Anda di halaman 1dari 6

Saudaraku muslimin wal muslimat rohimakumullah.

Pada saat ini kita semua patut


bersyukur bahwa bulan suci Ramadhan baru saja kita lalui bersama dengan baik. Syukur akan
kenikmatan masih bisa merasakan hari yang fitrah ini.

Meskipun saat ini kita masih dalam suasana pandemi, namun alhamdulillah, pagi ini kita
masih diberi kesempatan untuk merasakan kebahagiaan, diberi kesempatan memperoleh
kemenangan secara bersama. Pagi ini kita masih diberi kekuatan untuk merayakan hari
kemenangan yang penuh kebahagiaan. Semoga kita dianugerahi umur yang panjang sehingga
dapat kembali menikmati kelezatan ibadah pada Ramadhan yang akan datang.  

Saudara-saudara yang berbahagia, Banyak sekali hikmah, pelajaran dan makna yang
dapat kita petik dari mewabahnya Covid-19. Di antaranya, kita diingatkan untuk selalu bersabar
dan bersyukur dalam situasi apa pun dan dalam kondisi bagaimana pun. Sabar dan syukur adalah
dua senjata bagi seorang mukmin dalam mengarungi kehidupan di dunia. Jika kita tidak
menghiasi diri kita dengan sifat sabar dan syukur dalam situasi seperti ini, maka kita tidak akan
mendapatkan apa-apa kecuali kerisauan, kepenatan, kesusahan, dan kesedihan. Sebaliknya, jika
kita tanamkan sabar dan syukur dalam hati kita, maka kita akan meraih ridha Allah dan pahala
yang besar di kehidupan akhirat. 1 tahun lebih virus ini telah mewabah, setidaknya juga dapat
menjadi muhasabah, mengingatkan bahwa kita adalah makhluk yang lemah. Hanya dengan
makhluk yang sangat kecil itu, banyak orang menjadi tak berdaya. Banyak orang jatuh sakit.
Bahkan banyak orang meninggal dunia. Hal ini seakan mengikis habis kesombongan pada diri
manusia. Manusia itu makhluk lemah yang memiliki banyak keterbatasan. Tidak selayaknya ia
menyombongkan dan membanggakan dirinya.
Kita semua memang sedang diuji oleh Allah dengan mewabahnya virus Corona yang
sangat berbahaya sehingga banyak amal ibadah yang lazimnya kita jalankan dengan berjamaah
di masjid, seperti salat lima waktu, salat Jumat, salat tarawih dan salat Idul Fitri, tetapi dalam
suasana seperti ini banyak dari kita yang harus merelakan untuk melaksanakan ibadah di rumah.

Saudaraku muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah.

Selama sebulan penuh kita telah menjalani puasa Ramadhan sesuai dengan perintah Allah
subhanahu wa ta’ala di dalam Al-Qur’an, surat Al-Baqarah, ayat 183, yang berbunyi:

Ibadah puasa memang dimaksudkan untuk membentuk kita semua menjadi hamba yang
bertakwa di hadapan Allah. Di dalam bulan Ramadhan banyak hal yang dalam kondisi normal
kita boleh melakukannya karena hukumnya mubah. Tetapi selama puasa di siang hari kita
dilarang melakukannya seperti makan, minum dan hal-hal lain yang membatalkan puasa.

Semua itu untuk melatih kita menjadi manusia yang mampu menahan diri, mampu untuk
bersabar dan tetap bersyukur. Tentunya tak lain dan tak bukan dengan menahan diri ini adalah
bertujuan untuk mendidik jiwa menuju ketakwaan. Jika terhadap hal-hal yang sebenarnya kita
boleh melakukannya namun kita menahan diri, maka apalagi terhadap hal-hal yang memang
dilarang. Tentu kita mampu meninggalkan larangan itu.

Wabah pandemi yang datang memberi 2 pelajaran bagi kita yaitu, sebagai peringatan dan
ujian. Wabah datang untuk menguji apakah kita sanggup berubah atau tidak. Sebagai peringatan,
ia datang untuk mengingatkan perihal perilaku kita sebelum semua ini terjadi.

Sebagai peringatan Pertama, kita belum benar-benar menjadikannya peringatan agar


perilaku individu dan bermasyarakat kita berubah. Semakin meningkatnya penyebaran virus
setiap harinya, memperlihatkan bahwa kita sesama umat muslim, sesama masyarakat tidak dapat
saling menjaga satu sama lain, baik dalam segi sosial maupun ke-egoan kita masing-masing.
Antar individu masih sering mempeributkan dalil mana yang paling benar dalam menghadapi
virus, mempertentangkan suatu ritual ibadah. Wabah yang menyebar hampir di seluruh dunia ini
belum menjadi peringatan akan perbuatan dan kelakuan kita sebagai manusia yang turut
menyumbang kerusakan dan ketidakseimbangan alam. Penyakit hanya dilihat sebagai musuh
yang harus dibasmi. Bukan fenomena alam yang terkait dengan perilaku dan kerusakan yang
timbul akibat ulah manusia. Sebagaimana dikatakan Al-Qur’an:

Selanjutnya adalah peringatan tentang kehidupan bermasyarakat. Sepenuhnya kita belum


menyadari bahwa pandemi memberi kita peringatan bahwa menghadapi penyakit menular
dengan jangkauan yang luas tidak mungkin kita dapat mengatasinya tanpa fondasi sosial yang
kuat. Selama menghadapi pandemic ini kita masih melihat saudara-saudara kita yang lebih
memilih untuk tetap mudik, tetap meluangkan waktu berkumpul bersama banyak orang dan
bahkan tetap menghabiskan banyak uang membeli baju lebaran di tempat-tempat keramaian.
Kita seringkali menjebak diri kita pada hal-hal yang tidak perlu dan sebatas seremonial. Memilih
menghamburkan uang untuk kesenangan belaka tanpa manfaat berarti. Sungguh sangat
disayangkan, betapa justru dengan kita mendatangi keramaian berarti kita memberikan
keleluasaan pada wabah menyebar.

Disinilah pandemi memperingatkan kita sebagai manusia. Kita melihat dalam tayangan
berita tentang rumah sakit yang penuh pasien, perawat yang kelelahan dan penguburan massal.
Nyatanya hal itu tidak justru menjadikan kita sadar betapa kecilnya kita sebagai manusia. Betapa
riskannya kita jika sendirian dalam menghadapi kehidupan.

Pandemi ini harus kita jadikan momentum merekatkan ikatan masyarakat dengan
meningkatkan kepekaan sosial kita. Bahwa walaupun jarak fisik tidak diperbolehkan tetapi jarak
sosial perlu dipererat. Jarak persaudaraan harus tetap dekat. Jembatan penghubung antar kerabat
harus tetap dibentangkan.

Hadirin yang berbahagia, hadist ini memberi perhatian pada kita semua bahwa jika dalam masa
normal saja kita semua dihimbau untuk menjaga persaudaraan dan meningkatkan amal sosial kita
melalui shadaqah, infak dan zakat, maka dalam masa pandemic ini perlu juga sekiranya secara
khusus kita meningkatkan amal sosial. Membantu dan menjaga saudara kita. Zakat, shadaqoh
dan infak tidak hanya kita keluarkan selama bulan Ramadhan, bulan-bulan lain pun kita harus
menunaikannya. Sebagaimana dikatakan bahwa misi puasa adalah menjadikan kita orang yang
bertakwa, maka salah satu tanda ketakwaan kita adalah sebagaimana disebutkan dalam Q.S Ali
Imron Ayat 134

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah,


Olehnya tidak berlebihan jika seyogyanya kita perlu juga menjadikan wabah ini sebagai
ujian, wabah tidak hanya datang untuk menguji kesabaran kita, tapi juga inisiatif, inovasi,
kecerdasan, dan kepekaan. Apakah ada perubahan dan grafik kualitas keimanan antara sebelum
dan sesudah bencana? 2 bulan pandemi, sepertinya berbagai inisiatif, inovasi, kecerdasan, dan
kepekaan belum maksimal dikembangkan untuk bersama memikirkan dengan sungguh-sungguh
alternatif dari kehidupan baru yang ada, gaya hidup yang berbeda yang lebih peduli sesama, cara
berpikir yang berbeda yang lebih solider dan peka sosial.
Dua pola pikir yang dominan selama pandemi adalah cari untung sendiri dan cari selamat
sendiri. Dua-duanya sepertinya belum banyak berubah. Olehnya, hari raya Idul Fitri ini harus
kita jadikan sebagai titik tolak menuju kemenangan.
Musim pandemi jangan sampai membuat kita memutus tali silaturahim. Jangan sampai
keluarga dan kerabat kita, merasa kita tinggalkan dan kita abaikan. Walaupun di masa pandemi,
kita tetap jaga hubungan baik dengan mereka. Kita menjaga hubungan baik itu dengan cara
membantu mereka di kala mereka butuh bantuan.
Jangan tunggu mereka berbuat baik kepada kita lalu kita balas kebaikan mereka. Jangan
tunggu mereka menyapa duluan lewat sambungan telepon baru kemudian kita balas menyapa.
Kita dahului mereka dengan itu semua. Karena ini adalah kebaikan yang pahalanya besar.
Jadilah orang yang pertama kali melakukannya. Mari bersama-sama berlomba-lomba dalam
kebaikan.

Hadirin yang berbahagia, Kepada selain kerabat dan keluarga juga kita lakukan hal yang
sama. Kita jadikan hari raya sebagai mementum untuk mempererat hubungan kita dengan
tetangga, teman, kolega, dan seluruh lapisan masyarakat. Saling bermaaf-maafan harus
menghiasi hari raya kita. Yang lalu biarlah berlalu. Kita maafkan kesalahan orang lain kepada
kita. Kita adalah saudara-saudara sesama Islam. Kita adalah bersaudara sesama anak bangsa. Di
akhirat kelak, janganlah kita termasuk mereka yang membawa pahala shalat, puasa, dan berbagai
ibadah yang lain, sekaligus juga membawa dosa yang berkaitan dengan hubungan sesama
manusia. Yaitu mereka yang berbuat zalim kepada orang lain dan belum sempat meminta maaf
atau kerelaan darinya sampai ajal tiba. Merekalah orang yang bangkrut sebangkrut-bangkrutnya
di akhirat kelak. Pahala mereka akan diambil dan diberikan kepada orang-orang yang mereka
zalimi. Jika tidak cukup, maka dosa-dosa orang yang mereka zhalimi akan diambil dan
ditimpakan kepada mereka lalu mereka dilemparkan ke api neraka. Na’udzu billahi min dzalik.

Anda mungkin juga menyukai