PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISTIK
Dosen Pengampu :
Oleh Kelompok 11 :
Rombel E
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok Mata
Kuliah Psikologi Pendidikan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan bagi para pembaca dan penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
Mata Kuliah Psikologi Pendidikan yang telah memberi tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang penulis tekuni.
Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis
menyadari, makalah yang ditulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis nantikan demi kesempurnaan laporan ini.
Penulis
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses belajar mengajar merupakan aktivitas antara guru dengan siswa di dalam
kelas. Dalam proses itu terdapat proses pembelajaran yang berlangsung akibat
penyatuan materi, media, guru, siswa, dan konteks belajar. Proses belajar mengajar
yang baik adalah proses belajar yang dapat mengena pada sasaran melalui kegiatan
yang sistematis dan untuk itu sangatlah diperlukan keaktifan guru dan siswa untuk
menciptakan proses belajar mengajar yang baik tersebut.
Dalam proses belajar mengajar, strategi sangat dibutuhkan oleh guru dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Strategi merupakan cara atau keinginan guru dalam
membawa siswa menuju target yang diinginkan secara tepat.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, ada empat strategi
dasar dalam belajar mengajar. Strategi itu adalah: (1) mengidentifikasikan serta
menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian siswa
seperti yang diharapkan, (2) memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan
aspirasi dan pandangan hidup masyarakat, (3) memilih dan menetapkan prosedur,
metode dan tehnik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga
dapat dijadikan pegangan guru dalam melaksanakan pembelajaran, dan (4)
menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar
keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam mengevaluasi
kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya dijadikan umpan balik untuk kepentingan
kegiatan pembelajaran.
Konstruktivistik merupakan salah satu landasan berpikir pendekatan pengajaran
dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL), yaitu
pengetahuan yang dibangun oleh siswa sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-
fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus
mengkonstruksi pengetahuan itu, memberi makna melalui pengetahuan itu, kemudian
memberi makna melalui pengalaman nyata. Esensi dari teori konstruktivistik adalah
ide bahwa siswa harus menemukan dan mentranformasikan situasi kompleks ke
situasi lain dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
3
Dengan dasar tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses
“mengkonstruk” bukan “menerima” pengetahuan. Dalam proses pembelajaran siswa
membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses
belajar mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru.
Konstruktivistik menekankan pada prinsip belajar yang berpusat pada siswa
(student center). Siswa harus menjadikan informasi itu sebagai miliknya
sendiri. Dalam hal ini guru tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan
kepada siswa, melainkan siswalah yang harus membangun pengetahuan di dalam
benaknya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran konstruktivistik?
2. Apa saja prinsip-prinsip konstruktivistik ?
3. Bagaimana kedudukan konstruktivistik dalam pembelajaran ?
4. Apa saja kelebihan dan kekurangan teori psikologi belajar konstruktivistik?
5. Apa saja unsur-unsur dalam lingkungan pembelajaran konstruktivistik?
C. Tujuan
1. Memahami teori belajar konstruktivistik
2. Memahami prinsip-prinsip konstruktivistik
3. Memahami kedudukan konstruktivistik dalam pembelajaran
4. Memahami kelebihan dan kekurangan teori psikologi belajar konstruktivistik
5. Memahami unsur-unsur dalam lingkungan pembelajaran konstruktivistik
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
Constructivism (konstruktivisme) merupakan landasan berfikir (filosofi)
pembelajaran kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit
demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak
sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau
kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi
pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata (Trianto, 2010: 113).
Adapun ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivistik yaitu:
1. Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah ada
sebelumnya.
2. Belajar adalah merupakan penafsiran personal tentang dunia.
pengalaman.
4. Pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan (negoisasi) makna melalui
sendiri.
2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari
sendiri pertanyaannya.
3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep
secara lengkap.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
6
B. Peletak Dasar Paham Konstruktivistik
Ahli psikologi Eropa Jean Piaget dan Lev Vygotsky serta Ahli Psikologi Amerika
Jerome Bruner merupakan tokoh dalam pengembangan konsep konstruktivisme.
Mereka merupakan peletak dasar paham konstruktivisme dengan kajiannya bertahun-
tahun dalam bidang psikologi dan perkembangan intelektual anak.
Jean Piaget (1886-1980) adalah seorang ahli psikologi Swiss, yang mendalami
bagaimana anak berpikir dan berproses yang berkaitan dengan perkembangan
intelektual. Piaget menjelaskan bahwa anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan
secara terus menerus dan berusaha memahami dunia sekitarnya.
Lebih lanjut Piaget mengemukakan bahwa siswa dalam segala usia secara aktif
terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka
sendiri. Pengetahuan tidak statis tetapi secara terus menerus tumbuh dan berubah pada
saat siswa menghadapi pengalaman-pengalaman baru yang memaksa mereka
membangun dan memodivikasi pengetahuan awal mereka.
Lev Vygotsky (1896-1834) adalah ahli psikologi Rusia. Menurutnya
perkembangan intelektual anak terjadi pada saat berhadapan dengan pengalaman baru
dan menantang. Mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang muncul dari
pengalaman ini. Dalam upaya mendapatkan pengalaman baru, Individu mengkaitkan
pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah dimilikinya dan membangun
pengertian baru.
Jerome Bruner adalah seorang ahli psikologi Harvard. Jerome Bruner dan
koleganya mengemukakan teori pendukung penting yang kemudian dikenal sebagai
pembelajaran penemuan. Pembelajaran penemuan adalah suatu pembelajaran yang
menekankan pentingnya membantu siswa memahami struktur atau ide kunci dari
suatu disiplin ilmu, perlunya siswa aktif terlibat dalam proses pembelajarannya terjadi
melalui penemuan pribadi. Menurut Bruner bahwa menemukan sesuatu oleh murid
memakan waktu yang lebih banyak, apa yang dapat diajarkan dalam waktu 30 menit,
mungkin memerlukan 4-5 jam, yakni merumuskan masalah, merencanakan cara
memecahkannya, melakukan percobaan, membuat kesalahan, berpikir untuk
mengatasinya, dan akhirnya menemukan penyelesaiannya tak ternilai harganya bagi
cara belajar selanjutnya atas kemampuan sendiri.
7
Cara belajar yang terbaik menurut Bruner adalah memahami konsep, arti, dan
hubungan dan sampai pada suatu kesimpulan. Dengan teorinya: Free Discovery
Learning”, Bruner mengatakan bahwa: “Proses belajar akan berjalan dengan baik
dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu
konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam
kehidupannya” (Budiningsih, 2005: 43)
C. Prinsip-Prinsip Konstruktivistik
Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivistik yang diterapkan dalam belajar
mengajar adalah:
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan
keaktifan murid sendiri untuk menalar
3. Murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi
perubahan konsep ilmiah
4. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi
berjalan lancar.
5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
Dari prinsip-prinsip tersebut di atas hanya terdapat satu prinsip yang paling
penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada
siswa. Siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Seorang
guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi
menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan
dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka
sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga
itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.
8
D. Konstruktivistik dalam Pembelajaran
Kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari, ini merupakan
proses menyesuaikan konsep-konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang
telah ada dalam pikiran mereka. Dalam hal ini siswa membentuk pengetahuan mereka
sendiri dan guru membantu sebagai mediator dalam proses pembentukan itu. Proses
perolehan pengetahuan akan terjadi apabila guru dapat menciptakan kondisi
pembelajaran yang ideal yang dimaksud disini adalah suatu proses belajar.
Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah
memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut
akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru (Budiningsih,
2005: 59).
Kegiatan belajar dalam kelas konstruktivis adalah seorang guru tidak mengajarkan
kepada anak bagaimana menyelesaikan persoalan, namun mempresentasikan masalah
dan meng’encourage’ (mendorong) siswa untuk menemukan cara mereka sendiri
dalam menyelesaikan permasalahan. Ketika siswa memberikan jawaban, guru
mencoba untuk tidak mengatakan bahwa jawabannya benar atau tidak benar. Namun
guru mendorong siswa untuk setuju atau tidak setuju kepada ide seseorang dan saling
tukar menukar ide sampai persetujuan dicapai tentang apa yang dapat masuk akal
siswa.
Pendekatan konstruktivistik dalam pengajaran, merupakan penerapan
pembelajaran kooperatif secara luas, berdasarkan teori bahwa siswa lebih mudah
menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling
mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam
kelompok, untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks.
Sekali lagi, penekanan pada hakikat sosial dalam belajar dan penggunaan kelompok
sejawat untuk memodelkan cara berpikir dan sesuai dan saling mengemukakan dan
meluruskan kekeliruan pengertian atau miskonsepsi-miskonsepsi diantara mereka
sendiri. Dalam hal ini siswa dihadapkan pada proses berpikir teman sebaya mereka;
metode ini tidak hanya membuat hasil belajar terbuka untuk seluruh siswa tetapi juga
membuat proses berpikir siswa lain lebih terbuka untuk seluruh siswa.
9
Istilah kooperatif memberikan gambaran bahwa adanya hubungan yang terjadi
antara dua orang atau lebih. Hubungan ini dapat berupa kerjasama dan saling
membutuhkan dalam menghadapi dan memecahkan masalah yang mungkin timbul,
sehingga mereka yang terlibat didalamnya mempunyai keberanian dalam
memecahkan suatu permasalahan bahkan akan lebih muda dipecahkan.
Pembelajaran konstruktivistik meliputi empat tahapan yaitu:
1. Apersepsi.
Pada tahap ini dilakukan kegiatan menghubungkan konsepsi awal,
mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan dari materi sebelumnya yang merupakan
konsep prasyarat. Misalnya: mengapa baling-baling dapat berputar?
2. Eksplorasi.
Pada tahap ini siswa mengungkapkan dugaan sementara terhadap konsep yang
mau dipelajari. Kemudian siswa menggali menyelidiki dan menemukan sendiri
konsep sebagai jawaban dari dugaan sementara yang dikemukakan pada tahap
sebelumnya, melalui manipulasi benda langsung.
3. Diskusi dan Penjelasan Konsep.
Pada tahap ini siswa mengkomunikasikan hasil penyelidikan dan tamuannya,
pada tahap ini pula guru menjadi fasilitator dalam menampung dan membantu
siswa membuat kesepakatan kelas, yaitu setuju atau tidak dengan pendapat
kelompok lain serta memotivasi siswa mengungkapkan alasan dari kesepakatan
tersebut melalui kegiatan tanya jawab.
4. Pengembangan dan Aplikasi.
Pada tahap ini guru memberikan penekanan terhadap konsep-konsep esensial,
kamudian siswa membuat kesimpulan melalui bimbingan guru dan menerapkan
pemahaman konseptual yang telah diperoleh melalui pembelajaran saat itu melalui
pengerjaan tugas.
E. Kelebihan dan Kekurangan Teori Psikologi Belajar Konstruktivistik
Pada dasarnya tidak terdapat pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar
yang paling baik untuk semua materi pelajaran, yang ada adalah sesuai atau tidak
dengan materi pelajaran pada waktu dan kondisi pelaksanaannya. Oleh karena itu guru
diharapkan menguasai berbagai macam pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola
10
mengajar sebab setiap pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar memiliki
kelebihan dan kekurangan.
1. Kelebihan
Adapun kelebihan dari pembelajaran berdasarkan konstruktivistik adalah
sebagai berikut:
a. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara
siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar
siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki
kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk
membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang
siswa.
c. Memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat
11
a. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil
konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ilmuan sehingga
menyebabkan miskonsepsi.
b. Konstruktivistik menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri,
hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan
penanganan yang berbeda-beda.
c. Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah
memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa.
d. Ketidaksiapan murida untuk merancang strategi, berfikir dan menilai sendiri
pengajaran berdasarkan pengalamannya sendiri. Tidak semua murid mempunyai
pengalaman yang sama, masalah ini kadang menyebabkan aktivitas pengajaran
menjadi tidak bermakna bagi siswa.
F. Lingkungan Pembelajaran Konstruktivistik
Dalam konstruktivistik, terdapat lima unsur penting dalam
lingkungan pembelajarannya, yaitu:
12
Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi secara produktif dengan
sesama siswa maupun dengan guru. Selain itu juga ada kesempatan bagi siswa
untuk bekerja dalam berbagai konteks sosial.
4. Adanya Dorongan Agar Siswa Bisa Mandiri
Siswa didorong untuk bisa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya.
Oleh karena itu siswa dilatih dan diberi kesempatan untuk melakukan refleksi dan
mengatur kegiatan belajarnya.
5. Adanya Usaha Untuk Mengenalkan Siswa Tentang Dunia Ilmiah
Sains bukan hanya produk (fakta, konsep, prinsip, teori), namun juga
mencakup proses dan sikap. Oleh karena itu pembelajaran sains juga harus bisa
melatih dan memperkenalkan siswa tentang “kehidupan” ilmuwan.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konstruktivistik merupakan salah satu landasan berpikir pendekatan pengajaran
dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL), yaitu
pengetahuan yang dibangun oleh siswa sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui konteks yang terbatas (sempit). Konstruktivistik menekankan pada prinsip
belajar yang berpusat pada siswa (student center).
Prinsip yang paling penting diterapkan dalam pembelajaran konstruktivistik
adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa.
Siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru sekedar
membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi pengetahuan siswa
berjalan lancar.
Terdapat lima unsur penting dalam lingkungan pembelajaran konstruktivistik,
yaitu: (1) memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa, (2)
pengalaman belajar yang bermakna, (3) adanya lingkungan sosial yang kondusif, (4)
adanya dorongan agar siswa bisa mandiri, dan (5) adanya usaha untuk mengenalkan
siswa tentang dunia ilmiah.
B. Saran
Kritik dan saran sangat kami harapkan dari para pembaca, khususnya dari dosen
mata kuliah yang telah membimbing kami dan para mahasiswa demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga dengan disusunnya makalah ini dapat menambah wawasan
tentang pembelajaran konstruktivistik. Tulisan ini diharapkan menjadi salah satu yang
dapat membantu untuk menanamkan pemahaman.
14
DAFTAR PUSTAKA
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Prenada Media Group.
Yulaelawati, E. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi, Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Pakar Raya.
Fathurrohman, Muhammad. 2017. Belajar dan Pembelajaran Modern: Konsep Dasar, Inovasi
dan Teori Pembelajaran. Yogyakarta : Garudhawaca
Kukuh Masgumelar, Ndaru dan Pinton Setya Mustafa. 2021. Teori Belajar Konstruktivisme
dan Implikasinya dalam Pendidikan dan Pembelajaran.
https://www.siducat.org/index.php/ghaitsa/article/view/188/155 (Diakses pada 29 mei
2021)
15