Definisi
Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah radang kronis yang disebabkan oleh penyakit
autoimun (kekebalan tubuh) di mana sistem pertahanan tubuh yang tidak normal melawan
jaringan tubuh sendiri. Antara jaringan tubuh dan organ yang dapat terkena adalah seperti kulit,
jantung, paru-paru, ginjal, sendi, dan sistem saraf. Lupus eritematosus sistemik (SLE) merupakan
suatu penyakit atuoimun yang kronik dan menyerang berbagai system dalam tubuh. ( Silvia &
Lorraine, 2006 ) Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit radang yang menyerang
banyak sistem dalam tubuh, dengan perjalanan penyakit bisa akut atau kronis, dan disertai
adanya antibodi yang menyerang tubuhnya sendiri Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah
suatu penyakit autoimun multisystem dengan manifestasi dan sifat yang sangat berubah – ubah,
penuakit ini terutama menyerang kulitr, ginjal, membrane serosa, sendi, dan jantung.(Robins,
2007) . Epidemiologi Penyakit lupus atau systemic lupus erythematosus (SLE) prevalensinya
dalam populasi tertentu kira – kira satu kasus per 2500 orang, penyakit ini cenderung terjadi pada
perempuan (kira – kira 9:1), yang menyerang satu diantara 700 perempuan usia subur. systemic
lupus erythematosus (SLE) lebih sering ditemukan pada ras tertentu seperti ras kulit hitam, Cina,
dan Filipina. Penyakit ini terutama diderita oleh wanita muda dengan puncak kejadian pada usia
15-40 tahun (selama masa reproduktif) dengan perbandingan wanita dan laki-laki 5:1) Di
Indonesia, data unutk kasus SLE masih belum ada yang mencakup semua wilayah Indonesia.
Data tahun 2002, berdasarkan data pasien yang datang ke poliklinik Reumatologi Penyakit
Dalam di RSUP Cipto Mangunkosumo Jakarta, terdapat 1,4% kasusu dari total seluruh
kunjungan pasien. Sedangkan unutuk RS Hasan Sadikin Bandung, terdapat 10,5% (291pasien)
dari total pasien yang berkunjung ke poliklinik reumatologi pada tahun 2010.
B. Penyebab/factor predisposisi
- Factor genetic
- Factor Humoral
- Factor lingkungan
- Kontak dengan sinar matahari
- Infeksi virus/bakteri
- Obat golongan sulva
- Penghentian lehamilan
- Trauma psikis
C. GAMBARAN KLINIS
Gejala klinis yang mungkin muncul pada pasein SLE yaitu:
a. Wanita muda dengan keterlibatan dua organ atau lebih.
b. Gejala konstitusional: kelelahan, demam (tanpa bukti infeksi) dan penurunan berat
badan
c. Muskuloskeletal: artritis, artralgia, myositis
d. Kulit: ruam kupu-kupu (butter• ly atau malar rash), fotosensitivitas, lesi
membrane mukosa, alopesia, fenomena Raynaud, purpura, urtikaria, vaskulitis.
e. Ginjal: hematuria, proteinuria, silinderuria, sindroma nefrotik
f. Gastrointestinal: mual, muntah, nyeri abdomen
g. Paru-paru: pleurisy, hipertensi pulmonal,lesi parenkhim paru.
h. Jantung: perikarditis, endokarditis, miokarditis
i. Retikulo-endotel: organomegali (limfadenopati, splenomegali, hepatomegali)
j. Hematologi: anemia, leukopenia, dan trombositopenia
k. Neuropsikiatri: psikosis, kejang, sindroma otak organik, mielitis transversus,
gangguan kognitif neuropati kranial dan perifer
D.PATOFIOLOGI
Lupus ditandai oleh peradangan kronis atau berulang mempengaruhi satu atau lebih
jaringan dalam hubungan dengan beberapa autoantibodi. Beberapa, seperti anti – sel merah dan
antibodi antiplatelet, jelas patogen, sedangkan yang lain mungkin hanya penanda kerusakan
toleransi. Etiologi tetap misteri, tetapi seperti dalam banyakpenyakit kronis, tampaknya mungkin
bahwa penyakit ini dipicu oleh agen lingkungandalam kecenderungan tiap individu (Malleson,
Pete; Tekano, Jenny. 2007).
Faktor Endogen
Banyak autoantibodi (terutama ANAs) diarahkan terhadap antigen intraseluler biasanya 'tak
terlihat' untuk sistem kekebalan tubuh. Hal ini menunjukkan autoimunitas yang berkembang,
setidaknya dalam beberapa kasus, sebagai konsekuensi dari kematian sel yang tidak normal atau
disregulasi termasuk kematian sel terprogram (apoptosis).Dalam mendukung Konsep ini telah
menjadi pengakuan bahwa model hewan lupus di MLR / lpr mencit karena mutasi genetik FAS.
Aktivasi FAS menyebabkan apoptosis,kelainan FAS mencegah apoptosis yang normal
menyebabkan proliferasi limfositik tidak terkendali dan produksi autoantibodi. Sebuah homolog
manusia model hewan adalah sindrom limfoproliferatif autoimun (ALPS), karena mutasi dari
FAS, anak-anak mengembangkan limfadenopati besar dan splenomegali dengan produksi
autoantibody(Malleson, Pete; Tekano, Jenny. 2007).
Faktor Eksogen
Bahkan sedikit yang diketahui tentang pemicu yang bertanggung jawab untuk Sebagian
besar bentuk lupus. Obat seperti antikonvulsan dan antibiotik (khususnya minocycline) dapat
menyebabkan lupus. Sinar matahari dapat memicu kedua manifestasi kulit dan sistemik lupus
(dan neonatal lupus). Menelan jumlah yang sangat besar kecambah alfalfa juga dapat
menyebabkan lupus, pemicu aktif muncul menjadi L-canvanine. Peran, jika ada, dari virus dan
bakteri dalam memicu lupus tetap jelas meskipun perlupenelitian yang cukup besar. Tidak ada
bukti yang meyakinkan bahwa infeksi tertentu adalah penting dalam menyebabkan lupus.
Menariknya, ada peningkatan penyakit rematik pada orang dengan infeksi HIV, dan penyakit
autoimun termasuk lupustampaknya menjadi lebih umum ketika ada restorasi kompetensi
kekebalan dengan penggunaan obat anti retro virus yang sangat aktif (Malleson, Pete; Tekano,
Jenny.2007).
E. pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan lab :
a. Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang
terdapat pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga bisa ditemukan pada
penyakit lain. Karena itu jika menemukan antibodi antinuklear, harus dilakukan juga
pemeriksaan untuk antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari kedua antibodi
ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita lupus memiliki antibodi ini.
Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang berperan dalam sistem
kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk
memperkirakan aktivitas dan lamanya penyakit
b. Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein.
F.PENATALAKSANAAN
A. DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah gangguan atau terputusnya kontinuitas dari struktur
tulang (Black & Hawks, 2005). Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang
dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit,
dimana potensial untuk terjadi infeksi (De Jong, 2010). Fraktur clavicula adalah terputusnya
hubungan tulang clavicula yang disebabkan oleh trauma langsung dan tidak langsung pada posisi
lengan terputus atau tertarik keluar (outstretched hand) karena trauma berlanjut dari pergelangan
tangan sampai clavicula ( Muttaqin, 2012). Jadi close fraktur clavicula adalah gangguan atau
terputusnya hubungan tulang clavicula yang disebabkan oleh trauma langsung dan tidak
langsung pada posisi lengan terputus atau tertarik keluar (outstretched hand) yang tidak ada
hubungan patah tulang dengan dunia luar.
B. ETIOLOGI
Etiologi Umumnya fraktur disebabkan oeh trauma atau aktivitas fisik dimana terdapat
tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada
perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan
atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. (De Jong, 2010) 1. Trauma
langsung Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang, hal tersebut akan
menyebabkan fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat comminuted
dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan 2. Trauma tak langsung Apabila trauma di
hantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, trauma tersebut disebut trauma tidak
langsung, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada clavicula.
Pada keadaan ini jaringan lunak tetap utuh. 3. Fraktur yang terjadi ketika tekanan atau tahanan
yang menimpa tulang lebih besar dari pada daya tahan tulang. 4. Arah, kecepatan dan kekuatan
dari tenaga yang melawan tulang. 5. Usia penderita. 6. Kelenturan tulang dan jenis tulang.
C. GAMBARAN KLINIS
Manifestasi klinik menurut Helmi (2012) adalah keluhan nyeri pada bahu depan, adanya
riwayat trauma pada bahu atau jatuh dengan posisi tangan yang tidak optimal (outstretched
hand).
awal cidera klien terlihat mengendong lengan pada dada untuk mencegah pergerakan. Suatu
benjolan besar atau deformitas pada bahu depan terlihat dibawah kulit dan kadang-kadang
fragmen yang tajam mengancam kulit
2. Feel didapatkan adanya nyeri tekan pada bahu depanmenganjurkan klien melakukan abduksi
lengan dapat dilakukan hingga nyeri mereda (biasanya 2-3 minggu). Sesudah itu harus dilakukan
latihan bahu secara aktif, hal ini penting terutama pada pasien.Fraktur 1/3 bagian yang
mengalami pergeseran hebat misal pada pemeriksaan yang ligamen korakoklavicularnya robek
biasanya tidak dapat direduksi secara tertutup. Bila dibiarkan tanpa terapi, fraktur tersebut akan
menyebabkan deformitas dan dalam beberapa fraktur akan menimbulkan rasa tidak enak dan
kelemahan pada bahu. Oleh karena itu terapi operasi diindikasikan melalui insisi supra
clavicular, fragmen reposisi dan dipertahankan dengan fiksasi interna dan kemudian kembali ke
batang clavicular
D.PATOFISIOLOGI
Patofisiologi fraktur clavicula menurut Helmi (2012) adalah tulang pertama yang
mengalami proses pergerasan selama perkembangan embrio pada minggu ke lima dan enam.
Tulang clavicula, tulang humerus bagian proksimal dan tulang scapula bersama-sama
membentuk bahu. Tulang clavicula ini membantu mengangkat bahu ke atas, keluar, dan
kebelakang thorax. Pada bagian proximal tulang clavicula bergabung dengan sternum disebut
sebagai sambungan sternoclavicular (SC). Pada bagian distal clavicula (AC), patah tulang pada
umumnya mudah untuk dikenali dikarenakan tulang clavicula adalah tulang yang terletak
dibawah kulit (subcutaneus) dan tempatnya relatif didepan. Karena posisinya yang terletak
dibawah kulit maka tulang ini sangat rawan sekali untuk patah. Patah tulang clavicula terjadi
akibat tekanan yang kuat atau hantaman yang keras ke bahu. Energi tinggi yang menekan bahu
ataupun pukulan langsung pada tulang akan menyebabkan fraktur.
E.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
6. Scan tulang atau MRI yaitu memperlihatkan fraktur dan menidentifikasi kerusakan jaringan
lunak
F.PENATALAKSANAAN
Menurut Helmi (2012) penatalaksanaan klien dengan fraktur 1/3 tengah, intervensi
reduksi dilakukan. Intervensi dengan pemasangan gendongan bahu dengan tidak menganjurkan
klien melakukan abduksi lengan dapat dilakukan hingga nyeri mereda (biasanya 2-3 minggu).
Sesudah itu harus dilakukan latihan bahu secara aktif, hal ini penting terutama pada pasien.
Fraktur 1/3 bagian yang mengalami pergeseran hebat misal pada pemeriksaan yang ligamen
korakoklavicularnya robek biasanya tidak dapat direduksi secara tertutup. Bila dibiarkan tanpa
terapi, fraktur tersebut akan menyebabkan deformitas dan dalam beberapa fraktur akan
menimbulkan rasa tidak enak dan kelemahan pada bahu. Oleh karena itu terapi operasi
diindikasikan melalui insisi supra clavicular, fragmen reposisi dan dipertahankan dengan fiksasi
interna dan kemudian kembali ke batang clavicular.