Anda di halaman 1dari 29

3

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Ergonomi

Ergonomi didefinisikan sebagai suatu disiplin yang mengkaji keterbatasan,


kelebihan, serta karakteristik manusia, dan memanfaatkan informasi tersebut
dalam merancang produk, mesin, fasilitas, lingkungan, dan bahkan sistem kerja,
dengan tujuan utama tercapainya kualitas kerja yang terbaik tanpa mengabaikan
aspek kesehatan, keselamatan, serta kenyamanan manusia penggunanya. Beberapa
definisi ergonomi menurut Iridiastadi dan Yassierli (2014) sebagai berikut.
a. “Ergonomi merupakan kajian interaksi antara manusia dan mesin, serta faktor-
faktor yang memengaruhinya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kinerja
sistem secara keseluruhan” (Bridger, 2009).
b. B.W. Jastrzebowski, pada tahun 1857 memelopori penggunaan kata ergonomi,
yang dalam bahasa Yunani ergosberarti “kerja”, sedangkan nomos adalah
“kajian (atas)” atau “hukum-hukum” (Karwowski, 2006; Konz dan johnson,
2008). Pada akhir 1949, K.F.H. Murrell memperkenalkan kata ergonomics,
yang kemudian menjadi populer sebagai suatu disiplin.
c. “Ergonomi merupakan suatu ilmu antardisiplin, yang mengkaji interaksi
antara manusia dan objek yang mereka gunakan” (Pulat, 1997).
d. “Ergonomi merupakan aplikasi prinsip-prinsip ilmiah, metode, dan data yang
diperoleh dari beragam disiplin yang ditujukan dalam pengembangan suatu
sistem rekayasa, di mana manusia memiliki peran yang signifikan (Koemer et
al., 2004).
e. “Ergonomi merupakan suatu aktivitas multidisiplin yang diarahkan untuk
mengumpulkan informasi tentang kapasitas dan kemampuan manusia, dan
memanfaatkannya dalam merancang pekerjaan, produk, tempat kerja, dan
peralatan kerja” (Chengalur et al., 2004).
f. “Ergonomics (or human factors) is the scientific discipline concerned with the
understanding of interactions among humans and other elements of a system,
and the profession that applies theory, other principles, data, and methods
todesign in order to optimize human well-being and overall system
performance” (International Ergonomics Association).
Frederick Winslow Taylor adalah seorang pelopor dalam konteks
pendekatan perbaikan sistem kerja. Masyarakat Eropa di akhir tahun 1940-an
mengenal ilmu ini secara formal dengan nama ergonomics, dengan penerapan
utamanya pada kerja di industri dan pertanian, dan didominasi oleh bidang
anatomi dan fisiologi, serta kesehatan dan lingkungan kerja. Sifat penelitian lebih
diarahkan dalam memahami manusia dari aspek fisikal dan fisiologis (Iridiastadi
dan Yassierli, 2014).

2.1.1. Perkembangan Disiplin Ilmu Ergonomi

Pendekatan yang tengah berkembang adalah analisis ergonomi pada


tingkatan yang lebih luas (makro). Evaluasi lebih diarahkan pada aspek-aspek
seperti organisasi kerja, teamwork, pemilihan teknologi, komunikasi, dan
pemberian umpan balik. Tujuan yang ingin dicapai adalah peningkatan “quality of
worklife”. Implementasi pendekatan seperti ini menjadi realtif lebih kompleks,
karena bersifat proaktif dan melibatkan banyak faktor yang harus
dipertimbangkan secara bersama-sama (Iridiastadi dan Yassierli, 2014).
Salah satu aktivitas yang terkait dengan ergonomi adalah mengembangkan
sejumlah instruksi yang menetapkan tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh
pimpinan perusahaan. Tahun 1949, berdiri Ergonomics Society di Inggris yang
memelopori ergonomi, yang kemudian berganti menjadi Institute of Ergonomics
and Human Factors (IEHF). Di Amerika Serikat terdapat Human Factors and
Ergonomics Society (HFES), yang didirikan pada tahun 1957. Organisasi
internasional lainnya yaitu International Ergonomics Association (IEA), yang
menjadi payung bagi organisasi regional maupun nasional, termasuk Indonesia
(Perhimpunan Ergonomi Indonesia/PEI) (Iridiastadi dan Yassierli, 2014).

2.1.2. Bidang-bidang Kajian Ergonomi

Ergonomi merupakan pemanfaatan dari sejumlah ilmu dasar yang


mempelajari manusia, seperti anatomi, fisiologi, kedokteran, ortopedi, psikologi,

4
serta sosiologi. Beberapa bagian dari sub-disiplin ergonomi menurut Iridiastadi
dan Yassierli (2014) sebagai berikut.
a. Antropometri, yaitu bidang yang mengkaji dimensi fisik tubuh manusia,
termasuk usia, tinggi berdiri, bobot, panjang jangkauan lengan, tinggi duduk
dan lain sebagainya.
b. Biomekanika kerja, yaitu suatu bidang yang memfokuskan pada proses
mekanika (gaya, momen, kecepatan, percepatan, serta tekanan) yang terjadi
pada tubuh manusia, terkait dengan aktivitas fisik yang dilakukan pekerja.
c. Fisiologi kerja, yaitu bidang ergonomi yang mengkaji respon fungsi-fungsi
tubuh (misalnya sistem kardiovaskular), yang terjadi saat bekerja.
d. Human information processing dan ergonomi kognitif, yaitu bidang ergonomi
yang mempelajari bagaimana manusia memproses informasi dari
lingkungannya, dimulai dari tahap mengindra adanya stimulus dan
mempersepsikannya, sampai dengan mengambil keputusan dan melakukan
tindakan yang diperlukan.
e. Human-computer interaction (HCI), yaitu bidang yang mengkaji dan
merancang interaksi antara pengguna dan sistem komputer, dengan tujuannya
antara lain meminimalkan kesalahan, meningkatkan kinerja sistem operasi,
serta meningkatkan kepuasan pengguna.
f. Displays dan controls, yaitu bidang ergonomi yang memiliki fokus berupa
kajian atas rancangan display maupun kontrol yang cocok dengan karakteristik
penggunanya.
g. Lingkungan kerja, yaitu bidang yang mencoba memahami respon manusia
terhadap lingkungan fisik kerja, termasuk kebisingan, temperatur,
pencahayaan, getaran, dan lain sebagainya.
h. Ergonomi makro, berangkat dari konsep sosio-teknologi, bidang ini
merupakan suatu pendekatan sistem dalam mengkaji kesesuaian antara
individu, organisasi, teknologi, serta proses interaksi yang terjadi.

5
2.2. Fisiologi Kerja

Pekerja dituntut untuk memiliki kapasitas kerja yang memadai atau dapat
juga dengan penerapan sejumlah teknik perancangan kerja seperti penggunaan alat
bantu, perbaikan metode kerja, pengaturan waktu istirahat. Beban kerja yang
berlebihan juga dapat berakibat buruk pada kualitas dan performansi kerja. Efek
buruk ini dapat di tunjukan oleh Bridger et al. (2008), yang dapat mencakup
penurunan waktu reaksi, peningkatan kesalahan dalam pengambilan keputusan,
penurunan kemampuan untuk berkonsentrasi, serta peningkatan potensi
kecelakaan kerja. Dalam konteks ergonomi, tujuan yang ingin dicapai adalah
memastikan bahwa system kerja dirancang sedemikian rupa sehingga diperoleh
produktivitas dan kualitas kerja terbaik (Iridiastadi dan Yassierli, 2014).
Oksigen akan membantu berlangsungnya proses metabolisme dan
menghasilkan hasil sampingan berupa panas dan sisa-sisa metabolisme lainnya
yang akan dikeluarkan dari tubuh. Rangkaian proses ini dapat dianalogikan
sebagai kerja sebuah mesin mobil, agar mesin bisa berjalan dibutuhkan bensin
yang berfungsi sebagai zat gizi. Fungsi-fungsi yang terkait dengan produksi
energi di dalam tubuh yaitu (Iridiastadi dan Yassierli, 2014).
1. Sistem Pernapasan
Fungsi utama pernapasan ini adalah menyediakan oksigen bagi tubuh dan
mengeluarkan karbon dioksida, air, serta panas yang dibawa oleh darah. Volume
udara ekstra pada saat respirasi secara maksimal disebut sebagai kapasitas
cadangan, dimana volume udara tambahan diatas volume tidak dapat masuk ke
dalam paru-paru saat inspirasi maksimum disebut volume cadangan inspirasi, dan
volume udara yang masih dapat dikeluarkan dengan kuat diakhir ekspirasi normal
disebut volume cadangan ekspirasi. Berbagai indeks kapasitas paru-paru dapat
diukur melalui penggunaan spirometer. Kapasitas paru-paru seseorang umumnya
berhubungan erat dengan sejumlah faktor, seperti jenis kelamin, training, maupun
ukuran tubuh.
2. Sistem Kardiovaskular
Sistem peredaran darah memiliki fungsi utama membawa oksigen dari
paru-paru serta berbagai zat gizi untuk diedarkan keseluruh sel tubuh.

6
Transportasi oksigen dimungkinkan karena adanya hemoglobin, yaitu molekul
protein pada sel darah merah.

2.2.1. Proses Metabolisme

Metabolisme dapat diartikan sebagai proses kimia dalam tubuh yang


bertujuan khusus dalam menghasilkan energi. Setiap gram karbohidrat, dapat
dihasilkan energi sekitar 4.2 kkal (1 kalori = 4,2 joule = energi yang dibutuhkan
untuk menaikkan suhu sebesar 10C untuk 1 gram air). Lemak sebagai zat gizi
merupakan salah satu sumber energi untuk kerja, dari setiap gram lemak
dihasilkan 9,5 kkal energi. Setiap gram protein dapat diubah menjadi energi
sekitar 4,5 kkal, dan alkohol juga dapat menyuplai energi sebesar 7 kkal.
Pembawa energi utama adalah glukosa, lemak netral, dan protein (Iridiastadi dan
Yassierli, 2014).

Gambar 2.1. Kebutuhan Oksigen pada saat Kerja Maupun Sesudah Kerja
Sumber: Kroemer et al (2001) p.113 dalam Iridiastadi dan Yassierli, 2014
Gambar 2.1 merupakan proses metabolisme sebelum, selama, dan setelah
bekerja. Energi yang dibutuhkan terdiri atas metabolisme basal, metabolisme
istirahat, dan metabolisme kerja. Metabolisme basal ialah metabolisme yang
dibutuhkan agar tubuh tetap berfungsi walaupun tidak melakukan aktivitas.
Metabolisme istirahat adalah metabolisme yang dibutuhkan saat badan dalam
kondisi istirahat atau saat sebelum beraktivitas. Metabolisme kerja

7
menggambarkan energi yang dibutuhkan saat bekerja (Iridiastadi dan Yassierli,
2014).

2.2.2. Kapasitas Kerja Fisik

Kapasitas kerja fisik dapat disimpulkan sebagai kemampuan maksimal


tubuh dalam menghasilkan energi dan merupakan fungsi dari ketersediaan zat-zat
gizi serta kemampuan tubuh dalam memperoleh oksigen. Besarnya energi yang
dibutuhkan saat kerja merupakan jumlah dari energi basal, energi yang di
perlukan untuk sekedar hidup, dan energi yang dibutuhkan ketika tengah bekerja
(Iridiastadi dan Yassierli, 2014).

Gambar 2.2. Peralatan yang digunakan untuk Mengukur VO2 Maks Seseorang a.
Dulu (Astrand, 2004); b. Sekarang (Widyasmara, 2007)
Sumber: Astrand (2003) Widyasmara (2007) dalam Iridiastadi dan Yassierli, 2014
Kapasitas aerobik maksimum dapat ditentukan dengan 2 metode, yaitu
metode maximal test dan submaximal test (Astrand et al., 2003). Pada metode
maksimal responden dimintauntuk mengerahkan seluruh kemampuannya untuk
mencapai kapasitas aerobic maksimum, responden tidak dipaksakan untuk
mencapai kondisi maksimumnya sehingga dampak kelelahan dan bahayanya lebih
rendah namun keakuratannya pun lebih rendah dibanding metode maksimal.
Responden harus melakukan paling sedikit tiga beban kerja yang berbeda, beban
kerja yang berbeda dapat diperoleh dengan meningkatkan kemiringan atau
kecepatan pada treadmill (Iridiastadi dan Yassierli, 2014).

8
Tabel 2.1. Penelitian VO2 maks berbagai golongan populasi di Indonesia
Peneliti Responden Nilai Konsumsi Oksigen
Widyasmar 10 orang mahasiswa VO2 max = 2,64 liter/menit (SD = 0,51)
a (2007) pria (usia 17-23 VO2’ max = 42,42 ml/menit/kg (SD =
tahun) 7,25)
Rakhmaniar 10 orang mahasiswa VO2 max = 1,89 liter/menit (SD = 0,27)
(2007) wanita (usia 19-22 VO2’ max = 33,63 ml/menit/kg (SD =
tahun) 3,30)
Satriawan 16 orang pekerja VO2 max = 3,7 liter/menit (SD = 0,55)
(2008) industri pria (usia VO2’ max = 65,11 ml/menit/kg (SD =
20-25 tahun) 9,447)
Soleman 15 orang pekerja VO2 max = 2,5 liter/menit (SD = 0,69)
(2009) industri wanita (usia VO2’ max = 52,84 ml/menit/kg (SD =
20-25 tahun 15,58)
Yadi (2009) 30 orang TNI AU, VO2 max = 4,5 liter/menit (SD = 0,67)
AD, dan Polisi (usia VO2’ max = 71,4 ml/menit/kg (SD =
19-25 tahun) 10,63)
Sumber: Iridiastadi dan Yassierli, 2014
Penelitian yuliani terdiri atas 2 tahap, tahap pertama dilakukan untuk
mengukur kapasitas aerobik maksimal (VO2 maks) dengan menggunakan metode
maximal test, yaitu setiap responden harus berlari diatas treadmill dengan
mengerahkan seluruh tenaganya sampai mencapai kelelahan, dengan kecepatan
awal untuk responden pekerja pria adalah 7 km/jam dan untuk responden wanita
adalah 6 km/jam. Penelitian tahap kedua dilakukan untuk mengembangkan model
persamaan prediksi konsumsi oksigan (VO2) dan konsumsi oksigen relatif
terhadap bobot badan (VO2) bagi pekerja industri berdasarkan faktor fisiologis
denyut jantung, usia, bobot badan dan tinggi badan, dengan menggunakan metode
submaximal test. Responden berlari di atas treadmill pada kecepatan 25%, 50%
dan 75% dari kecepatan maksimal yang dicapai pada penelitian tahap pertama,
masing-masing dilakukan selama lima menit tanpa istirahat (Iridiastadi dan
Yassierli, 2014).
Sejumlah faktor dipercaya dapat memengaruhi nilai VO 2 maks seorang
individu, termasuk faktor demografi, usia, jenis kelamin, bobot badan, training,
nutrisi, penggunaan rokok, serta faktor-faktor lingkungan lainnya. Wanita pada
umumnya memiliki VO2 maks yang lebih rendah dibandingkan pria, dimana VO2
maks wanita setara dengan 65-75% VO2 maks pria. Namun, sebelum pubertas,

9
gender tidak membedakan VO2 maks antar individu (Iridiastadi dan Yassierli,
2014).
Kapasitas Aerobik (kkal/menit)

Gambar 2.3. Kapasitas Aerobik Maksimum Sebagai Fungsi dari Usia dan Gender
(National Institute for Occupational Safety and Health)
Sumber: National Institute for Occupational Safety and Health (1981) dalam
Iridiastadi dan Yassierli, 2014

Bobot badan juga dapat memengaruhi nilai VO 2 maks, namun ini lebih
disebabkan oleh Proporsi lemak yang berlebihan. Dengan demikian untuk
perokok, kemampuan darah untuk mengalirkan oksigen menjadi lebih rendah dan
berdampak pada VO2 maks yang lebih kecil. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kapasitas yang lebih kecil. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kapasitas kerja antara lain: Kebisingan, iklim, ketinggian serta
penggunaan pakaian pelindung diri. Secara lebih lengkap Astrand et al. (2003)
menuliskan faktor-faktor yang memengaruhi kapasitas kerja fisik seseorang
(Iridiastadi dan Yassierli, 2014).

10
Faktor Somatik Faktor
Tembakau,
Jenis Kelamin dan Usia Adaptasi Psikis
Nutrisi Alkohol
Dimensi tubuh pelatihan Sikap
Kafein, dll
Kesehatan motivasi

Sifat latihan Fungsi Pelayanan Lingkungan


Intensitas 1. Bahan bakar Sikap
Durasi a) asupan Tekanan gas tinggi
Teknik b) penyimpanan Panas
Posisi c) mobilisasi Dingin
Ritme 2. Serapan Oksigen
jadwal a) ventilasi paru
b) keluaran jantung
i. stroke vol.
ii. denyut jantung
c) ekstrasi oksigen
(a -VO2 diff)

Proses menghasilkan
energi

Kinerja fisik

Gambar 2.4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kapasitas Kerja Fisik


Sumber: Astrand (2003) dalam Iridiastadi dan Yassierli, 2014
Pekerjaan dengan aktivitas fisik yang cenderung tidak statis, evaluasi
beban kerja dapat dilakukan dengan menghitung besarnya energi yang dibutuhkan
(energy cost) saat bekerja, kemudian dievaluasi dengan, mengacu pada sejumlah
panduan (tabel) yang ada. Pada prinsipnya, evaluasi ergonomi dilakukan untuk
memastikan bahwa beban kerja tidak melebihi batas kemampuan yang dimiliki
oleh seorang pekerja. Pada pekerjaan dengan beban berlebih, evaluasi fisiologi
perlu dilakukan untuk mengetahui seperti apa perbaikan kerja yang efektif dan
layak diterapkan ditempat kerja (Iridiastadi dan Yassierli, 2014).
Pengukuran energi yang dibutuhkan saat seseorang bekerja umumnya
dilakukan secara tidak langsung (indirect calorimetry) melalui pengukuran jumlah
oksigen yang dikonsumsi persatuan waktu (liter/menit). Nilai absolut kebutuhan
energi untuk berbagai aktivitas dan pekerjaan telah banyak diteliti di berbagai

11
negara. Berdiri sambil mengerjakan pekerjaan yang relatif ringan membutuhkan
energi sebesar 0,95 kkal/menit, sedangkan berjalan dengan kecepatan 3 km/jam
pada permukaan yang tidak kasar membutuhkan energi 2,6 kkal/menit. Dalam
sehari, rata-rata energy cost seorang pekerja tambang (3,360 kkal/hari) (Iridiastadi
dan Yassierli, 2014).
Berat ringannya suatu pekerjaan dapat ditentukan dengan mengevaluasi
nilai absolut kebutuhan energi untuk seorang individu. Sebagai contoh, suatu
pekerjaan dapat dikatakan “ringan” jika kebutuhan energi untuk pekerjaan
tersebut tidak melebihi 2,5 kkal/menit. Pekerjaan yang dianggap “berat” akan
membutuhkan sekitar 7,5 kkal/menit, sementara suatu aktivitas fisik dapat
dikatakan “sangat berat” jika energi yang dibutuhkan mencapai 12,5 kkal atau
lebih (Iridiastadi dan Yassierli, 2014).
Tabel 2.2. Kebutuhan Energi untuk Setiap Klasifikasi Pekerjaan
Klasifikasi Total Energi Ekspenditur Denyut Jantung
Pekerjaan (kj/menit) (kkal/menit) (denyut/menit)
Ringan 10 2,5 ≤ 90
Sedang 20 5 90-100
Berat 30 7,5 100-120
Sangat Berat 40 10 120-140
Ekstream Berat 50 12,5 140-160
Sumber: Kroemer et al (2001) dalam Iridiastadi dan Yassierli, 2014
Dalam penelitian tahap kedua yuliani (2010), dilakukan pengukuran
konsumsi oksigen untuk mengembangkan model persamaan prediksi konsumsi
oksigen (VO2), yaitu (Iridiastadi dan Yassierli, 2014).
VO2 = 1,168 + 0,20 HR – 0,035 A + 0,019 W (liter/menit), untuk pria................2.1
VO2 = 1,199 + 0,024 + 0,024 W (liter/menit), untuk wanita.................................2.2
dengan,
VO = Konsumsi oksigen (liter/menit)
HR = Denyut jantung (denyut/menit)
A = Usia (tahun)
W = bobot badan (kg)
Klasifikasi pekerjaan bagi pekerja pria dan wanita sebagai berikut
(Iridiastadi dan Yassierli, 2014).

12
Tabel 2.3. Hasil Klasifikasi Pekerjaan untuk Pekerja Pria
Konsumsi Energi Ekxpenditur
Klasifikasi Denyut Jantung
Oksigen
Pekerjaan (denyut/menit) (kj/menit) (kkal/menit)
(1/menit)
Ringan 90 0,706 3,3888 1219,968
Moderat 100 0,906 4,3488 1565,568
Berat 120 1,306 6,2688 2256,768
Sangat Berat 140 1,706 8,1888 2947,968
Ekstrem 160 2,106 10,1088 3639,158
Berat
Sumber: Satriawan (2008) dalam Iridiastadi dan Yassierli, 2014
Tabel 2.4. Hasil Klasifikasi Pekerjaan untuk Pekerja Wanita
Konsumsi Energi Ekxpenditur
Klasifikasi Denyut Jantung
Oksigen
Pekerjaan (denyut/menit) (kj/menit) (kkal/menit)
(1/menit)
Ringan 90 0,379 1,8192 654,912
Moderat 100 0,509 2,4432 879,552
Berat 120 0,769 3,6912 1328,832
Sangat Berat 140 1,029 4,9392 1778,112
Ekstrem 160 1,289 6,1872 2227,392
Berat
Sumber: Soleman (2009) dalam Iridiastadi dan Yassierli, 2014
Isu lain yang menjadi bahan diskusi para ahli adalah batas maksimum
batas kerja (% VO2 maks) yang diperoleh dalam suatu durasi waktu tertentu, agar
tidak terjadi kelelahan yang berlebihan. Pengukuran VO2 maupun VO2 maks tidak
dapat dilakukan dengan mudah ditempat kerja. Walau sejumlah alat ukur bersifat
portable, pengukuran umumnya dilakukan di laboratorium. Hal lain yang harus
diperhatikan adalah apakah pengukuran dilakukan dengan mengunakan treadmill,
ergocycle, atau dengan prosedur lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Iriastadi
dan Aghazadeh (2006) menggambarkan perbedaan antara VO2 maks yang
diperoleh melalui treadmill dibandingkan dengan yang diperoleh dari (simulasi)
kerja yang sesungguhnya (Iridiastadi dan Yassierli, 2014).
Evaluasi beban fisiologis yang dialami oleh seorang pekerja dapat pula
dilakukan dengan mengukur denyut jantung. Diakhir siklus kerja, pekerja
disebuah bangku, kemudian diukur temperatur melalui mulutnya dan denyut nadi
dicatat pada tiga kondisi berikut (Iridiastadi dan Yassierli, 2014).
1. HR1 : denyut nadi dihitung dari detik ke-30 sampai 1 menit

13
2. HR2 : denyut nadi dihitung dari menit ke-1,5 sampai menit ke-2
3. HR3 : denyut nadi dihitung dari menit ke-2,5 sampai menit ke-3
Setelah selesai pengukuran, dilakukan analisa sebagai berikut.
1. Jika HR1-HR3 ≥ 10 dan jika HR1, HR2, HR3, ≤ 90, maka pemulihan setelah
kerja secara normal.
2. Jika rata-rata HR selama pengukuran ≤ 110, dan HR 1-HR3 ≥ 10, maka beban
kerja tidak berlebihan.
3. Jika HR1-HR3 < 10 dan jika HR3< 90, maka pemulihan masih kurang.
Berat-ringannya suatu pekerjaan dapat pula dievaluasi dengan
menggunakan Tabel 2.5 berikut (Iridiastadi dan Yassierli, 2014).
Tabel 2.5. Evaluasi Beban Kerja Fisiologis Menggunakan Data Denyut Jantung
Klasifikasi Pekerjaan Denyut Jantung/menit
Ringan 90
Agak ringan 100
Berat 120
Sangat berat 140
Amat sangat berat 160
Sumber: Kroemer et al (2001) dalam Iridiastadi dan Yassierli, 2014
Denyut jantung maksimal dipercaya merupakan fungsi dari usia dan
dapat dinyatakan sebagai berikut (Iridiastadi dan Yassierli, 2014).
Max HR . = 220 – umur.........................................................................................2.3
= 260 - (0,62 x umur), atau...................................................................2.4
= 190 – 0,62 x (umur – 25)...................................................................2.5
Setelah HRmaks kita ketahui, beban fisiologis dapat dihitung dengan
menggunakan indikator Heart rate range (HRR) dengan formula sebagai berikut
(Iridiastadi dan Yassierli, 2014).
100 ( HR kerja - HR rest )
HRR(%)= ...........................................................................2.6
HR maks - HR rest
dengan,
HRR = heart rate range
HRkerja = denyut jantung diukur saat bekerja
HRrest = denyut jantung diukur saat istirahat (diukur setelah istirahat pada posisi
berbaring selama 20 menit)
HRmaks = denyut jantung maksimal

14
Besarnya energi yang dikeluarkan untuk suatu pekerjaan dapat diukur
dengan memperhitungkan denyut jantung dan faktor demografi. Kamalakannan
(2007). menyatakan model persamaan untuk menghitung beban kerja seperti
berikut (Iridiastadi dan Yassierli, 2014).
Ecost = -1867 + 8.58 HR + 25.1 HT + 4.5 A – 7.4 HRR + 67.8 G.......................2.7
dengan,
Ecost = beban kerja (watt )
HR = denyut jantung saat bekerja (bpm)
HT = tinggi badan (inci)
A = umur (tahun)
G = jenis kelamin (m = 0, f = 1)
1 watt setara dengan 0,0143 kkal/menit
Sementara, keytel (2005) mengukur beban kerja dalam persamaan berikut.
Ecost = -55,0959 + (HR x 0,6309) + (W x 0,1988) + (A x 0,2017)......................2.8
dengan,
Ecost = beban kerja (kj/menit)
W = bobot badan (kg)
1 kj/menit setara dengan 0,239 kkal/menit
Iridiastadi dan Yassierli (2014) melakukan beberapa penelitian tentang
pengukuran energi lainnya dinyatakan dalam persamaan-persamaan dalam Tabel
2.6.
Tabel 2.6. Persamaan Pengukuran Energi Berdasarkan Beberapa Penelitian
Persamaan
EE = -20,4022 + (0,4472 HR) – (0,1263 w) + (0,074 A)
EE = pengeluaran energi
Keytel (2005) HR = denyut jantung (denyut/menit)
w = bobot badan (kg)
A = usia (tahun)
Y = 0,014 HR + 0,017 w – 1,706
Rakhmaniar Y = konsumsi oksigen (liter/menit)
(2007) HR = denyut jantung (denyut/menit)
W = bobot badan (kg)

Tabel 2.6. Persamaan Pengukuran Energi Berdasarkan Beberapa Penelitian


(Lanjutan)

15
Persamaan
MWR = -1967 + 8,58 HR + 25,1 HT +4,50 A – 7,47 RHR +
67,8 G
MWR = metabolic work rate (W)
Kamalakannan HR = denyut jantung bekerja (denyut/menit)
et al. (2007) HT = tinggi badan (inci)
A = usia (tahun)
RHR = denyut jantung istirahat (denyut/menit)
G = 1 untuk wanita, 0 untuk pria
Sumber: Iridiastadi dan Yassierli, 2014
Hubungan antara denyut jantung dan konsumsi oksigen dapat diteliti di
laboratorium, dan dapat dikembangkan suatu persamaan untuk menggambarkan
hubungan tersebut. Dengan menggunakan persamaan tersebut, konsumsi oksigen
untuk seseorang yang tengah melakukan suatu pekerjaan dapat diperkirakan (dan
lebih jauh dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan energi). Denyut
jantung juga merupakan suatu respons fisiologis yang relatif sensitif terhadap
hal-hal yang tidak berhubungan langsung dengan intensitas kerja fisik.
Pendekatan ini juga tidak tepat untuk mengevaluasi beban kerja dengan
intensitas kerja sangat tinggi, mendekati kapasitas fisik seseorang (Iridiastadi
dan Yassierli, 2014).
Penilaian atas beban kerja dapat pula dilakukan dengan memanfaatkan
persepsi seseorang atas beban yang dirasakan oleh tubuh pada saat melakukan
pekerjaan. Dengan memanfaatkan psychophysics, dapat dikembangkan suatu
model matematis yang memperlihatkan hubungan suatu stimulus fisik (intensitas
kerja) dengan sensasi psikologis yang dirasakan oleh seseorang individu. Skala
ini dapat pula digunakan oleh pekerja dalam menilai tingkat ketidaknyamanan
atau rasa nyeri yang muncul karena usaha fisik yang dibutuhkan untuk
melakukan suatu pekerjaan (Iridiastadi dan Yassierli, 2014).

Tabel 2.7. Skala RPE

16
Skal Deskripsi
a
6 Tidak ada usaha sama sekali
7,5 Amat sangat ringan
9 Sangat ringan
11 Ringan
13 Agak berat
15 Berat
17 Sangat berat
19 Amat sangat berat
20 Usaha maksimal
Sumber: Kroemer (2001) p:111 dalam Iridiastadi dan Yassierli, 2014
Tabel 2.8. Skala CR-10
Skal Deskripsi
a
0 Tidak ada usaha sama sekali
0,5 Amat sangat lemah
1 Sangat lemah
3 Moderat
5 Kuat
7 Sangat kuat
10 Amat sangat kuat
Sumber: Kroemer (2001) p:111 dalam Iridiastadi dan Yassierli, 2014
Skala Borgini dapat digunakan untuk menilai upaya fisik yang bersifat
keseluruhan (whole body), ataupun intensitas atau ketidaknyamanan yang
bersifat lokal (bagian tubuh tertentu) (Iridiastadi dan Yassierli, 2014).

2.2.3. Intervensi

Pekerjaan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam posisi


membungkuk mungkin membutuhkan energi lebih besar bila dibandingkan
dengan posisi kerja berdiri. Agar posisi kerja berdiri dapat terpenuhi, metode dan
peralatan kerja perlu didesain ulang, sehingga objek kerja berada pada ketinggian
yang diinginkan. Pemberian waktu istirahat yang cukup diyakini dapat membantu
seseorang saat melakukan pekerjaan yang cukup berat, seperti kerja kontruksi,
kerja dibidang kehutanan, serta kegiatan penambangan. Pemberian waktu
istirahat (rest allowance) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan
Murrell (1971) (Iridiastadi dan Yassierli, 2014).

17
w(b-s)
R= ......................................................................................................................2.9
b-0,3
dengan,
R = lama waktu istirahat (menit), untuk diberikan setelah kerja
W = lama waktu kerja yang dilakukan secara berturut-turut (menit)
b = rata-rata energi yang dikeluarkan saat kerja (kkal/menit)
s = batas atas energi yang boleh dikeluarkan (kkal/menit) untuk kerja delapan
jam berturut-turut.
Nilai s menunjukkan batas atas pengeluaran energi yang diperbolehkan
yaitu sebesar 5,33 kkal/menit yang kurang lebih adalah sepertiga dari rata-rata
kapasitas maksimal pekerja pria di Amerika Serikat. Sementara untuk pekerja
wanita, nilai ini perlu diganti menjadi 4 kkal/menit. Untuk populasi pekerja
Indonesia, nilai ini adalah 5,4 kkal/menit untuk pria dan 3,6 kkal/menit untuk
wanita. Pekerja akan diminta untuk memanjat dengan menggunakan tangga sangat
tinggi dan turun setelah pipa berhasil dipasang. Aktivitas memanjat dan menuruni
tangga (serta pemasangan pipa pada suatu ketinggian) akan sangat melelahkan
(Iridiastadi dan Yassierli, 2014).

2.3. Konsumsi Energi untuk Aktivitas Kerja Berat

Perlunya menganalisa konsumsi energi yang dipakai pada beberapa


pekerjaan tertentu adalah masih menduduki prioritas utama dan bertujuan antara
lain (Nurmianto, 2005).
1. Pemilihan frekuensi dan periode istirahat pada manajemen waktu kerja.
2. Perbandingan metode alternatif pemilihan peralattan untuk mengerjakan suatu
jenis pekerjaan.
3. Dan lain-lain.
Hal yang juga tidak kalah pentingnya adalah hubungannya dengan
pengukuran fitness dan penerapan untuk perancangan aktivitas kerja maupun
pekerjaan lainnya. Bertambah kompleksnya aktivitas otot, maka beberapa hal
yang patut dijadikan pokok bahasan dan alasisa terhadap manifestasi kerja berat
terebut antara lain adalah (Nurmianto, 2005).
a. Denyut jantung (heart rate)

18
b. Tekanan darah (blood pressure)
c. Cardiac output (keluaran paru dengan satuan liter per menit)
d. Komposisi kimia darah (kandungan asam laktat)
e. Temperatur tubuh (body temperature)
f. Kecepatan berkeringat (sweating rate)
g. Pulmonary ventilation (kecepatan membuka dan menutupnya ventilasi paru
dengan satuan liter per menit)
h. Konsumsi oksigen
Diantara sekian banyak kriteria maka denyut jantung adalah merupakan
variabel yang paling mudah untuk diukur. Akan tetapi hanya merupakan
pengukuran konsumsi energi secara tidak langsung. Konsumsi oksigen adalah
merupakan faktor dari proses metabolisme yang dapat dianggap berhubungan
langsung dengan konsumsi energi. Oleh karenanya faktor tersebut dapat dianggap
sebagai faktor pengukur langsung dan valid, meskipun alat pengukurannya sendiri
akan sedikit menganggu subyek (orang) yang sedang diamati (Nurmianto, 2005).

2.3.1. Unit/Satuan yang Dipakai

Kilocalorie adalah merupakan satuan dari energi pada beberapa literatur


ergonomi. Dalam unit SI (Satuan Internasional) didapat bahwa (Nurmianto,
2005).
1 kilocalorie (kcal) = 4,2 kilojoule (kJ)
Konversi konsumsi energi diukur dalam satuan Watt.
1 Watt = 1 Joule/sec
Untuk mengkonversi satuan energi ini.
1 liter oksigen akan memberikan 4,8 kcal energi yang setara dengan 20 kJ
Atau.
1 liter O2 menghasilkan 4,8 kcal energi = 20 kJ
Konsumsi oksigen akan tetap terus berlangsung walaupun seorang tidak
melakukan sekalipun. Namun jika seseorang tersebut melakukan pekerjaan, maka
akan membutuhkan energi total (gross energy). Konsumsi energi bersih (net
energy consumption) didapat dengan cara mengurangi energi total dengan

19
metobalisme basal. Adapun untuk menghitung konsumsi energi total dapat diikuti
beberapa bahasan berikut (Nurmianto, 2005).
a. Metabolisme basal
Metabolisme basal adalah konsumsi energi secara konstanta pada saat
istirahat dengan perut dalam keadaan kosong. Yang mana tergantung pada ukuran,
berat badan dan jenis kelamin.
b. Kalori untuk Bekerja (Work Calories)
Konsumsi energi diawali pada saat pekerjaan fisik dimulai. Semakin
banyaknya kebutuhan untuk aktivitas otot bagi suatu jenis pekerjaan, maka
semakin banyak pula energi yang dikonsumsi, dan diekspresikan sebagai kalori
kerja. Kalori ini didapat dengan cara mengukur konsumsi energi pada saat bekerja
kemudian dikurangi dengan konsumsi energi pada saat istirahat atau pada saat
metoblisme basal. Kalori kerja ini menunjukkan tingkat ketegangan otot tubuh
manusia dalam hubungannya dengan jenis kerja berat, tingkat usaha kerjanya,
kebutuhan waktu untuk istirahat, efisiensi dari berbagai jenis perkakas kerja, dan
produktifitas dari berbagai variasi cara kerja.
c. Kalori untuk Aktivitas Seharian (Leisure Calories)
Aktivitas harian juga mengkonsumsi energi. Rata-rata konsumsinya adalah
600 kcal untuk proa dan 500-550 kcal untuk wanita. Sedangkan konsumsi energi
total terbagi atas (Nurmianto, 2005).
a. Metabolisme basal.
b. Kalori untuk bersantai.
c. Kalori untuk bekerja.
Untuk memperjelas beberapa hal tersebut diatas diberikan empat ktegori
kalori kerja menurut Hettinger (1970) yang ditunjukkan pada gambar 2.5
(Nurmianto, 2005).

20
Gambar 2.5. Ringkasan Konsumsi Energi yang dipakai Manusia
Sumber: Hettinger (1970) dalam Nurmianto, 2005
Adapun konsumsi energi pada berbagai pekerjaan lain diteliti oleh
Lehman dan teman-temannya (1962), serta Durnin dan Passmore (1967). Hasil
penelitian Lehmann tersebut ditabulasikan pada tabel 2.9. sebagai berikut
(Nurmianto, 2005).
Tabel 2.9. Kebutuhan Energi untuk Berbagai Macam Pekerjaan, Nilai Kalorinya
Merupakan Kebutuhan Rata-rata untuk Konsumsi Harian.
Men
Women
kcal/da Type of work Example of occupation
kcal/day
y
2400 2000 Light manual work, sitting Bookeeper
2700 2250 Light manual work, sitting Shorthand typist;
Light manual work, wacthmaker
standing Hairdresser
Walking Lowland shepherd

3000 2500 Heavy manual work, Weaver; basket worker


sitting Bus driver
Heavy arm work, sitting Mechanic
Light bodily work, Fitter; general practioner;
standing meter reader
Light manual work,
walking

21
Tabel 2.9. Kebutuhan Energi untuk Berbagai Macam Pekerjaan, Nilai Kalorinya
Merupakan Kebutuhan Rata-rata untuk Konsumsi Harian (Lanjutan)
Men
Women
kcal/da Type of work Example of occupation
kcal/day
y

3300 2750 Heavy manual work, Shoemaker


sitting Electrical fitter
Light bodily work, walking Postman (flats)
Light bodily work,
climbing stairs

Heavy arm work, sitting


3600 3000 Moderate bodily work, Stonemason
standing Locksmith; masseur
Moderate bodily work, Butcher
walking Chimney-sweep
Moderate bodily work,
with heavy arm work

Very heavy bodily work,


3900 3250 standing Sawing firewod
Heavy bodily work, Ballet dancer, shunter
walking Carpenter on building site
Moderate bodily work,
climbing

Extreme bodily effort,


4200 - standing Coal miner (if lucky)
Very heavy bodily work, Agricultural labourer
walking Worker in hillside vineyard
Heavy bodily work,
climbing

Extreme bodily effort,


4500 - standing Tree feller; lumber jack
Very heavy bodily work, Coal critter; carrying sacks
walking of four

Extreme bodily effort in


4800 - worst position Coal miner, lying down

Extreme bodily effort,


5100 - walking Harvesting by hand
Sumber: Lehmann (1962) dalam Nurmianto, 2005

22
d. Konsumi energi untuk aktivitas individu
Para fisiologis kerja (Lehmann dan teman-temannya. 1962) telah meneliti
konsumsi energi yang dibutuhkan untuk berbagai macam jenis pekerjaan untuk
aktivitas individu yang ditabulasikan pada tabel 2.10. (Nurmianto, 2005).
Tabel 2.10. Konsumsi Energi dalam Kalori Berbagai Macam Jenis Akrivitas Kerja
Activity Condition of work Kcal/min
Walking, empty- Level , smooth surface km/h 2,1
handed Metalled road, heavy shoes 4 km/h 3,1
Walking, with load on Level, metalled road
back 10 kg load km/h 3,6
30 kg load 4 km/h 5,3
Climbing 16% gradient climbing speed 11,5 m/min
Without load 8,3
With 20 kg load 10,5
Climbing stairs 30,5% gradient climbing speed 17,2 m/min
Without load 13,7
With 20 kg load 18,4
Cycling Speed 16 km/h 5,2
Pulling hand cart 3,6 km/h, level hard surface tractive force 8,5
11,6 kg
Working with axe Two-handed strokes 35 strokes/min 9,5-11,5
Filling iron 60 strokes/min, 2,28 kcal/g of filling 2,5
Shovelling 10 sholvers per min, throwing 2 m
horizontally and 1 m high 7,8
Sawing wood Two-handed saw, 60 double strokes/min 9
Bricklaying Normal rate 0,0041 m3/min 3
Screwdriving Screw horizontal 0,5
Screw vertical 0,7-1,6
Digging Garden spade in clay soil 7,5-8,7
Mowing Clover 8,3
Cooking 1,0-2,0
Household work Light cleaning; ironing 2,0-3,0
Making beds; beating carpets; washing 4,0-5,0
floors 4,0-6,0
Heavy washing
Sumber: Lehmann et.al. (1962) dalam Nurmianto, 2005
Data khusus untuk basal metabolisme menurut Stevenson (1987) adalah
sebagai berikut (Nurmianto, 2005).
 Pria berat 70 kg : 1,2 kcal/menit
 Wanita berat 60 kg : 1,0 kcal/menit

23
Sementara itu efisiensi manusia dapat didefiniskan sebagai berikut
(Nurmianto, 2005).
KERJA EKSTERNAL
X100%..................................................................2.10
KONSUMSI ENERGI TOTAL
Pengukuran yang lebih sensitif adalah (Nurmianto, 2003).
KERJA EKSTERNAL
X100% ....................................................................2.11
ENERGI UNTUK BEKERJA

2.3.2. Pengukuran Konsumsi Oksigen

Satuan pengukuran konsumsi energi adalah kilo calori (kcal). 1 kcal


adalah jumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur 1 liter air dari
14,50C menjadi 15,50C. Konsumsi energi dapat diukur secara tidak langsung
dengan mengukur konsumsi oksigen, karena keduanya merupakan faktor yang
berhubungan langsung. Satu liter oksigen dikonsumsi oleh tubuh, maka tubuh
akan mendapatkan 4,8 kcal energi. Faktor inilah yang merupakan nilai kalori
suatu oksigen. (Nurmianto, 2005)
Penundaan “delay” untuk tingkat pernafasan dan penggunaan oksigen
tertentu. Hal ini berarti bahwa hutang oksigen (oxygen debt) terjadi setelah
aktivitas berlangsung. Dan hutang oksigen ini hanya akan dapat dibayar (paid off)
pada akhir dari aktivitas tersebut pada saat operator sedang beritirahat. Hutang
oksigen ini akan berlangsung konstan selama periode kerja jika pekerjaan tersebut
dibawah kapasitas aerobik maksimum. Sebaliknya jika berada diatas kapasitas
aerobik maksimum, maka hutang oksigen tersebut masih akan terus meningkat
(Nurmianto, 2005)
1. Kapasitas Kerja
Semakin meningaktnya beban kerja, maka konsumsi oksigen akan
meningkat secara proporsional sampai didapat kondisi maksimumnya. Beban
kerja yang lebih tinggi yang tidak dapat dilaksanakan dalam kondisi aerobik,
disebabkan oleh kandungan oksigen yang tidak mencukupi untuk suatu proses
aerobik. Akibatnya adalah manifestasi rasa lelah yang ditandai dengan
meningkatnya kandungan asam laktat (Nurmianto, 2005).

24
Konsumsi oksigen diberi simbol VO2 dan diukur dalam satuan liter/menit.
Dalam perancangan kerja diharapkan berada dibawah (VO2)max dari rata-rata
populasi. Pada kenyataannya, kurang dari 50% (VO2)max adalah nilai yang
direkomendasikan menurut Grandjean 5,2 kcal/menit merupakan nilai yang
direkomendasikan untuk suatu kondisi kerja berat yaitu 4 kcal/menit dari energi
kerja (work energy). Hal ini berdasarkan pada pekerja pria (diasumsikan pekerja
berat) dengan pengaturan energi kerja sebagai berikut (Nurmianto, 2005).
1. 20-30 tahun : dikatakan dengan 100%
2. 40 tahun : dikatakan dengan 96%
3. 50 tahun : dikatakan dengan 90%
4. 60 tahun : dikatakan dengan 80%
5. 65 tahun : dikatakan dengan 75%
Dengan catatan bahwa 5,2 kcal/menit = 5,2/4,8 =1,08 liter per menit
oksigen (Nurmianto, 2005).
2. Fitness
Untuk mengoreksi beban metabolisme tambahan (extra metabolie load)
yang dibutuhkan oleh orang yang lebih berat, suatu Fitness Index telah
didefenisikan sebagai berikut (Nurmianto, 2005).
( VO2 )max
F= ........................................................................................2.12
W
W adalah massa (kg), dan (VO2)max adalah konsumsi oksigen maksimum
(ml/menit). Pengukuran langsung untuk (VO2)max adalah membutuhkan waktu
yang lama, akan tetapi perkiraannya didapat dengan menggunakan pengukuran
denyut jantung daripada menggunakan konsumsi oksigen. Prosedur ini digunakan
oleh J.G Allen untuk mengukur fitness dari beberapa sampel populasi Pria
Australia (Ergonomic, 1966, v.9, 485-494) (Nurmianto, 2005).

2.3.3. Pengukuran Denyut Jantung

Derajat beratnya beban kerja tidak hanya tergantung pada jumlah kalori
yang dikonsumsi, akan tetapi juga bergantung pada jumlah otot yang terlibat pada
pembebanan otot statis. Sejumlah konsumsi energi tertentu akan lebih berat jika

25
hanya ditunjang oleh sejumlah kecil otot relatif terhadap sejumlah besar otot.
Begitu juga untuk konsumsi energi dapat juga untuk menganalisa pembebanan
otot statis dan dinamis. Konsumsi energi dapat menghasilkan denyut jantung yang
berbeda-beda. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa meningaktnya denyut
jantung adalah dikarenakan oleh (Nurmianto, 2005).
a. Temperatur sekeliling yang tinggi
b. Tingginya pembebanan otot statis, dan
c. Semakin sedikit otot yang terlibat dalam suatu kondisi kerja.
Berbagai macam alasan itulah, sehingga denyut jantung telah dipakai
sebagai index beban kerja (Nurmianto, 2005).
Adapun hubungan antara metabolisme, respirasi, temperatur badan dan
denyut jantung sebagai media pengukur beban kerja ditunjukkan pada tabel 2.11
(Nurmianto, 2005).
Tabel 2.11. Hubungan antara Metabolisme, Respirasi, Temperatur Badan dan
Denyut Jantung sebagai Media Pengukur Beban Kerja
Assesment Oxygen Lung Rectal Heart Rate
of Work consumptio ventilation temperature Pulses/min
load n litres/min liters/min ⁰C s
“Very low” 0,25-0,3 6-7 37,5 60-70
Resting
“Low” 0,5-1 11-20 37,5 75-100
“Moderate 1-1,5 20-31 37,5-38 100-125

“High” 1,5-2 31-43 38-38,5 125-150
“Very 2-2,5 43-56 38,5-39 150-175
high”
“Extremely 2,4-4 60-100 over 39 over 175
high”
(e.g. sport)
Sumber: Christensen (1964) dalam Nurmianto, 2005
Pengukuran denyut jantung adalah merupakan salah satu alat untuk
mengetahui beban kerja. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain
(Nurmianto, 2005).
a. Merasakan denyut yang ada pada arteri radial pada pergelangan tangan
b. Mendengarkan denyut dengan stethosscope

26
c. Menggunakan ECG (Electrocardiogram), yaitu mengukur signal elektrik
yang diukur dari otot jantung pada permukaan kulit dada
Adapun denyut jantung pada berbagai macam kondisi kerja ditunjukkan
pada gambar 2.6 (Nurmianto, 2005)
140
Working Rate
130 15 mkg/s

120
Heart Rate: pulses/min

110

100 Working Rate


90 6 mkg/s

80

70

60
Resting
Working Pulse Recovery Pulse
Pulse
0
0 10 20 30 40 50 60 Min
Rest Work Recovery

Gambar 2.6. Denyut Jantung dari Dua Kondisi Kerja yang Berbeda
Sumber: Grandjean (1986) dalam Nurmianto, 2005
Muller (1962) memberikan beberapa definisi sebagai berikut (Nurmianto,
2003).
a. Denyut jantung pada saat istirahat (resting pulse) adalah rata denyut jantung
sebelum suatu pekerjaan dimulai.
b. Denyut jantung selama bekerja (working pulse) adalah rata denyut jantung
selama (pada saat) seseorng bekerja.
c. Denyut jantung untuk kerja (work pulse) adalah selisih antara denyut jantung
selama bekerja dan selama istirahat.
d. Denyut jantung selama istirahat total (total recovery cost or recovery cost)
adalah jumlah aljabar denyut jantung dari berhentinya denyut pada saat suatu
pekerjaan selesai dikerjakan sampai dengan denyut berada pada kondisi
istirahatmu.
e. Denyut kerja total (total work pulse or cardiac cost) adalah jumlah denyut
jantung dari mulainya suatu pekerjaan sampai dengan denyut berada pada
kondisi istirahatnya (resting level).

27
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hettinger dan kawannya
(1970), yang meneliti pada industri Baja dan Besi di Jerman. Pada penelitian
tersebut 380 pekerja terlibat dan diukur jantungnya selama 2-4 menit dan
ditunjukkan pada gambar 2.7 (Nurmianto, 2005).

30
%

20
Frequency in

10

99-99 110-119 130-139 150-159 170-179


Heart Rate in pulses/min
Gambar 2.7. Distribusi Frekuensi dari Denyut Jantung Maksimal yang diukur
pada Tahun 1961-1969
Sumber: Hettinger et.al. (1970) dalam Nurmianto, 2005
Gambar 2.7 menunjukkan bahwa nilai frekuensi puncaknya berada dengan
rentang 130-140 beats per menit (rata-rata 132,6 beats per menit), sedangkan
denyut maksimalnya adalah pada 180 beats per menit (Nurmianto, 2005).
Tabel 2.12. Analisa dari 215 Tempat Kerja yang Tergantung dari Jenis Beban
Kerja
Average per shift
Number of
WORK PLACE Work Calories Work Pulse
Such Places
Kcal/min beats/min
Mainly dynamic effort 54 2,7 30
Essential static work 59 2,5 44
Hot work place 102 2,3 42
Overall 215 2,5 39
Sumber: Hettinger (1970) dalam Nurmianto, 2005
Sedangkan pada gambar 2.8 ditunjukkan perbedaan antara dua kondisi
kerja (berdiri dan jongkok) (Nurmianto, 2005).

28
Gambar 2.8. Kalori Kerja dan Denyut Jantung pada Dua Kondisi Kerja yang
Berbeda
Sumber: Hettinger (1970) dalam Nurmianto, 2005
Penerapan dari pengukuran denyut jantung konsumsi energinya adalah 6,7
kcal per menit (berada dibawah kondisi kerja terus menerus (continuous work)
yang direkomendasikan). Dengan mengambil kasus bahwa hanya ada 2 menit
waktu istirahat dan 7 menit waktu istirahat (gambar 2.13b) maka dapat
dibandingkan bahwa masing-masing akan menghasilkan denyut jantung yang
berbeda. Untuk waktu istirahat 2 menit, denyutnya turun sebanyak 35 per menit
(denyut pada saat istirahat jadi sekitar 70 per menit) dari 105 per menit yang ada.
Namun untuk memulai kerja yang berikutnya berada pada denyut yang lebih
tinggi karena kurangnya waktu istirahat (Nurmianto, 2005).
Sedangkan pada kondisi waktu istirahat 7 menit turunnya denyut jantung
lebih rendah, dan juga pada waktu akan memulai kerja berikutnya berada pada
denyut yang hampir sama karena cukupnya waktu istirahat. Begitu seterusnya dan
dari sini dapatlah disimpulkan bahwa adanya waktu istirahat yang cukup untuk
suatu jenis pekerjaan adalah mutlak harus dipertimbangkan dengan teliti
(Nurmianto, 2005).

2.3.4. Panjang Periode Kerja dan Istirahat

Seorang bekerja pada tingkat energi diatas 5,2 kcal/per menit, maka pada
saat itu akan timbul rasa lelah (fatigue). Menurut Murrel (1965) kita masih
mempunyai cadangan sebesar 25 kcal sebelum munculnya Asam Laktat sebagai
tanda saat dimulainya waktu istirahat. Cadangan energi akan hilang jika kita

29
bekerja lebih dari 5,2 kcal/per menit. Selama periode istirahat, cadangan energi
tersebut terbentuk kembali (Nurmianto, 2005).
a. Lamanya waktu kerja
Menghitung waktu kerja menggunakan rumus berikut.
25
Tw = ..............................................................................................................2.13
E-5
Diketahui bahwa.
E = konsumsi energi selama pekerjaan berlangsung (kcal/menit)
(E-5,0) = habisnya cadangan energi (kcal/menit)
Tw = waktu kerja (working-time) (menit)
b. Lamanya waktu istirahat
Lamanya waktu istirahat diharapkan cukup untuk menghasilkan cadangan
energi tersebut. Diasumsikann bahwa selama istirahat jumlah energi adalah 1,5
kcal/menit. Tingkat energi dimana cadangan energi akan dapat dibangun kembali
adalah (5,0 – 1,5) kcal/menit (Nurmianto, 2005).
Periode istirahat (resting-time) yang dibutuhkan adalah (Nurmianto, 2005).
25
T R= = 7,1 menit .......................................................................................2.14
5 - 1,5
Waktu istirahat ini adalah konstanta (tetap) dan diasumsikan berdasar pada
25 kcal (Nurmianto, 2005).
1,4
328,8 W

1,2 286,0 W
ENERGY EXPENDITURE kJ/kg.min

245,1 W

1,0 204,2 W
196,1 W
0,8 163,4 W

122,6 W

0,6 81,7 W
40,8 W

0,4 ³ 0´ W

0,2

0,0
20 40 60 80 100 120

PEDAL FREQUENCY, rev/min

Gambar 2.9. Konsumsi Energi Sebagai Fungsi dari Frekuensi Pedal pada 10
Macam Beban Kerja Konstan
Sumber: Seabury et.al. (1977) dalam Nurmianto, 2005

30
2.3.5. Penerapan dari Konsumsi Oksigen

Beberapa contoh dari penerapan konsumsi oksigen untuk perancangan


produk dan kerja, alternatif metode, kerja dan lain-lain (Nurmianto, 2005).
a. Perancangan kerja untuk pemindahan beban variabel yang ditinja
1. Pemindahan material pada satu macam beban.
2. Pemindahan material pada beberapa macam beban yang bervariasi.
3. Analisa resiko untuk beban yang terlalu berat.
b. Perancangan Produk parameter yang diamati
1. Energi yang dikonsumsi sebagai fungsi dari diameter roda yang diputar
pada perancangan produk sepeda ergometer.
2. Meningkatnya energi dengan bertambah besarnya dan tekanan udara di
dalam ban kendaraan.
3. Menurunnya beban otot statis.
4. Pengukuran frekuensi optimum untuk berbagai power output pada sepeda
ergometer.

31

Anda mungkin juga menyukai