Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERCULOSIS PARU

DESI PRATIWI
2011040068

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020
A. Definisi
Tuberculosis paru – paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim
paru – paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat juga
menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe (Irman
Somantri, 2008).
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei)
saat seorang pasien tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri
tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas (Widoyono, 2008).
Tuberkulosis merupakan infeksi paru akut atau kronis yang ditandai dengan
infiltrasi paru dan pembentukan granulasi dengan perkijuan, fibrosis, dan kavitasi.
Prognosis penyakit ini sangat bagus dengan program pengobatan yang benar dan
lengkap.
B. Etiologi
Mycobacterium tuberkulosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran
panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3 – 0,6 mm. Sebagian besar komponen mycobacterium
tuberkulosis adalah bentuk lemak atau lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap
asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah
bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu,
mycobacterium tuberkulosis senang tinggal di daerah apeks paru – paru yang kandungan
oksigennya tinggi, daerah tersebut menjadi tempat kondusif untuk penyaki tuberkulosis.
C. Tanda dan Gejala
Gejala utama TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa
sputum, malaise, gejala flu, demam derajat rendah, nyeri dada dan batuk darah.
Pasien TB paru menampakkan gejala klinis, yaitu :
1. Tahap asimtomatis
2. Gejala TB paru yang khas, kemudian stagnasi dan regresi
3. Eksaserbasi yang memburuk
4. Gejala berulang dan menjadi kronik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda – tanda :
1. Tanda – tanda infiltrate (redup, bronchial, ronki basah, dan lain – lain)
2. Tanda – tanda penarikan paru, diafragma, dan mediatinum
3. Secret di saluran napas dan ronkhi
4. Suara napas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan
bronkus.
D. Patofisiologi
Virus masuk melalui saluran pernapasan dan berada pada alveolus. Basil ini
langsung membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit memfagosit bakteri namun tidak
membunuh, sesudah hari – hari pertama leukosit diganti dengan makrofag. Alveoli yang
terserang mengalami konsolidasi. Makrofag yang mengadakan infiltrasi bersatu menjadi
sel tuberkel epiteloid. Jaringan mengalami nekrosis keseosa dan jaringan granulasi
menjadi lebih fibrosa dan membentuk jaringan parut kolagenosa. Respon radang lainnya
adalah pelepasan bahan tuberkel ke trakeobronkiale sehingga menyebabkan penumpukan
sekret. Tuberkulosis sekunder muncul bila kuman yang dormant aktif kembali
dikarenakan imunitas yang menurun.
E. Pathway
Mycrobacterium Tuberculosis
Alveoulus
Respon radang

Luekosit mefagosit Demam Pelepasan bahan tuberkel


bakteri dari dinding kavitas

Leukosit digantikan Trakeobronkial


makrofag
Bersihan jalan Penumpukan Sekret
Makrofag mengadakan napas tidak efektif
infiltrasi Anoreksia, mual,
Batuk muntah
Terbentuk sel tuberkel
epiteloid
Gangguan
Nekrosis kaseosa Nyeri Droplet keseimbangan
nutrisi kurang dari
Granulasi Gangguan kebutuhan
pertukaran gas Risiko tinggi
Jaringan parut kolagenosa penyebaran infeksi

Kerusakan membran alveolar

Sesak napas Gangguan pola tidur

Inadekuat oksigen
Untuk beraktivitas

Intoleransi aktivitas

F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Somantri (2008), pemeriksaan penunjang pada pasien tuberkulosis adalah :
1. Sputum culture
2. Ziehl neelsen; positif untuk BTA
3. Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer, patch)
4. Chest X-ray
5. Histologi atau kultur jaringan : positif untuk mycobacterium tuberculosis
6. Needle biopsi of lung tissue : positif untuk granuloma TB, adanya sel – sel besar
yang mengindikasikan nekrosis
7. Elektrolit
8. Bronkografi
9. Test fungsi paru – paru dan pemeriksaan darah
G. Penatalaksanaan
Menurut Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberculosis paru menjadi tiga bagian
yaitu pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).
1. Pencegahan TB paru
a. Pemeriksaan kontak yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan TB BTA positif. Pemeriksaan meliputi : tes tuberculin, klinis, dan
radiologis. Bila tes tuberculin positif maka pemeriksaan radiologis foto thoraks
diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negative diberikan BCG
vaksinasi.
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan terhadap kelompok – kelompok populasi
tertentu, misal penghuni rumah tahanan, petugas kesehatan, siswa – siswi
pesantren.
c. Vaksinasi BCG
d. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6 – 12 bulan
dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih
sedikit.
e. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberculosis kepada
masyarakat di tingkat puskesmas maupun di tingkat rumah sakit
2. Pengobatan TB paru
a. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat
- Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan
Streptomisin (S)
- Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Isoniazid
(INH).
b. Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant)
- Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Isoniazid
(INH)
- Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan
Isoniazid. Untuk very slowly growing bacilli, digunakan Pirazinamid (Z).
c. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis
terhadap bakteri terhadap asam.
- Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam pra amino
salisilik (PAS), dan sikloserine.
- Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid dalam
keadaan telah terjadi resistensi sekunder.
Pengobatan TB terbagi dalam dua fase yaitu fase intensif ( 2-3 bulan ) dan fase
lanjutan ( 4-7 bulan ). Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat
tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai rekomendasi WHO adalah
Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol. (Depkes RI, 2004).
Disamping itu, perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang
dikenal dengan Directly Observed Treatment Short Course (DOTSC). Lima
komponen DOTSC yang direkomendasikan WHO yaitu :
a. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
b. Diagnosis TB melalui pemeriksaan sputum secara makroskopik langsung, dan
pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur.
c. Pengobatan TB dengan panduan OAT jangka pendek di bawah pengawasan
langsung oleh PMO, khususnya dalam dua bulan pertama di mana penderita harus
minum obat setiap hari.
d. Kesinambungan ketersediaan panduan OAT jangka pendek yang cukup.
e. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
3. Penemuan penderita. Terdapat empat kategori yaitu : kategori I,II,III, dan IV.
Kategori ini didasarkan pada urutan kebutuhan pengobatan.

H. Focus Pengkajian
1. Biodata
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal
(alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya
riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain.
2. Keluhan Utama
-   Keluhan Respiratorik, meliputi batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada.
- Keluhan sistemis, meliputi demam, hilang timbul, dan keluahn sistemis lainnya
seperti anoreksia, penurunan BB, malaise, dan keringat malam.
3. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan
saat ini. Dengan adanya batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun
dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan. Perlu
juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan
untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
4. Riwayat Penyakit dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien
pernah menderita TB Paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, pembesaran getah
bening, dan penyakit lain yang memperberat TB seperti diabetes mellitus.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tapi hal ini perlu ditanyakan sebagai factor
predisposisi penularan di dalam rumah.
6.  Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Umum
Klien dengan TB paru biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara
signifikan, frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak, denyut nadi
meningkat, hipertensi.
b. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
- Inspeksi :
Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Adanya penurunan proporsi
diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi diameter
lateral. Gerakan pernapasan tidak simetris, sehingga terlihat pada sisi sakit
pergerakan dadanya tertinggal. Batuk dan sputum.
- Palpasi : palpasi trachea dan gerakan dinding thoraks anterior / ekskrusi
pernapasan.
- Perkusi : terdapat bunyi sonor pada seluruh lapang paru.
- Auskultasi : terdapat bunyi tambahan ronkhi.
2) B2 (Blood)
- Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik.
- Palpasi : denyut nadi perifer melemah.
- Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran.
- Auskultasi : TD normal, tidak terdapat bunyi jantung tambahan.
3) B3 (Brain)
Kesadaran compos mentis.
4) B4 (Bladder)
Dibiasakan dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang
menandakan fungsi ginjBal masih normal sebagai ekskresi karena minum
OAT.
5) B5 (Bowel)
Biasanya mengalami mual, muntah, anoreksia, penurunan BB.
6) B6 (Bone)
Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup
menetap, dan jadwal olahraga tidak teratur.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sekret, sekret kental
2. Nyeri akut b.d batuk menetap dan inflamasi paru
3. Risiko tinggi penyebaran infeksi b.d infeksi kuman tuberkulosis
4. Gangguan pola tidur b.d sesak napas dan batuk menetap
5. Intoleransi aktivitas b.d keletihan dan inadekuat oksigen untuk beraktivitas
J. Rencana Tindakan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan sekret, sekret kental
a. Mengkaji fungsi respirasi antara lain suara, jumlah, irama, dan kedalaman napas
serta catatan pula mengenai penggunaan otot napas tambahan.
b. Mencatat kemampuan untuk mengeluarkann secret/batuk secara efektif.
c. Mengatur posisi tidur semi atau high fowler.
d. Membantu pasien untuk berlatih batuk secara efektif dan menarik napas dalam
e. membersihkan secret dari dalam mulut dan trachea, suction jika memungkinkan.
f. Memberikan minum kurang lebih 2.500 ml/hari, menganjurkan untuk minum
dalam kondisi hangat jika tidak ada kontra indikasi.
2. Nyeri akut b.d batuk menetap dan inflamasi paru
a. Observasi karakteristik nyeri (PQRST)
b. Observasi TTV
c. Beri posisi yang nyaman
d. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
e. Anjurkan pasien menekan dada saat batuk
f. Kolaborasi dalam pemebrian analgesik sesuai indikasi
3. Risiko tinggi penyebaran infeksi b.d infeksi kuman tuberkulosis
a. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara
selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa
b. Identifikasi orang lain yang berisiko, contoh anggota rumah, sahabat karib dan
tetangga
c. Observasi TTV
d. Anjurkan pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan dahak pada tisu dan
membuang dahak di tempat tertutup
e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi dengan rasional untuk
mempercepat penyembuhan infeksi.
4. Gangguan pola tidur b.d sesak napas dan batuk menetap
a. Observasi pola tidur pasien dan TTV
b. Identifikasi faktor yang mempengaruhi masalah tidur
c. Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang
d. Berikan posisi yang nyaman
e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
5. Intoleransi aktivitas b.d keletihan dan inadekuat oksigen untuk beraktivitas
a. Observasi respon pasien terhadap aktivitas
b. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan atau kelelahan
c. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi
d. Jelaskan pentingnya istirahat
e. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat
f. Anjurkan keluarga untuk membantu pasien saat beraktivitas.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes (2004). Pedoman Pengobatan Pasien TB. Jakarta : Depkes RI, 2004.

Somantri, Irman, 2008. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.” Jakarta: Salemba Medika.

Widoyono. 2008. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan


Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai