Anda di halaman 1dari 16

BENTUK - BENTUK KERJASAMA DALAM KEGIATAN BISNIS

Disusun Oleh :

Dita Ayu Adillah (1930603225)

Hilmi (1930603265)

Riska Novita Sari (1910603004)

Dosen Pengampu :

Mutmainah Juniawati, M.E.

PROGRAM STUDI S1 PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI BISNIS DAN ISLAM

UNIVERSITAS UIN RADEN FATAH PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta Hidayah-Nya
terutama nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
mata kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan dengan judul “ Bentuk-Bentuk Kerjasama Dalam
Kegiatan Bisnis’’ Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam
mata kuliah Hukum Bisnis dan Perbankan.

Dalam penulisan makalah ini pemakalah menyampaikan ucapan terimakasih yang


sebesar-besarnya kepada dosen kami Ibu Mutmainah Juniawati, M.E. yang telah memberikan
arahan dalam pembuatan makalah ini, sehingga pemakalah dapat menyelesaikan makalah
tepat pada waktunya.

Dalam penulisan makalah ini pemakalah menyadari masih banyak kekurangan baik
pada teknik penulisan maupun materi, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan sebagai introspeksi dalam penyusunan makalah selanjutnya, semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan pihak-pihak yang membutuhkan, terima
kasih.

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Palembang, 02 April 2021

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 2
C. Tujuan Masalah....................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................... 3

A. Merger..................................................................................................................... 3
B. Konsolidasi.............................................................................................................. 5
C. Joint Venture............................................................................................................ 6
D. Waralaba.................................................................................................................. 8

BAB III PENUTUP............................................................................................................. 12

A. Kesimpulan.............................................................................................................. 12
B. Saran........................................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat dipisahkan dari komunitasnya dan setiap
orang di dunia ini tidak ada yang dapat berdiri sendiri melakukan segala aktivitas untuk
memenuhi kebutuhannya, tanpa bantuan orang lain. Secara alamiah, manusia melakukan
interaksi dengan lingkungannya, baik sesama manusia maupun dengan makhluk hidup
lainnya.Begitupun dalam aktivitas usahanya setiap orang selalu membutuhkan kehadiran dan
peran orang lain. Tidak seorang pengusaha atau wirausaha yang sukses karena hasil kerja
atau usahanya sendiri. Karena dalam kesuksesan usahanya, pasti ada peran orang atau pihak
lain. Oleh karena itu, salah satu kunci sukses usaha adalah sukses dalam kerja sama usaha.
Kerja sama pada intinya menunjukkan adanya kesepakatan antara dua orang atau lebih yang
saling menguntungkan.

Semakin berkembangnya dunia usaha maka semakin banyak pula persaingan dalam
dunia usaha atau bisnis, untuk mengahadapi semua itu maka perlu adanya kerjasama antara
satu orang dengan orang ataupun satu orang dengan kelompok usaha. Bentuk kerjasama
dalam bisnis bukanlah hal yang baru, dari zaman dulu sudah banyak bekerja sama dalam
bisnis terutama yang bersifat sederhana dengan tujuannya masing-masing. Disaat sekarang
ini ada banyak sekali bentuk kerjasama dalam kegiatan bisnis antara lain: merger,
konsolidasi, joint ventura dan waralaba yang akan di bahas dalam makalah ini. Dalam
melakukan suatu kegiatan bisnis kadangkala suatu badan usaha kurang mampu menjalankan
sendiri tanpa mengadakan kerja samadengan badan usah lain.

Suatu Perusahaan bekerja sama dengan perusahaan lain dalam kegiatan bisnisnya
adalah untuk memperoleh keuntungan atau menaikkan produktifitas perusahaan. Ada
beberapa maksud dan tujuan perusahaan melakukan kerjasama dengan perusahaan lain
seperti memperbesar perusahaan, meningkatkan efisiensi, menghilangkan atau mengurangi
resiko persaingan, menjamin tersedianya pasokan atau penjualan dan distribusi dan
sebagainya.1

1
Engga Prayogi, 233 Tanya Jawab Seputar Hukum Bisnis, 2011, Pustaka Yustisia Yogyakarta, hlm. 98

1
B. Rumusan Masalah

1. Jelaskan yang dimaksud Merger dalam Bentuk Kerjasama Kegiatan Bisnis


2. Apa Saja Manfaat Merger dalam Perusahaan
3. Jelaskan Bentuk Merger Berdasarkan Hubungan Usaha, serta ada atau tidaknya
kesamaan sifat dari 2 (dua) entitas usaha
4. Jelaskan yang dimaksud Konsolidasi dalam Bentuk Kerjasama Kegiatan Bisnis
5. Apa saja syarat dan sah menurut KUH Perdata yang terdapat dalam pasal 1320
6. Jelaskan yang dimaksud Waralaba dalam Bentuk Kerjasama Kegiatan Bisnis

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Merger dalam Bentuk Kerjasama Kegiatan Bisnis.


2. Untuk Mengetahui Manfaat Merger dalam Perusahaan
3. Untuk Mengetahui Bentuk Merger Berdasarkan Hubungan Usaha, serta ada atau
tidaknya kesamaan sifat dari 2 (dua) entitas usaha.
4. Untuk Mengetahui Konsolidasi dalam Bentuk Kerjasama Kegiatan Bisnis
5. Untuk mengetahui syarat dan sah menurut KUH Perdata yang terdapat dalam pasal
1320
6. Untuk mengetahui Waralaba dalam Bentuk Kerjasama Kegiatan Bisnis

2
BAB II
BENTUK-BENTUK KERJASAMA DALAM KEGIATAN BISNIS

A. Merger
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT)
menggunakan istilah “Penggabungan” sebagai pengganti terminologi “Merger”. UUPT
memberikan pengertian penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua
Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan baru yang
karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri
beralih. Karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya
status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
Menurut Abdulkadir Muhammad istilah Merger di Indonesiakan menjadi Penggabungan.
Penggabungan sama halnya dengan akuisisi merupakan pengembangan perusahaan yang
sudahada. Pengembangan ini terjadi karena ada beberapa (minimal dua) perusahaan yang
bergabung,tetapi salah satunya tetap berdiri, sedangkan yang lainnya bubar karena dilebur
kedalam perusahaan yang masih ada.2
Menurut Rr. Dijan Widijowati, merger adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu
perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan
selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar.
Merger merupakan salah satu cara perusahaan dalam mengatasi persaingan usaha
yangterjadi dalam praktik, untuk menciptakan suatu perusahaan yang lebih besar dan kuat
dalam pasar, mengingat merger merupakan bagian upaya restrukturisasi untuk menciptakan
sinergi dibandingkan cara lain dalam mengatasi persaingan, seperti memfokuskan sumber
daya ekonomi yang dimiliki pada segmen tertentu yang lebih kecil.
Merger memiliki tujuan yaitu:
1. Memperbesar modal
2. Menyelamatkan kelangsungan produksi
3. Mengembangkan jalur produksi
4. Menciptakan system pasar monopolisitik.

2
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia,2010, PT. Citra Aditya Bakti Bandung, hlm. 378

3
Merger memiliki manfaat yang besar, baik terhadap perusahaan-perusahaan yang
melakukan merger maupun terhadap konsumen, diantaranya:
1. Memberikan efisiensi dan peningkatan produktifitas bagi perusahaan yang melakukan
merger;
2. Memberikan penyelesaian dalam beragam masalah, seperti masalah kesulitan keuangan
atau masalah ancaman bangkrut ( failing firm reasoning)
3. Dapat meningkatkan utilisasi kapasitas berlebih ( idle capacity) , menekan biaya
transportasi,dan mengganti manajer berkinerja buruk yang tidak tesedia secara internal;
4. Dapat memberikan akses modal dalam internal perusahaan;
5. Dapat memberikan manfaat dalam riset dan pengembangan ( research & development);
6. Dapat menghasilkan biaya produksi yang lebih rendah, penurunan harga, dan peningkatan
kualitas barang yang menguntungkan konsumen.3

Menurut Munir Fuadi, secara yuridis yang manjadi dasar hukum bagi merger adalah:

1. Dasar hukum utama (Undang-Undang dan peraturan pelaksana);


2. Dasar hukum kontraktual;
3. Dasar hukum status perusahaan, seperti pasar modal, Penanaman Modal Asing
(PMA),Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
a. Dasar hukum konsekuensi merger;
b. Dasar hukum pembidangan usaha.
Berdasarkan hubungan usaha, serta ada atau tidaknya kesamaan sifat dari 2 (dua) entitas
usaha yang melakukan merger, bentuk merger dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Horizontal Merger , dalam arti merger dari 2 (dua) unit usaha atau lebih yang memiliki
produk sejenis baik barang atau jasa. Horizontal merger dilakukan untuk mengurangi
persaingan industri, memperkuat pangsa pasar, dan memperoleh efisiensi biaya
operasional;
2. Vertikal Merger, dalam arti merger antara 2 (dua) unit usaha atau lebih yang mempunyai
keterkaitan supplier atau pelanggan. Vertical merger dilakukan untuk lebih menjaga
kontinuitas produksi dan operasi perusahaan.
3. Congeneric Merger, dalam arti merger 2 (dua) unit usaha atau lebih dalam industri sejenis
yang tidak memiliki keterkaitan supplier atau pelanggan;

3
Rr. Dijan Widijowati, Hukum Dagang, 2012, Andi Yogyakarta, hlm. 142

4
4. Conglomerate Merger, dalam arti merger antara dua unit usaha atau lebih dalam industri
yang berbeda dan tidak ada keterkaitan satu sama lain, sehingga model ini merupakan
diversifikasi usaha untuk mengurangi resiko.
Menurut Ashibly merger horizontal adalah penggabungan satu atau beberapa perusahaan
yang masing-masing kegiatan bisnis (produksinya) berbeda satu sama lain sehingga yang satu
dengan yang lainnya merupakan kelanjutan dari masing-masing produk. Contoh PT
Amengusahakan kapas, bergabung dengan PT C yang mengusahakan kain dan seterusnya.
Dengan demikian tujuan kerjasama disini adalah menjamin tersedianya pasokan atau
penjualan dan distribusi di mana PT B akan mempergunakan produk PT A dan PT C akan
mempergunakan produk PT B dan seterusnya.
Merger vertical adalah penggabungan satu atau beberapa perusahaan yang masing-masing
kegiatan bisnis berbeda satu sama lain, namun tidak saling mendukung dalam penggunaan
produk. Misalnya badan usaha perhotelan, bergabung dengan badan usaha perbankan,
perasuransian sehingga di sini terlihat adanya diversifikasi usaha dalam suatu penggabungan
badan usaha. Di pandang dari aspek hukum, bentuk kerjasama ini hanya dapat dilakukan
pada badanusaha dengan status badan hukum (dalam hal ini perseroan terbatas).

B. Konsolidasi
Konsolidasi yang berasal dari kata “consolidation”, yang berarti “melebur”, adalah
perbuatan hukum yang dilakukan oleh 2 (dua) perseroan atau lebih untuk meleburkan diri
dengan cara mendirikan satu perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan
pasiva dari perseroan yang meleburkan diri, selain status badan hukum perseroan yang
meleburkan diri berakhir karena hukum.
Konsolidasi atau yang disebut juga sebagai peleburan perusahaan, merupakan perbuatan
hukum yang dilakukan oleh satu atau lebih perseroan untuk meleburkan diri dengan
perseroan lain dengan membentuk satu perseroan baru, yang masing-masing perseroan yang
meleburkan diri menjadi bubar (tanpa proses likuidasi), sehingga perseroan-perseroan yang
telah membubarkan diri membentuk perusahaan baru. Singkat kata, konsolidasi merupakan
penggabungan perusahaan yang bergabung menjadi satu dan membentuk perusahaan baru.4
Antara konsolidasi dan merger sering kali dipersamakan sehingga dalam praktik
keduaistilah ini sering di pertukarkan dan dianggap sama artinya, namun sebenarnya terdapat
perbedaan pengertian antara konsolidasi dan merger. Dalam merger penggabungan antara

4
Rr. Dijan Widijowati, Op.cit, hlm 145

5
duaatau lebih badan usaha tidak membuat badan usaha yang bergabung menjadi lenyap,
sedangkankonsolidasi adalah penggabungan antara dua atau lebih badan usaha yang
menggabungkan dirisaling melebur menjadi satu dan membentuk satu badan usaha yang
baru, oleh kerena itu,konsolidasi ini sering kali di sebut dengan peleburan.

Menurut Abdulkadir Muhammad sebagaimana halnya dengan penggabungan, maka


peleburan juga bertujuan untuk mencapai hal-hal berikut:

1. Memperbesar jumlah modal;


2. Memperbesar sinergi perseroan;
3. Menyelamatkan kelangsungan produksi;
4. Mengamankan jalur distribusi; dan
5. Mengurangi pesaing dan mampu bersaing secara monopolistic.

