (V), timah (II), dan timah (III)(IV).
Golongan III, kation golongan ini tek bereaksi dengan asam klorida encer, atau
dengan hidrogen sulfida dalam suasana asam mineral encer. Namun, kation ini
membentuk endapan dengan amonium sulfida dalam suasana netral atau
amoniakral. Kation-kation golongan ini adalah kobalt (II), nikel (II), besi (III),
kromium (III), aluminium, zink dan mangan (II). Golongan IV, kation golongan
ini beraksi dengan reagensia golongan I, II, dan III. Kation-kation golongan ini
adalah kalisum, stronsium dan barium. Terakhir golongan V, kation-kation yang
umum tidak bereaksi dengan reagensia golongan sebelumnya, merupakan
golongan kation terakhir yang memiliki ion-ion magnesium, natrium, kalium,
amonium, litium, dan hidrogen.
Analisis campuran kation-kation memerlukan pemisahan kation secara
sistematik dalam golongan dan selanjutnya diikuti masaing-masing golongan ke
dalam sub golongan dan komponen-konponennya. Pemisahan dalam golongan
didasarkan pada perbedaan sifat kimianya dengan cara menambahkan reaksi yang
akan mendapatkan ion tertentu dan memisahkan dari ion-ion lainnya. Sebagai
suatu gambaran, penambahan HCl dalam larutan yang mengandung semua ion
hanya akan mengendapkan klorida dan ion timbal. (Pb2+), perak (Ag+), dan raksa
(Hg2+). Setelah ion-ion diendapkan dan dipisahkan, ion-ion lain yang ada dalam
larutan tersebut dapat diendapkan dengan penambahan H2S dalam suasana
asam.setelah endapan dipisahkan, perlakuan selanjutnya dengan pereaksi tertentu
memungkinkan terpisahnya golongan lain. Umumnya penggolongan kation
berdasarkan atas perbedaan kelarutan kation-kation tersebut dalam klorida, sulfida
dan karbonat. Jadi dalam analisis kuantitatif sistematik, kation-kation
diklasifikasikan dalam lima golongan berdasarkan sifat-sifat kation terhadap
beberapa peraski antara lain asam klorida, amonium sulfida dan amonium
karbonat (Harjadi, 1986).
2.13 Standardisasi Larutan
Proses dengan mana konsentrasi suatu larutan dipastikan dengan tepat
dikenal sebagai standardisasi. Suatu larutan standar kadang-kadang dapat
disiapkan dengan melarutkan suatu sampel zat terlarut yang diinginkan, yang
ditimbang dengan tepat, dalam volume larutan yang diukur dengan tepat. Tetapi
metode ini tidak dapat diterapkan secara umum, karema relatif hanya sedikit
reagensia kimia dapat diperoleh dalam bentuk yang cukup murni memenuhi
tuntutan si analis mengenai ketepatan (actually). Sedikit zat yang memadai dalam
pertimbangan ini disebut standar primer. Lebih lazim atau larutan distandarkan
oleh suatu titrasi dalam mana larutan itu bereaksi dengan sebobot tertentu standar
primer (Underwood, 1986).
Reaksi antara titran dan zat yang dipilih sebagai suatu standar primer
hendaknya memenuhi persyaratan untuk analisis titrimetrik. Lagi pula standar
primer itu haruslah mempunyai karakteristik berikut:
1. Harus tersedia dengan mudah dalam bentuk murni atau dalam keadaan
kemurnian tertentu yang diketahui dengan harga yang wajar. Pada
umumnya, banyaknya ketidakmurnian tak boleh melebihi 0,0017%-0,02%,
dan harus dimungkinkan untuk menguji ketidakmurnian secara kualitatif
dengan kepekaan yang diketahui.
2. Zat itu haruslah stabil, mudah dikeringkan dan tak boleh terlalu
higroskopik sehingga menyerap air, sementara ditimbang tak boleh susut
bila dibiarkan diudara. Biasanya hidrat garam tidak digunakan sebagai
standar primer.
3. Diinginkan agar standar primer itu mempunyai bobot ekivalen yang wajar
tingginya agar galat dalam penimbangan dapat diminimumkan.
Untuk titrasi pengendapan dan pembentukan kompleks, garam murni
biasanya digunakan sebagai standar primer. Natrium atau kalium klorida dapat
digunakan untuk menstandarkan suatu larutan perak nitrat, dengan reaksi:
Ag+ + Cl-  AgCl(s)..............................................................................(2.19)

Kalsium karbonat, CaCO3 digunakan sebagai suatu standar primer untuk larutan
zat pengompleks, asam etilenadiaminatetrasetat (EDTA). Reaksinya:

Ca2+ + Y4  CaY2-................................................................................(2.20)

Dengan Y4- lambang untuk anion etilenadiaminatetrasetat EDTA.

2.14 Titrasi Balik


Seringkali analisis “melewati” titik akhir yakni menambahkan titran terlalu
banyak dan kemudian “mentitrasi balik” dengan larutan kedua. Ia harus tahu
normalitas larutan kedua ini dan titran.
Kadang-kadang nyaman atau perlu untuk menambahkan kelebihannya,
dengan suatu larutan dengan konsentrasi yang diketahui. Contohnya dalam
metode Volhard untuk klorida, kelebihan perak nitrat ditambahkan untuk
mengendapkan klorida.
Ag + Cl-  AgCl(s)................................................................................(2.21)

Kelebihan peraknya dititrasi dengan larutan kalium tiosianat

Ag+ + SCN-  AgSCN(s)....................................................................(2.22)

Besi (II) digunakan sebagai indikator. Contoh berikut ini melukiskan standardisasi
larutan perak nitrat untuk mengendapkan terhadap natrium klorida dengan
menggunakan metode Volhard.

2.15 Pengenceran
Teknik ini teristimewa bermanfaat dalam prosedur spektrofotometri untuk
menyesuaikan konsentrasi zat terlarut sehingga galat dalam mengukur absorbans
larutan dapat diminimalkan.
Karena tak terjadi reaksi kimia, mol, atau milimol dalam zat terlarut,
larutan asli haruslah sama dengan mol atau milimol dalam larutan akhir
V1×M1=V2×M2 ...............................................................................(2.23)
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Peralatan yang Digunakan Analisa Konsentrasi CO2 dalam Air Mineral
dan Air Keran
1. Buret
2. Statif
3. Gelas kimia
4. Gelas ukur
5. Pipet tetes
6. Pipet volum
7. Bola penghisap
8. Aluminium foil
9. Corong
3.1.2 Peralatan yang Digunakan Analisa Konsentrasi NaOH dalam Air Garam
dan Air Mineral
1. Buret
2. Statif
3. Gelas kimia
4. Gelas ukur
5. Pipet tets
6. Pipet volum
7. Bola penghisap
8. Aluminium foil
9. Corong
3.1.3 Bahan yang Digunakan Analisa Konsentrasi CO 2 dalam Air Mineral dan
Air Keran
1. 5 ml air keran
2. 5 ml air mineral
3. Indikator fenolfthalein 1%
4. Natrium hidroksida (NaOH) 2N
3.1.4 Bahan yang Digunakan Analisa Konsentrasi NaOH dalam Air Garam dan
Air Mineral
1. 10 ml air garam
2. 10 ml air mineral
3. Indikator fenolfthalein 1%
4. Metyl orange
5. Asam klorida (HCl) 0,1N

3.2 Prosedur Kerja


3.2.1 Analisa Konsentrasi CO2 dalam Air Mineral dan Air Keran
Adapun prosedur kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Masing-masing sampel dimasukkan kedalam gelas ukur sampai 5 ml,
kemudian dimasukkan kedalam gelas kimia.
2. Kemudian sampel ditambahkan indikator PP 1% sebanyak 3 tetes.
3. Sampel dititrasi dengan larutan NaOH 3N sampai end point (berubah
warna).
4. Dihitung berapa volume titran yang dihabiskan.
5. Dihitung kadar CO2 menggunakan rumus:
Mg A×N×44
( ppm ) = ×1000
L Sampel(ml)
3.2.2 Analisa Konsentrasi NaOH dalam Air Garam dan Air Mineral
1. Masing-masing sampel dimasukkan kedalam gelas ukur sampai 10 ml,
kemudian dimasukkan kedalam gelas kimia.
2. Ditambahkan larutan Na2S2O3 sebanyak 1 ml.
3. Kemudian sampel ditambahkan indikator PP 1% sebanyak 3 tetes.
4. Sampel dititrasi dengan HCl 0,1N sampai end point (berubah warna).
5. Sampel yang telah dititrasi ditambahkan metyl orange sebanyak 3 tetes,
kemudian dititrasi kembali.
6. Dicatat volume titran yang dihabiskan.
7. Dihitung kadar NaOH menggunakan rumus:
V×N×BE
ppm= ×1000
Sampel(ml)

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil pengamatan dari percobaan yang telah dilakukan dapat dilihat dari
tabel 4.1 dan 4.2 berikut :
Tabel 4.1 Hasil Percobaan Analisa Konsentrasi CO2 dalam Air Mineral dan Air
Keran

No Sampel Cara Keterangan Volume Keterangan Kadar CO2


Kerja NaOH (ppm)
(ml)
I II I II
1 Air 5 ml Warna 0,6 0,3 Warna pink 1056 5280
Keran air bening 0
keran
+3
tetes
indika
tor PP
2 Air 5 ml Warna 0,3 0,2 Warna pink 5280 3250
Mineral air bening
miner
al + 3
tetes
indika
tor PP

Tabel 4.2 Hasil Percobaan Analisa Konsentrasi NaOH dalam Air Gara dan Air
Mineral

No Sampel Cara Kerja Keterangan Volume Keterangan Kadar


HCl (ml) setelah NaOH
ditambah (ppm)
I II MO I II
1 Air 10 ml air Warna pink 0,2 0,2 Orange 80 80
garam garam+
1ml thio+
3 tetes
indikator
PP
2 Air 10 ml air Warna pink 0,1 0,1 40 40
mineral mineral+1
ml thio+3
tetes
indikator
pp

4.2 Pembahasan
Pada percobaan analisa konsentrasi ada dua yang dianalisa, yang pertama
analisa konsentrasi CO2 dalam air. Sampel dalam percobaan pertama adalah air
keran dan air mineral. Yang pertama akan dianalisa kadar CO 2 adalah sampel air
keran, langkah pertama yang dilakukan adalah memasukkan air keran kedalam
gelas ukur sampai 5 ml, kemudian air keran dituangkan kedalam gelas kimia.
Setelah itu sampel ditambahkan indikator fenolfthalein (PP) 1% sebanyak 3 tetes.
Fungsi indikator ini adalah untuk mengetahui titik ekivalen. Kemudian sampel
dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH 2N. Sampel dititrasi hingga
mencapai end point, dan menghabiskan titran sebanyak 0,6 ml. Tanda tercapainya
end point yaitu dengan adanya perubahan warna menjadi pink. Perubahan warna
terjadi menandakan pH larutan menjadi meningkat. Karena dititrasi menggunakan
larutan basa maka pH sampel menjadi meningkat. Dan berdasarkan perhitungan
diperoleh kadar CO2 10.560 ppm. Percobaan diulangi menggunakan sampel yang
sama dan didapat kadar CO2 5.280 ppm. Perbedaan kadar CO2 yang diperoleh
disebabkan karena perbedaan titran yang dihabiskan pada saat proses titrasi.
Perbedaan titran yang dihabiskan bisa saja disebabkan karena pada saat telah
mencapai end point, terlambat menghentikan tetesan dari titrannya.
Sampel kedua yang dianalisa kadar CO2 adalah air mineral, langkah
pertama adalah memasukkan air mineral kedalam gelas ukur sampai 5 ml,
kemudian dituangkan kedalam gelas kimia. Setelah itu sampel ditambahkan
indikator fenolfthalein (PP) 1% sebanyak 3 tetes. Fungsi indikator disini adalah
untuk mengetahui titik ekivalen. Kemudian sampel dititrasi menggunakan larutan
NaOH 2N. Sampel dititrasi hingga mencapai end point, dan menghabiskan titran
sebanyak 0,3 ml. Perubahan warna yang terjadi saat end point menandakan pH
larutan menjadi meningkat. Dan berdasarkan perhitungan yang dilakukan
diperoleh kadar CO2 pada air mineral adalah 5.280 ppm. Percobaan diulangi
menggunakan sampel yang sama dan didapatkan kadar CO 2 pada air mineral
sebesar 3.250 ppm. Perbedaan kadar CO2 yang diperoleh disebabkan karena
perbedaan titran yang dihabiskan pada saat proses titrasi. Perbedaan titran yang
dihabiskan bisa saja disebabkan karena pada saat telah mencapai end point
terlambat menghentikan tetesan dari titrannya.
Dari hasil percobaan diketahui bahwa kadar CO 2 pada air keran lebih
tinggi dari air mineral. Dari hasil rata-rata diperoleh kadar CO 2 pada air keran
7.920 ppm dan pada air mineral 4.625 ppm.
Pada percobaan analisa konsentrasi NaOH pada air garam dan air mineral,
yang pertama akan dianalisa kadar NaOH adalah air garam. Langkah pertama
yang dilakukan adalah memasukkan air garam kedalam gelas ukur sampai 10 ml.
Kemudian air garam dituangkan kedalam gelas kimia. Setelah itu sampel
ditambahkan 1 ml Na2S2O3.5H2O 1N dan ditambahkan indikator fenolfthalein
(PP) 1% sebanyak 3 tetes. Warna larutan menjadi pink bening setelah
ditambahkan fenolfthalein (PP). Fungsi indikator pada percobaan ini adalah untuk
mempercepat tercapainya end point. Kemudian sampel dititrasi menggunakan
larutan HCl 0,1N hingga mencapai end point dan menghabiskan titran sebanyak
0,2 ml. Tanda tercapainya end point yaitu dengan adanya perubahan warna
menjadi bening kembali. Perubahan warna terjadi karena adanya perubahan pH.
Karena sampel dititrasi menggunakan larutan asam maka sampel menjadi bersifat
asam. Setelah dititrasi sampel ditambahkan metyl orange dan sampel berubah
warna menjadi orange. Perubahan warna terjadi menandakan larutan yang
awalnya asam menjadi sedikit basa, karena trayek pH metyl orange 3,1-4,4 akan
menjadi merah jika pH diatas 3,1 dan menjadi kuning jika pH diatas 4,4.
Berikutnya sampel dititrasi lagi menggunakan larutan HCl 0,1N sampai end point
dan menghabiskan titran sebanyak 0,4 ml. Tanda tercapainya end point adalah
adanya perubahan warna menjadi pink. Berdasarkan perhitungan diperoleh kadar
NaOH pada air garam adalah 80 ppm. Percobaan diulangi menggunakan sampel
yang sama dan diperoleh kadar NaOH 40 ppm.
Sampel kedua yang dianalisa kadar NaOH adalah air mineral. Langkah
pertama yang dilakukan adalah memasukkan air mineral kedalam gelas ukur
sampai 10 ml. Kemudian air mineral dituangkan kedalam gelas kimia. Setelah itu
sampel ditambahkan 1 ml Na2S2O3.5H2O 1N dan ditambahkan indikator
fenolfthalein (PP) 1% sebanyak 3 tetes. Fungsi indikator pada percobaan ini
adalah untuk mengetahui titik ekivalen. Kemudian sampel dititrasi dengan larutan
HCl 0,1N. Sampel dititrasi hingga mencapi end point dan menghabiskan titran
sebanyak 0,1 ml. Tanda tercapainya end point yaitu dengan adanya perubahan
warna menjadi bening dan konstan (tidak terjadi perubahan warna lagi saat titran
jatuh). Perubahan warna terjadi karena adanya perubahan pH. Sampel yang
awalnya basa menjadi asam. Setelah dititrasi sampel ditambahkan metyl orange
dan sampel berubah warna menjadi orange. Perubahan warna menandakan larutan
yang awalnya asam menjadi basa. Sampel dititrasi kembali dengan larutan HCl
0,1N sampai end point dan menghabiskan titran sebanyak 0,8 ml. Tanda
tercapainya end point adalah perubahan warna menjadi pink. Berdasarkan
perhitungan diperoleh kadar NaOH pada air keran 40 ppm. Percobaan diulangi
menggunakan sampel yang sama dan diperoleh kadar NaOH 40 ppm.
Dari percobaan yang telah dilakukan diketahui bahwa kadar NaOH pada
air garam lebih tinggi dari air keran. Dari hasil rata-rata diperoleh kadar NaOH
pada air garam 80 ppm dan pada air mineral 40 ppm.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Penambahan indikator PP pada percobaan berfungsi untuk mempercepat
tercapainya end point.
2. Kadar CO2 rata-rata pada air keran adalah 7920 ppm dan pada air mineral
adalah 4625 ppm.
3. Kadar NaOH rata-rata pada air garam adalah 80 ppm pada pada air
mineral adalah 40 ppm.

5.2 Saran
Selain metode titrasi ini, metode lain yang dapat digunakan adalah metode
titrasi argentometri. Tetapi metode ini hanya berlaku untuk yang menghasilkan
endapan bukan perubahan warna.

Anda mungkin juga menyukai