Anda di halaman 1dari 37

PERUNDANG-UNDANGAN & ETIKA FARMASI

Materi I
Apoteker dan Praktik Kefarmasian

Program Studi Profesi Apoteker


Fakultas Farmasi Universitas Pancasila

Budi Djanu Purwanto, SH, MH


Semester Genap 2020-2021

© Hak Cipta dilindungi Undang-Undang


BIO DATA
 BUDI DJANU PURWANTO, SH, MH
 Jakarta, 8 Januari 1956
 (1963-1968) SD Negeri Slipi Pagi II, Jakarta Barat
 (1969-1971) SMP Negeri 88 Slipi, Jakarta Barat
 (1972-1974) SMF Negeri Depkes Jakarta
 (1979-1984) Fakultas Hukum – Universitas Indonesia.
 (2003-2005) Fakultas Hukum – Universitas Indonesia, Pascasarjana
 RIWAYAT PEKERJAAN
 (1978-1980) Staf Urusan POM Dinas Kesehatan DKI Jakarta
 (1980-2000) Staf Sub Seksi Narkoba, Balai POM DKI Jakarta
 (2000-2001) Kepala Sub Bagian Hukum, Ditjen POM Depkes
 (2001-2008) Kepala Bagian Bantuan Hukum, Badan POM
 (2008-2010) Kepala Bidang Informasi Obat, Badan POM
 (2010-2011) Kepala Bagian Peraturan Perundang-undangan, Badan POM
 (2011-2012) Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif, Badan POM
 (2012-2016) Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Badan POM
 (2016-2017) Staf Khusus Kepala Badan POM
 LAIN-LAIN
 (2006-sekarang) Dosen Fakultas Farmasi Universitas Pancasila
 (2014) Satyalancana Karya Satya 30 tahun
 (2016- sekarang) Ketua 1 Pengurus Pusat-Persatuan Ahli Farmasi Indonesia
Agenda

Dasar Hukum

Praktik Kefarmasian

Organisasi Profesi

Sumpah/Janji Apoteker

Profesional dan Kode Etik Profesi

Peraturan Perundang-undangan
Dasar Hukum

UU 36/2009 Kesehatan

UU 12/2012 Pendidikan Tinggi

UU 36/2014 Tenaga Kesehatan

PP 20/1962 Lafal Sumpah/Janji Apoteker

PP 10/1966 Wajib Simpan Rahasia Kedokteran

PP 51/2009 Pekerjaan Kefarmasian


PRAKTIK KEFARMASIAN yang
meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian obat,
pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan
obat tradisional harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan sesuai
dengan ketentuan peraturan
PRAKTIK perundang-undangan.

KEFARMASIAN TENAGA TENAGA


KESEHATAN KEFARMASIAN
Pasal 108 ayat (1) UU 36/2014 UU 36/2014
UU 36/2009
Yang dimaksud dengan “tenaga
kesehatan” dalam ketentuan ini adalah
tenaga kefarmasian sesuai dengan
keahlian dan kewenangannya.
Dalam hal tidak ada tenaga
kefarmasian, tenaga kesehatan tertentu
dapat melakukan praktik kefarmasian
secara terbatas, misalnya antara lain
dokter dan/atau dokter gigi, bidan, dan
perawat, yang dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-
undangan.
TENAGA
KEFARMASIAN
[UU 36/2014]

APOTEKER
Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai
Apoteker dan telah mengucapkan
Tenaga Kefarmasian adalah sumpah jabatan Apoteker.
tenaga yang melakukan [PP 51/2009]
Pekerjaan Kefarmasian, yang
terdiri atas Apoteker dan
Tenaga Teknis Kefarmasian.

[PP 51/2009]
Pendidikan Tinggi UU 12/2012
Sistem pendidikan tinggi yang diarahkan pada
penguasaan dan pengembangan disiplin ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni tertentu.
Pendidikan Akademik mencakup program
Sarjana Farmasi
pendidikan sarjana (S1), magister atau master
(S2), dan doktor (S3).
AKADEMIK

Sistem pendidikan tinggi setelah program


pendidikan sarjana yang menyiapkan
PENDIDIKAN PROFESI peserta didik untuk menguasai keahlian Apoteker
TINGGI khusus. Lulusan pendidikan profesi
mendapatkan gelar profesi.

