Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN GASTRITIS PADA LANSIA

Dosen pembimbing praktek Keperawatan Gerontik

Arief Adriyanto, M.Kep., Sp.Kep. Kom

NAMA : MUZAQI ADEN SAGARA

NIM : 202003008

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKes BINA SEHAT PPNI KAB. MOJOKERTO

TA. 2020-2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan asuhan keperawatan ini diajukan oleh:


Nama : Muzaqi Aden Sagara
NIM : 202003008
Program Studi : Profesi Ners
Judul Asuhan Keperawatan :
Laporan pendahuluan gastritis pada lansia

Telah diperiksa dan disetujui sebagai tugas dalam praktik klinik keperawatan gerontik.

................................ , ............................
Pembimbing ruangan, Pembimbing akademik,

(.................................................) (.....................................................)
Mengetahui,
Kepala Ruangan

(..................................................)
LAPORAN PENDAHULUAN GASTRITIS PADA LANSIA

I. Konsep Lansia

1.1 Definisi Lansia

Menurut (Khoflifah 2016) lanjut usia adalah bagian dari proses

tumbuh kembang, manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, akan tetapi

berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua. Hal

ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat

diramalkan dan terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai

usia tahap perkembangan kronologis tertentu.

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam

puluh) tahun keatas, menurut UU RI No.13 Tahun 1998 Bab 1 pasal 1.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4

yaitu: usia pertengahan (Middle age) adalah 45-59 tahun, lanjut usia

(Eldery) adalah 60-75 tahun, lanjut usia tua (Old) adalah 75-90 tahun

dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Nugroho 2008).

Menua bukanlah suatu penyakit, akan tetapi merupakan proses

yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif,

merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi

rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian

(Padila 2013).
1.2 Batasan Usia Lansia

Organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan usia lanjut meliputi

1. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun

2. Lanjut usai (eaderly) 60-74 tahun

3. Lanjut usia tua (old) 76-90 tahun

4. Usia sangat tua (Very Old) di atas 90 tahun

Menurut Prof Dr. Ny Sumiati Ahmad Mohammad

1. 0-1 tahun : Masa bayi

2. 1-6 tahun : Masa prasekolah

3. 6-10 tahun : Masa sekolah

4. 10-20 tahun : Masa pubertas

5. 40-65 tahun : Masa setengah umur (prasenium)

6. 65 ke atas : Masa lanjut usia (senium). Dalam (Bandiyah

2009).

1.3 Teori Penuaan

Ada empat teori pokok dari penuaan menurut Klatz dan Goldman,

(2007), yaitu:

1. Teori Wear and Tear

Tubuh dan sel mengalami kerusakan karena telah banyak

digunakan (overuse) dan disalahgunakan (abuse).

2. Teori Neuroendokrin

Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ

tubuh yaitu dimana hormon yang dikeluarkan oleh beberapa


organ yang dikendalikan oleh hipotalamus telah menurun.

3. Teori Kontrol Genetik Teori ini fokus pada genetik memprogram

genetik DNA, dimana kita dilahirkan dengan kode genetik yang

unik, dimana penuaan dan usia hidup kita telah ditentukan secara

genetik.

4. Teori Radikal Bebas

Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena

terjadi akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel

sepanjang waktu. Radikal bebas sendiri merupakan suatu

molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Radikal

bebas memiliki sifat reaktivitas tinggi, karena kecenderungan

menarik elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi

suatu radikal oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu

elektron pada molekul lain. (Handoyo 2018).

1.4 Ciri-ciri Lansia

Usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis

tertentu. Efek-efek tersebut menentukan sampai sejauh tertentu, apakah

pria dan wanita usia lanjut akan melakukan penyesuaian diri secara baik

atau buruk. Menurut (Hurlock 2012). Ciri-ciri lansia antara lain:

1. Lansia merupakan periode kemunduran

Kemunduran yang terjadi pada lansia berupa kemunduran

fisik dan juga mental. Kemunduran tersebut sebagian datang dari


faktor fisik dan sebagian lagi dari faktor psikologis. Penyebab

kemunduran fisik merupakan suatu perubahan pada sel-sel tubuh

bukan karena penyakit khusus tapi karena proses menua. Penyebab

kemunduran psikologis karena sikap tidak senang terhadap diri

sendiri, orang lain, pekerjaan, dan kehidupan pada umumnya.

2. Perbedaan individual pada efek menua

Individu menjadi tua secara berbeda karena mereka

mempunyai sifat bawaan yang berbeda, sosial ekonomi, dan latar

belakang pendidikan yang berbeda, serta pola hidup yang berbeda.

Perbedaan terlihat diantara individu- individu yang mempunyai jenis

kelamin yang sama, dan semakin nyata bila pria dibandingkan

dengan wanita karena menua terjadi dengan laju yang berbeda pada

masing-masing jenis kelamin yang sama, dan semakin nyata bila pria

dibandingkan dengan wanita karena menua terjadi dengan laju yang

berbeda pada masing-masing jenis kelamin.

3. Usia tua dinilai dengan kriteria yang berbeda

Arti usia itu sendiri tidak jelas serta tidak dapat dibatasi pada

anak muda, maka individu cenderung menilai tua itu dalam hal

penampilan dan kegiatan fisik.

4. Berbagai stereotipe lansia

Banyak stereotipe lansia dan banyak pula kepercayaan

tradisional tentang kemampuan fisik dan mental. Stereotipe dan


kepercayaan tradisional mencul dari berbagai sumber, ada yang

menggambarkan bahwa usia pada lansia sebagai usia yang tidak

menyenangkan, diberi tanda sebagai orang tidak menyenangkan oleh

berbagai media massa.

5. Sikap Sosial terhadap lansia

Pendapat klise tentang lansia mempunyai pengaruh besar

terhadap sikap sosial lansia. Kebanyakan pendapat klise tersebut

tidak menyenangkan, sehingga sikap sosial tampaknya cenderung

menjadi tidak menyenangkan.

1.5 Perubahan Fisik dan Psikologis pada Lansia

1. Perubahan Fisik pada Lansia

Menurut Maryam (2008), perubahan-perubahan fisik yang terjadi

pada lanjut usia adalah :

1. Sel

Perubahan sel pada lanjut usia meliputi: terjadinya penurunan jumlah

sel, terjadi perubahan ukuran sel, berkurangnya jumlah cairan dalam

tubuh dan berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi

protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati, penurunan jumlah sel

pada otak, terganggunya mekanisme perbaikan sel, serta otak

menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%.

2. Sistem Persyarafan
Perubahan persyarafan meliputi : berat otak yang menurun 10-20%

(setiap orang berkurang sel syaraf otaknya dalam setiap harinya),

cepat menurunnya hubungan persyarafan, lambat dalam respon dan

waktu untuk bereaksi khususnya dengan stress, mengecilnya syaraf

panca indra, berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran,

mengecilnya syaraf penciuman dan perasa lebih sensitif terhadap

perubahan suhu dengan ketahanan terhadap sentuhan, serta kurang

sensitif terhadap sentuan.

3. Sistem Pendengaran

Perubahan pada sistem pendengaran meliputi: terjadinya presbiakusis

(gangguan dalam pendengaran) yaitu gangguan dalam pendengaran

pada telinga dalam terutama terhadap bunyi suara, nada-nada yang

tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kta,50% terjadi

pada umur diatas 65 tahun. Terjadinya otosklerosis akibat atropi

membran timpani. Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras

karena meningkatnya keratinin. Terjadinya perubahan penurunan

pendengaran pada lansia yang mengalami ketegangan jiwa atau

stress.

4. Sistem Penglihatan

Perubahan pada sistem penglihatan meliputi: timbulnya sklerosis dan

hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis (bola),

terjadi kekeruhan pada lensa yang menyebabkan katarak,


meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap

kegelapan lebih lambat dan susah melihat pada cahaya gelap,

hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang, serta

menurunnya daya untuk membedakan warna biru atau hijau. Pada

mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil

menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap

akomodasi, lensa menguning dan berangsur-angsur menjadi

lebih buram mengakibatkan katarak, sehingga memengaruhi

kemampuan untuk menerima dan membedakan warna-warna.

Kadang warna gelap seperti coklat, hitam, dan marun tampak sama.

Pandangan dalam area yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan

berkurang (sulit melihat dalam cahaya gelap) menempatkan lansia

pada risiko cedera. Sementara cahaya menyilaukan dapat

menyebabkan nyeri dan membatasi kemampuan untuk membedakan

objek-objek dengan jelas, semua hal itu dapat mempengaruhi

kemampuan fungsional para lansia sehingga dapat menyebabkan

lansia terjatuh

5. Sistem Kardiovaskuler

Perubahan pada sistem kardiovaskuler meliputi: terjadinya

penurunan

elastisitas dinding aorta, katup jantung menebal dan menjadi kaku,

menurunnya kemampuan jantung untuk memompa darah yang


menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan

elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah

perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi yang dapat

mengakibatkan tekanan darah menurun (dari tidur ke duduk dan dari

duduk ke berdiri) yang mengakibatkan resistensi pembuluh darah

perifer.

6. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh

Perubahan pada sistem pengaturan tempertur tubuh meliputi: pada

pengaturan sistem tubuh, hipotalamus dianggap bekerja sebagai

thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran

terjadi

berbagai faktor yang mempengaruhinya, perubahan yang sering

ditemui antara lain temperatur suhu tubuh menurun (hipotermia)

secara fisiologik kurang lebih 35°C, ini akan mengakibatkan

metabolisme yang menurun.Keterbatasan refleks mengigil dan tidak

dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya

aktivitas otot.

7. Sistem Respirasi Perubahan sistem respirasi meliputi: otot

pernapasan mengalami kelemahan akibat atropi, aktivitas silia

menurun, paru kehilangan elastisitas, berkurangnya elastisitas

bronkus, oksigen pada arteri menurun, karbon dioksida pada arteri

tidak berganti, reflek dan kemampuan batuk berkurang, sensitivitas


terhadap hipoksia dan hiperkarbia menurun, sering terjadi emfisema

senilis, kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot

pernapasan menurun seiring pertambahan usia.

8. Sistem Pencernaan

Perubahan pada sistem pecernaan, meliputi: kehilangan gigi,

penyebab utama periodontal disease yang bisa terjadi setelah umur

30 tahun, indra pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf

pengecap terhadap rasa asin, asam dan pahit, esofagus melebar, rasa

lapar nenurun, asam lambung menurun, motilitas dan waktu

pengosongan lambung menurun, peristaltic lemah dan biasanya

timbul konstipasi, fungsi absorpsi melemah, hati semakin mengecil

dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah berkurang.

9. Sistem Perkemihan

Perubahan pada sistem perkemihan antara lain ginjal yang

merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui

urine, darah masuk keginjal disaring oleh satuan (unit) terkecil dari

ginjal yang disebut nefron (tempatnya di glomerulus), kemudian

mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun

sampai 50% sehingga fungsi tubulus berkurang, akibatnya,

kemampuan mengkonsentrasi urine menurun, berat jenis urine

menurun. Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, sehingga

kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan buang air


seni

meningkat. Vesika urinaria sulit dikosongkan sehingga terkadang

menyebabkan retensi urine.

10. Sistem Endokrin

Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin meliputi: produksi

semua hormon turun, aktivitas tiroid, BMR (basal metabolic rate),

dan daya pertukaran zat menurun. Produksi aldosteron menurun,

Sekresi hormonkelamin, misalnya progesterone, estrogen, dan

testoteron menurun.

11. Sistem Integumen

Perubahan pada sistem integumen, meliputi: kulit mengerut atau

keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit cenderung

kusam, kasar, dan bersisi. Timbul bercak pigmentasi, kulit kepala

dan rambut menipis dan berwarna kelabu, berkurangnya elestisitas

akibat

menurunnya cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan

rapuh, jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang.

12. Sistem Muskuloskeletal

Perubahan pada sistem muskuloskeletal meliputi: tulang kehilangan

densitas (cairan) dan semakin rapuh, kekuatan dan stabilitas tulang

menurun, terjadi kifosis, gangguan gaya berjalan, tendon mengerut

dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot, serabut otot mengecil


sehingga gerakan menjadi lamban, otot kram, dan menjadi tremor,

aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses menua. Semua

perubahan tersebut dapat mengakibatkan kelambanan dalam gerak,

langkah kaki yang pendek, penurunan irama. Kaki yang tidak dapat

menapak dengan kuat dan lebih cenderung gampang goyah,

perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia susah atau

terlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan terpeleset,

tersandung, kejadian tiba-tiba sehingga memudahkan jatuh.

(Handoyo 2018).

2. Perubahan Psikososial pada Lansia

Berdasarkan beberapa evidence based yang telah dilakukan terdapat

perubahan psikososial yang dapat terjadi pada lansia antara lain:

1. Kesepian Septiningsih dan Na’imah (2012) menjelaskan dalam

studinya bahwa lansia rentan sekali mengalami kesepian. Kesepian

yang dialami dapat berupa kesepian emosional, situasional, kesepian

sosial atau gabungan ketiga-tiganya. Berdasarkan penelitian tersebut

beberapa hal yang dapat memengaruhi perasaan kesepian pada lansia

diantaranya: a) merasa tidak adanya figur kasih sayang yang diterima

seperti dari suami atau istri, dan atau anaknya; b) kehilangan

integrasi secara sosial atau tidak terintegrasi dalam suatu komunikasi

seperti yang dapat diberikan oleh sekumpulan teman, atau

masyarakat di lingkungan sekitar. Hal itu disebabkan karena tidak


mengikuti pertemuan-pertemuan yang dilakukan di kompleks

hidupnya; c) mengalami perubahan situasi, yaitu ditinggal wafat

pasangan

hidup (suami dan atau istri), dan hidup sendirian karena anaknya

tidak

tinggal satu rumah.

2. Kecemasan Menghadapi Kematian

Ermawati dan Sudarji (2013) menyimpulkan dalam hasil

penelitiannya bahwa terdapat 2 tipe lansia memandang kematian.

Tipe pertama lansia yang cemas ringan hingga sedang dalam

menghadapi kematian ternyata memiliki tingkat religiusitas yang

cukup tinggi. Sementara tipe yang kedua adalah lansia yang cemas

berat menghadapi kematian dikarenakan takut akan kematian itu

sendiri, takut mati karena banyak tujuan hidup yang belum tercapai,

juga merasa cemas karena sendirian dan tidak akan ada yang

menolong saat sekarat nantinya.

3. Depresi

Lansia merupakan agregat yang cenderung depresi. Menurut Jayanti,

Sedyowinarso, dan Madyaningrum (2008) beberapa faktor yang

menyebabkan terjadinya depresi lansia adalah: a) jenis kelamin,

dimana angka lansia perempuan lebih tinggi terjadi depresi

dibandingkan lansia laki-laki, hal tersebut dikarenakan adanya


perbedaan hormonal, perbedaan stressor psikososial bagi wanita dan

laki-laki, serta model perilaku tentang keputusasaan yang dipelajari;

b) status perkawinan, dimana lansia yang tidak menikah/tidak pernah

menikah lebih tinggi berisiko mengalami depresi, hal tersebut

dikarenakan orang lanjut usia yang berstatus tidak

kawin sering kehilangan dukungan yang cukup besar (dalam hal ini

dari orang terdekat yaitu pasangan) yang menyebabkan suatu

keadaan yang tidak menyenangkan dan kesendirian; dan c)

rendahnya dukungan sosial. Dalam (Handoyo 2018).


II. KONSEP GASTRITIS

2.1 Definisi Gastritis

Gasritis adalah Inflamasi lapisan lambung karena iritasi dari mukosa

lambung. (Bachrudin dan Najib 2016).

Gastritis (penyakit maag) adalah penyakit yang disebabkan

oleh adanya asam lambung yang berlebih atau meningkatnya asam

lambung sehingga mengakibatkan imflamasi atau peradangan dari

mukosa lambung seperti teriris atau nyeri pada ulu hati. (Irawati

2020).

Gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa

lambung. Peradangan ini dapat menyebabkan pembengkakan lambung

sampai terlepasnya epitel mukosa superpisial yang menjadi penyebab

terpenting dalam gangguan saluran pencernaan. Pelepasan epitel dapat

merangsang timbulnya inflamasi pada lambung. (Riyadi dan Sukarmin

2013).

2.2 Klasifikasi Gastritis

Gastritis dibagi menjadi 2 jenis yaitu :

1. Gastritis Akut

Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung

yang akut.

2. Gastritis Kronis
Gastritis kronik adalah Suatu peradangan bagian permukaan mukosa

lambung yang menahun yang disebabkan oleh ulkus lambung jinak

maupun ganas atau bakteri Helicobacter pylori. Bakteri ini berkoloni

pada tempat dengan asam lambung yang pekat. (Irawati 2020).

2.3 Etiologi

Penyebab gastritis akut adalah konsumsi alkohol dan obat anti

inflamasi non steroid (NSAID) yang berkepanjangan, krisis medis akut

seperti operasi besar, trauma, luka bakar dan infeksi berat. Penyebab

gastritis kronis meliputi : infeksi Helicobacter pylori, refluk cairan

empedu kronik, stres dan penyakit imun. (Bachrudin dan Najib 2016).

2.4 Patofisiologi

Menurut (Dermawan dan Rahayuningsih 2010) patofisiologi

gastritis adalah mukosa barier lambung pada umumnya melindungi

lambung dari pencernaan terhadap lambung itu sendiri, prostaglandin

memberikan perlindungan ini ketika mukosa barrier rusak maka timbul

peradangan pada mukosa lambung (gastritis).

Setelah barier ini rusak terjadilah perlukaan mukosa yang

dibentuk dan diperburuk oleh histamine dan stimulasi saraf cholinergic.

Kemudian HCL dapat berdifusi balik ke dalam mucus dan menyebabkan

luka pada pembuluh yang kecil, dan mengakibatkan terjadinya bengkak,

perdarahan, dan erosi pada lambung. Alkohol, aspirin refluks isi

duodenal diketahui sebagai penghambat difusi barier.


Perlahan-lahan patologi yang terjadi pada gastritis termasuk

kengesti vaskuler, edema, peradangan sel supervisial. Manifestasi

patologi awal dari gastritis adalah penebalan. Kemerahan pada membran

mukosa dengan adanya tonjolan. Sejalan dengan perkembangan penyakit

dinding dan saluran lambung menipis dan mengecil, atropi gastrik

progresif karena perlukaan mukosa kronik menyebabkan fungsi sel

utama pariental memburuk.

Ketika fungsi sel sekresi asam memburuk, sumber-sumber

faktor intrinsiknya hilang. Vitamin B12 tidak dapat terbentuk lebih lama,

dan penumpukan vitamin B12 dalam batas menipis secara merata yang

mengakibatkan anemia yang berat. Degenerasi mungkin ditemukan pada

sel utama dan pariental sekresi asam lambung menurun secara berangsur,

baik dalam jumlah maupun konsentrasi asamnya sampai tinggal mucus

dan air. Resiko terjadinya kanker gastrik yang berkembang dikatakan

meningkat setelah 10 tahun gastritis kronik. Perdarahan mungkin terjadi

setelah satu episode gastritis akut atau dengan luka yang disebabkan oleh

gastritis.

Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang

sehingga terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi

penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan terjadi atrhopi

kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena sel

pariental dan sel chief hilang maka produksi HCL. Pepsin dan fungsi
intinsik lainnya akan menurun dan dinding lambung juga menjadi tipis

serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa terjadi

perdarahan serta formasi ulser.


2.5 Pathway

Obat-obatan H. phylori Kafein


(NISAD), aspirin,
sulfanomida steroid,
digitalis) Melekat pada epitel Menurunkan produksi
lambung bikarbonat (HCO3)

Mengganggu
pembentukan sawat Menghancurkan lapisan Menurunkan proteksi
lambung mukosa lambung terhadap asam

Me barier lambung Menyebabkan difusi


terhadap asam & pepsin kembali asam lambung Kekurangan volume
& pepsin cairan

Inflamasi Erosi mukosa lambung Perdarahan

Nyeri epigastrium Me tonus & mukosa Mukosa lambung


lambung kehilangan integritas
jaringan
Me sensori untuk
Refluk isi duodenum
makan
kelambung

Anoreksia
Mual Dorongan ekspulsi isi
lambung ke mulut

Nyeri akut Nausea Muntah

Ketidakseimbangan Kekurangan volume


nutrisi kurang dari cairan
kebutuhan tubuh

NANDA NIC-NOC (Nurarif dan Kusuma 2015).


2.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis bervariasi mulai dari keluhan ringan hingga muncul

perdarahan saluran cerna bagian atas bahkan pada beberapa pasien tidak

menimbulkan gejala yang khas. Manifestasi gastritis akut dan kronik

hampir sama, seperti anoreksia, rasa penuh, nyeri epigastrum, mual dan

muntah, sendawa, hematemesis (Suratun dan Lusinah 2010).

Tanda dan gejala gastritis adalah :

a. Gastritis Akut

1. Nyeri epigastrum, hal ini terjadi karena adanya peradangan pada

mukosa lambung.

2. Mual, kembung, muntah, merupakan salah satu keluhan yang

sering muncul. Hal ini dikarenakan adanya regenerasi mukosa

lambung yang mengakibatkan mual hingga muntah.

3. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematesis dan

melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca

perdarahan.

b. Gastritis Kronis.

Pada pasien gastritis kronis umumnya tidak mempunyai

keluhan. Hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, anoreksia,

nause dan pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan.

2.7 Komplikasi

Komplikasi penyakit gastritis menurut (Muttaqin dan Sari 2011) antara


lain:

1. Pendarahan saluran cerna bagian atas yang merupakan

kedaruratan medis.

2. Ulkus peptikum, jika prosesnya hebat.

3. Gangguan cairan dan elektrolit pada kondisi muntah berat.

4. Anemia pernisiosa, keganasan lambung.


III. Konsep Asuhan Keperawatan Gastritis Pada Lansia

3.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap pertama dalam proses perawatan.

Tahap ini sangat penting dan menentukan dalam tahap-tahap selanjutnya.

Data yang komprehensif dan valid akan menentukan penetapan

diagnosis keperawatan dengan tepat dan benar, serta selanjutnya akan

berpengaruh dalam perencanaan keperawatan. Tujuan dari pengkajian

adalah didapatkannya data yang komprehensif yang mencakup data

biopsiko dan spiritual (Wartonah, 2015). Pengkajian dilakukan dengan

pendekatan proses keperawatan melalui wawancara, observasi langsung,

dan melihat catatan medis. Adapun data yang diperlukan pada pasien

gastritis yaitu sebagai berikut :

a. Data dasar (Identitas Klien) : Meliputi nama lengkap nama

panggilan, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status, agama,

bahasa yang digunakan, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan,

alamat, sumber dana/ biaya serta identitas orang tua.

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama : Nyeri ulu hati dan perut sebelah kiri bawah.

2) Riwayat kesehatan sekarang : Meliputi perjalanan

penyakitnya, awal dari gejala yang dirasakan klien, keluhan

timbul dirasakan secara mendadak atau bertahap, faktor pencetus,

upaya untuk mengatasi masalah tersebut.


3) Riwayat kesehatan terdahulu : Meliputi penyakit yang

berhubungan dengan penyakit sekarang, riwayat dirumah sakit,

dan riwayat pemakaian obat.

4) Riwayat kesehatan keluarga : Dihubungkan dengan

kemungkinan adanya penyakit keturunan, kecenderungan, alergi

dalam satu keluarga, penyakit menular akibat kontak langsung

maupun tidak langsung. Pada pasien gastritis, dikaji adakah

keluarga yang mengalami gejala serupa, penyakit keluarga

berkaitan erat dengan penyakit yang diderita pasien. Apakah hal

ini ada hubungannya dengan kebiasaan keluarga dengan pola

makan, misalnya minum-minuman yang panas, bumbu penyedap

terlalu banyak, perubahan pola kesehatan berlebihan, penggunaan

obat-obatan, alkohol, dan rokok. (Irawati 2020).

3.2 Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : tampak kesakitan pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri

tekan di kwadran epigastrik.

1. B1 (breath) : takhipnea

2. B2 (blood) : takikardi, hipotensi, disritmia, nadi perifer lemah,

pengisian perifer lambat, warna kulit pucat.

3. B3 (brain) : sakit kepala, kelemahan, tingkat kesadaran dapat

terganggu, disorientasi, nyeri epigastrum.

4. B4 (bladder) : oliguria, gangguan keseimbangan cairan.


5. B5 (bowel) : anemia, anorexia, mual, muntah, nyeri ulu hati, tidak

toleran terhadap makanan pedas.

6. B6 (bone) : kelelahan, kelemahan (Tarwoto dan Watonah 2015).

3.3 Pemeriksaan Fisik : Data Fokus

1 Aktivitas/ Istirahat

Gejala : kelemahan, kelelahan

Tanda : takikardia, takipnea / hiperventilasi (respons terhadap

aktivitas)

2 Sirkulasi

Gejala : kelemahan, berkeringat

Tanda :

 Hipotensi (termasuk postural)

 Takikardia, disritmia (hipovolemia / hipoksemia)

 Nadi perifer lemah

 Pengisian kapiler lambat / perlahan (vasokonstriksi)

 Warna kulit pucat, sianosis (tergantung pada jumlah kehilangan

darah)

 Kelemahan kulit / membran mukosa, berkeringat (menunjukkan

status syok,

 Nyeri akut, respons psikologik)

3 Integritas ego
Gejala : faktor stress akut atau kronis (keuangan, hubungan kerja),

perasaan tak berdaya.

Tanda : tanda ansietas, misalnya gelisah, pucat, berkeringat,

perhatian menyempit, gemetar, suara gemetar.

4 Eliminasi

Gejala : riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya karena

perdarahan gastroenteritis (GE) atau masalah yang berhubungan

dengan GE, misalnya luka peptik atau gaster, gastritis, bedah gaster,

iradiasi area gaster.

Perubahan pola defekasi / karakteristik feses.

Tanda : nyeri tekan abdomen, distensi

bunyi usus : sering hiperaktif selama perdarahan, hipoaktif setelah

perdarahan.

karakteristik feses : diare, darah warna gelap, kecoklatan atau

kadang-kadang

merah cerah, berbusa, bau busuk (steatorea), konstipasi dapat terjadi

(perubahan diet, penggunaan antasida).

haluaran urine : menurun, pekat.

5 Makanan / Cairan

Gejala :

 Anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang diduga


obstruksi pilorik bagian luar sehubungan dengan luka duodenal).

 Masalah menelan : cegukan, nyeri ulu hati, sendawa bau asam,

mual atau muntah

Tanda : muntah dengan warna kopi gelap atau merah cerah, dengan

atau tanpa bekuan darah, membran mukosa kering, penurunan

produksi mukosa, turgor kulit buruk (perdarahan kronis).

6 Neurosensi

Gejala : rasa berdenyut, pusing / sakit kepala karena sinar,

kelemahan.

Tanda : tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak

cenderung tidur, disorientasi / bingung, sampai pingsan dan koma

(tergantung pada volume sirkulasi / oksigenasi).

7 Nyeri / Kenyamanan

Gejala :

 Nyeri digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih,

nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai perforasi. Rasa

ketidaknyamanan / distres samar-samar setelah makan banyak

dan hilang dengan makan (gastritis akut).

 Nyeri epigastrum kiri sampai tengah / atau menyebar ke

punggung terjadi 1-2 jam setelah makan dan hilang dengan

antasida (ulkus gaster).


 Nyeri epigastrum kiri sampai / atau menyebar ke punggung

terjadi kurang lebih 4 jam setelah makan bila lambung kosong

dan hilang dengan makanan atau antasida (ulkus duodenal).

 Faktor pencetus : makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-

obatan tertentu (salisilat, reserpin, antibiotik, ibuprofen), stresor

psikologis.

Tanda : wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat,

berkeringat. (Muttaqin dan Sari 2011).

3.4 Pola Fungsi Gordon

1. Pola persepsi terhadap kesehatan

 Tingkat pengetahuan kesehatan/ penyakit meliputi sebelum

sakit dan selama sakit

 Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan meliputi

sebelum sakit dan selama sakit

 Faktor-faktor sehubungan resiko kesehatan

2. Pola nutrisi

Ditanyakan :

 Berapa kali makan sehari

 BB sebelum dan sesudah sakit

 Frekuensi dan kuantitas minum sehari

3. Pola eliminasi
 Frekuensi BAK dan BAB sehari

 Warna dan kepektan

4. Pola aktivitas laatihan

Kemampuan perawatan diri

Jenis 0 1 2 3 4
Makan/ minum
Berpakaian
Mandi
Toileting
Mobilisasi di tempat tidur
Berjalan

1 Mampu merawat diri sendiri secara penuh

2 Memerlukan penggunaan alat

3 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain

4 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan

peralatan

5 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan

5. Pola istirahat tidur

Ditanyakan :

 Jam berapa mulai tidur dan bangun tidur

 Kualitas dan kuantitas tidur

6. Pola kognitif perceptual

 Apakah ada gangguan pancaindra (pendengaran,

penglihatan, berbicara dll)


7. Pola konsep diri

 Gambaran diri

 Identitas diri

 Peran diri

 Ideal diri

 Harga diri

8. Pola peran dan hubungan

 Hubungan dukungan keluarga

 Hubungan dengan pasangan

 Hubungan dengan tetangga dan masyarakat

9. Pola seksualitas

 Apakah ada dampak sakit rehadap seksualitas

 Apakah ada gangguan reproduksi

10. Pola koping

 Cara menyelesaian dan pemecahan masalah

11. Pola nilai dan kepercayaan

 Persepsi keyakinan

 Tindakan berdasarkan keyakinan (Tarwoto dan Watonah

2015).

3.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang, menurut Priyanto (2009) dalam (Irawati 2020)


yang ditemukan pada pasien gastritis, yaitu :

1. Endoscopy

2. Pemeriksaan histopatologi

3. Laboratorium

4. Analisa gaster

5. Gastroscopi

3.6 Diagnosa Keperawatan

1. Nausea berhubungan dengan peningkatan asam lambung

2. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi mukosa

3.7 Intervensi Keperawatan

Diagnosa 1 : Nausea

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

(SLKI) (SIKI)
Luaran Utama: Tingkat Nausea Intervensi Utama: Manajemen Observasi

Setelah dilakukan asuhan Mual (I.03117) 1. Untuk mengetahui

keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi pengalaman saat

tingkat mual menurun dengan 1. Identifikasi pengalaman mual mual

kriteria hasil: 2. Identifikasi dampak mual 2. Untuk mengetahui

1. Nafsu makan meningkat (5) terhadap kualitas hidup (mis: dampak yang terjadi

2. Keluhan mual menurun (5) nafsu makan, nafsu makan, saat mual

3. Perasaan ingin muntah aktivitas, kinerja, tanggung 3. Untuk mengetahui

menurun (5) jawab, peran, dan tidur) penyebab mual


4. Perasaan asam dimulut 3. Identifikasi faktor penyebab 4. Untuk memantau

menurun (5) mual frekuensi, durasi,

5. Wajah pucat membaik (5) 4. Monitor mual (mis. Frekuensi, dan tingkat

6. Takikardia membaik (5) (Tim durasi dan tingkat keparahan. keparahan mual agar

Pokja SLKI DPP PPNI 2018). 5. Monitor asupan nutrisi dan dapat dilakukan

kalori. penangan segera

Terapeutik 5. Untuk memantau

1. Kendalikan faktor penyebab kebutuhan nutrisi

mual pasien

2. Kurangi atau hilangkan keadaan Terapeutik

penyebab mual 1. Meminimalkan

3. Berikan makanan dalam jumlah dampak yang

kecil dan menarik mengakibatkan mual.

Edukasi 2. Mengurangi resiko

1. Anjurkan istirahat dan tidur faktor atau keadaan

yang cukup yang menyebabkan

2. Anjurkan makanan tinggi mual

karbohidrat dan rendah lemak 3. Menjaga nutrisi tetap

3. Ajarkan teknik nonfarmakologis terpenuhi dan

untuk mengatasi mual mencegah terjadinya

Kolaborasi mual dan muntah


1. Kolaborasi pemberian yang berlanjut.

antiemetik, jika perlu Edukasi

(Tim Pokja SIKI DPP PPNI 2018). 1. Dapat membuat

klien jadi lebih baik

dan melupakan

mual.

2. Menjaga nutrisi

tetap terpenuhi dan

mencegah terjadinya

mual dan muntah

yang berlanjut.

3. Penggunaan teknik

nonfarmakologi

membantu

mengatasi rasa mual.

Kolaborasi

1. Analgetik dapat

memblok reseptor

mual dan mengurangi

rasa mual.

Diagnosa 2 : Nyeri akut


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

(SLKI) (SIKI)
Luaran Utama: Nyeri Akut Intervensi Utama: Manajemen Observasi

Setelah dilakukan tindakan Nyeri (I.08238) 1. Untuk

kepera Observasi mengidentifiksi

watan selama 2x24 jam, secara menyeluruh


1. Identifikasi lokasi,
diharapkan masalah nyeri dapat tentang nyeri yang
karakteristik, durasi,
teratasi dengan kriteria hasil : dirasakan
frekuensi, kualitas, intensitas
1. Mampu mengontrol nyeri 2. Untuk mengetahui
nyeri
( menggunakan teknik skala nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
nonfarmakologi untuk 3. Untuk mengetahui
3. Identifikasi respons nyeri non
mengurangi nyeri respon nyeri pasien
verbal
2. Melaporkan nyeri berkurang secara non verbal
4. Identifikasi faktor yang
(0-1) 4. Untuk mengetahui
memperberat dan
3. TTV dalam batas normal faktor penyebab nyeri
memperingan nyeri
4. Tidak mengalami gangguan Terapeutik
Terapeutik
tidur 1. Tehnik

1. Berikan tehnik norfarmakologi dapat

nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

mengurangi rasa nyeri yang dirasakan

( kompres air hangat/dingin) 2. Gangguan lingkungan

2. Kontrol lingkungan yang dan rangsangan dapat


memperberat rasa nyeri meningkatkan tekanan

(ruangan, kebisingan) vaskuler serebral

3. Fasilitasi istirahat dan tidur 3. Istirahan tidur untuk

mengurangi rasa nyeri


Edukasi
yang dirasakan
1. Jelaskan strategi meredakan
Edukasi
nyeri
1. Untuk menambah
2. Ajarkan teknik
mengetahuan klien
nonfarmakologis untuk
dan mengetahui
mengurangi rasa nyeri
penyebab nyeri yang

Kolaborasi dirasakan

2. Meningkatkan
1 Kolaborasi pemberian
relaksasi dan
analgetik, jika perlu (Tim
mengurangi nyeri
Pokja SIKI DPP PPNI 2018).
Kolaborasi

1 Analgetik dapat

mengurangi nyeri

3.8 Implementas

Menurut Doenges (2000), implementasi adalah tindakan

pemberian keperawatan yang dilaksanakan untuk membantu mencapai

tujuan pada rencana tindakan keperawatan yang telah disusun. Setiap


tindakan keperawatan yang dilaksanakan dicatat dalam catatan

keperawatan yaitu cara pendekatan pada klien efektif, teknik komunikasi

terapeutik serta penjelasan untuk setiap tindakan yang diberikn kepada

pasien. Dalam (Irawati 2020).

3.9 Evaluasi

Menurut Doenges (2000), evaluasi adalah tingkatan intelektual

untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh

diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah

berhasil dicapai. Dalam (Irawati 2020).


DAFTAR PUSTAKA

Bachrudin, M, dan Moh Najib. 2016. Keperawatan Medikal Bedah I. Jakarta:

KEMENTRIAN KESEHATAN INDONESIA.

http://library1.nida.ac.th/termpaper6/sd/2554/19755.pdf.

Bandiyah, Siti. 2009. LANJUT USIA DAN KEPERAWATAN GERONTIK. ed. Ari

Setiawan. Jl. Ringroad Selatan, Banguntapan, Bantul, Yogjakarta: Cetaka

Pertama.

Dermawan, Deden, dan Tutik Rahayuningsih. 2010. Keperawatan Medikal Bedah

Sistem Pencernaan. ed. Sujono Riyadi. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Handoyo, Lukman. 2018. “Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Impecunity.”

(February): 0–25.

Hurlock, E. B. 2012. 1 Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan (terjemahan). Jakarta: Erlangga.

Irawati. 2020. “Asuhan Keperawatan Pada Ny. R Dengan Masalah Gastritis di

Puskesmas Rawat Inap Kampar Kiri.” 2507(1): 1–9.

Khoflifah, Siti Nur. 2016. “Keperawatan Gerontik.”

Muttaqin, Arif, dan Kurmala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi

Asuhan Keperawatan Medikal bedah. Jakarta: Salemba Medika.

Nugroho, W. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Ediisi 3. Jakarta: EGC.

Nurarif, Amin Huda, dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Nanda Nic-Noc ; Asuhan

Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction


Publishing.

Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. 1 ed. Yogyakarta: Nuha

Medika.

Riyadi, Sujono, dan Sukarmin. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan

Gangguan Eksokrin & Endokrin Pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Suratun, dan Lusinah. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem

Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media.

Tarwoto, dan Watonah. 2015. Kebutuhan Dasaar Manusia dan Proses Keperawatan.

Jakarta: Salemba Medika.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi keperawatan Indonesia Definisi

dan Tindakan Keperawatan. 1 ed. Jakarta: Jagakarsa.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi

dan Kriteria Hasil. 1 ed. Jakarta: Jagakarsa.

Anda mungkin juga menyukai