Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

Ahli waris yang termasuk ashabah dan bagiannya

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah

FIQH MAWARIS

DISUSUN OLEH :

Taufiki Rahman 2119282

Haniva Yansi 2119276

Lusi Putri Handayani 2119287

DOSEN PENGAMPU :

MAULIDDIN, S.SY.M.SY

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BUKITTINGGI

TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah Subhanahuwata'ala yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Ahli waris yang
termasuk ashabah dan bagiannya. Shalawat dan salam, tak bosan bosan nya
kita hadiahkan kepada Nabi besar kita, yakninya Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wasallam, yang telah membawa umatnya dari zaman kebodohan, dari
zaman yang hina dina, kepada zaman yang terang menerang seperti saat ini.
Kami menyadari bahwa di dalam makalah kami ini pastinya masih memiliki
kekurangan, maka dari itu kami mengharapkan kritikan dan saran yang
membangun, agar lebih baik dan dapat berguna semaksimal mungkin. Akhir kata
kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini, dan semoga kita semua di ridhoi oleh Allah
Subhanahuwata'ala.

Sijunjung, April 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
BAB I...........................................................................................................................................
Latar Belakang.........................................................................................................................
Rumusan Masalah....................................................................................................................
Rumusan Masalah....................................................................................................................
BAB II..........................................................................................................................................
A. Pembahasan tentang hasabah..........................................................................................
B. Macam-macam hasabah................................................................................................
C. Dasar hukum hasabah....................................................................................................

BAB III.........................................................................................................................................
KESIMPULAN........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu hukum yang mengatur hubungan sesama manusia yang
ditetapkan Allah adalah hukum kewarisan yang mengatur tentang harta warisan,
yaitu harta yang telah ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal. Harta
tersebut memerlukan pengaturan tentang siapa yang berhak menerimanya, berapa
jumlahnya, dan bagaimana cara mendapatkannya. Dalam praktek kehidupan
sehari-hari, persoalan waris seringkali menjadi krusial yang terkadang memicu
pertikaian dan menimbulkan keretakan hubungan keluarga. Penyebab utamanya
ternyata keserakahan dan ketamakan manusia, disamping karena kekurangtahuan
pihka-pihak yang terkait mengenai hukum pembagian waris. Syari’at Islam telah
menetapkan sistem kewarisan dalam aturan yang paling baik, bijak, dan adil.
Agama Islam meletakkan hak pemilikan benda bagi manusia, baik laki-laki
maupun perempuan dalam petunjuk syara’, seperti memindahkan hak milik
seseorang pada waktu masih hidup kepada ahli warisnya atau setelah dia
meninggal, tanpa melihat perbedaan antara anak kecil dan orang dewasa.Rumusan
Masalah

a. Apa itu hasabah?


b. Apa saja Macam-macam hasabah?
c. Apa landasan Dasar hukum hasabah?

Rumusan Masalah
a. Untuk mengetahui hasabah
b. Untuk mengetahui Apa saja Macam-macam hasabah
c. Untuk mengetahui. Apa saja landasan Dasar hukum hasabah

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ashabah
Kata ashabah merupakan kalimat yang jama’ mufradnya
“ashib”proses menjadi jama’nya seperti kata thalaban jama’ dari
kata kamil. Al-azhar berkata ashabah adalah jama’ yang tidak ada
mufradnya, kemudian kalimat ashabah dipergunakan untuk satu
orang atau seorang, untuk jama’ banyak orang lebih dari dua, untuk
laki-laki dan untuk perempuan.
Secara istilah pengertian ashabah dalam terminology ulama
sunni adalah semua ahli waris yang tidak mempunyai bagian
tertentu dengan jelas dalam AL-Quran dan hadist. Atau ahli waris
yang tidak mendapat bagian yang sudah dipastikan besar kecilnya
yang sudah disepakati oleh seluruh fuqaha dan yang belum
disepakati oleh mereka.
Ahli waris Ashabah yaitu ahli waris yang berhak dijelaskan
dalam Al-Quran dan Hadist Nabi, dia menerima sisa dari
pembagian harta warisan apabila terdadat kelebihan harta warisan,
apabila tidak ada kelebihan harta warisan mereka tidak menerima
bagian warisan.1
B. Macam-Macam Ashabah
Ulama Sayyid Sabiq membagi ashabah kepada dua abgian
yaitu: Ashabah nasabiyah yaitu berdasrakan adanya hubungan
kekerabatan dan ashabah sababiyah yaitu berdasarkan adanya
sebab memerdekakan budak.2
Ashabah nasabiyah terbagi menjadi 3 golongan, yaitu:

1
Muhammad Ali Al-Shabuni, Hukum Waris Dalam Islam,(Bandung:Diponegoro, 1998), hlm 84
2
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Ter Muzakkir, (Bandung:Al-Ma;ruf, 1993), hlm 260

5
1. Ashabah bil nafsi yakni ahli waris yang menerima sisa harta
warisan secara sendirian, biasanya dari garis laki-laki.
Seperti:anak laki-laki, ayah dan kakek. Golongan laki-laki yang
dipertalikan orang yang meninggal tanpa diselangi oleh
perempuan ashabah ini mempunyai empat jihat:
a. Jihat bunuwwah (anak keturunan) yaitu anak laki-laki
dari orang yang meninggal dunia dari keturunanya terus
kebawah.
b. Juhat ubuwwah (bapak dan leluhur) yaitu meliputi ayah
dan kakek dari orang yang meninggal dan seterusnya
keatas.
c. Jihat ukhuwwah (saudara dan keturunannya) yaitu
paman sekandung, paman seayah, anak laki-laki dari
ayah sekandung, dan anak laki-laki dari paman seayah.
d. Jihat ummah (paman dan keturunanya) yaitu paman
sekandung, paman seayah, anak laki-laki dari paman
sekandung dan anak laki-laki dari paman seayah.
2. Ashabah bil ghair yakni ahli waris yang sisa harta warisan
karena ditarik oleh ahli waris lain. Seperti:anak perempuan
ditarik menjadi ashabah anak laki-laki, cucu perempuan ditarik
menjadi ashabah cucu laki-laki, saudara perempuan ditarik
menjadi ashabah saudara laki-laki.
3. Ashabah ma’al ghair yakni khsuus untuk saudara perempuan
sekandung atau perempuan seayah, yang mewarisi harta
bersama dengan anak perempuan atau cucu permepuan dengan
syara mereka tidak bersama dengan saudara laki-laki, ashabah
ini dikatakan juga dengan ahli waris perempuan yang
membutuhkan ahli waris perempuan lainnya untuk menjadi ahli
waris ashabah.3
C. Dasar Hukum Penetapan Ashabah

3
Amir Syafaruddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta:Kencana, 2004), hlm 149

6
Dalam menetapkan ada tidaknya ashabah dalam hukum
kewarisan syiah, ulama syiah bersandar kepada Al-Quran dan
Hadist, adapun ayat Al-Quran yang dijadikan dalil tidak adanya
ashabah:
Surat An-Nisa’ ayat 7 yang dikemukakan oleh Muhammad
Baqir Al-Majlisi dalam kitabnya Mir’at Al-Uqul
ِ ‫د‬Fِ‫ َركَ ْال َوال‬Fَ‫يبٌ ِم َّما ت‬F‫َص‬
‫َان‬ ِ ‫ا ِء ن‬F‫ونَ َولِلنِّ َس‬FFُ‫دَا ِن َواأْل َ ْق َرب‬Fِ‫ك ْال َوال‬ َ Fَ‫َصيبٌ ِم َّما ت‬
َ ‫ر‬F ِ ‫لِل ِّر َجا ِل ن‬
ِ َ‫َواأْل َ ْق َربُونَ ِم َّما قَ َّل ِم ْنهُ أَوْ َكثُ َر ۚ ن‬
‫صيبًا َم ْفرُوضًا‬
Artinya” bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta
peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada
hak bagian pula dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya
baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan”
Surat Al-Anfal ayat 75 sebagaimana dikemukakan oleh
jamaluddin.

‫ضهُ ْم‬ُ ‫ك ِم ْن ُك ْم ۚ َوأُولُو اأْل َرْ َح ِام بَ ْع‬ َ ِ‫َوالَّ ِذينَ آ َمنُوا ِم ْن بَ ْع ُد َوهَا َجرُوا َو َجاهَدُوا َم َع ُك ْم فَأُو ٰلَئ‬
‫ب هَّللا ِ ۗ إِ َّن هَّللا َ بِ ُكلِّ َش ْي ٍء َعلِي ٌم‬ ٍ ‫أَوْ لَ ٰى بِبَع‬
ِ ‫ْض فِي ِكتَا‬
Artinya “ dan orang-orang yang beriman sesudah itu
kemudian berhujrah serta berjihad bersamamu maka orang-orang
itu termasuk golonganmu juga, orang-orang yang mempunyai
hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap
sesamanya (dari pada yang bukan kerabatnya) di dalam kitab
Allah. Sesungguhnya Allah maha mengetahui.4

BAB III

4
Muhammad bin Hasan Al-Jurri, Wasailu Al-Syiah, hlm 431

7
PENUTUP

A. Kesimpulan

Al-azhar berkata ashabah adalah jama’ yang tidak ada mufradnya,


kemudian kalimat ashabah dipergunakan untuk satu orang atau seorang,
untuk jama’ banyak orang lebih dari dua, untuk laki-laki dan untuk
perempuan. Secara istilah pengertian ashabah dalam terminology ulama
sunni adalah semua ahli waris yang tidak mempunyai bagian tertentu
dengan jelas dalam AL-Quran dan hadist.

Ahli waris Ashabah yaitu ahli waris yang berhak dijelaskan dalam
Al-Quran dan Hadist Nabi, dia menerima sisa dari pembagian harata
warisan apabila terdadat kelebihan harta warisan, apabila tidak ada
kelebihan harta warisan mereka tidak menerima bagian warisan. Secara
istilah pengertian ashabah dalam terminology ulama sunni adalah semua
ahli waris yang tidak mempunyai bagian tertentu dengan jelas dalam AL-
Quran dan hadist.

Ulama Sayyid Sabiq membagi ashabah kepada dua bagian yaitu:


Ashabah nasabiyah yaitu berdasrakan adanya hubungan kekerabatan dan
ashabah sababiyah yaitu berdasarkan adanya sebab memerdekakan
budak. Ashabah nasabiyah terbagi menjadi 3 golongan, yaitu: Ashabah
bil nafsi, Ashabah bil ghair, Ashabah ma’al ghair. Dasar Hukum
Penetapan Ashabah kewarisan syiah, ulama syiah bersandar kepada Al-
Quran dan Hadist.
B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan


dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut
dengan berpedoman pada banayak sumber yang dapat
dipertanggunjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran mengenai pembahasan makalah dan kesimpulan di atas.

8
DAFTAR PUSTAKA

Al-Shabuni, Muhammad Ali. 1998. Hukum Waris Dalam Islam.


Bandung: Diponegoro. Hlm 84
Sabiq, Sayyid. 1993. Fiqih Sunnah Ter Muzakkir. Bandung: Al-Ma’ruf.
Hlm 260
Syafaruddin, Amir. 2004. Hukum Kewarisan. Jakarta: Kencana. Hlm 49
Al-Jurri, Muhammad Bin Hasan. Wasailu Al-Syiah. Hlm 431

Anda mungkin juga menyukai