VOKASI Sistem pendidikan tinggi yang diarahkan pada


penguasaan keahlian terapan tertentu.
Pendidikan vokasi mencakup program
pendidikan diploma I (D1), diploma II (D2), Ahli Madya Farmasi
diploma III (D3) dan diploma IV (D4). Lulusan
pendidikan vokasi mendapatkan gelar vokasi,
misalnya A.Md (Ahli Madya).
ORGANISASI PROFESIUU 36/2014

Tenaga Kesehatan harus membentuk Organisasi Profesi


sebagai wadah untuk meningkatkan dan/atau
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan,
martabat, dan etika profesi Tenaga Kesehatan.
Organisasi
Profesi adalah
wadah untuk
Setiap jenis Tenaga Kesehatan hanya dapat membentuk berhimpun
1 (satu) Organisasi Profesi. tenaga
kesehatan
yang
seprofesi.

Pembentukan Organisasi Profesi dilaksanakan sesuai


.
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan
Lanjutan…

UMUM
SUMPAH
KEWENANGAN

PENDERITA
Kode Etik
INTERNAL APOTEKER INDONESIA KEWAJIBAN
TEMAN SEJAWAT

HAK
Peraturan TENAGA
EKSTERNAL Perundang-Undangan KESEHATAN LAIN
KEWAJIBAN
SUMPAH/JANJI APOTEKER

Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan


terutama dalam bidang Kesehatan;

Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena


pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai Apoteker;
Rahasia
Kedokteran
Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan
kefarmasian saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum
PP perikemanusiaan;

Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan


20/1962 martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian;

Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berikhtiar dengan sungguh- Rahasia
sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan,
kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian, atau kedudukan sosial;
kefarmasian
Saya ikrarkan Sumpah/Janji ini dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh
keinsyafan
PROFESIONAL & KODE ETIK PROFESI

TENAGA KESEHATAN
adalah setiap orang
yang mengabdikan diri PENGETAHUAN
dalam bidang (KNOWLEDGE)
kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui
pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk
jenis tertentu KETRAMPILAN SIKAP/ETIKA
memerlukan (SKILL) (ATTITUDE)
kewenangan untuk
melakukan upaya
kesehatan.
ETIKA

Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan
tentang hak dan kewajiban moral (ahlak);

berasal dari kata dalam bahasa


Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan
ahlak;
Yunani “Ethos”, sama dengan
Moral, yg berasal dari kata dalam
bahasa Latin “Mores”, yang berarti
Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu adat, kebiasaan, cara pikir;
golongan atau masyarakat.
KBBI
1988 Kumpulan asas atau nilai moral;

Etika atau Moral adalah ilmu


Ilmu tentang yang baik atau buruk; tentang apa yang biasa dilakukan
atau ilmu tentang adat kebiasaan;
Nilai-nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya.
Perbedaan antara Etiket dan Etika

Ettiquette (Perancis)
Etika
Sopan santun
Cara bertingkah laku Tentang tingkah laku itu sendiri

Hanya untuk pergaulan Berlaku tanpa ada orang lain

Relatif Lebih absolut

Segi dalam (essensi) dari


Terbatas lahiriah
manusia
Etika, Hukum, Kode Etik

Etika/Moral Hukum Kode Etik


Tertulis, kodifikasi (pasal-pasal), Etika yang dituliskan
Tidak tertulis
dibuat oleh yang berwenang

Spesifik untuk bidang tertentu


(biasanya profesi)
Perilaku spesifik, kontekstual
Nilai-nilai universal
(“barang siapa …”)
Sanksi profesi (pencabutan izin
praktik, skorsing, dll)

Sanksi sosial Sanksi fisik (kurungan) atau (Kode Etik adalah etika yang
(“memalukan”, dll) denda tertulis/ditulis yang mempunyai
sanksi profesi)
Kode Etik Profesi
(Code of Conduct)

K. Bertens, Etika, Gramedia


Profesi
Mereka yang membentuk
suatu profesi, disatukan juga Suatu kelompok yang
Suatu moral community karena latar belakang mempunyai kekuasaan
(masyarakat moral) yang pendidikan yang sama dan tersendiri dan karena itu
memiliki cita-cita dan nilai- bersama-sama memiliki mempunyai tanggung jawab
nilai bersama keahlian yang tertutup bagi khusus.
orang lain.

KODE ETIK Bagi klien yang Karena memiliki monopoli atas


DAPAT mempergunakan jasa profesi suatu keahlian tertentu, selalu
tertentu, keadaan seperti itu ada bahaya, profesi menutup
MENGIMBANGI dapat mengakibatkan diri bagi orang dari luar dan
SEGI NEGATIF kecurigaan jangan-jangan ia menjadi suatu kalangan yang
PROFESI INI. dipermainkan. sukar ditembus.

K. Bertens, Etika, Gramedia


Profesi

Dengan adanya kode


Kode etik yang sudah
etik, kepercayaan Kode etik ibarat
ada, sewaktu-waktu
masyarakat akan kompas yang
harus dinilai kembali
suatu profesi dapat menunjukkan arah
dan, jika perlu,
diperkuat, karena moral bagi suatu
direvisi atau
setiap klien profesi dan sekaligus
disesuaikan, hal ini
mempunyai juga menjamin mutu
bisa mendesak
kepastian bahwa moral profesi itu di
karena situasi yang
kepentingannya akan masyarakat.
berubah.
terjamin.

K. Bertens, Etika, Gramedia


Profesi

Kode etik bisa diubah


atau dibuat baru, jika Ini terbukti sebagai
sebelumnya tidak suatu cara ampuh Contoh:
ada, setelah terjadi untuk memulihkan Hubungan antara
penyalahgunaan kembali para dokter dan
yang meresahkan kepercayaan industri farmasi diatur
masyarakat dan masyarakat yang dengan kode etik.
membingungkan sedang tergoncang.
profesi itu sendiri.

K. Bertens, Etika, Gramedia


Syarat Mutlak Kode Etik Profesi
Supaya Dapat Berfungsi Dengan Semestinya

Dengan membuat
kode etik, profesi
sendiri akan
Kode etik harus menetapkan hitam
menjadi hasil self- atas putih niatnya
Kode etik itu dibuat
regulation untuk mewujudkan
oleh profesi itu sendiri
(pengaturan diri) dari nilai-nilai moral yang
profesi. dianggapnya hakiki,
hal itu tidak pernah
bisa dipaksakan dari
luar.

K. Bertens, Etika, Gramedia


Syarat Mutlak Kode Etik Profesi
Supaya Dapat Berfungsi Dengan Semestinya

Kode etik mengandung Karena tujuannya


sanksi-sanksi yang adalah mencegah
dikenakan pada terjadinya perilaku yang
pelanggar kode etik, tidak etis, seringkali
Pelaksanaannya kasus-kasus kode etik berisikan juga
pelanggaran akan ketentuan bahwa
diawasi terus-
dinilai oleh suatu profesional
menerus “Dewan Kehormatan” berkewajiban melapor,
atau “Komisi” yang bila ketahuan teman
dibentuk khusus untuk sejawat melanggar
itu kode etik.

K. Bertens, Etika, Gramedia


Kode Etik Apoteker Indonesia

MUKADIMAH

 Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta


dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan
keridhaan Tuhan Yang Maha Esa

 Apoteker di dalam pengabdiannya kepada nusa dan bangsa serta di dalam


mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji
Apoteker.

 Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya


berpedoman pada satu ikatan moral yaitu Kode Etik Apoteker Indonesia
BAB I
KEWAJIBAN UMUM

Pasal 1
Sumpah/Janji

Setiap Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Apoteker.

Pasal 2

Setiap Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik
Apoteker Indonesia.

Pasal 3

Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta
selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan
kewajibannya.
Pasal 4

Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di
bidang farmasi pada khususnya.

Pasal 5

Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan
diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.

Pasal 6

Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain.

Pasal 7

Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.

Pasal 8

Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di Bidang


Kesehatan pada umumnya dan di Bidang Farmasi pada khususnya.
BAB II
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PENDERITA

Pasal 9

Seorang Apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan


kepentingan masyarakat dan menghormati hak asazi penderita dan melindungi makhluk
hidup insani.
BAB III
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT

Pasal 10

Setiap Apoteker harus memperlakukan Teman Sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin


diperlakukan.

Pasal 11

Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk mematuhi
ketentuan-ketentuan Kode Etik.

Pasal 12

Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan kerjasama yang
baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta
mempertebal rasa saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.
BAB IV
KEWAJIBAN APOTEKER/FARMASIS TERHADAP SEJAWAT PETUGAS
KESEHATAN LAINNYA

Pasal 13

Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan meningkatkan
hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati Sejawat Petugas
Kesehatan.

Pasal 14

Setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat
mengakibatkan berkurangnya/hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas
kesehatan lainnya.
BAB V
PENUTUP

Pasal 15

Setiap Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker


Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari. Jika seorang Apoteker baik
dengan sengaja maupun idtak sengaja melanggar atau tidak mematuhi Kode Etik Apoteker
Indonesia, maka Apoteker tersebut wajib mengakui danmenerima sanksi dari pemerintah,
Ikatan/Organisasi Profesi Farmasi yang menanganinya yaitu ISFI dan
mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Ditetapkan di :Denpasar
Pada tanggal:18 Juni 2005
APOTEKER
(IAI) KODE ETIK APOTEKER INDONESIA

TENAGA TEKNIS KODE ETIK AHLI FARMASI


KEFARMASIAN INDONESIA
(PAFI)
TENAGA
KEFARMASIAN

KODE ETIK GPFI


(Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia)

KOMUNITAS
KODE ETIK IPMG
(International Pharmaceutical Manufacturer Group)
Kode Etik Komunitas Farmasi

KODE ETIK USAHA FARMASI INDONESIA


Disahkan dalam Rapat Pleno 1 Dewan Penasehat, Majelis Pembina Kode Etik dan
Pengurus Pusat GP Farmasi Indonesia Tanggal 19 Desember 2016 di Jakarta
KODE ETIK PEMASARAN USAHA FARMASI INDONESIA

IPMG CODE OF ETHICS, SEPTEMBER 2019 REVISION


PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Jenis dan Hirarki Peraturan Perundang-


undangan

Asas-Asas Pemberlakuan Peraturan


Perundang-undangan
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

 Peraturan tertulis yang memuat norma


hukum yang mengikat secara umum dan
dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga
negara atau pejabat yang berwenang
melalui prosedur yang ditetapkan dalam
Peraturan Perundang-undangan.

(UU No. 12 Tahun 2011, Pasal 1 angka 2 )


JENIS & HIRARKI
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
(UU No. 12 Tahun 2011, Pasal 7 )

UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Ketetapan MPR

Kekuatan hukum Undang-Undang/Perppu


Peraturan
Perundang-
undangan sesuai Peraturan Pemerintah
dengan hirarkinya.
Peraturan Presiden

Perda Provinsi

Perda Kabupaten/Kota
Lanjutan…
 Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh:
 MPR,
 DPR,
 DPD,
 MA,
 MK,
 BPK,
 KY,
 BI,
 Menteri,
 Badan, Lembaga, atau Komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau
Pemerintah atas perintah Undang-Undang,
 DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang
setingkat.
 Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
[UU 12/2011, Pasal 8 ayat (1) ]
Lanjutan…

Semua Keputusan Presiden, Keputusan


Menteri, Keputusan Gubernur, Keputusan
Bupati/Walikota, atau keputusan pejabat
lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 97 yang sifatnya mengatur, yang
sudah ada sebelum Undang-Undang ini
berlaku, harus dimaknai sebagai peraturan,
sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-Undang ini. (UU 12/2011, Pasal 100)
Pengundangan
Pengundangan adalah penempatan Peraturan
Perundang-undangan dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita
Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita
Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah,
Tambahan Lembaran Daerah, atau Berita
Daerah.
Asas-asas Pemberlakuan Peraturan Perundang-undangan
(Stufenbau Theory, Hans Nawiasky, Hans Kelsen)

lex supperior Peraturan yang lebih tinggi tingkatannya


derogat legi mengenyampingkan Peraturan yang
inferior lebih rendah.

lex specialis Peraturan yang bersifat khusus


derogat legi mengenyampingkan Peraturan yang bersifat
generale umum.

Peraturan yang lahir kemudian


lex posterior mengenyampingkan Peraturan yang
derogat legi priori terdahulu, jika materi muatan peraturan
tersebut sama.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai