Anda di halaman 1dari 9

Nerissa Arviana Romadhona Chafsoh

31102000060

1. Sengketa medis (pengertian, bentuk2)


Pengertian sengketa medis
Sengketa medik adalah oposisi atau pertentangan yang terjadi antara dokter dengan pasien
yang berhubungan dengan ranah medis atau pengobatan dan terjadi apabila harapan pasien
untuk proses pelayanan medik dalam rangka penyembuhan penyakit yang dideritanya tidak
terwujud.
Selain itu menurut UU No.29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran pasal 66 menyatakan
bahwa sengketa medik adalah sebuah perselisihan yang terjadi antara tenaga kesehatan
dengan pasien atau keluarganya yang timbul karena perbedaan pendapat dan pasien merasa
dirugikan yang disebabkan karena kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan. Sengketa
medis ini baru timbul Ketika adanya tuntutan ke rumah sakit,pengaduan ke polisi atau
gugatan ke pengadilan.

Bentuk-bentuk dari sengketa medik:


a). Kelalaian medis (kurangnya informed consent, penanganan lambat)
adalah sebuah sikap atau tindakan yang dilakukan oleh dokter/dokter gigi atau tenaga
kesehatan lainnya yang merugikan pasien. Menurut kepustakaan ada beberapa pandangan
tentang kelalaian medis. Secara umum kelalaian medis dimaknai sebagai melakukan sesuatu
yang tidak semestinya dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan.
Pasal-pasal yang dikenakan kepada dokter karena Kelalaian Medis :
 Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.
 Pasal 359 KUHP yaitu karena kesalahannya menyebabkan orang mati.
 Pasal 360 KUHP yaitu karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat.
 Pasal 361 KUHP yaitu karena kesalahannya dalam melakukan suatu jabatan atau
pekerjaannya hingga menyebabkan mati atau luka berat akan dihukum lebih berat.
 Pasal 322 KUHP tentang pelanggaran rahasia kedokteran.
b). Pembiaran medis
dimana dalam memberikan pelayanan kesehatan tidak sesuai standar prosedur yang
berlaku, adapun dapat dikatakan pembiaran medik adalah suatu tindakan dokter tidak
sungguh-sungguh atau tidak memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien dengan
berbagai alasan yang terkait dengan sistem pelayanan Kesehatan.
Peraturan perundang-undangan tentang pembiaran medis :
 Pasal 1366 KUHPerdata
bahwa setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabakan
perbuatannya tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya
 Pasal 304 KUHP
Sengaja menempatkan atau membiarkan seseorang dalam keadaan sengsara, padahal
menurut hukum yang berlaku baginya, dia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau
pemeliharaan kepada orang itu.
 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
(Sumber : Novianto,Widodo Tresno.2017.Sengketa Medik : Pergaulan Hukum Dalam
Menentukan Kelalaian Medik.Surakarta : UNSPress )

2. Bentuk2 pelanggaran etik, dispilin, hukum (pidana, perdata, bedannya) contoh kasus
Dalam pelaksanaan praktik kedokteran terdapat 3 macam bentuk pelanggaran, diantaranya:
a. Pelanggaran Etika Profesi Kedokteran
Pelanggaran etika profesi kedokteran merupakan suatu pelanggaran terhadap kode etik
kedokteran. Kode etik kedokteran sendiri merupakan pedoman bagi profesi kedokteran
maupun pedoman perilaku etika yang mengikat dokter maupun dokter gigi dalam
menjalankan profesinya yang berhubungan dengan pasien,maupun hubungan sesama rekan
sejawatnya sekaligus terhadap dirinya sendiri. Dimana dalam hal ini terdapat 2 jenis etik
kedokteran yang dilanggar yang saling terkait dan saling pengaruh mempengaruhi yaitu
medical ethicts (etik jabatan) yang menyangkut masalah yang berhubungan dengan sikap
para dokter terhadap sejawatnya,sikap dokter terhadap perawatnya dan sikap dokter
terhadap masyarakat serta ethics of the medical care (etik asuhan) yang merupakan etik
kedokteran dalam kehidupan sehari-hari mengenai sikap dan tindakan seorang dokter
terhadap penderita yang menjadi tanggung jawabnya. Pelanggaran terhadap ketentuan
kode etik kedokteran sendiri dibedakan menjadi dua diantaranya :
1. Pelanggaran etik murni
Yaitu merupakan pelanggaran yang hanya menyangkut masalah etik saja seperti contohnya :
 Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya,yang mana hal ini melanggar pasal
16 KODEKI
 Memuji diri sendiri di hadapan pasien,yang mana hal ini melanggar pasal 4 huruf a
KODEKI
 Dokter mengabaikan kesehatannya sendiri,yang mana hal ini melanggar pasal 17 KODEKI
2. Pelanggaran etikolegal
Yaitu merupakan pelanggaran etika sekaligus menyangkut pelanggaran hukum seperti
contohnya :
 Menerbitkan surat keterangan palsu,yang mana hal ini melanggar pasal 7 KODEKI
sekaligus pasal 267 KUHP
 Membuka rahasia jabatan atau pekerjaan dokter,yang mana hal ini melanggar pasal 13
KODEKI sekaligus pasal 322 KUHP
 Tidak mau melakukan pertolongan darurat kepada orang yang menderita,yang mana hal
ini melanggar pasal 14 KODEKI dan pasal 304 KUHP
 Tidak pernah mengikuti Pendidikan dan pelatihan dalam perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi
 Pelecehan seksual
 Melakukan tindakan aborsi yang disengaja

b. Pelanggaran Disiplin Kedokteran


Pelanggaran disiplin kedokteran merupakan suatu pelanggaran terhadap disiplin
kedokteran.Dimana menurut UU No.29 Tahun 2004 pasal 55 ayat 1 menyatakan bahwa
pengertian disiplin kedokteran adalah aturan-aturan dan atau ketentuan penerapan
keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh dokter dan dokter gigi.
Aturan-aturan tersebut terdapat pada Undang-Undang Praktik Kedokteran ,Peraturan
Pemerintah (PP),Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes),Peraturan Konsil Kedokteran
(KKI),Ketentuan Organisasi Profesi (IDI) dan kebiasaan umum (common practice) di bidang
kedokteran dan kedokteran gigi.Pelanggaran disiplin dapat dikelompokkan dalam 3 hal
diantaranya :
1. Melaksanakan praktik kedokteran dengan tidak kompeten
2. Tugas dan tanggung jawab professional pada pasien tidak dilaksanakan dengan baik
3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesi kedokteran
Contoh-contoh kasus pelanggaran disiplin kedokteran :
 Dokter melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten,yang merupakan
pelanggaran terhadap UU No.29 tahun 2004 pasal 29 ayat 3 huruf d dan Permenkes No :
1419/Menkes/Per/X/2005 pasal 22 ayat 1 dan 3)
 Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain yang memiliki kompetensi
sesuai dalam situasi dimana penyakit atau kondisi pasien di luar kompetensinya karena
keterbatasan pengetahuan,keterbatasan keterampilan ataupun keterbatasan peralatan
yang tersedia,yang mana melanggar UU No.29 tahun 2004 pasal 51 huruf b
 Menyediakan dokter atau dokter gigi pengganti sementara yang tidak memiliki
kompetensi dan kewenangan yang sesuai atau tidak melakukan pemberitahuan perihal
penggantian tersebut,yang melanggar UU No.29 tahun 2004 pasal 40 dan Permenkes No
: 1419/Menkes/Per/X/2005 pasal 20 ayat 3 dan 4 serta pasal 21
 Melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan pasien,yang merupakan pelanggaran UU No.29 tahun 2004 pasal 51 huruf a
dan pasal 52 huruf c
 Tidak memberikan penjelasan yang jujur,etis dan memadai kepada pasien atau
keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran,yang merupakan pelanggaran UU
No.29 tahun 2004 pasal 45 ayat 3 dan pasal 52 huruf a,huruf b dan huruf e serta
Permenkes No : 1419/Menkes/Per/X/2005 pasal 17
 Melakukan tindakan medik tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga
dekat atau wali atau pengampunya,yang merupakan pelanggaran UU No.29 tahun 2004
pasal 45 dan pasal 52 huruf d serta Permenkes No : 1419/Menkes/Per/X/2005 pasal 17
 Dengan sengaja tidak membuat atau menyimpan rekam medik,yang merupakan
pelanggaran terhadap UU No.29 Tahun 2004 pasal 46 dan 47

c. Pelanggaran Hukum Kedokteran


1. Pelanggaran hukum adminsistratif
Pelanggaran hukum administratif dalam profesi kedokter adalah pelanggaran terhadap
kewajiban kewajiban hukum administrasi kedokteran.Kewajiban hukum administrasi dokter
diantaranya adalah :
 Memiliki surat tanda registrasi (STR) dokter atau dokter gigi yang diterbitkan oleh Konsil
Kedokteran Indonesia yang berlaku 5 tahun dan setiap 5 tahun wajib diregistrasi
ulang,yang mana hal ini sesuai dengan UU No.29 tahun 2004 pasal 29
 Dokter lulusan luar negeri yang praktik di Indonesia harus lulus evaluasi juga memiliki
izin kerja di Indonesia dan apabila memenuhi syarat maka baru dokter lulusan luar
negeri atau dokter asing dapat diberikan surat tanda registrasi (STR), yang mana hal ini
sesuai dengan UU No.29 tahun 2004 pasal 30
 Memiliki surat izin praktek yang dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di
kabupaten atau kota tempat praktik, yang mana hal ini sesuai dengan UU No.29 tahun
2004 pasal 36 dan pasal 37.
Pelanggaran hukum terhadap kewajiban administrasi ini dapat menjadi malapraktik
kedokteran apabila setelah pelayanan yang dilakukan oleh dokter menimbulkan kerugian
kesehatan atau kematian pasien.
2. Pelanggaran hukum perdata
Pelanggaran hukum perdata dalam profesi kedokteran bersumber pada dua dasar
hukum,yaitu :
 Wanprestasi (Pasal 1239 KUH Perdata)
Wanprestasi dokter terjadi karena melanggar standar profesi medis atau standar prosedur
operasional sehingga dalam memberikan pelayanan medis pada pasien tidak sebagaiman
mestinya,memberikan prestasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan medis pasien serta tidak
memenuhi kewajibannya yang timbul dari adanya suatu perjanjian (tanggung jawab
kontraktual).Berikut ini adalah bentuk-bentuk pelanggaran wanprestasi :
1.Tidak memberikan prestasi sama sekali sebagaimana yang diperjanjikan
2.Memberikan prestasi tidak sebagaimana mestinya,tidak sesuai dengan kualitas atau
kuantitas dengan yang diperjanjikan
3.Memberikan prestasi tetapi sudah terlambat atau tidak tepat waktu sebagaimana yang
diperjanjikan
4. Memberikan prestasi yang lain dari yang diperjanjikan
Dalam hal gugatan atas dasar wanprestasi harus terpenuhinya syarat syarat :
1. Adanya kontrak terapeutik antara dokter dan pasien, di mana dapat dilakukan oleh pasien
dengan mengajukan rekam medik atau dengan persetujuan tindakan medik yang diberikan
oleh dokter atau rumah sakit.
2. Adanya kesalahan atau kelalaian dokter, dengan mengajukan bukti atau fakta bahwa
seorang dokter yang merawatnya tidak melakukan apa yang disanggupinya akan dilakukan
dalam kontrak terapeutik, atau dokter melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat,
atau dokter yang merawatnya melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukan.
3. Adanya hubungan kausal dengan kerugian yang diderita pasien.
 Perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUH Perdata)
Dalam hal ini dokter telah berbuat melawan hukum karena tindakan-tindakannya
bertentangan dengan asas kepatutan,ketelitian serta sikap hati-hati dan terjadi apabila
dalam perlakuan medis terdapat kesalahan dengan menimbulkan akibat kerugian bagi
pasien.Berikut ini adalah bentuk-bentuk perbuatan melanggar hukum :
1. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku
2. Melawan hukum hak subjektif orang lain
3. Melawan kaidah tata Susila
4. Bertentangan dengan kepatutan,ketelitian dan sikap hati-hati
Untuk menuntut kerugian ada beberapa syarat yang harus terpenuhi:
1. Adanya perbuatan yang termasuk kualifikasi perbuatan melawan hukum
2. Adanya kesalahan
3. Adanya kerugian
4. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian
3. Pelanggaran hukum pidana
Pelanggaran hukum pidana pada profesi kedokteran terjadi akibat kerugian perlakuan medis
yang menyimpang dan menjadi unsur kejahatan contohnya seperti kematian (Pasal 359
KUHP) atau luka-luka (Pasal 360 KUHP).Suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai
pelanggaran pidana apabila memenuhi rumusan delik pidana yaitu :
1. Harus merupakan perbuatan yang tercela
2. Dilakukan dengan sikap batin yang salah yaitu berupa kesengajaan,kecerobohan atau
kealpaan

(Sumber : Novianto,Widodo Tresno.2017.Sengketa Medik : Pergaulan Hukum Dalam


Menentukan Kelalaian Medik.Surakarta : UNSPress )

3. Penanganan dan sanksi pelanggaran etik, hukum, displin (lebih rinci, sistematis)
PENGADUAN TIDAK DAPAT DITERIMA

• Orang/korporasi tidak memenuhi kriteria Pengadu

• Keterangan pengaduan tidak lengkap

• Pengadu/kuasa pengadu/Teradu tidak dapat diketahui/ditelusuri keberadaannya dalam waktu 3


bulan

• Pengaduan dapat diajukan kembali setelah memenuhi kriteria Pengaduan

PENGADUAN DITOLAK

 Dokter/dokter gigi tidak terregistrasi di KKI

 Peristiwa pada masa peralihan sebelum terbentuk MKDKI, telah diperiksa Dinkes Prov

 Peristiwa tidak terkait praktik kedokteran atau tidak ada hubungan profesional dokter-pasien

 Peristiwa tidak termasuk pelanggaran disiplin dokter/dokter gigi

 Peristiwa telah pernah disidangkan dan diputuskan MKDKI/MKDKIP

 Tidak dapat mengajukan pengaduan kembali

a. Sanksi terhadap pelanggaran etika profesi kedokteran


Pelanggaran etik tidak menimbulkan sanksi formal bagi dokter yang melanggar dimana
sanksi yang diberikan tergantung pada berat ringannya pelanggaran etik yang didasarkan
atas kriteria akibat yang ditimbulkan terhadap kehormatan profesi, kepentingan umum serta
itikad baik teradu dalam turut menyelesaikan kasus,motivasi yang mendasari timbulnya
kasus,serta situasi lingkungan yang mempengaruhi kasus. Sanksi tersebut akan diberikan
oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK). Biasanya sanksi yang diberikan bersifat
mendidik atau sanksi administratif dan menjadi upaya preventif pada pelanggaran yang
sama yaitu dapat berupa :
1. Teguran atau tuntutan lisan atau tertulis
2. Penundaan gaji atau pangkat
3. Penurunan gaji atau pangkat setingkat lebih rendah
4. Dicabut izin praktik dokter untuk sementara

b. Sanksi terhadap pelanggaran disiplin kedokteran


Berdasarkan peraturan konsil kedokteran Indonesia nomor 2 tahun 2011 tentang tata cara
penanganan kasus dugaan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi pasal 52 ayat 2
dimana sanksi tersebut akan diberikan oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia(MKDKI). Sanksi tersebut berupa :
1. Pemberian peringatan tertulis
2. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan yang dapat dilakukan dalam bentuk
- reedukasi formal di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi yang terakreditasi
- reedukasi nonformal yang dilakukan dibawah supervise dokter atau dokter gigi tertentu di
institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi yang terakreditasi, fasilitas pelayanan
kesehatan dan jejaringnya atau fasilitas pelayanan kesehatan lain yang ditunjuk,sekurang-
kurangnya 2 bulan dan paling lama 1 tahun
3. Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik yang bersifat:
- Sementara paling lama 1 tahun
- Tetap atau selamanya
- Pembatasan tindakan asuhan medis pada suatu area ilmu kedokteran atau kedokteran gigi
dalam pelaksanaan praktik kedokteran
Selain itu sanksi terhadap pelanggaran disiplin juga tertera didalam UU No.29 Tahun 2004
tentang praktik kesehatan pasal 69 diantaranya :
1. Pemberian peringatan tertulis
2. Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik
3. Kewajiban mengikuti Pendidikan atau pelatihan institusi Pendidikan kedokteran atau
kedokteran gigi

c. Sanksi terhadap pelanggaran hukum kedoktean


1. Hukum administratif
Berdasarkan UU No.29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran pasal 75 ayat 1 dan pasal 76
sanksi terhadap kasus pelanggaran hukum administratif dapat berupa :
- Bagi dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktek kedokteran tanpa
memiliki surat tanda registrasi (STR) maka akan dipidana penjara paling lama 3 tahun atau
denda paling banyak Rp 100.000.000
- Bagi dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktek kedokteran tanpa
memiliki surat izin praktek (SIP) maka akan dipidana penjara paling lama 3 tahun atau denda
paling banyak Rp 100.000.000
2. Hukum perdata
Sanksi perdata ini timbul karena adanya kegagalan untuk melakuakn pengobatan yang
sampai menimbulkan kerugian.Ganti rugi yang harus ditanggung akan diputuskan oleh
pengadilan kepada seorang tergugat sejumlah yang dianggap sebanding dengan kerugian
yang dideritanya. Pertanggungjawaban dokter terhadap kerugian yang dialami oleh pasien
akibat perbuatan dokter yang melawan hukum secara umum sesuai dengan KUH Perdata
pasal 1366,UU No.36 Tahun 2009 Pasal 58 ayat 1 serta UU No.29 Tahun 2009 pasal 66 ayat 3
menyatakan bahwa pasien dapat mengadukannya kerugiannya dan meminta
pertanggungjawaban dokter atas kerugian itu pengadilan. Bentuk pertanggungjawaban
dokter terkait atas perbuatan melawan hukum yang disebabkan oleh kesengajaan maupun
kelalaian dapat diterapkan berupa ganti kerugian. Berikut adalah macam-macam bentuk
ganti rugi yang dapat dipertanggungjawabkan kepada dokter:
a. Ganti kerugian imateriil.
Kerugian yang pada dasarnya tidak dapat dinilai dengan uang. Misalnya seorang yang
mendapat kecelakaan dan menjadi invalid (cacat seumur hidup). Keadaan tersebut sangat
merugikan karena membuat orang itu menderita seumur hidup secara lahir maupun batin.
Jadi, menderita rugi secara imateriil
b. Ganti kerugian materiil.
Kerugian yang pada hakekatnya dapat dinilai dengan uang. Misalnya: besarnya biaya yang
telah dikeluarkan selama pengobatan, kerugian dapat dinilai dengan uang yang telah
dikeluarkan berdasarkan alat pembayaran yang telah dilakukan oleh pasien.
3. Hukum pidana
Sanksi dalam hukum pidana merupakan reaksi atas pelanggaran hukum yang telah
ditentukan undang-undang,mulai dari penahanan,penuntutan,sampai pada penjatuhan
hukuman oleh hakim.Jenis-jenis sanksi atau hukuman bagi pelanggaran hukum pidana
tertera dalam pasal 10 KUH Pidana yaitu :
a. Hukuman pokok :
- Hukuman mati
- Hukuman penjara
- Hukuman kurungan
- Hukuman denda
b. Hukuman tambahan
- Pencabutan hak-hak tertentu
- Perampasan atau penyitaan barang-barang tertentu
- Penguman putusan hakim

(Sumber : -Willem,Maikel D.2017. Sanksi Hukum Atas Pelanggaran Disiplin Dokter Atau
Dokter Gigi Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.Lex
Et Societatis Vol : 5 (10)
-Novianto,Widodo Tresno.2017.Sengketa Medik : Pergaulan Hukum Dalam Menentukan
Kelalaian Medik.Surakarta : UNSPress
-Rozaliyani,Anna.2018.Prinsip Penetapan Sanksi Bagi Pelanggaran Etik Kedokteran.Jurnal
Etika Kedokteran Indonesia.Vol : 2 (1)
-Anam,Khoirul.2019.Pertanggungjawaban Dokter Terhadap Kerugian Pasien Akibat Melawan
hukum.Jurnal Ilmu Hukum.Vol : 2 (1)

4. Hubungan etik, displin, hukum dalam profesi kedokteran gigi


Dalam praktik kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum yang sangat luas, yang
sering tumpang tindih pada suatu issue tertentu, dan bahkan aspek etik seringkali tidak
dapat di pisahkan dari aspek hukumnya. Hal ini disebabkan banyak norma etik yang telah
diangkat menjadi norma hukum atau sebaliknya norma hukum yang mengandung nilai-nilai
etika. Maka itu Ketika kita melakukan pelanggaran hukum pula sehingga pelanggaran etik ini
sering juga disebut pintu gerbang untuk menuju ke pelanggaran hukum.

(Sumber : Novianto,Widodo Tresno.2017.Sengketa Medik : Pergaulan Hukum Dalam


Menentukan Kelalaian Medik.Surakarta : UNSPress )

Anda mungkin juga menyukai

  • Poster Sekresi
    Poster Sekresi
    Dokumen13 halaman
    Poster Sekresi
    nerissa arviana
    Belum ada peringkat
  • Islam SBG Din Dan Tamaddun
    Islam SBG Din Dan Tamaddun
    Dokumen3 halaman
    Islam SBG Din Dan Tamaddun
    nerissa arviana
    100% (1)
  • DENTOKRANIOFASIAL
     DENTOKRANIOFASIAL
    Dokumen1 halaman
    DENTOKRANIOFASIAL
    nerissa arviana
    Belum ada peringkat
  • LBM4 3
    LBM4 3
    Dokumen10 halaman
    LBM4 3
    nerissa arviana
    Belum ada peringkat
  • LBM 2 2.4
    LBM 2 2.4
    Dokumen7 halaman
    LBM 2 2.4
    nerissa arviana
    Belum ada peringkat
  • LBM4
    LBM4
    Dokumen3 halaman
    LBM4
    nerissa arviana
    Belum ada peringkat
  • Prior LBM 3
    Prior LBM 3
    Dokumen5 halaman
    Prior LBM 3
    nerissa arviana
    Belum ada peringkat
  • SGD9 LBM4.
    SGD9 LBM4.
    Dokumen7 halaman
    SGD9 LBM4.
    nerissa arviana
    Belum ada peringkat
  • LBM4 SGD3
    LBM4 SGD3
    Dokumen9 halaman
    LBM4 SGD3
    nerissa arviana
    Belum ada peringkat
  • Islam Dan Karakteristik
    Islam Dan Karakteristik
    Dokumen62 halaman
    Islam Dan Karakteristik
    nerissa arviana
    Belum ada peringkat