Anda di halaman 1dari 13

FASISME

(Diajukan guna memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah Intelektual)

Kelas A
Dosen Pengampu :
Drs. Marjono, M.Hum

Oleh :
Dimas Faldi Jiaulhaq 170210302086

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
1. Pengertian dan Perkembagan Fasisme
1.1 Pengertian Fasisme
Fasisme berasal dari kata “fasces” yang berarti seikat tongkat dan
kapak (Harun yahya, 2004: 1). Menurut para ahli sejarah bangsa Italia, fasisme
adalah fascio d’combatti mento yang berarti “persatuan perjuangan” Semenjak
awalnya fasisme sangat menentang komunisme, sosialisme, liberalism, dan
ingin membentuk negara yang totaliter. Dengan demikian, berbagai bentuk
kegiatan baik yang menyangkut ekonomi, politik maupun sosial
kemasyarakatan harus tunduk dan ditentukan oleh fasis.
Fasisme (fasicm) merupakan pengorganisasian pemerintahan
masyarakat secara totaliter oleh kediktatoran partai tunggal yang sangat
nasionlais, rasialis, militeristis dan imperialis (Ebestein dan Fogelman, 1985:
144). Menurut sejarahnya fasisme muncul di Eropa, Italia, menyusul Jerman
dan Spanyol melalui perang saudara yang pecah pada tahun 1936. Sedangkan
melalui perubahan secara totaliter dapatlah dikatakan bahwa fasisme dapat
berkembang di negara-negara yang relatife lebih makmur dan secara teknologi
lebih maju. (Ebestein dan Fogelmann, 1985: 146)
Fasisme adalah doktrin, cara atau gerakan politik Italia yang
merebut kekuasaan dan mendirikan pemerintahan yang diktator (Salim, 1991:
401). Menurut William Ebestein dan Edwin Fogelman (1985: 150), fasisme
memiliki cirri-ciri: 1) fasisme merupakan produk dari masyarakat pasca
demokrasi (post Democratic) dan pasca industry (post Industri) sedangkan
kominis pada umumnya produk dari masyarakat pro demokrasi dan pro
industry, 2) kaum fasis tidak mungkin merebut kekuasaan di negara-negara
yang tidak memiliki pengalaman demokrasi sama sekali, 3) dalam masyarakat
tersebut kediktatoran makin dijunjung atau dimungkinkan oleh militer,
birokrasi, prestise, pribadi seorang dictator (charisma pemimpin), 4) adanya
antusiasme dan dukungan massa (mass Support), 5) sistem fasis tidak
berkembang di negara yang tidak memiliki tradisi demokrasi, maka kecil
kemungkinan fasisme mencapai keberhasilan di negara-negara yang sejak dulu
memiliki tradisi demokrasi, 6) pertumbuhan fasisme adalah pencapaian tingkat
tahap tertentu dalam perkembangan industri.
Dari penjelasan diatas fasisme adalah suatu idiologi yang berkembang
dan dilatarbelakangi oleh kegagalan demokrasi yang menekankan pada
rasialisme, pengabdian dan loyalitas seorang pemimpin yang didasarkan pada
prinsip kesatuan dimana pelaksanaanya mencakup seluruh aspek kehidupan
(totaliter).

1.2 Perkembangan Fasisme


. Perang Dunia I berlangsung antara tahun 1914-1918, membawa
negara-negara besar berperang untuk menjadi negara Super Power. Negara-
negara Eropa pada Perang Dunia I terbagi dalam dua blok: blok Jerman dengan
Triple Alliantie (1882: Jerman, Austria dan Italia) dan blok Perancis dengan
Triple Etente (1907: Perancis, Rusia, Inggris) . Pada awalnya Italia adalah
negara netral, sikap Italia ini karena tidak menjadi bagian dari negara sekutu.
Tetapi tahun 1915 Italia mengumumkan perang terhadap Austria dan Italia
bergabung dengan Perancis, mengingkari Triple Alliansi (Jerman, Auastria dan
Italia) tahun 1882 yang telah ditandatanganinya. Antara Italia dan Austria
terdapat juga pertentangan meskipun keduanya termasuk Triple Alliantie, ialah
mengenai daerah Tirol Selatan Istria, Dalmatia dari Austria yang dituntut Italia
sebagai daerah italia irredent,. karena itu kedudukan Italia tidak tetap, dan
sewaktu-waktu dapat keluar dari triple alliantie, Sikap ini akibat dari desakan-
desakan rakyatnya yang sebagian berbahasa Italia dan masih dibawah
kekuasaan Austria. (Gamida, 1957: 120)
Setelah Perang Dunia I situasi di Italia menghadapi pergolakan,
meskipun Italia berada dipihak yang menang, namun Italia merasa
keinginannya tidak terpenuhi. Bangsa Italia berkeinginan mengembalikan
kejayaan Italia seperti kerajaan Roma dimasa lampau. Dengan demikian Italia
bermaksud mengembalikan seluruh wilayah Italia yang dahulunya merupakan
“ Italia Iredenta”. Keuntungan Italia dari Perang Dunia I, tidak sesuai dengan
cita-cita rakyat Italia. Apa yang didapat Italia setelah Perang Dunia I, hanya
merupakan sebagian daerah Tirol Selatan dan wilayah Istria sehingga tidak
memuaskan bangsa Italia. (Salim,1971: 6-7)
Berakhirnya Perang Dunia I telah menyebabkan Fasisme berkembang
di Italia. Berkembangnya Fasisme di Italia salah satu faktornya adalah
munculnya rasa nasionalisme. Italia yang selama perang bergabung dengan
aliansi, dimana aliansi tersebut mengalami kemenangan pada tahun 1915,
namun Italia merasa tertipu akan hasil kemenangan tersebut. Italia kehilangan
setengah juta penduduk laki-laki, dengan hampir setengah juta lainnya
mengalami luka-luka. Sebagai imbalan, konferensi perdamaian Versailles
memberi Italia daerah jajahan yang belum sesuai dengan harapan bangsa Italia
dan para politikus kehilangan rasa tenteram.
Berakhirnya Perang Dunia I membawa kesulitan ekonomi, politik dan
perasaan meluas bahwa bangsa mereka akan mengalami keruntuhan. Rakyat
menderita secara material, adanya partai-partai yang beragam tidak mampu
mengatasi masalah-masalah bangsa. (Yahya. 2004: 57)
Bangsa Italia terutama para pemudanya sangat kecewa terhadap hasil
perjanjian Versailles karena cita-cita Irredenta tidak tercapai. Tuntutan Italia
terhadap Dalmatia dan Albania minta supaya diakui tidak terwujud, karena
wilayah itu penting bagi Italia untuk mengawasi laut Adriatik. Pemerintah tidak
mendapatkan lagi kepercayaan dari rakyat karena tidak berhasil
memperjuangkan kehendak orang banyak.
Keadaan negara sesudah perang sangat rawan kekurangan bahan
makanan. Bahan mentah mengalami kenaikan, anggaran belanja tidak
seimbang dengan pemasukan, juga adanya ancaman inflasi. Kaum buruh
segera bertindak mengambil alih pabrik dan mengeluarkan pemiliknya.
Pemogokan terjadi dimana-mana sehingga melumpuhkan industri dan jawatan
pemerintah yang vital. Kerusakan hebat timbul didaerah pertanian, kaum tani
merampas tanah, membakar rumah dan menghancurkan hasil panenan. ( Hamid,
1992: 29-30)
Pada dasarnya kemiskinan Italia akibat Perang Dunia I adalah faktor
terpenting dalam perkembangan kekuasaan Fasisme. Kemiskinan Italia setelah
Perang Dunia I mengakibatkan kondisi Negara Italia sangat kacau, Fasisme
kemudian memanfaatkan kondisi kekacauan dan ketidakstabilan Italia untuk
menunjukkan diri kepada rakyat Italia sebagai ideologi penyelamat Negara.
(Yahya, 2004: 56-57)
Negara Italia tertekan oleh kesulitan ekonomi dan angka pengangguran
yang tinggi. Walaupun bangsa Italia menderita kerugian besar dalam perang,
Italia hanya mencapai sebagian dari tujuan awalnya. Seperti halnya negara-
negara lain yang telah kalah perang, bangsa Italia ingin memiliki kembali
kehormatan dan keagungan Romawi pada masa lampau, Italia ingin
mengembalikan kebesaran Romawi dan merasa berhak atas wilayah Romawi
