Anda di halaman 1dari 44

4

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Perancangan Sistem Kerja Suatu Gambar Keseluruhan

Berbicara tentang Perancangan Sistem Kerja, tidak lepas dari dua nama,
yaitu F.W. Taylor dan F.B. Gilberth, dua orang yang mengawali pengembangan
ilmu ini. Memang dari penelitian merekalah, walaupun tidak dilakukan bersama-
sama, yang dikemudian hari sampai sekarang digabungkan sebagai suatu kesatuan
dan dikenal sebagai Perancangan Sistem Kerja atau Methods Engineering
(Sutalaksana, dkk, 2006).
Penerapan hasil penemuannya ini, Taylor melakukan pengukuran-
pengukuran waktu dengan menggunakan jam henti (stopwatch). Sejak itulah
pengukuran waktu secara teliti dan ilmiah mulai dilakukan, berkembang pada
berbagai keperluan lain seperti untuk membandingkan waktu kerja dari berbagai
cara penyelesaian dalam rangka mencapai cara terbaik, karena peranan penentuan
waktu bagi suatu pekerjaan sangat besar di dalam sistem produksi (seperti untuk
sistem upah perangsang, penjadwalan kerja dan mesin, pengaturan tata letak
pabrik, per anggaran, dan sebagainya), maka pengukuran waktu henti yang
diawali oleh Taylor dipandang sebagai sebuah karya ilmiah besar (Sutalaksana,
dkk, 2006).
Seseorang lagi yang dipandang mempunyai peranan besar, khususnya
dalam pengembangan awal teknik tata cara kerja adalah Frank B. Gilbreth. Pada
mulanya ia adalah seorang kontraktor bangunan yang berhasil di Amerika Serikat.
Sebagaimana halnya Taylor ketika melihat cara kerja para pekerjanya, dia pun
melihat ketidak efisienan gerakan-gerakan kerja menyusun batu bata. Penelitian-
penelitian itu akhirnya Gilbreth mendapatkan suatu prosedur untuk menganalisis
gerakan kerja dan memperbaikinya. Prosedur itu adalah membagi gerakan-
gerakan kerja menjadi elemen-elemen gerakan dasar yang merupakan bagian dari
suatu gerakan. Elemen-elemen gerakan yang dikembangkan Gilbreth berjumlah
17 buah dan dengan elemen-elemen inilah perbaikan-perbaikan gerakan dilakukan
(Sutalaksana, dkk, 2006).
2.1.1. Pengukuran Waktu dan Studi Gerakan Sebagai Awal Perkembangan
Perancangan Sistem Kerja

Gilbreth banyak berkontak dengan Taylor sampai Gilbreth


mengembangkan sesuatu yang kemudian dikenal sebagai studi gerakan. Dengan
studi gerakan dapat diperoleh berbagai rancangan sistem kerja yang baik bagi
suata pekerjaan, suatu hal yang juga diinginkan oleh Taylor; untuk mencari
rancangan yang terbaik perlu dilakukan pengukuran waktu untuk memilihnya,
yaitu untuk mencari rancangan yang membutuhkan waktu tersingkat. Karena itu
penerapan kedua temuan itu selalu dilakukan bersamaan sebagai dua hal yang
saling melengkapi. Dalam perkembangannya kemudian keduanya dipandang
sebagai suatu kesatuan yang dikenal dengan nama "Time and Motion Study" atau
studi waktu dan gerakan. Istilah lain yang di kemudian hari kerap juga digunakan
untuk hal ini adalah Methods Engineering (Sutalaksana, dkk, 2006).
Setelah teknik pengukuran waktu dan prinsip-prinsip dalam studi gerakan
melebur menjadi satu sebagai methods engineering yang mencerminkan
pengakuan sebagai ilmu tersendiri, dilakukan berbagai penelitian untuk
mengembangkannya. Diantaranya sampling pekerjaan oleh L.H.C. Tippett di
Inggris pada tahun 1930-an, yang memungkinkan dilakukannya pengukuran
waktu bagi pekerja-pekerja tak langsung selain bagi pekerja langsung, di sini
pengukuran waktu dan prinsip-prinsip studi gerakan dipadu dengan metoda
matematika (Sutalaksana, dkk, 2006).

2.1.2. Pengertian dan Ruang Lingkup Perancangan Sistem Kerja

Perancangan Sistem Kerja adalah suatu ilmu yang terdiri dari teknik-
teknik dan prinsip-prinsip untuk mendapatkan rancangan terbaik dari sistem kerja
yang bersangkutan. Tujuan Perancangan Sistem Kerja yang demikian itu disingkat
sebagai EASNE. Efisiensi adalah suatu hal yang amat penting yang terdapat
dalam sifat-sifat yang dikehendaki dari rancangan suatu sistem kerja dan dapat
didefinisikan sebagai keluaran (output) dibagi masukan (input) (Sutalaksana, dkk,
2006).

5
Ruang lingkup ilmu perancangan sistem dapat dibagi ke dalam dua bagian
besar, yaitu yang bersifat menata unsur-unsur sistem kerja (manusia, alat, bahan,
dan lingkungan) serta yang bersifat mengukur kebaikan rancangan sistem yang
bersangkutan. Yang pertama selanjutnya disebut sebagai penataan sistem kerja
dan yang kedua sebagai pengukuran sistem kerja. Penataan sistem kerja umumnya
berisi prinsip-prinsip yang mengatur komponen-komponen sistem kerja,
komponen-komponen sistem kerja diatur sehingga secara bersama-sama berada
dalam suatu komposisi yang baik, yaitu yang dapat memberikan keadaan EASNE
(efektif, aman, sehat, nyaman, dan efisien) yang tertinggi. Dengan prinsip-prinsip
ini kita akan mendapatkan alternatif-alternatif sistem kerja terbaik (Sutalaksana,
dkk, 2006).
"Tidak ada cara terbaik, tetapi selalu ada cara yang lebih baik" adalah
suatu moto yang dikenal dan sangat disadari dikalangan ilmuwan dan pemakai
Perancangan Sistem Kerja. Untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik, hampir
sepenuhnya memerlukan kreativitas, dan ini berarti gagasan yang baru ditentukan
dan yang dianggap baik saat ini hanya bersifat sementara. Hal Ini sejalan dengan
keterangan yang telah dikemukakan, yaitu tidak adanya suatu rumus yang dapat
membawa kita pada satu sistem yang terbaik (Sutalaksana, dkk, 2006).

Gambar 2.1. Ruang Lingkup Perancangan Sistem Kerja


Sumber: Sutalaksana, dkk, 2006

6
2.1.3. Penggunaan Perancangan Sistem Kerja

Melalui perbaikan-perbaikan sistem kerja, perancangan sistem


memberikan keuntungan melalui berbagai “jalur” lain. Misalnya dalam
melakukan penjadwalan produksi yang memerlukan pengetahuan tentang rentang
waktu berbagai kegiatan kerja diselesaikan (Sutalaksana, dkk, 2006).
Gambar 2.2. Berbagai Kegiatan Disebuah Perusahaan/Pabrik
PERAMALAN KEBUTUHAN

PERENCANAAN KEGIATAN
PRODUKSI : (al.) MENJADWAL
MENGATUR PEMBEBANAN
MENGATUR TATA LETAK
MELAKUKAN PENGANGGARAN

HASIL PRODUKSI
KEGIATAN PRODUKSI (SESUAI KEBUTUHAN)

Sumber: Sutalaksana, dkk, 2006


Penataan atau pengaturan sistem kerja memungkinkan diperolehnya
sistem-sistem terbaik, dan pengukuran kerja menunjukkan sistem yang terbaik
serta rentang waktu penyelesaian yang sebenarnya. Dengan demikian terlihatlah
peranan prinsip-prinsip dan teknik-teknik pada perancangan sistem kerja dalam
perencanaan dan perancangan kegiatan produksi, dan lebih dari itu untuk
mendapatkan keadaan yang paling optimal (Sutalaksana, dkk, 2006).
Pendapat-pendapat yang dikemukakan dan dikembangkan Taylor ialah
memberikan upah tambahan kepada pekerja yang berhasil memproduksi lebih
banyak dari jumlah baku. Jadi, bila berdasarkan penelitian seorang pekerja harus
menghasilkan minimal 20 satuan barang maka bagi yang menghasilkan lebih dari
20 akan diberi imbalan sebanding dengan kelebihan hasilnya. Upah ini dinamakan
upah perangsang karena pada dasarnya ditujukan untuk merangsang pekerja agar
bekerja lebih giat sehingga menghasilkan produk lebih banyak (Sutalaksana, dkk,
2006).
2.2. Peta-peta untuk Aliran Kerja Keseluruhan

7
Peta-peta kerja merupakan salah satu alat yang sistematis dan jelas untuk
berkomunikasi secara luas dan informasi-informasi yang diperlukan untuk
memperbaiki suatu metode kerja, terutama dalam suatu proses produksi, yaitu:
jumlah benda kerja yang harus dibuat, waktu opersai mesin, kapasitas mesin,
bahan-bahan khusus yang disediakan, alat-alat khusus yang harus disediakan dan
sebagainya. Jadi peta kerja adalah suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja
secara sistematis dan jelas (biasanya kerja produksi). Lewat peta ini kita bisa
melihat semua langkah atau kejadian yang dialami oleh suatu benda kerja dari
mulai masuk ke pabrik( berbentuk bahan baku),kemudian menggambarkan semua
langkah yang dialaminya seperti: trasportasi, operasi mesin, pemeriksaan dan
perakitan, sampai akhirnya menjadi produk jadi (Sutalaksana, 2006).
Pada tahun 1947 American Society of Mechanical Engineers (ASME)
membuat standar lambang-lambang yang terdiri atas 5 macam lambang yang
merupakan modifikasi dari yang telah dikembangkan sebelumnya oleh Gilbreth
(Sutalaksana, 2006).
1. Operasi
Suatu kegiatan operasi terjadi apabila benda kerja mengalami perubahan
sifat, baik fisik maupun kimiawi. Operasi merupakan kegiatan yang paling banyak
terjadi dalam suatu proses dan biasanya terjadi pada suatu mesin atau sistem kerja.
Contohnya pekerjaannya menyerut kayu dengan mesin serut, pekerjaan
mengeraskan logam, dan pekerjaan merakit.
2. Pemeriksaan
Pemeriksaan terjadi apabila benda kerja atau peralatan mengalami
pemeriksaan baik untuk segi kualitas maupun kuantitas. Suatu pemeriksaan tidak
menjuruskan bahan ke arah menjadi suatu barang jadi, contohnya mengukur
dimensi benda, memeriksa warna benda, dan membaca alat ukur tekanan uap pada
mesin uap.
3. Transportasi
Suatu kegiatan transportasi terjadi apabila beda kerja, pekerja atau
perlengkapan mengalami perpindahan tempat yang bukan merupakan bagian dari
suatu operasi. Contohnya benda kerja diangkut dari mesin bubut ke mesin skrap

8
untuk mengalami operasi berikutnya, suatu objek dipindahkan dari lantai atas
lewat elevaktor dan keramik yang mengalami pemanasan suhu tinggi sambil
sambil bergerak diatas ban sambil berjalan.
4. Menunggu
Menunggu terjadi apabila benda kerja, pekerja ataupun perlengkapan tidak
mengalami kegiatan apa-apa selain menungu. Kejadian ini menunjukkan bahwa
suatu objek ditinggalkan untuk sementara waktu tanpa pencatatan sampai
diperlukan kembali. Contohnya objek menunggu untuk proses atau diperiksa, peti
menunggu untuk dibongkar dan bahan menunggu untuk diangkut ke tempat lain.
5. Penyimpanan
Penyimpanan terjadi apabila benda kerja disimpan untuk jangka waktu
yang cukup lama. Lambang ini digunakan untuk menyatakan suatu objek yang
mengalami penyimpanan permanen, yaitu ditahan atau dilindungi terhadap
pengeluaran tanpa izin tertentu. Contohnya dokumen-dokumen/catatan-catatan
disimpan dalam brankas dan bahan baku disimpan dalam gudang.
6. Aktivitas gabungan
Kegiatan ini terjadi apabila antara aktivitas operasi dan pemeriksaan
dilakukan bersamaan atau dilakukan pada suatu temat kerja.

2.2.1. Macam-macam Peta Kerja

Pada dasarnya peta kerja dibagi dalam dua kelompok besar berdasarkan
kegiatannya, yaitu (Sutalaksana, dkk, 2006).
1.Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisis kegiatan kerja keseluruhan
2.Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisis kegiatankerja setempat
Dalam garis besar, cara penerapan yang baik kedua jenis peta itu dapat
dijelaskan berikut ini. Pertama dimulai dengan membuat peta-peta kerja yang
menggambarkan kegiatan secara keseluruhan berdasarkan keadaan sekarang.
Setiap kegiatan yang berlangsung, yang terjadi dalam sistem-sistem kerja terpisah
dan telah digambarkan pada peta kegiatan keseluruhan diamati serinci mungkin.
Setiap sistem kerja yang telah diperbaiki rancangannya inilah yang lalu dipetakan

9
dalam peta kera keseluruhan. Hasil akhirnya dinyatakan dalam peta-peta kerja
keseluruhan untuk keadaan yang diusulkan (Sutalaksana, dkk, 2006).

2.2.2. Peta Proses Operasi

Suatu peta proses operasi menggambarkan langkah-langkah operasi dan


pemeriksaan yang dialami bahan (bahan-bahan) dalam urut-urutannya sejak awal
sampai menjadi produk jadi utuh maupun sebagai bagian setengah jadi. Peta ini
juga memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk analisis lebih lanjut,
seperti waktu yang dihabiskan, material yang digunakan, dan tempat atau alat dan
mesin yang dipakai. Dengan adanya informasi-informasi yang bisa dicatat melalui
peta proses operasi, kita bisa memperoleh banyak manfaat diantaranya
(Sutalaksana, dkk, 2006).
a. Bisa mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya.
b. Bisa memperkirakan kebuituhan akan bahan baku (dengan memperhitungkan
efisiensi ditiap operasi/pemeriksaan).
c. Sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik.
d. Sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai.
e. Sebagai alat untuk pelatihan kerja.
f. Dan lain-lain.
Untuk bisa menggambarkan peta proses operasi dengan baik, beberapa
pokok berikut ini perlu diperhatikan (Sutalaksana, dkk, 2006).
a. Pertama,pada baris paling atas pada bagian kepala ditulis jelas jenis peta,yaitu
peta proses operasi yang diikuti oleh identifikasi lain seperti: nama
objek,nama pembuat peta,tanggal dipetakan,apakah itu memetakan keadaan
sekarang atau yang diusulkan,nomor peta dan nomor gambar.
b. Material yang akan diproses dinyatakan tepat diatas garis horizontal yang
sesui,yang menunjukkan kedalam urut-urutan tempat material tersebut
kemudian diproses.
c. Lambang-lambang ditempatkan dalam arah vertikal,dari atas kebawah sesuai
urut-urutan prosesnya.

10
d. Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara berurutan sesuai
dengan urutan operasi terkait.
e. Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara tersendiri
dan prinsipnya sama dengan penomoran untuk kegiatan operasi
Ada empat hal yang perlu diperhatikan agar hal-hal tersebut terlaksana
dengan baik, yaitu melalui analisis sistematik dan kritis terhadap bahan-bahan,
operasi, pemeriksaan dan waktu penyelesaian suatu proses (Sutalaksana, dkk,
2006).
a. Bahan-bahan, harus mempertimbangkan semua alternatif dari bahan yang
digunakan, proses penyelesaian dan toleransi sedemikian rupa sehingga sesuai
dengan tuntutan, fungsi, keandalan dan waktunya.
b. Operasi, harus dipertimbangkan semua alternatif yang mungkin untuk proses
pengolahan, pembuatan, pengerjaan dengan mesin atau metida perakitan.
c. Pemeriksaan, suatu objek dikatakan kualitasnya telah memenuhi syarat jika
telah dibandingkan dengan acuannya ternyata bermutu lebih baik atau
sekurang-kurangnya sama proses pemeriksaan bisa dilakukan satu persatu atau
dengan teknik sampling.
d. Waktu, harus mempertimbangkan semua alternatif mengenai metoda,
peralatan dan semua penggunaan perlengkapan-perlengkapan khusus.

2.2.3. Peta Aliran Proses

Peta aliran proses adalah suatu diagram yang menunjukkan urutan-urutan


dari operasi, pemeriksaan, trasportasi, menunggu dan penyimpanan yang terjadi
selama satu proses atau prosedur berlangsung. Ada dua hal utama yang
membedakan antara peta proses operasi dan peta aliran proses, yaitu (Sutalaksana,
dkk, 2006).
a. Peta aliran proses memperlihatkan semua aktivitas dasar, termasuk trasportasi,
menunggu dan menyimpan. Sementara pada peta proses operasi, terbatas pada
operasi dan pemeriksaan saja.
b. Peta aliran proses menganalisis setiap komponen yang diproses secara lebih
lengkap dibandingkan peta proses operasi, dan memungkinkan untuk

11
digunakan disetiap proses atau prosedur, baik dipabrik, kantor. Sebagai
konsekuensinya peta aliran proses tidak bisa digunakan untuk
menggambarkan proses perakitan secara secara keseluruhan.
Peta aliran proses terbagi dalam 3 jenis, yaitu peta aliran proses tipe bahan,
peta aliran proses tipe orang dan peta aliran proses tipe kertas. Peta aliran proses
tipe bahan menggambarkan kejadian yang dialami bahan (bisa merupakan salah
satu bagian dari produk jadi) dalam suatu proses atau prosedur operasi. Peta aliran
proses tipe orang pada dasarnya dibagi menjadi 2 bagian, yaitu peta aliran proses
pekerja yang menggambarkan aliran kerja seorang operator dan peta aliran proses
pekerja yang menggambarkan aliran kerja sekelompok manusia. Peta ini
merupakan gambar simbolis dan sistematis dari suatu metoda kerja yang dijalani
oleh seseorang atau sekelompok pekerja ketika pekerjaannya membutuhkan dia
(mereka) untuk bergerak dari suatu tempat ketempat lain. Peta aliran proses tipe
kertas yang digambarkan adalah alira dari kertas yang menjalani sekumpulan
urutan proses mengikuti suatu prosedur tertentu secara bertahap (Sutalaksana,
dkk, 2006).
Kegunaan peta aliran proses secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut
(Sutalaksana, dkk, 2006).
a. Bisa digunakan untuk mengetahui aliran bahan,aktivitas orang atau aliran
kertas dari awal masuk dalam suatu proses atau prosedur sampai aktivitas
terakhir
b. Peta ini bisa memberikan informasi mengenai waktu penyelesaian suatu
proses atau prosedur
c. Bisa digunakan untuk mengetahui jumlah kegiatan yang dialami bahan orang
atau kertas selama proses atau prosedur berlangsung
d. Sebagai alat untuk melakukan perbaikan-perbaikan proses atau metode kerja
e. Sebagai alat untuk melakukan perbaikan-perbaikan proses atau metode kerja
Beberapa hal pokok tentang pembuatan suatu peta aliran proses yang
lengkap yaitu (Sutalaksana, dkk, 2006).

12
a. Seperti pada peta aliran operasi, suatu peta aliran proses pun mempunyai
judul, kemudian diikuti dengan pencatatan beberapa identifikasi. Semua
informasi ini dicatat di sebelah kanan atas kertas.
b. Di sebelah kiri atas kertas, dicatat mengenai ringkasan yang memuat jumlah
total dan waktu total dari setiap kegaiatan yang terjadi
c. Di bagian badan diuraikan proses yang terjadi secara lengkap dengan
lambang-lambang dan informasi mengensi jarak perpindahan, jumlah yang
dilayani, waktu yang dibutuhkan dan kecepatan produksi.
d. Mengajukan lima buat pertanyaan pada setiap kejadian dari suatu peta aliran
proses. Cara ini disebut “dot and check technique” yang merupakan suatu
jenis analisis 4W+1H yang umum dikenal.
Beberapa kemungkinan tindakan yang dapat dialaksanakan untuk
perbaikan, yaitu menghilangkan aktivitas-aktivitas yang tidak perlu,
menggabungkan atau mengubah jumlah orang, menggabungkan atau mengubah
waktu kerja atau urutan kerja, menggabungkan atau mengubah jumlah orang, dan
menyederhanakan atau memperbaiki metoda kerja (Sutalaksana, dkk, 2006).

2.2.4. Peta Proses Kelompok Kerja

Peta ini bisa digunakan dalam suatu tempat kerja dimana untuk
melaksanakan pekerjaan tersebut memerlukan kerjasama yang baik dari
sekelompok pekerja. Jenis pekerjaan atau tempat kerja yang mungkin memerlukan
analisis melalui peta proses kelompok kerja misalnya pekerjaan-pekerjaan,
pergudangan, pemeliharaan, atau pekerjaan-pekerjaan pengangkutan material.
Tujuan utama yang harus dianalisi dari kelompok kerja ini adalah meminimumkan
waktu menunggu. Dengan berkurangnya waktu menunggu berarti kita bisa
mencapai tujuan lain yang lebih nyata, seperti bisa mengurangi ongkos produksi
atau proses dan bisa mempercepat waktu penyelesaian produksi atau proses
(Sutalaksana, dkk, 2006).
Prinsip-prinsip pembuatan suatu peta proses kelompok kerja yaitu
(Sutalaksana, dkk, 2006).

13
a. Langkah pertama, nyatakan judul peta lengkap dengan identifikasi-identifikasi
lainnya dan ringkasannya.
b. Lambang-lambang yang biasanya digunakan untuk membuat peta aliran
proses digunakan jasa untuk membuat peta proses kelompok kerja sesuai
kebiutuhan.
c. Tiap peta aliran proses menunjukkan satu seri kegiatan kerja,merupakan
anggota dari suatu peta proses kelompok kerja.
d. Lambang-lambang dari setiap anggota kelompok dapat diletakkan secara
berdekatan dan perubahan lambang menunjukkan perubahan aktivitas.

2.2.5. Diagram Aliran

Peta aliran proses merupakan suatu peta yang memuat informasi-informasi


relatif lengkap sehubungan dengan proses dalam suatu pabrik atau kantor. Secara
ringkas dapat dikatakan bahwa diagram aliran merupakan suatu gambaran
menurut skala, dari susunan lantai dan gedung, yang menunjukkan lokasi dari
semua aktivitas lokasi dari semua aktivitas yang terjadi dalam peta. Aliran proses,
aktivitas yang berarti pergerakan suatu material atau orang dari suatu tempat
berikutnya, dinyatakan oleh garis aliran dalam diagram tersebut (Sutalaksana,
dkk, 2006).
Kegunaan suatu diagram aliran yaitu lebih memperjelas suatu peta aliran
proses, apalagi jika arah aliran merupakan faktor yang penting dan menolong
dalam perbaikan tata letak tempat kerja. Diagram aliran berfungsi untuk
memperjelas suatu peta aliran proses. Biasanya gambar diagram aliran disertakan
setelah peta aliran proses selesai dibuat. Untuk mendapatkan susunan tata letak
yang baik bagi semua mesin dan peralatan dalam ruangan tersebut, maka diagram
aliran sebaiknya dibuat dengan memperlihatkan skala. Jika mungkin model dalam
tiga dimensi yang disiapkan, karena akan lebih membantu proses penganalisian.
Model tiga dimensi merupakan suatu variasi dari diagram aliran, yang berguna
terutama untuk menganalisis aliran-aliran baik barang, bahan maupun orang yang
terjadi pada suatu gedung yang bertingkat banyak (Sutalaksana, dkk, 2006).

14
Diagram aliran berfungsi melengkapi peta aliran proses, ini berarti
penganalisisan suatu proses kerja akan lebih sempurna apabila kita mengetahui
lokasi tempat mesin, tempat kerja, dan arah gerakan dari bahan, perlengkapan atau
orang selama proses tersebut berlangsung. Keadaan pabrik atau bengkel atau
proses lain yang akan ditunjukkan dalam diagram aliran akan lebih jelas apabila
digambarkan menurut skala. Dengan demikian kita bisa memperkirakan
kemungkinan lokasi tempat terjadinya kemacetan aliran, dan lebih jauh lagi akan
mempermudah perancangan tata letak tempat kerja (Sutalaksana, dkk, 2006).

2.3. Manusia dan Pekerjaannya

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kelompok kerja termasuk


ke dalam dua kelompok yaitu kelompok faktor-faktor diri (individual) dan faktor-
faktor situasional. Sesuai dengan namanya, kelompok pertama terdiri dari faktor-
faktor yang datang dari diri si pekerja itu sendiri dan seringkali sudah ada sebelum
pekerja yang bersangkutan datang di pekerjaannya, kecuali hal-hal seperti
pendidikan dan pengalaman semuanya adalah faktor-faktor yang tidak mudah
bahkan tidak dapat berubah.Artinya, faktor-faktor yang sudah tetap ini adalah hal-
hal yang sudah (given) dan harus dapat diterima apa adanya (Sutalaksana, dkk,
2006).
Ada dua pendekatan mengenai faktor-faktor diri. Pertama, pendekatan
semua sama pentingnya (all of equal importance) dan kedua, perancangan
berpusatkan manusia (human-centered design). Pada pendekatan yang pertama
dianut paham bahwa semua unsur sistem kerja, yaitu manusia, alat, bahan, dan
lingkungan sama pentingnya dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan kerja.
Pendekatan ini, unsur-unsur lain dari pekerjaanlah yang menyesuaikan pada unsur
manusianya. Pendekatan ini dipercaya melalui terberdayakannya unsur pekerja
dengan baik, membawakan rancangan sistem kerja yang lebih optimal. Kinerja
yang ditimbulkannya akan jauh lebih memuaskan baik bagi perusahaan maupun
pekerja karena kecocokan antara keduanya maksimal (Sutalaksana, dkk, 2006).
Bila berbicara tentang segi kemanusiaan dari seseorang maka segera
tampaklah berbagai kebutuhannya seperti rasa aman, rasa terjamin, ingin

15
perlakuan yang adil, ingin prestasinya diketahui, dan dihargai oleh orang lain,
ingin berteman, ingin diakui sebagai bagian dari masyarakat, bahkan ingin
menonjol. Herzberg melihatnya sebagian besar dari hal-hal tersebut sebagai
motivator, yaitu yang jika dipenuhi membuat seorang pekerja mendapat kepuasan
kerja dan semangat dalam bekerja. Tentu pada gilirannya hal ini diharapkan dapat
mendatangkan keberhasilan kerja. Peranan perubahan di sini sangat besar seperti
dalam menciptakan iklim kerja yang baik, menjalankan kepemimpinan yang baik.
mengadakan hubungan-hubungan terbuka baik formal maupun informal manusia
dan pekejaannya penyelenggaraan sistem upah yang adil, sistem "penghargaan
dan sanksi" yang tepat (Sutalaksana, dkk, 2006).
Tugas pimpinan perusahaan adalah mengusahakan agar faktor-faktor dapat
berinteraksi dengan baik sehingga secara keseluruhan interaksi menghasilkan
sistem kerja yang efektif dan efisien. Untuk mendapatkan rancangan sistem kerja
yang terbaik dan dalam hal ini salah satu bagian pentingnya adalah bahwa
kegiatan untuk memperoleh rancangan terbaik merupakan kegiatan yang dinamis,
menunjukkan adanya perubahan-perubahan yang terus-menerus sesuai dengan
perbaikan-perbaikan rancangan yang dinilai lebih menguntungkan. Suatu hal yang
seringkali menjadi penghambat terlaksananya perubahan-perubahan (perbaikan-
perbaikan) ini ialah ketidaksediaan pekerja dalam menerimanya (Sutalaksana,
dkk, 2006).

2.4. Studi Gerakan

Gerakan dasar yang Gilbreth uraikan ke dalam 17 therblig itu. Suatu


pekerjaan mempunyai uraian yang berbeda-beda bila dibandingkan dengan
pekerjaan lainnya. Suatu pekerjaan mungkin dapat diuraikan ke dalam enam
therblig, sedangkan untuk pekerjaan yang lain mungkin hanya dapat diuraikan ke
dalam empat therblig. Suatu therblig bisa saja diperlukan lebih dari satu kali bagi
suatu pekerjaan (Sutalaksana, dkk, 2006).
Kemampuan yang baik untuk menguraikan suatu pekerjaan ke dalam
therblig-therblig sangat diperlukan, karena dengan demikian akan memudahkan
dalam analisisnya. Selanjutnya dapat diketahui dengan baik pula gerakan-gerakan

16
yang dapat menghemat waktu kerja, atau gerakan yang sebetulnya tidak
diperlukan tapi masih dilakukan oleh pekerja. Oleh Gilbreth setiap therblig
dinyatakan dalam lambang-lambang tertentu (Sutalaksana, dkk, 2006).
1. Mencari (search)
Elemen gerakan mencari merupakan gerakan dasar dari pekerja untuk
menemukan lokasi objek. Tujuan dari analisis gerakan ini adalah untuk
memudahkan seorang pekerja baru dapat dengan cepat menyesuaikan dirinya,
terutama dalam pengenalan tempat-tempat peralatan dan bahan yang akan
dipergunakan dalam pekerjaanya.
2. Memilih (select)
Memilih merupakan gerakan untuk menemukan suatu objek yang
tercampur. Tangan dan mata adalah dua bagian badan yang digunakan untuk
melakukan gerakan ini.
3. Memegang (grasp)
Therblig ini adalah gerakan untuk memegang objek. Biasanya didahului
oleh gerakan menjangkau dan dilanjutkan oleh gerakan membawa. Untuk jelasnya
lihat Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Memegang Objek


Sumber: Sutalaksana, dkk, 2006
4. Menjangkau (reach)
Pengertian menjangkau dalam therblig adalah gerakan tangan berpindah
tempat tanpa beban, baik gerakan mendekati maupun menjauhi objek. Gerakan ini
biasanya didahului oleh gerakan melepas (release) dan diikuti oleh gerakan
memegang.
5. Membawa (move)
Elemen gerak membawa juga merupakan gerak perpindahan tangan, hanya
dalam gerakan ini tangan dalam keadaan di bebani. Gerakan membawa biasanya

17
didahului oleh memegang dan dilanjutkan oleh melepas atau dapat juga oleh
pengarahan (position).

Gambar 2.4. Pengaruh Perubahan Arah Gerak Terhadap Jarak Tempuhnya


Sumber: Sutalaksana, dkk, 2006
Gambar 2.4 menunjukan suatu lintasan gerak dari A ke C atau sebaliknya.
Dengan adanya lengkungan yang berbeda-beda pada lintasan tersebut maka waktu
gerak untuk menjalaninya pun akan berlainan.
6. Memegang untuk Memakai (hold)
Pengertian memegang untuk memakai di sini adalah memegang tanpa
menggerakkan objek yang dipegang. Perbedaannya dengan memegang terdahulu
adalah pada perlakuan terhadap objek. Pada memegang, pemegangan dilanjutkan
dengan gerak membawa, sedangkan memegang untuk memakai tidak demikian.

Gambar 2.5. Memegang untuk Memakai


Sumber: Sutalaksana, dkk, 2006
Gerakan ini sering dijumpai pada pekerjaan perakitan, satu tangan
memegang untuk memakai dan satu tangan lagi melakukan pekerjaan memasang.
Salah satu contoh therblig ini dapat dilihat pada Gambar 2.5 yakni tangan kiri
melakukan elemen gerak memegang untuk memakai sedangkan tangan kanan
melakukan gerak memakai (use) yang akan dibahas pada titik m nanti.

18
7. Melepas (release)
Therblig yang berupa gerakan melepas ini di mulai pada saat pekerja mulai
melepaskan tangannya dari objek yang ia genggam dan kemudian berakhir bila
seluruh jarinya sudah tidak menyentuh objek lagi. Biasanya didahului oleh
gerakan menjangkau atau dapat pula gerakan mengarahkan dan biasanya diikuti
gerakan mengangkut lalu membawa kemudian melepaskan.

Gambar 2.6. Melepas


Sumber: Sutalaksana, dkk, 2006
8. Mengarahkan (position)
Mengarahkan biasanya didahului oleh gerakan mengangkut dan diikuti
oleh gerakan merakit. Gerakan ini mulai sejak tangan mengendalikan objek
misalnya memutar, menggeser ke tempat yang diinginkan, dan berakhir pada saat
gerakan merakit atau memakai dimulai.

Gambar 2.7. Contoh Elemen Gerak Mengarahkan


Sumber: Sutalaksana, dkk, 2006
9. Mengarahkan sementara (pre position)
Mengarahkan sementara merupakan elemen gerak pada suatu tempat
sementara. Tujuan dari penempatan sementara ini adalah untuk memudahkan
pemegangan apabila objek tersebut akan ditangani kembali. Dengan demikian
untuk siklus kerja berikutnya elemen gerak mengarahkan diharapkan berkurang.

19
Hal ini terjadi karena objek yang akan dipegang sudah diposisikan sedemikian
rupa sehingga memudahkan dalam pemakaian selanjutnya.
10. Pemeriksaan (inspect)
Therblig ini merupakan pekerjaan memeriksa objek untuk mengetahui
apakah objek telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Elemen ini dapat berupa
gerakan melihat seperti untuk memeriksa warna, meraba seperti memeriksa
kehalusan permukaan, mencium, mendengarkan, dan kadang-kadang merasa
dengan lidah. Biasanya pemeriksaan dilakukan dengan membandingkan antara
objek dan suatu standar. Banyak atau sedikitnya waktu yang diperlukan untuk
memeriksa, tergantung pada kecepatan Operator untuk menyimpulkan ada
tidaknya perbedaan antara objek dengan standar yang dibandingkan.
11. Perakitan (assamble)
Perakitan adalah gerakan yang menggabungkan satu objek dengan objek
yang lain sehingga menjadi satu kesatuan. Gerakan ini biasanya didahului oleh
salah satu therblig membawa atau mengarahkan dan dilanjutkan oleh therblig
melepas. Pekerjaan perakitan dimulai bila objek siap dipasang (biasanya setelah
diarahkan) dan berakhir bila objek sudah tergabung secara sempurna.
12. Lepas rakit (disassemble)
dua bagian objek dipisahkan dari satu kesatuan. Gerakan ini merupakan
gerakan melepas suatu produk yang telah dirakit kemudian dilepaskan kembali.
Berdasarkan Gambar 2.8a dan 2.8b menunjukkan proses terjadinya gerakan
merakit dan lepas rakit.

2.8a Merakit 2.8b Lepas Rakit

Gambar 2.8. Contoh Gambar Merakit dan Lepas Rakit


Sumber: Sutalaksana, dkk, 2006
Gerakan lepas rakit biasanya didahului oleh memegang dan dilanjutkan
oleh membawa atau biasanya juga dilanjutkan oleh melepas. Gerakan ini dimulai
pada saat pemegangan atas objek dan dilanjutkan dengan usaha memisahkan dan

20
berakhir bila kedua objek telah terpisah secara sempurna. Biasanya akhir dari
lepas rakit merupakan awal dari salah satu gerakan membawa atau melepas.
13. Memakai (use)
Memakai adalah bila satu tangan atau kedua-duanya dipakai untuk
menggunakan alat. Lamanya waktu yang dipergunakan untuk gerakan ini
tergantung dari jenis pekerjaan dan keterampilan pekerjanya. Pada Gambar 2.9
yang melakukan gerakan memakai adalah tangan kanan.
14. Kelambatan yang tak terhindarkan (unavoidable delay)
Kelambatan yang dimaksudkan disini adalah kelambatan yang diakibatkan
oleh hal-hal yang terjadi diluar kemampuan pengendalian pekerja. Contohnya
karena ketentuan cara kerja yang mengakibatkan satu tangan menganggur
sedangkan tangan yang lainnya bekerja, misalnya pada Operator mesin bor.
Sebagai akibat dari sifat alat dan pekerjaannya. Hanya memungkinkan satu tangan
bekerja secara aktif.
15. Kelambatan yang dapat dihindarkan (avoidable delay)
Kelambatan ini disebabkan oleh hal yang timbul sepanjang waktu kerja
oleh pekerjanya baik disengaja maupun tidak disengaja. Misalnya pekerja yang
sedang menderita sakit batuk. Ia batuk-batuk sepanjang waktu kerjanya dan hal ini
menimbulkan gangguan pada pekerjaannya. Contoh lain pekerja yang merokok
ketika sedang bekerja. Kelambatan ini harus diadakan perbaikan oleh pekerja
sendiri tanpa harus mengubah prosesnya.

Gambar 2.9. Contoh Gerakan Memakai


Sumber: Sutalaksana, dkk, 2006

16. Merencanakan (plan)

21
Merencanakan merupakan proses mental, yakni operator berpikir untuk
menentukan tindakan yang akan diambil selanjutnya. Therblig ini lebih sering
terjadi pada seorang pekerja baru.
17. Istirahat menghilangkan fatigue (rest to overcome fatigue)
Waktu untuk memulihkan lagi kondisi badannya dan rasa fatigue sebagai
akibat kerja berbeda-beda, tidak saja karena jenis pekerjaannya tetapi juga karena
individu pekerjanya.
18. Analisis gerakan dengan rekaman film
Menganalisis gerakan kerap kali dijumpai kesulitan-kesulitan dalam
menentukan batas-batas satu therblig dengan therblig yang lainnya karena sangat
singkatnya waktu perpindahan antara satu elemen ke elemen yang lain. Kesulitan
ini terjadi juga ketika elemen-elemen itu sendiri yang sangat singkat waktu
pelaksanaanya, sehingga sulit ditangkap oleh mata. Perekaman atas gerakan kerja
dengan kamera film dan segala perlengkapannya dapat mengatasi hal ini. Disini
hasil rekaman diputar pada kecepatan yang sangat lambat sehingga analisis dapat
dilakukan secara lebih seksama. Dengan bantuan sejenis jam khusus misalnya
microchonometer waktu setiap elemen dapat diukur.

2.5. Ekonomi Gerakan

Terdapat sembilan prinsip ekonomi gerakan yang dapat dihubungkan


dengan prinsip manusia (Sutalaksana, dkk, 2006).
1. Kedua tangan sebaiknya memulai dan mengakhiri gerakan pada saat yang
sama
2. Kedua tangan sebaiknya tidak menganggur pada saat yang sama kecuali pada
3. Gerakan tangan akan lebih mudah jika satu terhadap lainnya simetris dan
berlawanan arah
4. Gerakan Tangan atau Badan Sebaiknya Dihemat. Gerakan Hanya Bagian
Badan yang Diperlukan saja untuk Melakukan Pekerjaan dengan Sebaik-
Baiknya
5. Sebaiknya Memanfaatkan Momentum untuk Membantu Gerakan

22
6. Gerakan yang Patah-patah, Banyak Perubahan Arah akan Memperlambat
Gerakan tersebut
7. Gerakan Balistik akan Lebih Cepat, Menyenangkan dan Lebih Teliti daripada
Gerakan yang Dikendalikan
8. Pekerjaan Sebaiknya Dirancang Semudah-mudahnya dan Jika Memungkinkan
Irama Kerja harus Mengikuti Irama yang Alamiah bagi Si Pekerja
9. Usahakan Sesedikit Mungkin Gerakan Mata

2.5.1. Prinsip-prinsip Ekonomi Gerakan Dihubungkan dengan Pengaturan


Tata Letak Tempat Kerja

Terdapat delapan prinsip-prinsip ekonomi gerakan dihubungkan dengan


pengaturan tata letak tempat kerja (Sutalaksana, dkk, 2006).
1. Sebaiknya Diusahakan agar Badan dan Peralatan Mempunyai Tempat yang
Tetap
Semua bahan dan peralatan berada pada tempat yang tetap karena akan
memudahkan pekerja untuk mengambilnya pada saat diperlukan. Jika tempat
bahan dan peralatan sudah tetap dan dikenali, tangan pekerja akan secara otomatis
dapat mengambilnya sehingga mencari yang merupakan pekerjaan mental dapat
dihilangkan.
2. Tempatkan Bahan-bahan dan Peralatan di Tempat yang Mudah, Cepat, dan
Enak untuk dicapai
Analisis Therblig ini menjangkau jarak yang pendek diperlukan waktu
yang lebih singkat dibandingkan bila jaraknya lebih jauh. Oleh karena itu, semua
bahan dan peralatan sedapat mungkin harus diatur tata letaknya menurut prinsip
diatas. Selain itu manusia juga mempunyai keterbatasan dalam jarak
jangkauannya. Oleh sebab itu, peletakkan bahan dan peralatan mesti
memperhitungkan jarak jangkau ini. Bersangkutan dengan jarak di atas, terdapat
dua pengertian yang penting untuk diketahui, yaitu daerah kerja normal dan
daerah kerja maksimum. Daerah kerja normal adalah daerah di depan pekerja
yang dapat disapu oleh kedua lengan bawah tanpa menggerakkan lengan atas.

23
Daerah kerja maksimum adalah daerah kerja yang dapat dijangkau oleh tangan
jika direntangkan secara penuh. Untuk jelasnya cermati Gambar 2.10.

Gambar 2.10. Derah Kerja Normal dan Maksimum


Sumber: Sutalaksana, dkk, 2006
3. Tempat Penyimpanan Bahan yang akan dikerjakan Sebaiknya Memanfaatkan
Prinip Gaya Berat Sehingga Bahan yang akan dipakai Selalu Tersedia di
Tempat yang Dekat untuk diambil
Untuk memudahkan penggambarkan tentang prinsip ini, perhatikanlah
Gambar 2.11 boks-boks pada gambar tersebut merupakan tempat penyimpanan
bahan-bahan misalnya saja untuk suatu perakitan benda berkompenen banyak.
Dalam gambar tersebut dapat dilihat bahwa pada tempat yang relatif sempit, yaitu
sebatas daerah kerja, dapat dipakai untuk menyimpan barang dalam jenis dan
jumlah yang cukup banyak. Mulut dari setiap wadah bahan tersebut posisinya
sedemikian rupa sehingga dekat dengan Operator (di sini bahan baku selalu
berada pada bibir wadah, karena terdorong oleh bahan lainnya dari atas).

Gambar 2.11. Tempat Penyimpanan dengan Prinsip Gaya Berat


Sumber: Sutalaksana, dkk, 2006

24
4. Mekanisme yang Baik untuk Menyalurkan Objek yang Sudah Selesai
Dirancang
Penempatan objek yang telah selesai dikerjakan sebaiknya diatur dengan
mempertimbangkan cara kerja secara keseluruhan termasuk urut-urutan
gerakannya. Untuk membantu penempatan objek yang telah selesai ini, dapat
dirancang suatu mekanisme penyaluran objek ke tempat penyimpanan dengan
memanfaatkan prinsip gaya berat, sehingga tangan terbebas dari gerakan
mengangkut yang jauh. Bahkan waktu mengangkut ini dapatdihilangkan sama
sekali bila pangkal penyalur tepat berada di bawah tempat gerakan kerja
terakhirnya.
5. Bahan-bahan dan Peralatan Sebaiknya Ditempatkan Sedemikian Rupa
Sehingga Gerakan-gerakan dapat Dilakukan dengan Urut-urutan Terbaik
Urut-urutan yang baik dari gerakan-gerakan yang membentuk suatu sistem
kerja, bahan-bahan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga tangan dapat
mengambil bahan-bahan tersebut dengan secepatnya. Hal ini dapat dicapai
diantaranya dengan memperhatikan urut-urutan proses yang diperlukan.
6. Tinggi Tempat Kerja dan Kursi Sebaiknya Sedemikian Rupa Sehingga
Alternatif Berdiri atau Duduk dalam Menghadapi Pekerjaan Merupakan
Suatu Hal yang Menyenangkan
Meja kerja harus dirancang agar tidak memberikan rintangan pada bagian
badan untuk melakukan perkerjaan dengan efisien baik bila perkerjaannya
dilakukan dengan berdiri maupun dengan cara duduk. Karena meja dan kursi yang
tidak dapat diatur dirancang sedemikian sehingga masih dapat dipakai dengan
menyenangkan.
7. Tipe Tinggi Kursi Harus Sedemikian Rupa Sehingga yang Mendudukinya
Bersikap (Mempunyai Postur) yang Baik
Bersikap yang baik pada waktu berdiri adalah posisi kepala-leher-dada dan
perut berada dalam keseimbangan yang baik ke arah vertikal. Posisi ini
memungkinkan organ-organ tubuh seperti pernapasan, peredaran darah,
pencernaan, dan lain-lain bekerja dalam kondisi normal. Sikap yang baik pada
waktu posisi duduk pada prinsipnya hampir sama dengan sikap berdiri. Di sini

25
tubuh dari atas pinggang sampai leher harus lurus tidak diizinkan adanya lenturan-
lenturan badan karena hal ini akan merusak sikap tulang belakang dan pada
saatnya akan menggangu keseimbangan badan.
8. Tata Letak Peralatan dan Pencahayaan Sebaiknya Diatur Sedemikian Rupa
Sehingga dapat Membentuk Kondisi yang Baik untuk Penglihatan
Pencahayaan yang baik merupakan kebutuhan utama dalam pekerjaan
yang memerlukan ketelitian dalam penglihatan. Hal ini diperlukan untuk dapat
mencapai tujuan dari pemeriksaan yaitu menemukan kelainan dari objek yang
sedang diperiksa dengan standar yang dipakai. Untuk menciptakan kondisi yang
lebih baik bagi penglihatan salah satu hal penting yang harus diperhatikan adalah
tata letak peralatan dan alat penerangan yang dipakai untuk menerangi ruang kerja
karena hal ini akan menentukan arah datangnya cahaya kepada objek yang sedang
diperiksa.

2.5.2. Prinsip-prinsip Ekonomi Gerakan Dihubungkan dengan Perancangan


Peralatan

Terdapat 5 prinsip dalam ekonomi gerakan yang dihubungkan dengan


perancangan peralatan, yaitu sebagai berikut (Sutalaksana, dkk, 2006).
1. Sebaiknya Tangan dapat Dibebaskan dari Semua Pekerjaan Bila Penggunaan
Perkakas Pembantu atau Alat yang dapat Digerakkan dengan Kaki dapat
Ditingkatkan.
2. Sebaiknya Peralatan Dirancang Sedemikian Rupa agar Mempunyai Lebih
dari Satu Kegunaan.
3. Peralatan Sebaiknya Dirancang Sedemikian Rupa Sehingga Memudahkan
dalam Pemegangan dan Penyimpanan.
4. Bila Setiap Jari Tangan Melakukan Gerakan Sendiri-sendiri, Misalnya seperti
Pekerjaan Mengetik. Beban yang Didistribusikan pada Jari harus Sesuai
dengan Kekuatan Masing-masing Jari.
5. Roda Tangan, Palang, dan Peralatan yang Sejenis dengan itu Sebaiknya
Diatur Sedemikian Sehingga Beban dapat Melayaninya dengan Posisi yang
Baik Serta dengan Tenaga yang Minimum.

26
2.6. Pengukuran Waktu Jam Henti

Hasil yang baik yaitu yang dapat dipertanggung jawabkan maka tidak
cukup sekedar melakukan beberapa kali pengukuran dengan menggunakan jam
henti apalagi jam biasa. Banyak faktor yang harus diperhatikan agara kahirnya
dapat diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti
yang berhubungan dengan kondisi kerja, cara pengukuran, jumlah pengukuran,
dan lain-lain. Dibawah ini adalah sebagian langkah yang perlu diikuti agar
maksud di atas dapat tercapai (Sutalaksana, dkk, 2006).
1. Penetapan tujuan pengukuran
Sebagaimana dalam pengukuran waktu hal-hal penting yang harus
diketahui dan ditetapkan adalah peruntukkan penggunaan hasil pengukuran,
tingkat ketelitian, dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran
tersebut.
2. Melakukan penelitian pendahuluan
Suatu sistem kerja dengan kondisi yang telah ada selama ini termasuk di
antara yang dapat dicarikan waktu yang pantas tersebut. Artinya akan didapat juga
waktu yang pantas untuk menyelesaikan pekerjaan namun dengan kondisi yang
bersangkutan itu. Suatu perusahaan biasanya menginginkan waktu kerja yang
sesingkat-singkatnya agar dapat meraih keuntungan yang sebesar-besarnya.
Keuntungan demikian tidak akan diperoleh jika kondisi kerja dari pekerjaan-
pekerjaan yang ada di perusahaan tersebut tidak menunjang tercapainyahal tadi.
Hal lain yang harus dilakukan dalam rangka ini yaitu membakukan secara tertulis
sistem kerja yang dianggap baik.
3. Memilih operator
Operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang
yang begitu saja diambil dari tempat kerja. Orang ini harus memenuhi beberapa
persyaratan tertentu agar pengukuran dapat berjalan dengan baik dan dapat
diandalkan hasilnya. Syarat-syarat tersebut adalah berkemampuan normal dan
dapat diajak bekerja sama. Operator yang dipilih adalah orang yang pada saat
pengukuran dilakukan mau bekerja secara wajar. Walau Operator yang

27
bersangkutan sehari-hari dikenal memenuhi syarat pertama tadi tidak mustahil dia
bekerja tidak wajar ketika pengukuran dilakukan karena alasan tertentu.
4. Melatih operator
Operator yang baik telah didapat kadang-kadang pelatihan masih
diperlukan oleh Operator tersebut terutama jika kondisi dan cara kerja yang
dipakai tidak sama dengan yang biasa dijalankan Operator. Hal ini terjadi jika
yang akan diukur adalah sistem kerja baru sehingga Operator tidak
berpengalaman menjalankannya. Bahkan bila sistem kerjanya adalah yang sudah
ada selama ini Operator pun bisa kurang menguasai pekerjaannya terutama bila
banyak perubahan rancangan yang dilakukan. Dalam keadaan seperti ini Operator
harus dilatih terlebih dahulu karena sebelum diukur Operator harus sudah terbiasa
dengan kondisi dan cara kerja yang telah ditetapkan (dan telah dibakukan) itu.
5. Mengurangi pekerjaan atas elemen pekerjaan
Pekerjaan dipecah menjadi elemen pekerjaan yang merupakan gerakan
bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Elemen-elemen inilah yang diukur
waktunya. Waktu siklus adalah jumlah dari waktu setiap elemen ini. Waktu siklus
adalah waktu penyelesaian satu satuan produk sejak bahan baku mulai diproses di
tempat kerja yang bersangkutan. Beberapa alasan yang menyebabkan pentingnya
melakukan penguraian pekerjaan atas elemen-elemennya. Pertama untuk
menjelaskan catatan tentang tata cara kerja yang dibakukan. Alasan kedua adalah
untuk memungkinkan melakukan penyesuaian bagi setiap elemen karena
keterampilan bekerjanya Operator belum tentu sama untuk semua bagian dari
gerakan-gerakan kerjanya. Alasan ketiga adalah melakukan pembagian kerja
menjadi elemen-elemen pekerjaan adalah untuk memudahkan mengamati
terjadinya elemen yang tidak baku yamg mungkin saja dilakukan pekerja. Alasan
keempat adalah untuk memungkinkan dikembangkannya Data Waktu Standar
untuk tempat kerja yang bersangkutan.
6. Menyiapkan perlengkapan pengukuran
Setelah kelima langkah di atas dijalankan dengan baik tibalah sekarang
pada langkah terakhir sebelum melakukan pengukuran yaitu menyiapkan
perlengkapan yang diperlukan.

28
a. Jam henti
b. Lembaran-lembaran pengamatan
c. Pena atau pensil
d. Papan pengamatan
Gambar 2.12 menunjukkan sebuah jam henti biasa yaitu yang mempunyai
sebuah jarum penunjuk. Bila tombol A ditekan jarum akan berputar dan berhenti
jika tombol B ditekan. Tombol C berfungsi untuk mengembalikan jarum ke skala
nol.

Gambar 2.12. Jam Henti Biasa


Sumber: Sutalaksana, dkk, 2006
Jam henti jenis lain diperlihatkan pada Gambar 2.13 Ini adalah jam henti
berjarum dua. Di awal pengukuran kedua jarumnya berada di titik nol. Bila
tombol A ditekan kedua jarum secara bersamaan akan berhimpit dan bergerak.
Jika siklus/elemen yang bersangkutan selesai, tombol C ditekan yang
mengakibatkan satu di antara kedua jarum berhenti bergerak sementara jarum
lainnya bergerak terus. Jarum yang diam menunjukkan lamanya siklus/elemen
pertama dilakukan. Posisi waktu dari jarum yang berhenti segara dicatat pada
lembaran pengamatan. Setelah pencatatan tombol C ditekan lagi sehingga jarum
yang diam bergabung dengan yang berjalan tadi untuk berjalan bersama-sama
lagi. Bila siklus/elemen kedua selesai, tombol C ditekan lagi sehingga salah satu
jarum berhenti seperti tadi dan angka yang ditunjukkannya pada skala dicatat.
Sudah tentu angka ini bukanlah waktu/elemen tersebut (kumulatif). Waktu
siklus/elemen kedua akan mudah diperoleh dengan jalan mengurangkan angka
tercatat dengan sebelumnya. Agar pengukuran siklus/elemen ketiga dan
selanjutnya dapat terus diikuti dengan baik pengurangan ini biasanya dilakukan
setelah pengurangan selesai. Jika yang sedang diukur merupakan siklus/elemen

29
yang terakhir kali diukur diakhir siklus/elemen yang ditekan tombol A yang akan
menghentikan kedua jarum tersebut. Setelah dicatat dengan menekan tombol B
kedua jarum akan kembali ke titik nol.

Gambar 2.13. Jam Henti Berjarum Dua


Sumber: Sutalaksana, dkk, 2006
Alat pengukur ketiga adalah seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.14
disini tiga jam henti A, B, dan C berada pada satu papan pengamatan dengan
masing-masing mempunyai satu tombol. Pada papan ini terdapat pula mekanisme
penekan tombol. Bagian penekannya berada tepat diatas tombol-tombol A, B, dan
C serta dapat diatur tinggi rendahnya. Tinggi posisi penekanan-penekanan ini
diatur relatif terhadap tombol jam henti sedemikian rupa sehingga jarak antara
penekan A dengan tombol A lebih dekat daripada penekan B dengan tombol B
dan jauh lebih dekat dari penekan C dengan tombol C. Bila pengaturan ini telah
baik ketika terhadap batang D diberi tekanan secukupnya oleh tangan penekan A
akan menekan tombol A sehingga jarum A bergerak. Ini biasanya dilakukan
ketika memulai pengukuran waktu. Jika jarum A akan dihentikan karena
siklus/elemen pertama selesai batang D ditekan lagi kali ini dengan tekanan yang
sedikit lebih besar dari yang pertama. Dengan demikian penekan A menekan
tombol A sehingga jarum A berhenti bersamaan dengan bergeraknya jarum B
karena penekan B menekan tombol B. Gambar 2.14 memperlihatkan versi empat
jam henti pada satu papan pengamatan (Sutalaksana, dkk, 2006).

30
Gambar 2.14. Tiga Jam Henti Pada Papan Pengamatan (a) dan Empat Jam Henti
Pada Papan Pengamatan (b)
Sumber: Sutalaksana, dkk, 2006
Lembaran-lembaran pengamatan digunakan untuk mencatat hasil-hasil
pengukuran. Agar catatan ini baik biasanya lembaran-lembaran itu disediakan
sebelum pengukuran dengan kolom dan baris yang memudahkan pencatatan dan
pembacaan kembali. Begitu pula disediakan kotak-kotak berjudul waktu siklus
rata-rata. Penyesuaian, waktu normal, kelonggaran, dan waktu baku yaitu hal-hal
mengenal cara mendapatkannya yaitu akan dijelaskan di bagian-bagian
berikutnya. Pena dan pensil juga disiapkan untuk mencatat segala yang diperlukan
pada lembaran-lembaran pengamatan. Papan pengamatan dimaksudkan untuk
dipakai sebagai alas lembaran pengamatan sehingga memudahkan pencatatan
(Sutalaksana, dkk, 2006).

2.6.1. Melakukan Pengukuran Waktu

Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu-


waktu kerja baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang
telah disiapkan di atas. Bila Operator telah siap di depan mesin atau di tempat
kerja lain yang waktu kerjanya akan diukur pengukur memilih posisi untuk tempat
dia berdiri mengamati dan mencatat. Posisi ini hendaknya sedemikian rupa
sehingga Operator tidak terganggu gerakan-gerakannya ataupun merasa cangung
karena merasa terlampau diamati. Posisi ini pun hendaknya memudahkan
pengukur mengamati jalannya pekerjaan sehinga dapat mengikuti dengan baik

31
saat-saat siklus/elemen bermula dan berakhir. Umumnya posisi agak menyamping
dibelakang Operator sejauh sekitar 1,5 meter merupakan tempat terbaik. Berikut
ini adalah hal-hal yang dikerjakan selama pengukuran berlangsung (Sutalaksana,
dkk, 2006).
Pertama yang dilakukan adalah pengukuran pendahuluan. Tujuan
melakukan hal ini ialah agar nantinya mendapatkan perkiraan statistikal dari
banyaknya pengukuran yang harus dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitian dan
keyakinan yang diinginkan. Namun bila belum juga cukup tambahan pengukuran
perlu dilakukan lagi dan proses pun berulang (Sutalaksana, dkk, 2006).
1. Hitunglah rata-rata dari harga rata-rata subgrup dengan.

x́ =
∑ x i ................................................................................................................2.1
k
xi adalah harga rata-rata dari subgrup ke-i dan k adalah harga banyaknya
subgrup yang terbentuk.
2. Hitung standar deviasi sebenarnya dari waktu penyelesaian dengan.

∑ ( x j - x́ )2 .....................................................................................................2.2
σ=
√ N-1
N adalah jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan dan xj
adalah waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran pendahuluan yang
telah dilakukan.
3. Hitung standar deviasi dari distribusi harga rata-rata subgrup dengan.
σ x́ =σ/ √ n................................................................................................................2.3
n adalah banyaknya data dalam satu sub grup.
4. Tentukan batas kendali atas (BKA) dan batas kendali bawah (BKB) dengan.
BKA= X́ +3 σ X́.......................................................................................................2.4
BKB= X́−3 σ X́.......................................................................................................2.5
Batas-batas kendali ini merupakan batas “seragam” tidaknya subgrup. Untuk
menghitung banyaknya pengukuran yang diperlukan yaitu dengan mengunakan
rumus:

32
2 2

40 N. ∑ x 2j - ( ∑ x j )
N' =
( ∑ xj ) .................................................................................2.6

N adalah jumlah pengukuran yang telah dilakukan. Rumus ini adalah


untuk tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 95%.

2.6.2. Tingkat Ketelitian, Tingkat Keyakinan, dan Pengujian Keseragaman


Data

Melakukan pengukuran-pengukuran ini yang dicari adalah waktu yang


sebenarnya dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Yang ideal tentunya
dilakukan pengukuran-pengukuran yang sangat banyak (sampai tak terhingga kali,
misalnya), karena dengan demikian diperoleh jawaban yang pasti. Tetapi hal ini
jelas tidak mungkin karena keterbatasan waktu, tenaga, dan tentunya biaya.
Namun sebaliknya jika dilakukan hanya beberapa kali pengukuran saja dapat
diduga hasilnya sangat kasar. Dengan demikian yang diperlukan adalah jumlah
pengukuran yang tidak membebankan waktu, tenaga, dan biaya yang besar tetapi
hasilnya tidak dapat dipercaya. Jadi walaupun jumlah pengukuran tidak berjuta
kali tetapi jelas tidak hanya beberapa kali saja (Sutalaksana, dkk, 2006).
Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil
pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan
dalam persen (dari waktu penyelesaian sebenarnya yang seharusnya dicari).
Sementara tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa
hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi. Ini pun dinyatakan dalam
persen. Jadi, tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95% memberi arti
bahwa pengukur membolehkan rata-rata hasil pengukuran menyimpang sejauh
10% dari rata-rata sebenarnya dan kemungkinan berhasil mendapatkan hal ini
adalah 95%. Dengan kata lain jika pengukur sampai memperoleh rata-rata
pengukuran yang menyimpang lebih dari 10% dari yang seharusnya, hal ini
dibolehkan terjadi hanya dengan kemungkinan 5% (100% - 95%) (Sutalaksana,
dkk, 2006).

33
Secara teoretis apa yang dilakukan dalam pengujian keseragaman data
adalah berdasarkan teori-teori statistik tentang peta kontrol yang biasaya
digunakan dalam melakukan pengendalian kualitas di pabrik atau tempat kerja
yang lain. Satu langkah yang dilakukan sebelum pengukuran adalah merancang
suatu sistem kerja yang baik yang dihadapi adalah jika suatu sistem yang akan
diukur merupakan sistem yang sudah ada maka sistem ini dipelajari untuk
kemdian diperbaiki. Jika sistemnya belum ada maka yang dilakukan adalah
merancang sesuatu yang baru dan baik (Sutalaksana, dkk, 2006).
Tugas pengukur adalah mendapatkan data yang seragam ini. Karena
ketidakseragaman dapat datang tanpa disadari maka diperlukan suatu alat yang
dapat “mendeteksi” hal itu. Batas-batas kontrol yang dibentuk dari data
merupakan batas seragam tidaknya data. Data yang diperlukan adalah data yang
berada di dalam batas-batas kontrol dan karenanya semua data dimasukkan dalam
perhitungan-perhitungan selanjutnya (Sutalaksana, dkk, 2006).

2.6.3. Melakukan Perhitungan Waktu Baku

Langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga memberikan


waktu baku. Menurut Sutalaksana, dkk. Cara untuk mendapatkan waktu baku dari
data yang terkumpul adalah sebagai berikut.
a. Hitung waktu siklus yang tidak lain adalah waktu penyelesaian rata-rata
selama pengukuran:

Ws=
∑ x i .............................................................................................................2.7
N
xi dan N menunjukkan arti yang sama dengan yang telah dibahas
sebelumnya.
b. Hitung waktu normal dengan :
W n = W s ×p............................................................................................................2.8
p adalah faktor penyesuaian. Faktor ini diperhitungkan jika pengukur
berpendapat bahwa operator bekerja dengan kecepatan tidak wajar sehingga hasil
perhitungan waktu perlu disesuaikan atau dinormalkan dulu. Tujuannya adalah
untuk mendapatkan waktu siklus rata-rata yang wajar. Jika pekerja bekerja dengan

34
wajar, faktor penyesuaiannya p sama dengan 1. Jika bekerjanya terlalu lambat
maka untuk menormalkannya pengukur harus memberi harga p < 1, Sebaliknya p
> 1 jika dianggap bekerja cepat.

c. Hitung waktu baku


Akhirnya setelah perhitungan di atas selesai waktu baku bagi penyelesaian
pekerjaan kita dapatkan dengan:
W b = W n ( 1+1 ) ........................................................................................................2.9
1 adalah kelonggaran atau allowance yang diberikan kepada pekerja untuk
menyelesaikan pekerjaannya di samping waktu normal. Kelonggaran ini diberikan
untuk tiga hal yaitu kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatigue, dan
gangguan-gangguan yang mungkin terjadi yang tidak dapat dihindarkan oleh
pekerja. Umumnya kelonggaran dinyatakan dalam persen dari waktu normal.

2.7. Penyesuaian dan Kelonggaran

Ketidak wajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja tanpa kesungguhan


sangat cerdas seolah-olah diburu waktu atau karena menjumpai kesulitan-
kesulitan seperti kondisi ruangan yang buruk. Penyebab seperti tersebut di atas
mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat atau terlalu
panjangnya waktu penyelesaian. Pengukur harus mengetahui jika ada
ketidakwajaran dan menilai seberapa jauh hal itu terjadi. Penilaian pelu diadakan
karena berdasarkan hal inilah penyesuaian dilakukan. Jika pengukur mendapatkan
harga rata-rata siklus/elemen yang diketahui diselesaikan dengan kecepatan tidak
wajar pengukur harus menormalkannya dengan melakukan penyesuaian
(Sutalaksana, dkk, 2006).
Penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata-rata atau
waktu elemen rata-rata dengan suatu harga p yang disebut faktor penyesuaian.
Besarnya harga p tentunya sedemikian rupa sehingga hasil perkalian yang
diperoleh mencerminkan waktu yang sewajarnya atau waktu yang normal. Bila
pengukur berpendapat bahwa normal maka harga p akan lebih kecil dari satu ( p <

35
1). Seandainya pengukur berpendapat bahwa Operator bekerja dengan wajar maka
harga p-nya sama dengan (p = 1) (Sutalaksana, dkk, 2006).
Pemilihan konsep wajar seorang pengukur dapat mempelajari cara kerja
seorang operator yang dianggap normal yaitu jika seorang Operator yang
dianggap berpengalaman bekerja tanpa usaha-usaha yang berlebihan sepanjang
hari kerja menguasai cara kerja yang ditetapkan dan menunjukkan kesungguhan
dalam menjalankan pekerjaannya (Sutalaksana, dkk, 2006).

2.7.1. Beberapa Cara Menentukan Faktor Penyesuaian

Cara pertama adalah cara persentase yang merupakan cara yang paling
awal digunakan dalam melakukan penyesuaian. Faktor penyesuaian sepenuhnya
ditentukan oleh pengukur melalui pengamatannya selama melakukan pengukuran.
Menentukan harga p yang menurut pendapatnya akan menghasilkan waktu normal
bila harga ini dikalikan dengan waktu siklus. Cara Shumard memberikan patokan-
patokan penilaian di sini pengukur diberi patokan untuk menilai performansi kerja
Operator menurut kelas-kelas. Superfast, Fast +, Fast, Fast -, Excelent, dan
seterusnya (Sutalaksana, dkk, 2006).
Tabel 2.1. Penyesuaian Menurut Cara Shumard
Kelas Penyesuaian
Superlast 100
Fast + 95
Fast 90
Fast - 85
Excellent 80
Good + 75
Good - 65
Normal 60
Fair + 55
Fair 50
Fair - 45
Poor 40
Sumber: Sutalaksana, dkk, 2006
Berbeda dengan cara Shumard di atas cara Westinghouse mengarahkan
penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran
dalam bekerja, yaitu Keterampilan, Usaha, Kondisi kerja, dan Konsistensi.

36
Keterampilan atau Skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja
yang ditetapkan. Keperluan penyesuaian, keterampilan dibagi menjadi enam kelas
dengan ciri-ciri dari setiap kelas seperti dikemukakan berikut ini (Sutalaksana,
dkk, 2006).

Super skill:
1. Secara bawaan cocok sekali dengan perkerjaanya.
2. Bekerja dengan sempurna.
3. Tampak seperti telah terlatih dengan sangat baik.
4. Gerakan-gerakannya halus tetapi sangat cepat sehingga sangat sulit untuk
diikuti.
5. Kadang-kadang terkesan tidak berbeda dengan gerakan-gerakan mesin.
6. Perpindahan dari satu elemen pekerjaan ke elemen lainnya tidak terlampau
terlihat karena lancarnya.
7. Tidak terkesan adanya gerakan-gerakan berpikir dan merencana tentang apa
yang dikerjakan (sudah sangat otomatis).
8. Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang bersangkutan adalah
pekerja yang sangat baik.
Excellent skill:
1. Percaya pada diri sendiri.
2. Tampak cocok dengan pekerjaannya.
3. Terlihat telah terlatih baik.
4. Bekerjanya teliti dengan tidak banyak melakukan pengukuran atau
pemeriksaan lagi.
5. Gerakan-gerakan kerjanya beserta urutan-urutannya dijalankan tanpa
kesalahan.
6. Menggunakan peralatan dengan baik.
7. Bekerjanya cepat tanpa mengorbankan mutu.
8. Bekerjanya cepat tapi halus.
9. Bekerjanya berirama dan terkoordinasi.
Good Skill:

37
1. Kualitas hasil baik.
2. Bekerjanya tampak lebih baik daripada kebanyakkan pekerja pada
umumnya.
3. Dapat memberi petunjuk-petunjuk pada pekerja lain yang ketermpilannya
lebih rendah.
4. Tampak jelas sebagai pekerja yang cakap.
5. Tidak memerlukan banyak pengawasan.
6. Tiada keraguan-raguan.
7. Bekerjanya “stabil”.
8. Gerakan-gerakannya terkoordinasi dengan baik.
9. Gerakan-gerakannya cepat.
Average skill:
1. Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri.
2. Gerakannya cepat tetapi tidak lambat.
3. Terlihat adanya pekerjaan-pekerjaan perencanaan.
4. Tampak sebagai pekerja yang cakap.
5. Gerakan-gerakannya cukup menunjukkan tidak ada keragu-raguan.
6. Mengkoordinasi tangan dan pikiran dengan cukup baik.
7. Tampak cukup terlatih dan karenanya mengetahui seluk beluk pekerjaannya.
8. Bekerja cukup teliti.
9. Secara keseluruhan cukup memuaskan.
Fair skill:
1. Tampak terlatih tetapi belum cukup baik.
2. Mengenal peralatan dan lingkungan secukupnya.
3. Terlihat adanya perencanaan-perencanaan sebelum melakukan gerakan-
gerakan.
4. Tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup.
5. Tampaknya seperti tidak cocok dengan pekerjaannya tetapi telah dipekerjakan
di bagian itu sejak lama.
6. Mengetahui apa-apa yang dilakukan dan harus dilakukan tapi tampak tidak
selalu yakin.

38
7. Sebagian waktunya terbuang karena kesalahan-kesalahan sendiri.
8. Jika tidak bekerja secara sungguh-sungguh outputnya akan sangat rendah.
Poor skill:
1. Tidak bisa mengkoordinasikan tangan dan pikiran.
2. Gerakan-gerakannya kaku.
3. Kelihatan ketidakkeyakinannya pada urutan-urutan gerakan.
4. Seperti yang tidak terlatih untuk pekerjaan yang bersangkutan.
5. Tidak terlihat adanya kecocokan dengan pekerjaannya.
6. Ragu-ragu dalam melaksanakan gerakan-gerakan kerja.
7. Sering melakukan kesalahan-kesalahan.
8. Tidak adanya kepercayaan pada diri sendiri.
9. Tidak bisa mengambil inisiatif sendiri.
Secara keseluruhan tampak kelas-kelas diatas bahwa yang membedakan
kelas keterampilan seseorang adalah keragu-raguan, ketelitian gerakan,
kepercayaan diri, koordinasi, irama gerakan, “bekas-bekas” latihan, dan hal-hal
lain yang serupa. Dengan pembagian ini pengukur akan lebih terarah dalam
menilai kewajaran pekerja dilihat dari segi keterampilannya. Karenanya faktor
penyesuaian yang nantinya diperoleh dapat lebih objektif. Untuk usaha atau effort
cara Westinghouse membagi juga kelas-kelas dengan ciri-ciri tersendiri, yang
dimaksud usaha disini adalah kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan
Operator ketika melakukan pekerjaannya. Berikut ini ada enam kelas usaha
dengan ciri-cirinya (Sutalaksana, dkk, 2006).
Excessive effort:
1. Kecepatan sangat berlebihan.
2. Usahanya sangat bersunggu-sungguh tapi dapat membahayakan kesehatan
3. Kecepatan yang ditimbulkannya tidak dapat dipertahankan sepanjang hari
kerja.
Excellent effort:
1. Jelas terlihat kecepatannya sangat tinggi.
2. Gerakan-gerakan lebih ekonomis daripada Operator-operator biasa.
3. Penuh perhatian pada pekerjaannya.

39
4. Banyak memberi saran.
5. Menerima saran-saran petunjuk dengan senang.
6. Percaya pada kebaikan maksud pengukuran waktu.
7. Tidak bertahan lebih dari beberapa hari.
8. Bangga atas kelebihannya.
9. Gerakan-gerakan yang salah terjadi sangat jarang sekali.
10. Bekerjanya sangat sistematis, karena lancarnya, perpindahan dari suatu
elemen ke elemen lain tidaik terlihat.
Good effort:
1. Bekerja berirama.
2. Saat-saat menganggur sedikit, bahkan kadang-kadang tidak ada.
3. Penuh perhatian pada pekerjaannya.
4. Senang pada pekerjaannya.
5. Kecepatannya baik dan dapat dipertahankan sepanjang hari.
6. Percaya pada kebaikan waktu pengukuran waktu.
7. Menerima saran-saran dan petunjuk dengan senang.
8. Dapat memberi saran-saran untuk perbaikan kerja.
9. Tempat kerjanya diatur baik dan rapih.
10. Menggunakan alat-alat yang tepat dan baik.
11. Memelihara dengan baik kondisi peralatan.
Average effort:
1. Tidak sebaik good, tapi lebih baik dari poor.
2. Bekerja dengan stabil.
3. Menerima saran-saran tapi tidak melaksanakannya.
4. Set up dilaksanakan dengan baik.
5. Melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan.
Fair effort:
1. Saran-saran perbaikan diterima dengan kesal.
2. Kadang-kadang perhatian tidak ditujukan pada pekerjaannya.
3. Kurang sungguh-sungguh.
4. Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya.

40
5. Terjadi sedikit penyimpangan dari cara kerja baku.
6. Alat-alat yang dipakainya tidak selalu yang terbaik.
7. Terlihat adanya kecendrungan kurang perhatian pada pekerjaannya yang
dilakukan.
8. Terlampau hati-hati.
9. Sistematika kerjanya sedang-sedang saja.
10. Gerakan-gerakannya tidak terencana.
Poor effort:
1. Banyak membuang-buang waktu.
2. Tidak memperhatikan adanya minat bekerja.
3. Tidak mau menerima saran-saran.
4. Tampak malas dan lambat kerja.
5. Melakukan gerakan-gerakan yang tidak perlu untuk mengambil alat-alat dan
bahan.
6. Tempat kerjanya tidak diatur rapi.
7. Tidak peduli pada cocok/baik tidaknya peralatan yang dipakai.
8. Mengubah-ubah tata letak kerja yang telah diatur.
9. Set up kerjanya terlihat tidak baik.
Walaupun hubungan antara “kelas tinggi” pada keterampilan dengan usaha
tampak erat sebagaimana juga dengan kelas-kelas rendah. Sebagaimana halnya
faktor-faktor lain, konsistensi juga dibagi menjadi enam kelas yaitu perfect,
excellent, good, average, fair, dan poor. Seseorang yang bekerja perfect adalah
yang dapat bekerja dengan waktu penyelesaian yang boleh dikatakan tetap dari
saat ke saat. Sebaiknya konsistensi yang poor terjadi bila waktu-waktu
penyelesaiannya berselisih jauh dari rata-rata secara acak. Konsistensi rata-rata
atau average adalah bila selisih antara waktu penyelesaian dengan rata-ratanya
tidak besar walaupun ada satu dua yang “letaknya” jauh (Sutalaksana, dkk, 2006).
Angka-angka yang diberikan bagi setiap kelas dari faktor-faktor di atas
diperlihatkan pada Tabel 2.2 (Sutalaksana, dkk, 2006).
Tabel 2.2. Penyesuaian Menurut Westinghouse
Faktor Kelas Lambang Penyesuaian
Keterampilan Superskill A1 +0,15

41
A2 +0,13
Excellent B1 +0,11
B2 +0,08
Good C1 +0,06
C2 +0,03
Average D 0,00
Fair E1 -0,05
Tabel 2.2. Penyesuaian Menurut Westinghouse (Lanjutan)
Faktor Kelas Lambang Penyesuaian
E2 -0,10
Poor F1 -0,16
F2 -0,22

Usaha Excessive A1 +0,13


A2 +0,12
Excellent B1 +0,10
B2 +0,08
Good C1 +0,05
C2 +0,02
Average D 0,00
Fair E1 -0,04
E2 -0,08
Poor F1 -0,12
F2 -0,17

Kondisi kerja Ideal A +0,06


Excellent B +0,04
Good C +0,02
Average D 0,00
Fair E -0,03
Poor F -0,07

konsistensi Perfect A +0,04


Excellent B +0,03
Good C +0,01
Average D 0,00
Fair E -0,02
Poor F -0,04
Sumber: Sutalaksana, dkk, 2006
Tabel 2.2 menunjukkan nilai keterampilan, usaha, kondisi kerja dan
konsistensi. Dalam menghitung faktor penyesuaian, bagi keadaan yang dianggap
wajar diberi harga p = 1, sedangkan terhadap penyimpangan dari keadaan ini
harga p ditambah dengan angka-angka yang sesuai dengan keempat faktor di atas.

42
Cara Shumard dan Westinghouse, dimaksudkan untuk lebih mengobjektifkan
penyesuaian karena cara persentase sangat dipengaruhi oleh subjektivitas
pengukur. Memang pada cara yang disebut terakhir, seorang pengukur melakukan
penelitian keseluruhan, yaitu menilai semua faktor yang dianggap berpengaruh
sekaligus. Dengan cara ini, pengukur tidak mempunyai sistematika yang jelas
biasanya ia akan sulit menjawabnya (Sutalaksana, dkk, 2006).

2.7.2. Kelonggaran

Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi,


menghilangkan rasa fatigue dan hambatan-hambatan yang tidak dapat
dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh
pekerja dan yang selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun
dihitung. Rasa lelah (fatigue) dapat tercermin dari menurunnya hasil produksi.
Kelelahan fisik manusia dapat disebabkan oleh pekerjaan yang membutuhkan
banyak pikiran (lelah mental) dan kerja fisik. Salah satu cara untuk menentukan
besarnya kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari
kerja dan mencaat saat-saat dimana hasil produksi menurun (Sutalaksana, dkk,
2006).
Langkah pertama adalah menentukan besarnya kelonggaran untuk ketiga
hal yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatigue, dan hambatan
yang tidak terhindarkan. Dua hal yang pertama antara lain yaitu dengan
memperhatikan kondisi-kondisi yang sesuai dengan pekerjaan yang bersangkutan.
Untuk yang ketiga dapat diperoleh melalui pengukuran khusus seperti sampling
pekerjaan. Kesemuanya, masing-masing dinyatakan dalam persentase
dijumlahkan kemudian mengalikan jumlah ini dengan waktu normal yang telah
dihitung sebelumnya (Sutalaksana, dkk, 2006).

43
Tabel 2.3. Besarnya Kelonggaran Berdasarkan Faktor-faktor yang Berpengaruh
Faktor Contoh Pekerjaan Ekivalen Beban Kelonggaran
A. Tenaga yang dikeluarkan Pria Wanita
1. Dapat diabaikan Bekerja di meja, duduk tanpa beban 0,0 – 6,0 0,0 – 6,0
2. Sangat ringan Berkerja di meja, berdiri 0,00 – 2,25 kg 6,0 – 7,5 6,0 – 7,5
3. Ringan Menyekop, ringan 2,25 – 9,00 7,5 – 12,0 7,5 – 16,0
4. Sedang Mencangkul 9,00 – 18,00 12,0 – 19,0 16,0 – 30,0
5. Berat Mengayun palu yang berat 18,00 – 27,00 19,0 – 30,0
6. Sangat berat Memanggul beban 27,00 – 50,00 30,0 – 50,0
7. Luar biasa berat Memanggul karung berat di atas 50 kg
B. Sikap Kerja
1. Duduk Bekerja duduk, ringan 0,00 – 1,0
2. Berdiri di atas dua kaki Badan tegak, ditumpu dua kaki 1,0 – 2,5
3. Berdiri di atas satu kaki Satu kaki mengerjakan alat control 2,5 – 4,0
4. Berbaring Pada bagian sisi, belakang atau depan badan 2,5 – 4,0
5. Membungkuk Badan dibungkukkan bertumpu pada kedua kaki 4,0 – 10,0
C. Gerakan Kerja
1. Normal Ayunan bebas dari palu 0
2. Agak terbatas Ayunan terbatas dari palu 0–5
3. Sulit Membawa beban berat dengan satu tangan
0–5
4. Pada anggota-anggota Bekerja dengan tangan di atas kepala
5-10
Badan terbatas
5. Seluruh anggota badan Bekerja di lorong pertambangan yang sempit
10-15
Terbatas
Tabel 2.3. Besarnya Kelonggaran Berdasarkan Faktor-faktor yang Berpengaruh (Lanjutan)
Faktor Contoh Pekerjaan Ekivalen Beban Kelonggaran
Pencahayaan
D. Kelelahan mata Buruk
baik
1. Pandangan yang Membawa alat ukur
terputus-putus 0,0 – 0,6 0,0 – 6,0
2. Pandangan yang hampir Pemeriksaan yang sangat teliti
6,0 – 7,5 6,0 – 7,5
terus-menerus
3. Pandangan yang terus- Pemeriksaan yang sangat teliti
menerus dengan fokus 7,5 – 12,0 7,5 – 16,0
lelap
4. Pandangan terus- Memeriksa cacat-cacat pada kain
menerus dengan fokus 12,0 – 19,0 16,0 – 30,0
berubah-ubah
5. Pandangan terus-menerus
dengan konsentrasi tinggi 19,0 – 30,0
dan fokus tetap
6. Pandangan terus-menerus
dengan konsentrasi tinggi 30,0 – 50,0
dan fokus berubah-ubah
E. Keadaan suhu tempat kerja Suhu (oC) Kelelahan normal Berlebihan
1. Beku Di bawah 0 Di atas 10 Di atas 12
2. Rendah 0 – 13 10 – 0 12 – 5
3. Sedang 13 – 22 5–0 8–0
4. Normal 22 – 28 0–5 0–8
5. Tinggi 28 – 38 5 – 40 8 – 100
Tabel 2.3. Besarnya Kelonggaran Berdasarkan Faktor-faktor yang Berpengaruh (Lanjutan)
Faktor Contoh Pekerjaan Ekivalen Beban Kelonggaran
6. Sangat Tinggi Di atas 38 Di atas 40 di atas 100
F. Keadaan atmosfir
1. Baik Ruang yang berventilasi baik, udara segar 0
2. Cukup Ventilasi kurang baik, ada bau-bauan (tidak 0–5
berbahaya)
3. Kurang baik Adanya debu-debuan beracun atau tidak 5 – 10
beracun tetapi banyak
4. Buruk Adanya bau-bauan berbahaya yang 10 – 20
mengharuskan menggunakan alat pernapasan
G. Keadaan lingkungan yang baik
1. Bersih, sehat, cerah dengan kebisingan rendah 0
2. Siklus kerja berulang-ulang antara 5-10 detik 0–1
3. Siklus kerja berulang-ulang antara 0-5 detik 1–3
Sumber: Sutalaksana, dkk, 2016
Tabel 2.3 merupakan tabel besarnya kelonggaran berdasarkan faktor-faktor
yang berpengaruh. Langkah pertama menyertakan Kelonggaran dalam Perhitungan
Waktu Baku adalah menentukan besarnya kelonggaran untuk ketiga hal diatas
yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa lelah dan hambatan tak
terhindarkan. Dua hal yang pertama antara lain dapat diperoleh dari tabel berikut
ini, yakni dengan memperhatikan kondisi-kondisi yang sesuai dengan pekerjaan
yang bersangkutan. Dengan catatan, kelonggaran untuk kebutuhan pribadi bagi
pria = 0-2,5% dan wanita = 2-5%. Untuk hambatan yang ketiga, dapat diperoleh
dari sampling pekerjaan yang pada umumnya dianggap 5% (Sutalaksana, dkk,
2006).

47

Anda mungkin juga menyukai