Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM PENGANTAR TEKNIK KIMIA II

ABSORPSI CO2 DENGAN AIR

Diajukan untuk memenuhi Tugas Laporan Praktikum Pengantar Teknik


Kimia II

Disusun Oleh :
Kelompok III (A3)

Nurrahmat Arif NIM. 170140094


Rahmadhani NIM. 170140100
Nova Nadya NIM. 170140101
Nur Rizqi Fattah Lubis NIM. 170140102
Muazzinah NIM. 170140103
Rinaldi Septianda NIM. 170140139

LABORATORIUM TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2020
ABSTRAK

Absorpsi adalah proses pemisahan campuran gas (absorbat) yang dikontakkan


dengan suatu cairan penyerap (absorben). Percobaan ini bertujuan untuk
menghitung laju absorpsi gas CO2 dalam air dengan metode titrasi dan
menghitung kadar CO2 terlarut. Percobaan absorpsi dilakukan 2 kali run dengan
laju alir berbeda pada waktu 15, 25, 35, 45 dan 55 menit serta mentitrasi sampel
dengan larutan NaOH. Hasil percobaan menunjukkan bahwa kadar CO 2 pada
absorbsi gas CO2 dengan air dipengaruhi oleh laju alir gas CO2 dan waktu operasi.
Semakin lama waktu operasi, maka semakin tinggi kadar CO 2 yang terserap oleh
pelarut. Kadar CO2 yang didapat yaitu sebesar 384,56 ppm.

Kata Kunci: Absorbat, Absorben, Absorpsi, Ppm dan Titrasi


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Judul Praktikum : Absorpsi CO2 dengan Air


1.2 Tanggal Praktikum : 20 Maret 2020
1.3 Pelaksana Praktikum : 1. Nurrahmat Arif NIM. 170140094
2. Rahmadhani NIM. 170140100
3. Nova Nadya NIM. 170140101
4. Nur Rizqi Fattah L. NIM. 170140102
5. Muazzinah NIM. 170140103
6. Rinaldi Septianda NIM. 170140139
1.4 Tujuan Praktikum : 1. Dapat mengoperasikan alat absorpsi gas.
2. Menghitung laju absorpsi gas CO2 dalam air
melalui analisis larutan yang keluar dari
kolom dengan metode titrasi.

41
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Absorpsi


Absorpsi merupakan salah satu proses purifikasi atau separasi dalam suatu
indutsri kimia dimana tercapat campuran gas dikontakkan dengan suatu cairan
penyerap tertentu sehingga satu atau lebih komponen gas tersebut akan larut
dalam cairannya. Absorpsi diartikan juga sebagai proses perpindahan massa dari
fasa gas ke fasa cair, dimana gas tersebut yang dapat larut di dalam fasa cairnya.
Zat yang menyerap disebut dengan absorben sedangkan zat yang terserap disebut
absorbat (Husnan dkk, 2015).
Menurut IUPAC, absorpsi merupakan proses suatu bahan (absorbat)
diretensi oleh bahan lain (absorben), ini dapat berupa larutan fisik gas, cairan, atau
padatan dalam cairan, atau pelarutan bahan pada permukaan padatan melalui gaya
fisika,dan lain-lain. Dalam spektrofotometri, absorpsi cahaya pada panjang
gelombang tertentu digunakan untuk mengidentifikasi sifat kimia suatu molekul,
atom atau ion dan untuk mengukur konsentrasi spesies-spesies ini. Jika absorpsi
adalah suatu proses fisika yang tidak berhubungan dengan proses fisika atau
kimia, biasanya ia memenuhi hukum distribusi Nernst, “perbandingan konsentrasi
beberapa zat terlarut dalam dua fase ruah yang saling kontak pada kesetimbangan
adalah konstan untuk zat terlarut dan fase ruah tertentu”.

= konstan = KN (x,12)……….…………………………………….(2.1)

Nilai konstanta KN bergantung pada suhu dan disebut koefisien partisi.


Persamaan ini valid jika konsentrasi tidak terlalu besar dan jika spesies “x” tidak
berubah bentuk dalam kedua fase. Jika molekul semacam ini mengalama asosiasi
atau disosiasi, maka persamaan ini tetap dapat menjelaskan kesetimbangan antara
“x” dalam kedua fase, tetapi hanya untuk bentuk yang sama. Konsentrasi seluruh
bentuk yang tersisa harus dikalkulasi dengan melibatkan kesetimbangan secara
keseluruhan. Dalam kasus absorpsi gas, perhitungan konsentrasi dapat dilakukan

42
43

dengan menggunakan hukum gas ideal atau dengan cara lainnya dapat digunakan
tekanan parsial untuk menggantikan konsentrasi (Wikipedia, 2020).

2.2 Macam-Macam Proses Absorpsi


Pada absorpsi ada dua macam proses, yaitu:
1. Absorpsi fisik
Absorpsi fisik merupakan absorpsi dimana gas terlarut dalam cairan
penyerap tidak disertai dengan reaksi kimia. Contoh absorpsi ini adalah absorpsi
gas H2S dengan air, metanol, propilen dan karbonat. Penyerapan terjadi karena
adanya interaksi fisik, difusi gas ke dalam air, atau pelarutan gas ke fase cair. Dari
absorpsi fisik ini ada beberapa teori untuk menyatakan model mekanismenya,
yaitu:
 Teori model film
 Teori penetrasi
 Teori permukaan yang diperbaharui.
(Hadiyanto dkk, 2001)

2. Absorpsi kimia
Absorpsi kimia merupakan absorpsi dimana gas terlarut didalam larutan
penyerap disertai dengan adanya reaksi kimia. Contoh absorpsi ini adalah absorpsi
dengan adanya larutan MEA, NaOH, K2CO3, dan sebagainya. Aplikasi dari
absorpsi kimia dapat dijumpai pada proses penyerapan gas CO 2 pada pabrik
amoniak. Penggunaan absorpsi kimia pada fase kering sering digunakan untuk
mengeluarkan zat terlarut secara lebih sempurna dari campuran gasnya.
Keuntungan absorpsi kimia adalah meningkatnya koefisien perpindahan massa
gas, sebagian dari perubahan ini disebabkan makin besarnya luas efektif
permukaan. Absorpsi kimia dapat juga berlangsung di daerah yang hamper
stagnan disamping penangkap dinamik (Hadiyanto dkk, 2001).
44

2.3 Absorben
Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan
diabsorpsi pada permukaannya, baik secara fisik maupun secara reaksi kimia.
Absorben sering disebut juga sebagai cairan pencuci. Persyaratan absorben yaitu
memiliki daya melarutkan bahan yang akan diabsorpsi yang sebesar mungkin
(kebutuhan akan cairan lebih sedikit, volume alat lebih kecil), selektif, memiliki
tekanan uap yang rendah, tidak korosif, mempunyai viscositas yang rendah, stabil
secara termis, dan murah. Jenis-jenis bahan yang dapat digunakan sebagai
absorben adalah air (untuk gas-gas yang dapat larut, atau untuk pemisahan
partikel debu dan tetesan cairan), natrium hidroksida (untuk gas-gas yang dapat
bereaksi seperti asam) dan asam sulfat untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti
basa) (Chemeng, 2013).

2.3.1 Sifat-Sifat Absorben


Sifat-sifat absorben diantaranya sebagai berikut:
1. Absorben yang baik harus memiliki daya larut yang tinggi terhadap
komponen yang hendak ditransfer (solute). Kelarutan yang tinggi dapat
dicapai dengan melibatkan reaksi kimia, namun jika digunakan reaksi
kimia, reaksi tersebut harus reversible pada suhu tinggi, sehingga solute
dapat diambil lagi dari absorben.
2. Absorben semestinya bersifat non-volatil, untuk mengurangi hilangnya
absorben bersama gas.
3. Absorben juga harus murah, karena hilangnya sejumlah absorben tidak
terhindarkan
4. Absorben harus bersifat non-korosif, inert, kecuali terhadap solute
5. Memiliki viskositas yang rendah pada kondisi operasi
6. Memiliki titik beku rendah
45

2.3.2 Jenis-Jenis Absorben


Ada 2 jenis absorben yang biasa digunakan, yaitu :
1. Absorben polar
Absorben polar disebut juga hydrophilic. Jenis absorben yang termasuk
kedalam kelompok ini adalah silica gel, alumina aktif dan zeolit. Absorben polar
akan mempunyai kecenderungan menyerap lebih kuat absorbat polar
dibandingkan absorben non polar.
2. Absorben non-polar
Absorben non-polar disebut juga hydrophobic. Jenis absorben yang
termasuk kedalam kelompok ini adalah polimer absorben dan karbon aktif.
Absorben yang paling banyak digunakan untuk menyerap zat-zat dalam larutan
adalah arang. Karbon aktif yang merupakan contoh absorpsi, yang biasanya dibuat
dengan cara membakar tempurung kelapa atau kayu dengan persediaan udara
(oksigen) yang terbatas. Tiap partikel absorben dikelilingi oleh molekul yang
diserap karna terjadi interaksi tarik-menarik. Zat ini banyak dipakai di pabrik
untuk menghilangkan zat-zat warna dalam larutan. Penyerapan bersifat selektif,
yang diserap hanya zat terlarut atau pelarut sangat mirip dengan penyerapan gas
oleh zat padat (Saragih, 2008).

2.4 Prinsip Absorbsi


Udara yang mengandung komponen terlarut (misalnya CO 2) dialirkan ke
dalam kolom pada bagian bawah dari atas dialirkan air. Pada saat udara dan air
bertemu dengan kolom isian, akan terjadi perpindahan massa. Dengan
menganggap udara tidak larut dalam air (sangat sedikit larut), maka hanya gas
CO2 saja yang berpindah ke dalam fase air (terserap). Semakin ke bawah, aliran
air semakin kaya CO2. Semakin ke atas, aliran udara semakin miskin CO2.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada operasi absorpsi adalah sebagai
berikut:
1. Laju alir air. Semakin besar penyerapan maka akan semakin baik.
2. Komposisi dalam aliran air. Jika terdapat senyawa yang mampu bereaksi
dengan CO2 maka penyerapan lebih baik.
46

3. Suhu operasi. Semakin rendah suhu operasi, maka penyerapan semakin


baik.
4. Tekanan operasi. Semakin tinggi tekanan operasi, maka penyerapan
semakin baik sampai pada batas tertentu. Diatas tekanan maksimum
(untuk hidrokarbon biasanya 4000-5000 kpa), penyerapan lebih buruk.
5. Laju alir gas. Semakin besar laju alir gas, maka penyerapan semakin
buruk.
(Chemeng,2013)

2.5 Absorpsi Gas


Absorbsi gas merupakan proses kontak antara campuran gas dan cairan
yang bertujuan menghilangkan salah satu komponen gas dengan cara
melarutkannya menggunakan cairan yang sesuai. Proses absorbsi ini melibatkan
difusi partikel-partikel gas ke dalam cairan. Secara umum, faktor-faktor yang
mempengaruhi absorbsi adalah kelarutan (solubility) gas dalam pelarut dalam
kesetimbangan, tekanan operasi, serta temperatur. Pada umumnya, naiknya
temperatur menyebabkan kelarutan gas menurun (Sutrasno dkk, 2007).
Terdapat beberapa teknologi pemisahan (absorpsi) gas CO2 seperti
absorpsi fisika, absorpsi kimia dan membran. Dari berbagai teknolgi tersebut,
absorpsi dengan pelarut kimia telah dipelajari lebih lanjut dan terbukti teknologi
yang paling efektif dan cocok. Adapun pelarut yang banyak digunakan yaitu air,
dan pelarut alkanolamina seperti monoetanolamina (MEA), dietanolamina (DEA)
dan metiletanolemina (MDEA) (Yansen dkk, 2017).
Salah satu metode yang kini berkembang dalam proses pemisahan CO2
dari campuran gas adalah dengan menggunakan membran sebagai kontaktor gas-
cair. Metode ini adalah pengembangan dari penggunaan membran konvensional
yang selama ini lebih sering digunakan untuk proses filtrasi serta osmosis balik
pada pengolahan air (water treatment) (Sutrasno dkk, 2007).
Pada absorpsi gas CO2 menggunakan pelarut air, CO2 bereaksi dengan air
melalui persamaan sebagai berikut:
CO2 + H2O ↔ H2CO3 ↔ H+ + HCO3- ...............................................(2.2)
47

Reaksi CO2 dengan air tersebut merupakan reaksi kesetimbangan, di mana


konstanta kesetimbangannya sangat kecil sehingga pembentukan H+ dan HCO3-
juga sangat kecil. Karena itu, proses absorbsi CO2 dengan air lebih dinyatakan
sebagai absorbsi fisika, bukan absorbsi kimia.
Menurut sutrasno, dalam studi penyerapan gas CO 2 dari campurannya
dengan CH4 atau N2 menggunakan pelarut air melalui kontaktor membran serat
berongga. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pada jumlah serat
yang sama, bertambah besar dengan semakin meningkatnya kecepatan aliran
pelarut yang melewati kontaktor. Sementara itu, pada kecepatan aliran pelarut
yang sama, fluks dan koefisien perpindahan massanya berkurang dengan
bertambahnya jumlah serat membran di dalam kontaktor. Penurunan tekanan
antara cairan masuk dan keluar kontaktor yang terjadi semakin besar dengan
naiknya laju alir pelarut dan jumlah serat yang terdapat di dalam kontaktor
membran. Untuk setiap kontaktor dengan jumlah serat yang berbeda, hubungan
friksi dengan bilangan Reynolds yang terjadi memiliki tren yang sama, bahwa
semakin besar bilangan Reynolds faktor friksi yang terjadi semakin kecil. Rasio
faktor friksi kontaktor membran yang digunakan dengan faktor friksi pada pipa
halus berdasarkan hasil eksperimen berkisar antara 4 hingga 15 kali lebih besar
(Sutrasno dkk, 2007).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat-alat
Adapun alat-alat yang digunakan sebagai berikut:
1. Unit peralatan absorpsi gas 1 unit
2. Erlenmeyer 500 ml 4 unit
3. Buret 50 ml 1 unit
4. Pipet tetes 1 unit
5. Pipet volume 10 ml 1 unit
6. Bola penghisap 1 unit
7. Stopwatch 1 unit

3.1.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah:
1. Gas CO2
2. Indikator phenolphtalein (pp)
3. Larutan standar NaOH 0,04 M

3.2 Prosedur Kerja


Adapun prosedur kerja yag dilakukan dalam percobaan ini adalah :
3.2.1 Percobaan Absorpsi
Adapun prosedur kerja yang dilakukan sebagai berikut :
1. Isi tangki reservoir dengan air hingga ¾ penuh, catat volumenya sebagai
VT. Terlebih dahulu dilakukan titrasi pada air sebagai titrasi blanko.
2. Pastikan valve air gas (V7) tertutup, valve keluaran sampel V5 dan V6
terbuka. Aliran air dengan menghidupkan pompa dan laju alir diatur
menggunakan pengatur valve air (V1) sesuai penugasan.

48
49

3. Buka valve pengatur tekanan tabung gas CO2 dengan hati-hati dan atur laju
alir gas dengan V7 sesuai penugasan.
4. Setelah waktu operasi tercapai, ambil sampel dari kran sampel sesuai
dengan selang waktu yang ditentukan.
5. Diambil 50 ml sampel dalam tabung tertutup pada setiap waktu dan
dilakukan analisa volumetric terhadap sampel.

3.2.2 Penentuan CO2 Terlarut


Adapun prosedur kerja yang dilakukan sebagai berikut :
1. Ambil sampel masing-masing sebanyak 400 ml.
2. Pipet segera masing-masing sampel 10 ml ke dalam erlenmeyer 500 ml.
3. Teteskan 2-3 tetes indikator pp, jika terbentuk warna merah dengan segera
maka tidak ada CO2 bebas.
4. Titrasi sampel (tidak berwarna) dengan larutan NaOH satandar sampai
terbentuk warna merah muda yang tidak hilang 30 detik. Catat volume
alkali yang dibutuhkan (VB).
5. Untuk memperoleh hasil yang baik, gunakan warna pembanding standar
yang dibentuk dari natrium bicarbonate dengan pp dalam jumlah yang
sama.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Adapun hasil yang didapat dalam percobaan ini ditunjukkan pada Tabel
4.1 dan Tabel 4.2
Tabel 4.1 Hasil Percobaan Absorpsi CO2 dengan Air pada sampel Fs=1 L/menit,
Fsg=1 L/menit
Waktu V titran Kadar CO2 Efesiensi Kadar
No Fs Fsg
(Menit) (ml) (ppm) CO2 (%)
1 15 1 1 30 122,76 8,13
2 25 1 1 34,6 143 6,907
3 35 1 1 40 166,76 5,86
4 45 1 1 48,4 203,72 4,75
5 55 1 1 69,3 295,68 3,22

Tabel 4.2 Hasil Percobaan Absorpsi CO2 dengan Air pada sampel Fs=2 L/menit,
Fsg=1 L/menit
Waktu V titran Kadar CO2 Efesiensi Kadar
No Fs Fsg
(Menit) (ml) (ppm) CO2 (%)
1 15 2 1 34,9 144,32 6,840
2 25 2 1 50 210,76 4,58
3 35 2 1 68,2 293,04 3,25
4 45 2 1 75,3 322,08 2,95
5 55 2 1 89,5 384,56 2,461

4.2 Pembahasan
Percobaan absorpsi disini bertujuan untuk menghitung laju absorpsi CO 2
dalam air melalui metode titrasi. Absorpsi gas CO 2 ini menggunakan pelarut
(solvent) air yang telah diukur kadar CO2 terlarut nya sebesar 9,24 ppm.

50
51

Percobaan ini dilakukan sebanyak 2 kali run dengan variasi waktu yang sama
yaitu 15, 25, 35, 45 dan 55 menit.

4.2.1 Hubungan antara Waktu terhadap Kadar CO2


Adapun hubungan antara waktu kontak dan flowrate air terhadap kadar
CO2 yang diserap dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut :

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Waktu Vs Kadar CO2

Pada run I (Fs air 1 L/menit & Fsg 1 L/menit) dengan volume titran 30 ml
kadar CO2 pada waktu 15 menit atau disebut dengan kadar blanko adalah 122,76
ppm. Pada waktu 25 menit kadar CO 2 yang didapat dengan volume titran 34,6 ml
sebesar 143 ppm, waktu 35 menit kadar CO 2 dengan volume titran 40 ml sebesar
166,76 ppm, waktu 45 menit kadar CO 2 dengan volume titran 48,4 ml sebesar
203,72 ppm dan waktu 55 menit kadar CO2 dengan volume titran 69,3 ml yang
didapatkan mengalami kenaikkan yaitu 295,68 ppm.
Pada run II (Fs air 2 L/menit & Fsg 1 L/menit) dengan volume titran 34,9
ml kadar CO2 pada waktu 15 menit atau disebut dengan kadar blanko adalah
144,32 ppm. Pada waktu 25 menit kadar CO2 yang didapat dengan volume titran
50 ml sebesar 210 ppm, waktu 35 menit kadar CO 2 dengan volume titran 68,2 ml
sebesar 293,04 ppm, waktu 45 menit kadar CO 2 dengan volume titran 75,3 ml
sebesar 322,08 ppm dan waktu 55 menit kadar CO 2 dengan volume titran 89,5 ml
yang didapatkan mengalami kenaikkan yaitu 384,56 ppm.
52

Berdasarkan hasil diatas menunjukkan bahwa semakin lama waktu maka


semakin tinggi kadar CO2 yang terserap oleh pelarut (solvent). Hal ini dikarenakan
pelarut akan lebih sering bersentuhan dengan bahan yang terlarut (solute).
Perbandingan antara run I dan run II didapatkan hasil kadar CO2 dan volume titran
yang digunakan pada run II lebih besar dari pada run I, dikarenakan laju alir pada
run II lebih besar sehingga penyerapan kadar gas CO 2 lebih banyak. Hal ini sesuai
dengan jurnal Absorbsi CO2 Dari Campurannya Dengan CH4 Atau N2 Melalui
Kontaktor Membran Serat Berongga Menggunakan Pelarut. Dalam jurnal
menyatakan bahwa koefisien perpindahan massa (berupa CO 2) berbanding lurus
dengan flowrate pelarut dan mampu meningkatkan penyerapan CO2 (Sutrasno
dkk, 2007).
Dalam percobaan yang dilakukan volume titran juga berpengaruh terhadap
penyerapan CO2. Semakin besar volume titran maka kadar penyerapan CO2
semakin tinggi. Penyebab dari naik nya kadar dikarenakan kinerja pada alat
absorbsi telah mengalami distribusi sempurna, sehingga packing didalam absorbsi
mengalami kontak antara air dan CO2 yang membuat air menyerap CO2 dengan
menghasilkan efisiensi maksimum yang dicapai.

4.2.2 Hubungan antara Waktu terhadap Efisiensi Kadar CO2


Adapun hubungan waktu kontak dan flowrate air terhadap effisiensi kadar
CO2 yang dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut:

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Waktu Vs Efisiensi Kadar CO2


53

Gambar 4.2 diatas menunjukkan hubungan antara waktu absorbsi dengan


besarnya efisiensi penyerapan CO2 yang diserap oleh air. Efisiensi penyerapan
CO2 terhadap waktu adalah ketepatan air sebagai solvent untuk menyerap gas CO2
berdasarkan waktu yang telah ditentukan. Pada run I (Fs air 1 L/menit & CO 2 1
L/menit) kadar CO2 pada waktu 15 menit efisiensi penyerapan CO2 yang
didapatkan yaitu 8,13 %. Kemudian pada waktu 25 menit efisiensi penyerapan
CO2 menjadi 6,907 %. Selanjutnya pada waktu 35 menit efisiensi penyerapan CO2
mengalami penurunan menjadi 5,86 %. Pada waktu 45 menit yaitu 4,75 %, dan
mengalami penurunan secara terus menerus menjadi 3,22 % pada waktu 55 menit.
Kemudian pada run II (Fs air 2 L/menit & CO2 1 L/menit) kadar CO2 Pada
waktu 15 menit efisiensi penyerapan CO2 yang didapatkan yaitu 6,840 %.
Kemudian pada waktu 25 menit efisiensi penyerapan CO2 menjadi 4,58 %.
Selanjutnya pada waktu 35 menit efisiensi penyerapan CO 2 mengalami penurunan
menjadi 3,25 %. Pada waktu 45 menit yaitu 2,95 %, dan mengalami penurunan
secara terus menerus menjadi 2,461 % pada waktu 55 menit.
Terlihat pada grafik diatas, pada run I didapatkan titik tertinggi dalam
efisiensi penyerapan CO2 berturut-turut terletak pada waktu 15 menit sebesar 8,13
% dan pada run II berada pada waktu 15 menit sebesar 6,840 %. Hal ini
dikarenakan kinerja pada alat absorpsi telah mengalami distribusi sempurna.
Sehingga packing didalam absorpsi mengalami kontak antara air dan CO 2 yang
membuat air menyerap CO2 dengan menghasilkan efisiensi maksimum yang
dicapai. Kemudian penurunan disebabkan karena air yang digunakan sebagai
solvent atau sebagai media penyerap gas CO2 di recycle kedalam tabung absorben
mengalami kejenuhan. Akibatnya efisiensi atau ketepatan air tersebut dalam
mengabsorbsi CO2 mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena laju alir
meningkatkan turbulensi aliran yang semakin besar sehingga gaya gesek antar
molekul semakin besar dan mengakibatkan penurunan tekanan yang semakin
tinggi (Novi Sylvia, 2018).
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh kesimpulan:
1. Semakin lama waktu operasi maka semakin tinggi kadar CO2 yang terserap
oleh pelarut yaitu pada waktu 55 menit.
2. Laju alir yang besar dapat menyerap CO2 yang lebih banyak yaitu pada run
II dengan laju alir air 2 L/menit.
3. Semakin besar volume titran maka penyerapan CO2 semakin tinggi.
4. Semakin tinggi efisiensi kadar CO2 maka waktu yang diperlukan semakin
sedikit yaitu pada waktu 15 menit.
5. Kadar CO2 paling besar diperoleh pada run II yaitu pada waktu 55 menit
sebesar 384,56 ppm.
6. Efisiensi kadar CO2 paling tinggi diperoleh pada run I saat waktu 15 menit
yaitu sebesar 8,13%.
7. Volume titran paling besar diperoleh pada run II yaitu saat waktu 55 menit
sebesar 89,5 ml.

5.2 Saran
Pada praktikum absorbsi ini agar dijaga laju alir sesuai variabel operasinya
dan juga dapat menggunakan laju alir yang lebih besar.

54
DAFTAR PUSTAKA

Hadiyanto, dkk. 2001. Parameter Kga – Enhancement Factor dalam Sistem


Absorbsi Gas CO2 dengan Larutan NaOH. T. Kimia UNDIP. Vol. 5, No. 1
: 27-30.
Hasnan, dkk. 2015. Studi Pengaruh Variabel Laju Alir NaOH dalam Proses
Absorbsi Gas CO2. Teknik Kimia UNDIP : Semarang.
Saragih. 2008. Pembuatan dan Karakterisasi Karbon Aktif dari Batubara Riau
sebagai Absorben. Tesis Program Pasca Sarjana Bidang Ilmu Teknik
Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Sutrasno, dkk. 2007. Absorbsi CO2 dari Campurannya dengan CH4 atau N2
Melalui Kontaktor Membran Serat Berongga Menggunakan Pelarut Air.
Makara, Teknologi. Vol. 11, No.2 : 97-102.
Yansen, dkk. 2017. Simulasi Absorpsi Gas CO2 dengan Pelarut Dietanolamina
(DEA) Menggunakan Simulator Aspen Hysys. Jurnal Integrasi Proses. Vol.
6, No. 3 : 100-103.
Https://id.m.Wikepedia.org/wiki/Absorpsi_(kimia)(Diakses pada 23 Juni 2020).
Https://chemeng2301.blogspot.com/2013/05/absorpsi.html?m=1 (Diakses pada
23 Juni 2020).
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

LEMBAR DATA
MODUL PRAKTIKUM : Absorpsi Gas CO2 dengan Air
KELOMPOK : 3 (A3)
NAMA/NIM : 1. Nurrahmat Arif (170140094) 4. Rahmadhani (170140100)
2. Nur Rizqi F. Lbs (170140102) 5. Muazzinah (170140103)

3. Rinaldi Septianda (170140139) 6. Nova Nadya (170140101)

Tabel 1. Data Titrasi sampel dengan Fs=1 L/menit, Fsg=1 L/menit


Efesiensi
Waktu V titran Kadar CO2
No Fs Fsg Kadar CO2
(Menit) (ml) (ppm)
(%)
1 15 1 1 30 122,76 8,13
2 25 1 1 34,6 143 6,907
3 35 1 1 40 166,76 5,86
4 45 1 1 48,4 203,72 4,75
5 55 1 1 69,3 295,68 3,22

LA-I
Tabel 2. Data Titrasi Sampel dengan Fs=2 L/menit, Fsg=1 L/menit
Efesiensi
Waktu V titran Kadar CO2
No Fs Fsg Kadar CO2
(Menit) (ml) (ppm)
(%)
1 15 2 1 34,9 144,32 6,840
2 25 2 1 50 210,76 4,58
3 35 2 1 68,2 293,04 3,25
4 45 2 1 75,3 322,08 2,95
5 55 2 1 89,5 384,56 2,461

Lhokseumawe,

Asisten Dosen Pembimbing

( M. Firdaus Nuzula ) ( Dr. Lukman Hakim, ST., M. Eng )


NIM. 160140074 NIP. 197005082005011000

LA-II
LAMPIRAN B

PERHITUNGAN

 Menghitung Kadar Blanko


Diketahui: Vtitran = 2,1 ml
Ntitran = 0,04 N
BM CO2 = 44

Kadar blanko =

= 9,24 ppm

A. Run I
 Menghitung kadar CO2
a. Pada waktu 15 menit

Ppm = - kadar CO2 awal

= – 9,24 Ppm

= 122,76 ppm

b. Pada waktu 25 menit

Ppm = - kadar CO2 awal

LB-I
= – 9,24 Ppm

= 143 ppm

c. Pada waktu 35 menit

Ppm = - kadar CO2 awal

LB-II
LB-III

= – 9,24 Ppm

= 166,76 ppm

d. Pada waktu 45 menit

Ppm = - kadar CO2 awal

= – 9,24 Ppm

= 203,72 ppm

e. Pada waktu 55 menit

Ppm = - kadar CO2 awal

= – 9,24 Ppm

= 295,68 ppm

 Efisiensi Kadar CO2


a. Pada waktu 15 menit

= x 100%

= x 100%

= 8,13%
LB-IV

b. Pada waktu 25 menit

= x 100%

= x 100%

= 6,907%

c. Pada waktu 35 menit

= x 100%

= x 100%

= 5,86%

d. Pada waktu 45 menit

= x 100%

= x 100%

= 4,75%

e. Pada waktu 55 menit

= x 100%
LB-V

= x 100%

= 3,22%

B. Run I
 Menghitung kadar CO2
a. Pada waktu 15 menit

Ppm = - kadar CO2 awal

= – 9,24 Ppm

= 144,32 ppm

b. Pada waktu 25 menit

Ppm = - kadar CO2 awal

= – 9,24 Ppm

= 210,76 ppm

c. Pada waktu 35 menit

Ppm = - kadar CO2 awal

= – 9,24 Ppm

= 293,04 ppm
LB-VI

d. Pada waktu 45 menit

Ppm = - kadar CO2 awal

= – 9,24 Ppm

= 322,08 ppm

e. Pada waktu 55 menit

Ppm = - kadar CO2 awal

= – 9,24 Ppm

= 384,56 ppm

 Efisiensi Penyerapan CO2


a. Pada waktu 15 menit

= x 100%

= x 100%

= 6,84%

b. Pada waktu 25 menit


LB-VII

= x 100%

= x 100%

= 4,58%

c. Pada waktu 35 menit

= x 100%

= x 100%

= 3,25%

d. Pada waktu 45 menit

= x 100%

= x 100%

= 2,95%

e. Pada waktu 55 menit

= x 100%

= x 100%
LB-VIII

= 2,461%
LAMPIRAN C
GAMBAR ALAT

No. Nama dan Gambar Alat Fungsi


1. Unit peralatan absorpsi gas Sebagai tempat untuk melakukan
absorpsi

2. Erlenmeyer Sebagai tempat untuk membuat


larutan

3. Buret Untuk mentitrasi larutan

LC-I
LC-II

4. Pipet Tetes Untuk meneteskan atau mengambil


larutan dengan jumlah kecil

5. Pipet volume Untuk mengukur volume larutan

6. Bola penghisap Untuk menghisap larutan dari botol


larutan

7. Stopwatch Untuk menghitung lamanya waktu


yang diperlukan

Anda mungkin juga menyukai