C. Joint Venture
Menurut Engga Prayogi,  Joint Venture adalah suatu persetujuan diantara dua pihak
ataulebih, untuk melakukan kerjasama dalam suatu kegiatan. Persetujuan yang dimaksud
adalah kesepakatan atas suatu perjanjian yang berpegangan pada prinsip-prinsip KUH
Perdata.
Pesetujuan harus memenuhi syarat dan sah menurut KUH Perdata seperti yang tertuang
dalamPasal 1320. Adapun bunyi Pasal 1320 sebagai berikut:
1. Para pihak sepakat untuk mengikatkan dirinya
2. Para pihak cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum
3. Perbuatan hukum tersebut harus mengenai suatu hal tertentu
4. Persetujuan tersebut harus mengenai seuatu hal yang tidak bertentangan dengan hukum,
kesusilaan dan ketertiban umum.5
 Menurut Fikriyah, Joint Venture atau usaha patungan merupakan persetujuan diantaradua
pihak atau lebih untuk melakukan kerjasama di dalam suatu proyek, seringkali suatu joint
venture dilakukan apabila perusahaan-perusahaan dengan teknologi yang saling melengkapi
ingin menciptakan barang atau jasa yang akan saling memperkuat posisi masing-masing
perusahaan. Suatu joint venture biasanya dibatasi pada suatu proyek Investasi dalam joint
venture Kepemilikan atas investasi dalam joint venture dapat dilakukan secara bervariasi.
Pada umumnya kepemilikan mayoritas ada pada pihak asing, dan kepemilikan minoritas ada
ditangan pihak nasional. Kepemilikan dapat juga ditentukan seimbang, dapat pula 100%

5
Engga Prayogi, Op. cit, hlm. 101-102

6
pemilikan. dipegang oleh salah satu partner, sedangkan partner yang lain mempunyai hak
opsi untuk mendapatkan sebagian atau keseluruhan saham.
Joint  venture atau usaha patungan ini dikategorikan sebagai kegiatan penanaman modal
asing (“PMA”) sebagaimana didefinisikan dalam Pasal 1 huruf (c) UU No. 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal (“UU Penanaman Modal”).
Berdasarkan Pasal 27 UU Penanaman Modal, maka Pemerintah mengoordinasi kebijakan
penanaman modal, baik koordinasi antar instansi Pemerintah dengan Bank Indonesia, antar
instansi Pemerintah dengan pemerintah daerah, maupun antar pemerintah daerah. Koordinasi
pelaksanaan kebijakan penanaman modal ini dilakukan oleh Badan Kepala Koordinasi
Penanaman Modal (“BKPM”).
Joint venture secara umum dapat di artikan sebagai suatu persetujuan di antara dua pihak
atau lebih, untuk melakukan kerjasama dalam suatu kegiatan. Persetujuan di sini adalah
kesepakatan yang di dasari atau suatu perjanjian yang harus tetap berpedoman kepada syarat
sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
Penanaman modal di era globalisasi tidak dapat dipisahkan dari rangkaian perjanjian-
perjanjian internasional, dimana Indonesia telah ikut serta melibatkan diri di dalamnya. 6 Joint
venture agreement dalam rangka penanaman modal asing di Indonesia adalah langkah awal
untuk membentuk sebuah perusahaan patungan (joint venture company).
Keuntungan dari kerjasama Joint Venture adalah:
1. badan usaha Indonesia akan mendapat bantuan pendanaan dengan memanfaatkan modal
asing
2. badan usaha Indonesia dapat memanfaatkan kemampuan manajemen asing yang sudah
berpengalaman
3. badan usaha Indonesia dapat memanfaatkan dan menembus pasar di luar negeri
4.  bagi pihak asing mempermudah akses ke sumber-sumber local
5. pihak asing mempunyai akses untuk masuk ke pasar domestik yang mungkin dimiliki
mitra lokal

D. Waralaba
Waralaba (Inggris: Franchising ;Prancis: Franchise) untuk kejujuran atau kebebasan
adalah hak-hak untuk menjual suatu produk atau jasa maupun layanan. Sedangkan menurut

6
Jonker Sihombing, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Bandung: P.T. Alumni, 2009), hal. 83.

7
versi pemerintah Indonesia, yang dimaksud dengan waralaba adalah perikatan dimana salah
satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual
(HAKI)atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan
dasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan
penjualan barang dan jasa.
Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan Waralaba
ialah, Suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik
merek (  franchiso) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan
bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya
dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.
Selain pengertian waralaba, perlu dijelaskan pula pengertian dari sumber lain dari
waralaba (Franchise). Franchise berasal dari bahasa Prancis yaitu franchir yang mempunyai
arti memberi kebebasan kepada para pihak. Pengertian franchise dapat dilihat daru 2 (dua )
aspek, yaitu aspek yuridis dan bisnis. Pengertian franchise dari segi yuridis, dapat dilihat
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, pendapat, dan pandangan ahli disajikan
berikut ini.
Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1997 tentang waralaba, franchise
diartikan sebagai :
Peringatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau
menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau cirri khas usaha yang
dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan dan penjualan barang dan
atau jasa.
Unsur-unsur yang dapat dirumuskan dari definisi ini adalah :
a. Adanya perikatan
b. Adanya hak pemanfaatan dan/atau penggunaan
c. Adanya objek, yaitu hak atas kekayaan intelektual atau penemuan baru atau ciri khas
usaha;
d. Adanya imbalan atau jasa
e. Adanya persyaratan dan penjualan barang.7
Kriteria tertentu yang dimaksudkan adalah syarat mutlak untuk adanya waralaba,
kriteriatersebut adalah :
1. Memiliki ciri khas usaha, artinya suatu usaha yang memiliki keunggulan atau perbedaan
yang tidak mudah ditiru dibandingkan dengan usaha lain yang sejenis dan membuat
7
Salim, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014) hal.164

8
konsumen selalu mencari ciri khas di maksud. Misalnya sistem manajemen, cara
penjualan dan pelayanan dsb.
2. Terbukti sudah memberikan keuntungan, maksudnya bahwa usaha tersebut
berdasarkan pengalaman pemberi waralaba yang telah dimiliki kurang lebih 5 ( lima ) tah
un dan telah mempunyai kiat-kiat bisnis untuk mengatasi masalah-masalah dalam
perjalanan usahanya, terbukti masih bertahan dan berkembangnya usaha tersebut dengan
menguntungkan.
3. Memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yag dibuat
secara tertulis, dimaksud dengan standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang
ditawarkan yang dibuat secara tertulis adalah supaya penerima waralaba dapat
melaksanakan usaha dalam kerangka kerja yang jelas dan sama (standard operational
procedure).
4. Mudah diajarkan dan di aplikasikan, maksudnya usaha tersebut mudah dilaksanakan
sehingga penerima waralaba yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan
mengenai usaha jenis dapat melaksanakannya dengan baik sesua dengan bimbingan
operasional dan manajemen yang berkesinambungan yang diberikan oleh pemberi
waralaba.
Menurut Abdulkadir Muhammad, melalui system Franchise ini, kegiatan usaha kecil
diIndonesia dapat berkembang secara wajar dengan menggunakan resep, teknologi,
kemasan,manajemen pelayanan dan merek dagang/jasa pihak lain dengan membayar
sejumlah royalty berdasarkan lisensi franchise.8

Di Indonesia, sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan


munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua
dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian lisensi plus, yaitu
franchisee tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga memiliki hak untuk memproduksi
produknya. Agar waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang
harus dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi
franchisor   maupun   franchisee Karenanya, kita dapat melihat bahwa di negara yang
memiliki kepastian hukum yang jelas,waralaba berkembang pesat, misalnya di AS
dan Jepang. Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai pada
tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah(PP) RI No. 16
Tahun 1997 tentang Waralaba. PP No. 16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan
8
 Adulkadir Muhammad, Op.cit, hlm 555

9
diganti dengan PP no 42 tahun 2007 tentang Waralaba. Selanjutnya ketentuan-ketentuan lain
yang mendukung kepastian hukum dalam format bisnis waralaba adalah sebagai berikut:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba.


Pengaturan waralaba di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007
tentang Waralaba, sedangkan pengertian waralaba sudah diuraikan pada bab sebelumnya.
Adapun Aturan-aturan baru yang ada dalam Peraturan Pemerintah baru ini adalah, antara
lain: pemberi waralaba diwajibkan memperlihatkan prospektus kepada calon penerima
waralaba. Isi prospektus memuat data identitas pemberi waralaba, legalitas usaha pemberi
waralaba, sejarah kegiatan usahanya, struktur organisasi pemberi waralaba, laporan keuangan
2 (dua) tahun terakhir, jumlah tempat usaha, daftar penerima waralaba, serta hak dan
kewajiban pemberi waralaba dan penerima waralaba.9

2. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat.
Di dalam Undang-Undang ini terdapat ketentuan mengenai pengecualian. Pengecualian
tersebut diatur dalam Pasal 50 huruf b. Namun, sesuai dengan permasalahan yang hendak
dikaji maka yang akan dianalisis adalah Pasal 15 terhadap Pasal 50 yang memuat
pengecualian atas Hak Kekayaan Intelektual dan perjanjian waralaba. Pengecualian yang
tercantum dalam Undang-undang ini memang tidak memberikan batasan-batasan yang jelas
tentang dikecualikannya perjanjian waralaba. Apalagi terdapat ketidaksesuaian antara Pasal
15 yang mengatur ketentuan mengenai perjanjian tertutup terhadap Pasal 50 huruf b tersebut
Padahal waralaba adalah termasuk sistem bisnis yang selama ini menjalankan usahanya
dengan melakukan perjanjian tertutup.

3. Perjanjian Sebagai Dasar Hukum


Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menegaskan mengenai berlakunya asas kebebasan
berkontrak yaitu bahwa para pihak bebas melakukan kontrak apapun sepanjang tidak
bertentangan dengan hukum positif, kepatutan dan ketertiban umum. Lebih lanjut, semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Sekalipun perjanjian waralaba tidak termasuk sebagai perjanjian bernama,
9
Zaeni Asyadie, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya Di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm.
159

10
namun ketentuan-ketentuan umum mengenai suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1233
sampai dengan Pasal 1456 KUH Perdata tetap berlaku terhadap perjanjian waralaba.10

4. Undang-Undang Merek, Paten dan Hak Cipta;


Usaha waralaba selalu berkaitan dengan merek, paten dan hak cipta, karena penerima
waralaba pada intinya menggunakan dengan izin atau lisensi merek dagang, paten ataupun
hak cipta dari pemberi waralaba. Atas penggunaan lisensi tersebut penerima waralaba
mempunyai kewajiban untuk membayar royalti.

10
Salim HS, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 9

11
BAB lll

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bentuk-bentuk kerjasama dalam pengembangan usaha adalah: Merger (penggabungan)


usaha, Konsolidasi (Peleburan), Joint Venture, dan Waralaba. Secara umum, Merger
(penggabungan) usaha, Konsolidasi (Peleburan), Joint Venture, dan Waralaba dapat
dilakukan apabila telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Dilakukan untuk kepentingan perseroan

b. Dilakukan dengan tidak merugikan kepentingan pemegang saham minoritas

c. Dilakukan dengan tetap memperhatikan kepentingan karyawan perseroan

d. Dilakukan dengan tidak merugikan kepentingan pihak kreditur

e. Dilakukan dengan tetap menjaga kepentingan masyarakat dan persaingan yang sehat
dalam melakukan usaha

B. Saran
Demikian makalah ini yang dapat kami sampaikan, tentunya makalah ini masih banyak
kekurangan serta kesalahan-kesalahan baik itu tata cara penulis ataupun pembahasan di
dalamnya. Untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan dari pembaca sekalian demi
tersempurnanya makalah kami. Terima kasih.

12
DAFTAR PUSTAKA

Engga Prayogi, 233 Tanya Jawab Seputar Hukum Bisnis, 2011, Pustaka Yustisia Yogyakarta,
hlm. 98
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia,2010, PT. Citra Aditya Bakti
Bandung, hlm. 378

Rr. Dijan Widijowati, Hukum Dagang, 2012, Andi Yogyakarta, hlm. 142

Rr. Dijan Widijowati, Op.cit, hlm 145

Abdulkadir Muhammad, Op.cit, hlm. 392

Engga Prayogi, Op. cit, hlm. 101-102

Salim, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,


2014) hal.164

Adulkadir Muhammad, Op.cit, hlm 555


Zaeni Asyadie, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya Di Indonesia, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2012), hlm. 159
Salim HS, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika,
2011), hlm. 9

13

Anda mungkin juga menyukai