Anda di halaman 1dari 8

Nama : Dimas Faldi Jiaulhaq

Kelas : B

NIM : 170210302086

UAS Sejarah Nasional Indonesia I

1. Berdasarkan sumber sejarah berupa prasasti, berita Cina, temuan artefak, dan lain-
lain, kita dapat mengetahui: (i) kehidupan ekonomi, (ii) struktur sosial, dan (iii)
agama di kerajaan Tarumanagara. Hal ini dapat dibuktikan dengan :

Kehidupan Ekonomi

a. Tarumaneragara Dalam berita Cina dari zaman dinasti Sung (420-479) disebutkan
adanya sebuah perdagangan yaitu ko-ying yang diidentifikasi oleh Wolters
sebagai Karawang (Jawa Barat).
b. Pada awal perkembangannya Tarumanegara telah memiliki pelabuhan yang telah
menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara
c. Berita Cina dari dinasti T’ang (618-906) menambahkan pula pemberitaan tentang
adanya barang dagangan yang berasal dari jawa, berupa kulit penyu, emas, perak,
cula badak, dan gading gajah
d. Dalam prasasti tugu memberikan gambaran adanya perdagangan dan pelayaran,
perburuan, dan peternakan dan penambangan.

Agama

a. Dari lima prasasti dari masa pemerintahan Purnawarman kita mengetahui agama
yang bercirikan ajaran Weda.
b. Ajaran weda dapat terlihat dari unsur perlambangan telapak kaki
Purnawarmanyang disamakan telapak kaki dewa Wisnu ketika mengelilingi dunia
c. Dari berita Fa-shien terdapat 3 macam agama di Taruma yaitu Budha, Hindu, dan
agama yang “kotor” (SNI babon hal 62)
d. Arca siwa rajarsi dari perunggu dan tiga buah arca wisnu dari batu membuktikan
fakta kehadiran agama Hindu.
e. Salah satu candi di Cibuaya memiliki sebuah lingga batu yang melambangkan
dewa Siwa.

Struktur Masyarakat

a. Menurut berita Cina dari zaman Dinasti Sung disebutkan adanya perdagangan yaitu
ko ying. Berita Cina lain dari dinasti Tang memberikan informasi tentang barang
dagangan yang bersasal dari Jawa. Menurut berita Cina tersebut membuktikan bahwa
telah terdapat Pedagang dan Pelayar dalam kerajaan Tarumanegara.
b. Menurut Prasasti Tugu, memberikan informasi tentang struktur masyarakat
Tarumanegara yaitu : (1) Raja, dimana dalam prasasti diceritakan Raja Punawarman
mempersembahkan 1.000 ekor sapi. (2) Pemburu, (3) penambang.
c. Barang Keramik Cina di Batujaya dan Gerabah Arikamedu India Selatan
membuktikan Pelayaran dan Perdagangan.
d. Penggunaan kulit Padi pada teknologi pembuatan bata Candi yang ditemukan di
Karawang memberikan informasi adanya penanaman padi di sawah (adanya Petani).

2. A) Bukti dari berbagai Sumber (i) Struktu Birokrasi dan (ii) Agama Kerajaan
Sriwijaya
(i) Struktur Birokrasi
a. Sriwijaya merupakan kerajaan yang berbentuk kedatuan (Kelompok Datu),
dan didalam kedatuan terdapat sistem birokrasi. Coedes mengintrepetasikan
Datu sebagai gubernur Propinsi dan kedatuan sebagai Kantor dari Datu
b. Menurut prasasti telaga batu, terdapat kelas-kelas penguasa atau para birokrat
kedatuan yang disumpah oleh Dapunta Hiyang agar tidak memberontak.
Kelas-kelas ini dapat disebutkan (putra mahkota, putra datu, pemimpin,
komandan tentara, nayaka, pratiya, hakim, pengamat buruh, pengamat kasta
rendah, pembuat pisau dll
c. Menurut de Casparis kerajaan Sriwijaya dapat dibagi menjadi beberapa
mandala yang dikuasai oleh seorang Datu.
d. Menurut kronik Tiongkok Hsin Tang-shu, Sriwijaya yang begitu luas dibagi
menjadi dua. Seperti yang diterangkan diatas, Dapunta Hyang punya dua
orang anak yang diberi gelar putra mahkota, yakni yuvarāja (putra mahkota),
pratiyuvarāja (putra mahkota kedua).
e. Menurut Prasasti Telaga Batu, selain diceritakan kutukan raja Sriwijaya
kepada siapa saja yang menentang raja, diceritakan pula bermacam-macam
jabatan dan pekerjaan yang ada pada zaman Sriwijaya. Adapun, jabatan dan
pekerjaan yang diceritakan tersebut adalah raja putra (putra raja yang
keempat), bhupati (bupati), senopati (komandan pasukan), dan dandanayaka
(hakim). Kemudian terdapat juga Tuha an watak wuruh (pengawas kelompok
pekerja), Adyaksi nijawarna/wasikarana (pandai besi/ pembuat senjata
pisau), kayastha (juru tulis), sthapaka (pemahat), puwaham (nakhoda kapal),
waniyaga (peniaga), pratisra (pemimpin kelompok kerja), marsi haji (tukang
cuci), dan hulun haji (budak raja).

(ii) Agama
a. Menurut Berita Cina dari I-Tsing (711 M) I Tsing melaporkan bahwa
Sriwijaya menjadi rumah bagi sarjana Buddha sehingga menjadi pusat
pembelajaran agama Buddha. Selain berita diatas, terdapat berita yang
dibawakan oleh I Tsing, dinyatakan bahwa terdapat 1000 orang pendeta
yang belajar agama Budha pada Sakyakirti, seorang pendeta terkenal di
Sriwijaya
b. Bukti keberadaan agama Budha Mahayana dapat diketahui dari prasasti
Talang Tuo (684) yang menunjukkan doa dan harapan untuk keselamatan
segala mahkluk.Bukti arkeologis berupa arca batu mewakili agama hindu
dan tantris. Di palembang ditemukan Arca Ganesha dan Arca Siwa.

B) Menurut Saya, Prasasti Nalanda terdapat nilai penting sebagai sumber kedatuan
Sriwijaya. Menurut I-tsing, sebelum belajar Buddhisme ke Nalanda, India, sebaiknya singgah
dulu dua atau tiga bulan di Sriwijaya untuk mendalami pengetahuan agama Buddhia dan
mempelajari Bahasa Sanskerta. Di kawasan Asia saat itu memang ada dua pusat studi agama
Buddha yang sangat terkenal, yaitu di Nalanda dan Sriwijaya sendiri. Keduanya memiliki
hubungan istimewa yang tercatat dalam sejarah. Sebagaimana dituliskan dalam Prasasti
Nalanda (abad ke-9 Masehi), Raja Dewapaladewa dari Dinasti Pala, India memberi izin
kepada raja Sriwijaya, Balaputeradewa, untuk mendirikan asrama di kompleks wihara
Nalanda. Permintaan Balaputeradewa agar Dewapala membebaskan pajak bagi beberapa desa
di sekitar Nalanda, demi pemeliharaan asrama tersebut, juga dikabulkan. Hubungan damai
yang dijembatani oleh agama ini tetap terus berlangsung hingga ke masa-masa berikutnya.

3. Faktor Umum

a. Indianisasi. Dalam tulisan tentang masuknya pengaruh India, konsep ini digunakan untuk
menjelaskan gejala umum dalam bentuk penularan, peniruan, atau penyebaran unsur
kebudayaan dari India di luar India. Jadi tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di wilayah lain.
Cakupannya meliputi berbagai aspek kehidupan, tetapi umumnya memberi perhatian utama
pada agama, pranata pemerintahan, dan kesenian. Meskipun demikian, perlu disadari bahwa
istilah ini dapat menimbulkan masalah karena terdapat istilah “India” di dalam konsep
“indianisasi”, Istilah ini merupakan konsep politik, bukan konsep budaya yang selama ini
digunakan untuk menjelaskan proses perubahan kebudayaan sebagai akibat dari masuknya
pengaruh budaya asing yang berpusat di Asia Selatan. Penamaan “India” baru muncul pada
abad XVIII sebagai akibat dari berkembangnya sistem ekonomi dunia yang didominasi
Eropa. India baru berdiri sebagai negara berdaulat pada tahun 1948 dan kemudian pecah
menjadi dua dan melahirkan negara baru, yaitu Republik Pakistan yang terdiri dari Pakistan
Timur dan Pakistan Barat. Akhirnya Republik Pakistan ini pecah lagi menjadi dua negara:
Pakistan dan Bangladesh. Semestinya analisis yang menempatkan India sebagai pusat
peradaban perlu mempertimbangkan persoalan ini. Dengan penjelasan ini pembahasan
tentang indianisasi dalam buku ini sesungguhnya menggunakan artian geografis yang lebih
luas, termasuk di dalamnya adalah wilayah Nepal dan Sri Lanka yang pernah menjadi pusat
agama Buddha.

b. Jenius Lokal (Local Genius). Konsep ini digunakan dalam kaitan suatu penjelasan
tentang reaksi setempat ketika kebudayaan asing masuk. Disebut genius karena berkaitan
dengan kemampuan istimewa, biasanya berbekal dari karya budaya setempat dalam
menghadapi masuknya pengaruh asing. Kemampuan istimewa ditandai oleh tampilnya jati
diri yang muncul dalam bentuk baru yang sepintas terkesan asing dalam bentuk luarnya.
Jenius lokal ini bisa muncul dalam berbagai aspek budaya, namun dalam konteks Indonesia
masa Hindu-Buddha, biasanya dikaitkan dengan fenomena kehidupan keagamaan dan seni.
Pengertian lainnya adalah pencapaian penting yang dimiliki sebelum pengaruh asing datang,
misalnya dalam hal ilmu perbintangan dan teknologi
bangunan batu besar.

c. Munculnya Tulisan. Sejarah mencatat bahwa bahasa telah berkembang secara berbeda
pada tiap peradaban manusia. Awal mula tulisan diketahui pada masa proto dengan sistem
ideografik dan simbol mnemonik. Penemuan tulisan ditemukan pada dua tempat yang
berbeda: Mesopotamia (khususnya Sumer kuno) sekitar 3200 SM dan Mesoamerika sekitar
600 SM. Dua belas naskah kuno Mesoamerika diketahui berasal dari Zapotec, Meksiko.
Sementara itu, tempat berkembangnya tulisan masih menjadi perdebatan antara di Mesir yaitu
sekitar 3200 SM atau di China pada 1300 SM. Di Indonesia sendiri Tulisan baru diketahui
muncul sejak abad 5 M melalui prasasti Yupa.

Faktor Khusus

Teknologi Pelayaran. Mulai munculnya teknologi pelayaran yang lebih maju pada masa
protosejarah/ perundagian menyebabkan transportasi laut menjadi lebih gencar. Teknologi
pelayaran bukan hanya dari teknologi kapal tetapi mulai bertambahnya ilmu mengenai
pelayaran.

Ilmu Pengetahuan. Ilmu pengetahuan berkembang pada zaman protosejarah. Banyak


pertukaran pengetahuan berlandaskan agama di penjuru dunia. Persebaran agama juga
dipengaruhi pertukaran informasi tersebut. Selain itu pertukaran ilmu berupa seni, arsitektur,
politik, dan lain-lain.
4.
Agama Pada Pemerintahan Dinasti Syailendra dan
Sanjaya

Pengaruh budaya India yang masuk ke Indonesia terutama berasal dari India
Selatan (Amarawati) dan India Utara (Gandhara)

Hindu (Kutai , Tarumanegara) Budha (Sumatera Selatan)

Agama Hindu dan Budha sama-sama berkembang di Jawa. Banyak bangunan


suci ditemui di Jawa Tengah.

Agama Budhha baru berkembang di Jawa Timur sejak masa pemerintahan


empu Sindok dari Kerajaan Matarama, meskipun dirinya beragama Hindu.

Pengganti Empu Sindok, Dharmawangsa Tguh adalah pemeluk agama Hindhu


beraliran Waisnawa

Airlangga menurut prasasti Pucangan menyamakan dirinyadengan Chakrawatin yang mengarah pada
pengertian seseorang raja ideal yang memerintah dengan moral bagi seluruh dunia.

Pada masa pemerintahan Kertanegara, agama Buddha aliran Tantrayana


berkembang pesat dan menjadi agama negara.

5. Pada tahun 1045, atas saran penasehat kerajaan Mpu Barada, Airlangga terpaksa
membagi kerajaannya menjadi dua, yaitu bagian barat bernama Kadiri beribu kota di Daha,
diserahkan kepada Sri Samarawijaya, serta bagian timur bernama Janggala beribu kota di
Kahuripan, diserahkan kepada Mapanji Garasakan. Berdasarkan prasasti Pamwatan dan Serat
Calon Arang, pada tahun 1042 pusat pemerintahan Airlangga sudah pindah ke Daha. Tidak
diketahui dengan pasti mengapa Airlangga meninggalkan Kahuripan. Pada tahun 1042 itu
pula, Airlangga turun takhta. Putri mahkotanya yang bernama Sanggramawijaya Tunggadewi
lebih dulu memilih kehidupan sebagai pertapa, sehingga timbul perebutan kekuasaan antara
kedua putra Airlangga yang lain, yaitu Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan. Akhir
1042, Airlangga terpaksa membagi dua wilayah kerajaannya. Sri Samarawijaya mendapatkan
Kerajaan Kadiri di sebelah barat yang berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan Mapanji
Garasakan mendapatkan Kerajaan Janggala di sebelah timur yang berpusat di kota lama,
yaitu Kahuripan.

Meskipun raja Janggala yang sudah diketahui namanya hanya tiga orang saja, namun
kerajaan ini mampu bertahan dalam persaingan sampai kurang lebih 90 tahun lamanya.
Menurut prasasti Ngantang (1135), Kerajaan Janggala akhirnya ditaklukkan oleh Sri
Jayabhaya raja Kadiri, dengan semboyannya yang terkenal, yaitu Kadiri Jayati, atau Kadiri
Menang. Sejak saat itu Janggala menjadi bawahan Kadiri. Menurut Kakawin Smaradahana,
raja Kadiri yang bernama Sri Kameswara, yang memerintah sekitar tahun 1182-1194,
memiliki permaisuri seorang putri Janggala bernama Kirana.

Masa-masa awal Kerajaan Kadiri atau Kadiri tidak banyak diketahui. Prasasti Turun
Hyang II (1044) yang diterbitkan Kerajaan Janggala hanya memberitakan adanya perang
saudara antara kedua kerajaan sepeninggal Airlangga.

Sejarah Kerajaan Kadiri mulai diketahui dengan adanya prasasti Sirah Keting tahun
1104 atas nama Sri Jayawarsa. Raja-raja sebelum Sri Jayawarsa hanya Sri Samarawijaya
yang sudah diketahui, sedangkan urutan raja-raja sesudah Sri Jayawarsa sudah dapat
diketahui dengan jelas berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan. Kadiri di bawah
pemerintahan Sri Jayabhaya berhasil menaklukkan Kerajaan Janggala dengan semboyannya
yang terkenal dalam prasasti Ngantang (1135), yaitu Kadiri Jayati, yang berarti "Kadiri
Menang". Pada masa pemerintahan Sri Jayabhaya inilah, Kerajaan Kadiri mengalami masa
kejayaannya. Wilayah kerajaan ini meliputi seluruh Jawa dan beberapa pulau di Nusantara,
bahkan sampai mengalahkan pengaruh Kerajaan Sriwijaya di Sumatra.

Hal ini diperkuat kronik Tiongkok berjudul Ling wai tai ta karya Chou Ku-fei tahun
1178, bahwa pada masa itu negeri paling kaya selain Tiongkok secara berurutan adalah Arab,
Jawa, dan Sumatra. Saat itu yang berkuasa di Arab adalah Bani Abbasiyah, di Jawa ada
Kadiri, sedangkan Sumatra dikuasai Kerajaan Sriwijaya.

Kerajaan Kediri menurut Nagarakrtagama runtuh pada tahun 1222 M, ketika Sri
Ranggah Rajasa/Ken Angrok dari Tumapel menyerang Sri Krtajaya. Sementara menurut
kitab Pararaton, serangan terhadap Kediri ini didasarkan atas permintaan para bhujangga
penganut Siwa yang diminta raja Kediri untuk menyembahnya. Bhujangga ini kemudian
melarikan diri, dan merestui Ken Angrok sebagai raja di Tumapel, mempergunakan nama
kerajaan Singhasari, dan dengan nama penobatan Sri Ranggah Rajasa. Ia kemudian
melepaskan diri dari pengaruh Kediri dan menyerbu Daha. Ken Angrok berhasil
mengalahkan Krtajaya di Ganter. Kekalahan ini tidak hanya membawa Kediri, namun juga
Janggala masuk ke dalam pengaruh Singhasari. Imperium baru tumbuh di sekitar sungai
Brantas, Jawa Timur menggantikan Kediri.

Menurut Pararaton, Tumapel semula hanya sebuah daerah bawahan Kerajaan Kadiri.
Yang menjabat sebagai akuwu (setara camat) Tumapel saat itu adalah Tunggul Ametung. Ia
mati dibunuh dengan cara tipu muslihat oleh pengawalnya sendiri yang bernama Ken Arok,
yang kemudian menjadi akuwu baru. Ken Arok juga yang mengawini istri Tunggul Ametung
yang bernama Ken Dedes. Ken Arok kemudian berniat melepaskan Tumapel dari kekuasaan
Kerajaan Kadiri.

Pada tahun 1254 terjadi perseteruan antara Kertajaya raja Kerajaan Kadiri melawan
kaum brahmana. Para brahmana lalu menggabungkan diri dengan Ken Arok yang
mengangkat dirinya menjadi raja pertama Tumapel bergelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi.
Perang melawan Kerajaan Kadiri meletus di desa Ganter yang dimenangkan oleh pihak
Tumapel. Nagarakretagama juga menyebut tahun yang sama untuk pendirian Kerajaan
Tumapel, namun tidak menyebutkan adanya nama Ken Arok. Dalam naskah itu, pendiri
kerajaan Tumapel bernama Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra yang berhasil mengalahkan
Kertajaya raja Kerajaan Kadiri.

Prasasti Mula Malurung atas nama Kertanagara tahun 1255, menyebutkan kalau
pendiri Kerajaan Tumapel adalah Bhatara Siwa. Mungkin nama ini adalah gelar anumerta
dari Ranggah Rajasa, karena dalam Nagarakretagama arwah pendiri kerajaan Tumapel
tersebut dipuja sebagai Siwa. Selain itu, Pararaton juga menyebutkan bahwa, sebelum maju
perang melawan Kerajaan Kadiri, Ken Arok lebih dulu menggunakan julukan Bhatara Siwa.

Kertanagara adalah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Singhasari (1272 -
1292). Ia adalah raja pertama yang mengalihkan wawasannya ke luar Jawa. Pada tahun 1275
ia mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk menjadikan Sumatra sebagai benteng
pertahanan dalam menghadapi ekspansi bangsa Mongol. Saat itu penguasa Sumatra adalah
Kerajaan Dharmasraya (kelanjutan dari Kerajaan Malayu). Kerajaan ini akhirnya dianggap
telah ditundukkan, dengan dikirimkannya bukti arca Amoghapasa yang dari Kertanagara,
sebagai tanda persahabatan kedua negara.

Pada tahun 1284, Kertanagara juga mengadakan ekspedisi menaklukkan Bali. Pada
tahun 1289 Kaisar Kubilai Khan mengirim utusan ke Singhasari meminta agar Jawa
mengakui kedaulatan Mongol. Namun permintaan itu ditolak tegas oleh Kertanagara.
Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah bawahan Singhasari di luar Jawa pada masa
Kertanagara antara lain, Melayu, Bali, Pahang, Gurun, dan Bakulapura.

Berdasarkan prasasti Gajahmada, pada tahun 1292 M Jayakatwang melancarkan


serangan ke Singasari. Dalam prasasti Kudadu (1294 M), penyerangan tersebut disebut
curang mendurhakai sahabat. Serangan Jayakatwang berasal dari 2 arah Utara – Kertanegara
memerintah raden Wijaya menahan serangan dari Utara. Selatan – dipimpin oleh Kebo
Mundarang, Pudot, dan Bowong yang berhasil memasuki keraton dan membunuh
Kertanegara yang sedang minum-minuman keras. Dengan meninggalnya Kertanegara seluruh
kekuasaan Singasari jatuh ke tangan Jayakatwang.

Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh


Kertanegara. Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada
Raden Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja
mengirim utusan ke Daha, yang membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya menyerah
dan ingin mengabdi kepada Jayakatwang. Jawaban dari surat di atas disambut dengan senang
hati. Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa
baru. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa "pahit"
dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol
untuk bertempur melawan Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden
Wijaya berbalik menyerang sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang
kembali pasukannya secara kalang-kabut karena mereka berada di negeri asing. Saat itu juga
merupakan kesempatan terakhir mereka untuk menangkap angin muson agar dapat pulang,
atau mereka terpaksa harus menunggu enam bulan lagi di pulau yang asing.

Anda mungkin juga menyukai