dulu. Italia merasa bersaing dengan kekuatan-kekuatan utama di dunia dan
berharap untuk mengangkat dirinya kekedudukan semula sebagai negara yang
pernah berjaya pada masa lampau. Karena pengaruh cita-cita ini, bangsa Italia
berharap untuk menjadi sekuat Inggris Raya, Perancis dan Jerman (Yahya.
2004: 59)
Italia selain merasa terhina secara nasional, lebih banyak lagi rakyat
merasakan penghinaan pribadi karena mengganggur dan tidak punya uang.
Diantara tahun 1918- 1923, Italia menderita krisis ekonomi, kemiskinan di Italia
membuat hutang berlipat- lipat. Kurang lebih 95. 000 juta lira pada tahun
1920. pada tahun yang sama, biaya hidup mencapai 600 % lebih tinggi dari
pada tahun 1913 dan ratusan rakyat Italia menganggur.
Faktor lain yang membuka jalan bagi Fasisme adalah kebodohan dan
rendahnya pendidikan dalam masyarakat. Pendidikan mengalami kemunduran
hebat selama kekacauan Perang Dunia I. Banyak kaum muda terpelajar yang
tewas dalam medan pertempuran. Pada umumnya hal ini mengakibatkan
kemunduran tingkat kebudayaan dalam masyarakat. Sebagian besar pendukung
Fasisme adalah kaum tidak terpelajar, para kaum tidak terpelajar berjuang atas
nama Fasis, dan menjadi pelindung bagi kebijakan- kebijakan chaufinistiknya.
Karena, ide-ide fundamental yang mendasari Fasisme (yakni rasisme,
nasionalisme romantik,dan chaufinisme) hanya dapat diterima luas oleh
kalangan tidak terpelajar, yang lain mudah terpojok oleh slogan-slogan mentah
dan sederhana. (Yahya. 2004: 61)
Di tengah situasi kalah dan depresi, demokrasi berjuang untuk tetap
hidup. Kekecewaan akan demokrasi merupakan salah satu faktor munculnya
Fasisme. Di Italia, parlemen yang dipilih secara demokratik menentang
bergabungnya Italia ke kancah peperangan, tetapi Raja dan kabinet menolak hal
itu. Konflik elite ini meningkatkan sinisme rakyat Italia. Bagi banyak orang,
berpartisipasi dalam pemilihan umum berarti dibayar atau dipaksa untuk
memberikan suara kepada kandidat yang mereka tidak kenal atau inginkan.
Pada setiap kegiatan politik, hak pilih umum tidak di jamin sampai tahun 1913.
Langkah pertama Mussolini menuju fasisme adalah membangun kebenciannya
pada politkus korup.
Faktor lain munculnya Fasisme adalah adanya ketakutan akan
komunis. Tahun- tahun sesudah 1918 semakin mengindikasikan bahwa
demokrasi di Italia akan diakhiri oleh komunisme dari pada oleh Fasisme.
Peristiwa luar biasa yang terjadi adalah Revolusi Rusia, sedang tatanan social
baru yang telah didirikan di sana oleh Bolsheviks Lenin adalah komunisme.
Dalam keaadaan yang demikian, tampak bahwa pemberontakan komunis
sangat mungkin menyebar kearah barat. Di Italia, pada tahun 1920, komunis
menduduki pabrik-pabrik di Turin dan Milan.
Mussolini mengambil keuntungan-keuntungan dari tekanan-tekanan
social dan keinginan dikalangan rakyat Italia akan perubahan. Setelah perang,
Mussolini memobilisasi para mantan tentara, pengangguran dan mahasiswa,
dengan slogan-slogan yang meneriakkan kembalinya masa-masa kejayaan
Romawi Kuno. Mussolini mengorganisir para pendukungnya yang dikenal
sebagai “ kemeja hitam”, dalam sebuah format semi militer, dan memiliki
metode-metode yang di bangun dengan kekerasan. Mereka mulai melakukan
penyerangan-penyerangan di jalan-jalan terhadap kelompok- kelompok yang
mereka anggap sebagai saingan mereka. Dengan berbagai unjuk salam, lagu,
seragam dan pawai resmi yang bergaya Romawi, mereka membangkitkan emosi
kaum tidak terpelajar dan punya hak suara. (Yahya. 2004: 62-63)
Pada tanggal 29 Oktober 1922, 50000 militan tersebut di bawah
komando enam Jenderal berbasis memasuki Roma. Karena sang Raja sadar apa
yang dapat dilakukan oleh kekuatan yang menentangnya itu, dan di bawah
tidak ada yang dapat raja lakukan untuk melawan mereka, raja mengajak
Mussolini untuk membentuk sebuah pemerintahan. Sebagai hasil perkembangan
selajutnya, kaum Fasisme Italia akhirnya berkuasa. (Yahya. 2004: 63)
Mussolini memimpin bangsa Italia dengan cara diktator fasisme.
Faham fasisme dalam prakteknya mengutamakan kepentingan negara.
Seluruhnya untuk negara, negara diatas segala-galanya. Menurut Mussolini
negara adalah absolut. Bisa bertindak apa saja asal berdasarkan dan beralasan
untuk kepentingan negara. Dengan demikian Italia menjelang Perang Dunia II
merupakan negara totaliter (Salim, 1971: 6-7)
Gerakan fasis di Italia adalah sebuah gerakan spontanitas massa yang
pasif, dengan para pemimpin baru yang berasal dari rakyat biasa. Gerakan fasis
Italia berasal dari gerakan plebian. Gerakan plebian berarti gerakan yang berasal
dari rakyat biasa, dikendalikan dan dibiayai oleh kekuatan borjuis besar.
Fasisme berkembang dari kaum borjuis kecil, kaum proletar, dan bahkan pada
tingkatan terbawah dari massa proletar. Basis asli bagi fasisme adalah borjuis
kecil. Di Italia, kaum fasis memiliki basis yang sangat luas, karena di Italia
terdapat banyak sekali kaum borjuis kecil baik perkotaan besar dan kecil, dan
juga para petani.
Saat sumber daya ‘normal’ militer dan polisi dalam kediktatoran
borjuis, bersama dengan tabir parlementer sudah tak mampu lagi
mempertahankan stabilitas masyarakat, maka keniscayaan rezim fasis telah tiba.
Melalui agen fasis, kapitalisme
menggerakkan massa borjuis kecil yang irasional dan kelompok-kelompok
lumpenproletariat yang rendah dan terdemoralisasi seluruh manusia yang telah
digiring ke dalam kesengsaraan dan kemarahan oleh kapitalisme.
Dari fasisme, kaum borjuis menuntut sebuah pekerjaan yang menyeluruh;
setelah selesai menggunakan perang sipil, kaum borjuis menuntut kedamaian untuk
periode bertahun-tahun. Dan agen fasis, dengan menggunakan borjuis kecil sebagai
alat penghancur, dengan menabrak semua halangan yang ada di jalannya, melakukan
tugasnya dengan baik. Setelah fasisme menang, kapital finansial segera dipegang dan
dikendalikan sepenuhnya beserta semua organ dan institusi kekuasaan, eksekutif
administratif, dan pendidikan negara; seluruh aparatur negara bersama dengan tentara,
pemerintahan daerah, universitas-universitas, sekolah-sekolah, pers, serikat buruh, dan
koperasi. Saat sebuah negara berubah menjadi fasis, bukan berarti hanya bentuk-bentuk
dan metode-metode pemerintahan yang berubah sesuai dengan bentuk yang ditentukan
oleh Mussolini. Perubahan dalam lingkup ini pada akhirnya hanya berperan sangat
kecil. Tapi yang pertama dan utama adalah dibinasakannya organisasi buruh; kaum
proletar dihancurkan sampai tak berbentuk sama sekali; dan sebuah sistem administrasi
diciptakan untuk mempenetrasi massa secara mendalam dan berfungsi untuk
mengganggu kristalisasi independen kaum proletariat. Hal-hal tersebut adalah inti dari
fasisme.
Pada musim gugur 1920, pasukan fasis mulai melakukan operasi pembersihan
dalam kepentingan para pemilik tanah di utara dan di Italia pusat terhadap asosiasi-
asosiasi sosialis dan petani katolik serta melawan para sosialis di kota-kota didaerah.
Perpecahan PCI pada bulan Desember 1921 merupakan awal perkembangan fasisme di
Italia dan merupakan kegagalan aksi maret (Gramsci, 2000: 44-51)
Pada November 1921 Mussolini mengorganisir gerakan Fasis menjadi partai
resmi, partai Nasional Fasis atau Nation Facist Party. Para penganut paham Fasis
tersebut juga membentuk serikat buruh sendiri, sebuah sindikat untuk mengontrol kerja
kaum buruh. Jadi sampai masa itu, Mussolini sekaligus dapat mendekati empat
golongan masyarakat yang amat menentukan untuk mendukung Fasisme antara lain:
a. Golongan kaum industrialis dan tuan- tuan tanah yang biasanya bersedia
mendanai gerakan- gerakan fasis dengan harapan akan bebas dari
gangguan serikat- serikat buruh mereka
b. Kelas menengah bawah yang sebagian besar terdiri dari golongan kaum
penerima gaji, eksekutif berdasi dengan harapan fasisme akan melindungi
status dan kedudukannya diperusahaan- perusahaan dari rongrongan kaum
buruh kasar. Apalagi Fasisme menjanjikan pengawasan terhadap
perserikatan- perserikatan dan organisasi- organisasi baru yang muncul,
c. Golongan militer yang cenderung untuk melebih- lebihkan kebaikan,
disiplin, dan persatuan nasional. Mereka ini umumnya tidak sabar dengan
proses dermokrasi yang dianggap terlalu lamban dan bertele- tele dalam
memecahkan permasalahan bangsa. Mereka menyokong gerakan Fasisme
sebagai satu langkah berarti kearah militerisasi rakyat Itali,
d. Kumpulan massa yang terdiri dari kaum pengangguran. Perasaan bahwa
diri mereka tidak berguna, tidak disukai, dan berada diluar lingkungan
yang terhormat dari masyarakat telah dimanfaatkan sejak semula oleh
Mussolini. Dikalangan mereka yang berjiwa kosong inilah fasisme
mendapat kemajuan- kemajuan yang mengkhawatirkan dan melecehkan
akal sehat. Dengan memakaikan seragam pada seorang pengangguran,
gerakam fasis dapat membuat orang itu merasa dirinya tergolong atau
diperhitungkan. Itulah sebabnya mereka mulai membabi buta dengan
dalih menjalankan perintah pemimpinnya. (Thomas Wendoris, 2009: 23-
24)
Fasisme dalam memperoleh dukungan massa juga menggunakan berbagai
macam propaganda-propaganda untuk memaksa keinginan mereka kepada publik.
Propaganda- propaganda yang digunakan antara lain:
a. Negara Fasis hanya memperbolehkan idiologinya sendiri yang diajarkan.
Diluar itu tak seorangpun boleh memikirkan yang lain, jika tidak, dia akan
dihukum, buku-bukunya dibakar, atau dibungkam dengan cara- cara
lainnya. Mereka yang tidak setuju dengan ideologi ini di intimidasi
sampai dia mau menerimanya,
b. Menyembunyikan sejarah yang benar dari masyarakat dan menggantinya
dengan pengajaran sebuah versi khayalan yang mereka tulis sendiri.
Tyjuannya adalah untuk mmebengun sebuah budaya, dimana pemikiran-
pemikiran kaum Fasis dapat berkembang dengan pesat, yang
memungkinkan mereka lebih poluler dan lebih mengakar dalam
masyarakat. Pemahaman tentang sejarah juga filsafat, sepanjang proses
pendidikan diawasi ketat oleh negara fasis. Karena dididik dengan sistem
itu, masyarakat tidak menyadari bahwa mereka sedang dicuci otaknya
dalam idiologi Fasis dan bahwa pemikiran lain disensor sepenuhnya,
c. Bagian yang paling penting dalam fasisme adalah sang pemimpin, yang
namanya selalu ditonjolkan dalam setiap aspek kemasyarakatan. Gelar-
gelar yang digunakan misalnya Benito Mussolini adalah ” il Duce”
( pemimpin yang mengetahui segalanya). Fasisme melekatkan sebuah
kekuatan yang nyaris keramat kepada pemimpinnya, agar ia dapat
mempertahankan daya tariknya dan meningkatkan penerimanya di hati
rakyat. Mussolini dipandang sebagai seorang dengan kemampuan
istimewa, perkataan dan pernyataan Mussolini dinamakan ”Dekalog
fasis” dan ”Duce selalu benar” menjadi slogan diseluruh Italia. Cara lain
yang digunakan untuk melukiskan pemimpin Fasis sebagai keramat
adalah dengan menempatkan gambar- gambar dan patung-patung
diseluruh penjuru negeri. Hal ini memiliki efek psikologis yang
mendalam terhadap rakyat, yang terus menerus merasa diri mereka
berada kekuasaan dan pengawasan. Propaganda resmi Mussolini antara
lain mengarahkan pers bagaimana foto Mussolini akan ditempatkan, dalan
foto ini Mussolini tampil dihadapan rakyatnya denga pose-pose yang
megah seperti : menyapa kaum muda fasis, sebagai seorang pekerja keras
ataupun olahragawan yang tidak kenal lelah. (Yahya, 2004: 80-82)
Fasisme Italia adalah hasil yang segera muncul dari pengkhianatan kaum
reformis di saat kebangkitan kaum proletar Italia. Pada waktu Perang Dunia Pertama
berakhir, terdapat tren naik dalam gerakan revolusioner Italia, dan pada bulan
September 1920 gerakan tersebut berhasil melaksanakan penyitaan pabrik-pabrik dan
industri- industri oleh para pekerja. Kediktaturan proletariat merupakan sebuah
kenyataan pada saat itu. Namun, kekurangan kaum proletariat pada saat itu adalah
ketidakmampuan untuk mengorganisirnya dan mengambil darinya semua kesimpulan
yang diperlukan. Setelah usahanya yang berani dan heroik, kaum proletar ditinggalkan
begitu saja untuk
menghadapi kekosongan. Terganggunya gerakan revolusioner ini dalam
kenyataanya menjadi faktor yang terpenting di dalam perkembangan fasisme. Di
bulan September 1920, perkembangan revolusioner menjadi terhenti, dan bulan
November 1920 menjadi saksi dari sebuah demonstrasi penting yang pertama dari
kaum fasis Italia yaitu dengan merebut bologna.
Rezim Fasis setelah tahun 1925 menguat dengan karakter pemerintahan
yang dictator, sehingga kelas penguasa mengekspresikan kepentingan-kepentingan.
Fasisme mengembalikan pada kaum borjuis ketidaksadaran kelas dan organisasi
kelas dan pada bulan November 1925 banyak oposisi pers yang akhirnya hancur dan
berada dibawah kendali fasis dengan sebagian tertentu saja dari organ-organ komunis
dan sosialis (Gramsci, 2000: 97-98)
2. Perbedaan Komunisme dan Fasisme
a. Definisi
Fasisme: Fasisme adalah aturan radikal dan otoriter yang dicirikan oleh
kekuasaan diktator, penindasan oposisi secara paksa dan resimen masyarakat
dan ekonomi yang kuat.
Komunisme: Komunisme adalah filsafat politik dan ekonomi yang
menekankan kepemilikan bersama dari produksi untuk mempromosikan
kesetaraan sosial. Ini menjelaskan perbedaan mendasar antara fasisme dan
komunisme.

b. Tujuan
Fasisme: Tujuan fasisme adalah untuk menempa persatuan nasional dan
memelihara masyarakat yang stabil dan teratur. Komunisme: tujuan komunisme
adalah untuk membangun kesetaraan sosial melalui kepemilikan sosial dari
produksi.

c. Kontrol Ekonomi
Fasisme: Dalam fasisme alat-alat produksi secara nominal dimiliki secara
pribadi, tetapi diarahkan oleh negara. Komunisme: Dalam komunisme ada
kendali pemerintah yang lengkap atas ekonomi
d. Prinsip
Fasisme: Fasisme dicirikan oleh prinsip-prinsip seperti nasionalisme
ekstrim, militerisme, rasisme, dan Darwinisme sosial. Komunisme: Komunisme
dicirikan oleh prinsip-prinsip ekonomi dan sosial seperti kepemilikan umum
produksi, larangan kelas sosial, kesetaraan antara jenis kelamin dan semua
orang, dll.

e. Penggunaan Kekerasan dan Tindakan Militer


Fasisme: Kekerasan melalui aksi militer adalah suatu keharusan dalam
fasisme untuk meremajakan nasionalisme. Komunisme: Kekerasan tidak
dianggap sebagai suatu keharusan dalam komunisme.

f. Aturan
Fasisme: Fasisme memiliki pemimpin yang radikal dan otoriter yang
superior. Komunisme: Secara teori tidak ada pemimpin atau penguasa dalam
komunisme karena semua orang dianggap sama. Fasisme: Fasisme telah
memegang peran gender tradisional secara kuat di samping mempertimbangkan
orang sebagai subjek belaka yang harus patuh kepada penguasa. Komunisme:
Rasisme adalah prinsip diskriminasi dalam fasisme sedangkan dalam
komunisme tidak ada perpecahan di antara orang-orang dalam aspek apa pun.
DAFTAR PUSTAKA

Gramchi, A. 2000. Sejarah dan Budaya. Surabaya : Pustaka Promesthea


Garmidi, I. 1957. Sejarah Umum dari Mu’tamar Wina Sampai Pan Man Yam.
Bandung : Ganaco
Salim. 1971. Ikhtisar Sejarah Perang Dunia II. Jakarta : Departemen Pertahanan
Keamanan Pusat Sejarah ABRI
Yahya, H. 2004. Menyikap Tabir Fasisme, Ideologi Darwinisme yang
Mengguncang Dunia. Bandung : Dzikra
Willian Ebenstein & Edwin Fogelman. 1999. Isme-Isme Dewasa Ini, ed.9.
Jakarta : Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai