Anda di halaman 1dari 7

Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri ke-17

Yogyakarta, 16 Mei 2011


ISBN: 978-979-95620-7-4

APLIKASI ERGONOMI PARTISIPATORI UNTUK MENINGKATKAN


PRODUKTIVITAS DI BAGIAN PENCETAKAN
PT. ED ALUMINIUM YOGYAKARTA
Hafzoh Batubara dan Rini Dharmastiti
Program Studi Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin dan Industri
Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada
E-mail : hafzohra@yahoo.com

ABSTRACT

PT. ED Aluminium Yogyakarta merupakan industri pengecoran aluminium untuk


peralatan memasak. Agar produknya dapat sukses di pasaran, maka perusahaan harus mampu
menghasilkan produk dengan kualitas setara dengan produk impor ataupun sesama industri
dalam negeri dan harga lebih murah. Untuk mencapai target produksi, maka pekerja dituntut
memiliki produktivitas yang tinggi. Kondisi seperti ini mengakibatkan pekerja selalu bekerja di
bawah tekanan disertai dengan lingkungan kerja yang tidak ergonomis yang dapat
menyebabkan berbagai macam keluhan tentang permasalahan ergonomi. Tujuan penelitian ini
adalah perbaikan lingkungan kerja dengan mengaplikasikan ergonomi partisipatori untuk
meningkatkan produktivitas di bagian pencetakan PT. ED Aluminium Yogyakarta.
Evaluasi ergonomi yang dilakukan pada sistem kerja meliputi gizi kerja, beban kerja,
keluhan muskuloskeletal, lingkungan kerja fisik, dan produktivitas kerja. Permasalahan yang
ditemukan dibahas dengan metode ergonomi patrsipatori. Setelah dilakukan perbaikan,
seterusnya dilakukan evaluasi ergonomi. Kemudian dibandingkan apakah ada perbedaan
kondisi kerja sebelum dilakukan perbaikan dengan setelah dilakukan perbaikan.
Perbaikan yang dilakukan adalah pada temperatur lingkungan kerja dengan
melakukan isolasi pada sumber panas, penambahan fasilitas kipas angin. Hasil penelitian yang
didapat menunjukkan bahwa intervensi ergonomi pada sistem kerja dapat menurunkan beban
kerja, keluhan musculoskeletal dan meningkatkan produktifitas.

Kata kunci: Evaluasi ergonomi, ergonomi partisipatori.

PENDAHULUAN

1. Latar belakang Masalah


Kemajuan di sektor industri telah membawa perubahan yang sangat besar pada seluruh sektor
kehidupan. Seperti halnya industri aluminium khususnya peralatan memasak. Kebutuhan Indonesia
terhadap peralatan memasak berkualitas tinggi sangat besar. Peluang pasar yang besar akan menuntut
industri pengecoran yang memproduksi peralatan memasak dari paduan aluminium berkompetisi
menghasilkan produk dengan kualitas setara dengan produk impor dan harga lebih murah.
Menghadapi kompetisi tersebut perusahaan harus meningkatkan kemampuan manajemen dan kualitas
individu agar mempunyai nilai tambah (value-added) dan menghadapi perubahan harus siap dengan
mengubah pola pikir (mind-sed), budaya kerja, struktur organisasi (Manuaba, 2005). Kemampuan
bersaing dapat ditingkatkan jika memiliki sumberdaya manusia yang tangguh dan siap berubah dengan
bekerja keras, bekerja sama dan bekerja sesuai dengan prinsip smart (specific, measurable,
achievable, realistic, time-frame).
Untuk identifikasi potensi tidak aman dan tidak sehat yang terjadi pada pekerja maka perlu
dilakukan evaluasi ergonomi. Evaluasi dilakukan berdasarkan beberapa aspek permasalahan
ergonomi meliputi : gizi kerja, beban kerja, keluhan muskuloskeletal, lingkungan kerja fisik, dan
produktivitas.
Kondisi lingkungan kerja yang kurang proporsional dapat menimbulkan gangguan kesehatan,
kelelahan, penurunan kewaspadaan, peningkatan angka kecelakaan kerja dan akhirnya menyebabkan
terjadinya penurunan efisiensi dan produktivitas kerja (Manuaba, 2000 dalam Sudiajeng, 2010).

__________________________________________________________________________________
TI | 12
Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri ke-17
Yogyakarta, 16 Mei 2011
ISBN: 978-979-95620-7-4

Dari aspek permasalahan ergonomi yang ditemukan di tempat kerja dilakukan perbaikan
dengan pendekatan ergonomi partisipatori. Pendekatan ergonomi partisipatori tersebut dilakukan
dengan menggabungkan secara terintegrasi konsep Teknologi Tepat Guna (TTG). Dengan aplikasi
ergonomi partisipatori dalam perbaikan kondisi kerja diharapkan mampu menciptakan kondisi kerja
yang sehat, aman, nyaman, efisien dan produktif yang bermuara pada menurunkan beban kerja,
keluhan muskuloskeletal, dan meningkatkan produktivitas.
Pendekatan ergonomi partisipatori dan konsep Teknologi Tepat Guna (TTG) dalam sistem
kerja akan memberikan hasil yang lebih baik jika dimanfaatkan sejak tahap perencanaan dan dalam
setiap tahap pemecahan masalah. Konsep TTG dapat diterapkan dalam setiap perbaikan ergonomi
(Manuaba, 2005) dirumuskan sebagai berikut :
1. Secara ekonomi biaya yang dikeluarkan sesuai dengan anggaran yang
dicadangkan/tersedia.
2. Secara teknis dapat dikerjakan/dioperasikan oleh pekerja, termasuk di dalamnya diketahui
cara kerja, operasional dan pemeliharaannya.
3. Secara ergonomi dapat diciptakan kondisi yang aman, nyaman, sehat, bugar, efektif dan
efisien.
4. Secara sosial-budaya dapat diterima bersama-sama oleh pekerja dan pengusaha
5. Ditinjau dari penggunaan energi dapat dikurangi.
6. Teknologi tersebut tidak akan merusak lingkungan.
Kumar (2006) menyatakan intervensi dengan pendekatan partisipatori lebih efektif
dibandingkan dengan intervensi secara konvensional dalam menurunkan keluhan muskuloskeletal,
menurunkan tingkat absensi karyawan dan meningkatkan psikososial di lingkungan kerja. Menurut
Nagamachi (1995) bahwa partisipatori ergonomi merupakan partisipasi aktif dari karyawan dengan
supervisor dan manajernya untuk menerapkan pengetahuan ergonomi di tempat kerjanya untuk
meningkatkan kondisi lingkungan kerjanya. Intervensi ergonomi sebaiknya dilakukan dengan
pendekatan partisipatori. Partisipatori ergonomi merupakan salah satu pendekatan yang dilakukan
untuk melaksanakan program intervensi ergonomi (Vincent dan Lortie, 2001 dan Welss et al., 2003).
Penelitian dengan pendekatan partisipatori telah dilakukan oleh Hess (2004) terhadap buruh
bangunan di Eugene, Amerikat, dan hasilnya pendekatan ini sangat efektif mengurangi keluhan
muskoloskeletal pada pekerja tersebut.
Penelitian Oesman (2009) di PT. ADM Jakarta menunjukkan bahwa intervensi ergonomi
dengan pendekatan ergonomi partisipatori dapat menurunkan beban kerja, keluhan muskuloskeletal,
tingkat kelelahan, kebosanan, meningkatkan kepuasan kerja, efisiensi waktu proses, dan produktivitas.
Penelitian Sudiajeng (2010) melakukan intervensi ergonomi dengan pendekatan partisipatori di
Bengkel Kayu Politeknik Negeri Bali dapat menurunkan beban kerja, keluhan muskuloskeletal,
tingkat kelelahan, dan menghemat energi listrik.

2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengaplikasikan ergonomi partisipatori untuk
meningkatkan produktivitas di bagian pencetakan. Secara khusus penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui penurunan beban kerja, keluhan muskuloskeletal, dan peningkatan produktivitas kerja.

3. Manfaat Penelitian
Diharapkan dapat menjadi masukan dan evaluasi bagi pihak perusahaan untuk meningkatkan
produktivitas disesuaikan dengan kondisi pekerja agar dapat bekerja dengan efektif, nyaman, aman,
sehat dan efisien (ENASE). Dalam konteks yang lebih luas dari hasil penelitian ini dapat dijadikan
acuan oleh sektor manufaktur untuk implementasi intervensi ergonomi dengan pendekatan
partisipatori dengan konsep TTG di lingkungan kerjanya guna untuk pencapai produktivitas yang lebih
baik.

4. Metodologi Penelitian
Subyek penelitian adalah seluruh pekerja di bagian pencetakan PT. “ED” Aluminium
Yogyakarta dengan jumlah 14 orang.

__________________________________________________________________________________
TI | 13
Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri ke-17
Yogyakarta, 16 Mei 2011
ISBN: 978-979-95620-7-4

Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan ergonomi partisipatori dengan konsep TTG.
Pada penelitian ini dilakukan evaluasi ergonomi dua tahap yaitu tahap pertama evaluasi ergonomi
sebelum intervensi, dan tahap kedua evaluasi ergonomi setelah intervensi. Evaluasi ergonomi yang
dilakukan pada sistem kerja meliputi gizi kerja, beban kerja, keluhan muskuloskeletal, lingkungan
kerja fisik, dan produktivitas.
Kecukupan gizi diukur dari Body Mass Index (BMI). BMI dapat diketahui dengan cara
melakukan pengukuran terhadap subjek penelitian meliputi umur, berat badan, tinggi badan, dan
kondisi kesehatan.
Beban kerja diukur melalui denyut nadi kerja (DNK) setiap jam sepanjang jam kerja dan
dilakukan 6 (enam hari) untuk setiap subjek di bagian pencetakan aluminium sebelum dan setelah
intervensi. Untuk mengetahui kondisi awal sebelum subjek melakukan aktivitas kerja, perhitungan
denyut nadi istirahat (DNI) dilakukan 15 menit sebelum melakukan aktivitas kerja. Pengukuran
dilakukan secara palpasi pada arteri radialis kiri dengan metode 10 denyut menggunakan stop watch.
Keluhan muskuloskeletal diukur melalui kuisioner Nordic Body Map. Pengisian kuisioner
dilakukan sebelum bekerja dan setelah bekerja.
Temperatur, kelembaban udara, dan kecepatan angin, diukur dengan weather meter.
Kebisingan diukur dengan Sound Level Meter, dan pencahayaan diukur dengan Light Meter.
Pengukuran dilakukan setiap 1 jam selama 6 (enam) hari kerja masing-masing 9 titik, yaitu pada
setiap staiun kerja (WS1 – WS9). Data jumlah produksi per hari diambil dari dokumentasi harian
perusahaan.
Permasalahan yang ditemukan dari hasil evaluai tahap pertama dibahas dengan metode
ergonomi patrsipatori dengan membentuk sebuah tim yang disebut Focus Group Discussion (FGD)
untuk memperoleh tanggapan langsung dan menggali secara spesifik masalah yang ada di tempat kerja
dan mengetahui keinginan karyawan tentang sistem kerja kemudian menentukan perbaikan yang akan
dilakukan. Setelah dilakukan perbaikan, seterusnya dilakukan evaluasi ergonomi tahap ke dua.
Kemudian dibandingkan apakah ada perbedaan kondisi kerja sebelum dilakukan perbaikan dengan
setelah dilakukan perbaikan.

5. Hasil dan Pembahasan


Hasil evaluasi ergonomi sebelum intervensi menunjukkan bahwa Subyek penelitian mempunyai
rerata BMI sebesar 21,23±3,01, sehingga dapat disimpulkan bahwa responden memiliki tingkat BMI
normal dan diasumsikan mempunyai cakupan gizi yang baik.Temperatur lingkungan kerja antara
28,2-39,8 oC dan tingkat kebisingan antara 79,40–91,40 dB(A), pencahayaan antara 413 -738 lux.
Kondisi temperatur dan kebisingan berada diatas nilai ambang batas. Kecepatan angin di tempat kerja
antara 0,00–0,05 meter/detik, persentase cardiovascular load 28 %–61%. Dari kondisi lingkungan
yang tidak ergonomis tersebut maka dilakukan perbaikan pada lingkungan kerja dengan isolasi pada
sumber panas (tungku peleburan aluminium) dan penambahan kipas angin (fan).

5.1. Focus Group Discussion (FGD)


Permasalahan yang ditemukan terhadap pengukuran data subjek dan lingkungan kerja
disampaikan kepada pimpinan perusahaan. Seterusnya dilakukan diskusi dengan tim FGD untuk
menggali secara spesifik masalah yang ada di tempat kerja dan mengetahui keinginan karyawan
tentang sistem kerja.
Permasalahan yang telah dipaparkan di atas diperkuat oleh keluhan-keluhan yang disampaikan
perwakilan karyawan yang ikut dalam FGD. Keluhan-keluhan yang disampaikan karyawan pada saat
dilakukan FGD antara lain: karyawan sangat lelah setelah selesai melakukan pekerjaan, temperatur
udara yang terlalu tinggi, tingkat kebisingan yang tinggi. Berdasarkan keluhan-keluhan karyawan dan
diperkuat dengan hasil pengukuran terhadap subjek penelitian dan lingkungan kerja yang dibahas
dalam FGD, seterusnya pimpinan perusahaan menentukan perbaikan yang akan dilakukan. Perbaikan
yang dilakukan adalah: memperbaiki lingkungan kerja fisik meliputi isolasi sumber panas dan
pengadaan kipas angin (fan). Dalam FGD ini juga ditekankan kepada karyawan agar minum secara

__________________________________________________________________________________
TI | 14
Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri ke-17
Yogyakarta, 16 Mei 2011
ISBN: 978-979-95620-7-4

teratur untuk menghindari dehidrasi dan pemakaian alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan
dan penutup telinga dilaksanakan dengan konsisten.

5.2. Isolasi Sumber Panas


Dari hasil evaluasi ergonomi sebelum intervensi menunjukkan bahwa kondisi lingkungan fisik
seperti temperatur dan kebisingan berada diatas nilai ambang batas. Tingginya temperatur dapat
menyebabkan hyperthermis (Prasetiohartono, 2004). Temperatur lingkungan yang tinggi bersumber
dari stasiun peleburan aluminium (dapur kupola) yang temperaturnya mencapai 39,8 oC. Dapur
kupola berukuran kedalaman 150 cm dan diameter 1 meter, dapur kupola ini ditutup disetiap sisi-
sisinya dengan bata api. Panjang dan lebar sisi 180 cm x 180 cm, dari kedalamannya ditambah
tingginya ke arah permukaan 60 cm, dari sisi depan dibuat pintu dengan ukuran 50 cm x 45 cm, sisi
atas tidak ditutup semua dibiarkan terbuka dengan tujuan di atas dapur kupola ini digunakan untuk
membakar cetakan. Tungku peleburan ini dari sisi depan (di atas pintu dapur kupola) disekat namun
tidak memadai, sehingga perlu dilakukan perbaikan untuk menurunkan suhu di stasiun kerja tersebut.
Sebelum intervensi sekat yang digunakan belum memadai, dimana antara sekat dengan tiang
dapur kupola masih ada jarak dan dari sisi sebelah kanan sama sekali tidak disekat, dari sisi atas dibuat
lubang berdiameter 90 cm yang digunakan untuk membakar cetakan. kondisi tungku seperti ini dapat
mengakibatkan udara panas dari atas dapur kupola menyebar ke area stasiun kerja.
Untuk melakukan perbaikan terhadap lingkungan kerja panas maka perlu dilakukan isolasi
sumber panas sehingga tidak ada lagi celah dari arah atas dapur kupola. Pemilihan bahan untuk sekat
dilakukan oleh ahli teknik berdasarkan konsep TTG. Oleh karena tungku peleburan dari sisi atas
digunakan untuk pembakaran cetakan aluminium maka sekat dirancang agar bahan sekat yang
digunakan bobotnya tidak terlalu berat agar pada saat melepas/memasang sekat dapat dengan mudah
dilakukan. Bahan yang digunakan untuk sekat ini adalah plat aluminium dengan ukuran disesuaikan
dengan ukuran dapur kupola yaitu 180 cm x 120 cm. Sekat dilakukan pada dua sisi yaitu dari sisi yang
mengarah kepada stasiun kerja. Perbaikan ini diharapkan dapat menurunkan suhu udara di lingkungan
kerja bagian pencetakan.

5.3. Pengadaan Kipas Angin (fan)


Rendahnya pergerakan udara ditambah temperatur yang tinggi di tempat kerja membuat
pekerja menjadi tidak nyaman, akibatnya antara lain beberapa pekerja menjadi emosional dalam
bekerja serta cepat lelah. Faktor kenyamanan berhubungan dengan kesalahan manusia (human error),
hal ini dapat mempengaruhi kinerja operator (Prasetiohartono, 2004).
Untuk mengatasi masalah ini maka dilakukan perbaikan sirkulasi udara. Karena kondisi
bangunan yang tidak memungkinkan untuk membuat ventilasi misalnya jendela maka perbaikan
dilakukan dengan menggunakan kipas angin (fan). Volume kipas angin yang sesuai di bagian
pencetakan tidak boleh terlalu tinggi karena dapat menurunkan suhu aluminium yang akan dituang ke
dalam cetakan.
Perhitungan jumlah kipas angin adalah sebagai berikut :
1. Jumlah subjek penelitian 14 orang
2. Volume udara yang dibutuhkan tiap orang adalah 30 ft3/menit (Niebel, 1999)
3. Jadi kebutuhan volume udara = 14 x 30 = 420 ft3/menit
4. Kipas angin dapat memberikan volume udara 100 ft3/menit
5. Jumlah kipas angin yang dibutuhkan 420/100 = 4,2 (dibulatkan 4 buah)
Jadi jumlah kipas angin yang dibutuh di bagian pencetakan adalah 4 buah. Dengan
menggunakan kipas angin kecepatan gerakan udara dapat diatur. Kecepatan pergerakan udara (V)
yang nyaman di tempat kerja tertutup (indoor) adalah tidak lebih dari 0,25 m/detik dan tempat kerja
terbuka (outdoor) tidak lebih dari 1 m/detik (Balai Hiperkes Tenaga Kerja, 2009).

5.3. Hasil Intervensi dan Pembahasan


5.3.1. Beban Kerja

__________________________________________________________________________________
TI | 15
Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri ke-17
Yogyakarta, 16 Mei 2011
ISBN: 978-979-95620-7-4

Tabel I. Uji Beda Denyut Nadi karyawan Sebelum dan Setelah Intervensi
Sebelum
No. Variabel Intervensi Setelah Intervensi Z p
Rerata ± SD Rerata ± SD
1 Denyut Nadi Istirahat (DNI) 68,79 ± 4,21 68,28 ± 1,85 0,85 0,400
2 Denyut Nadi Kerja (DNK) 140,43 ± 11,20 101,43 ± 2,85 3,30 0,001
3 % CVL 38,00 ± 10,56 28,07 ± 3,27 3,19 0,001

Deskripsi ststistik pada Tabel I. menunjukkan bahwa DNI dengan nilai Z = 0,85 (p > 0,05),
dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kondisi karyawan sebelum aktivitas kerja dimulai adalah
sama. Sementara itu, DNK sebelum intervensi 140,43 ± 11,20 dan setelah intervensi 101,43±2,85.
Denyut antara 100 – 125 denyut/menit termasuk kategori beban kerja sedang (Tarwaka et al., 2004).
Uji beda menunjukkan bahwa nilai Z = 3,30 dan nilai p = 0,001 (p < 0,05), hal ini berarti DNK
sebelum intervensi dan setelah intervensi berbeda bermakna. Persentase CVL sebelum intervensi
38,00±10,56, setelah intevensi 28,07± 3,27 dengan nilai Z = 3,19 dan nilai p = 0,001. Ini berarti
intervensi ergonomi pada karyawan memberikan efek penurunan denyut nadi yang artinya penurunan
beban kerja.

5.3.2. Keluhan Muskuloskeletal


Uji beda rerata skor keluhan muskuloskeletal sebelum bekerja sebelum Intervensi dan setelah
intervensi didapat nilai Z = 1,05 dan nilai p = 0,294 (p > 0,05). Berdasarkan hasil tersebut kondisi
awal keluhan karyawan sebelum intervensi dan setelah intervensi tidak signifikan, dengan kata lain
tidak ada efek kumulatif keluhan otot dari kondisi kerja sebelumnya. Rerata skor keluhan
muskuloskeletal setelah bekerja sebelum intervensi dan setelah intervensi dengan nilai Z = 3,18 dan
nilai p = 0,001 (p < 0,05) berarti ada perbedaan yang signifikan pada keluhan otot skeletal sebelum
intervensi dan setelah intervensi.

Tabel II. Uji Beda Skor Nordic Body Map (NBM) Karyawan

Setelah
No. Variabel Sebelum Intervensi Intervensi Z P
Rerata ± SD Rerata ± SD
1 Skor NBM (Sebelum Bekerja) 34,43 ± 2,85 34,00 ± 2,11 1,05 0,294
2 Skor NBM (Setelah bekerja) 44,43 ± 10,55 37,79 ± 4,69 3,18 0,001

5.3.3. Temperatur Lingkungan


Rerata temperatur setelah intervensi di stasiun pencetakan dari setiap WS1 (work stasiun)
sampai WS8 antara 29,42±0,92 – 29,68±1,09 0C. Kondisi temperatur udara seperti WS1 sampai WS8
sudah memenuhi Keputusan Menteri Tenaga Kerja, (1999) yaitu untuk beban kerja ringan waktu kerja
terus menerus (8 jam/hari) adalah 30 0C. Sedangkan WS9 mencapai 34,79 0C. Kondisi temperatur
udara pada WS9 lebih tinggi dari stasiun kerja lainnya karena WS9 sangat dekat dengan tungku
peleburan aluminium. Kondisi temperatur udara pada stasiun kerja seperti ini memang belum sesuai
dengan standar, namun intervensi ergonomi pada penelitian ini telah berhasil menurunkan temperatur
udara pada WS9 dari rerata 37,76 0C menjadi 34,79 0C. Hal ini sejalan dengan hasil uji beda
menunjukkan bahwa temperatur di semua stasiun kerja sebelum dan setelah intervensi berbeda
signifikan dengan nilai Z antara 5,14 sampai 5,65 dan p = 0,000 (p < 0,05) .

5.3.4. Kebisingan
Tingkat kebisingan di bagian pencetakan antara 79,40 – 91,40 dB(A), sedangkan rerata tingkat
kebisingan adalah 86,12 dB (A). Data tersebut menunjukkan bahwa tingkat kebisingan sudah di atas

__________________________________________________________________________________
TI | 16
Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri ke-17
Yogyakarta, 16 Mei 2011
ISBN: 978-979-95620-7-4

yang dianjurkan yaitu 85 dB(A). Dengan adanya berbagai keterbatasan yang terkait dengan aspek
teknis maupun ekonomis, perbaikan terhadap lingkungan kebisingan tidak mungkin dilakukan dengn
cara eliminasi, subsitusi atau rekayasa teknik. Oleh karena itu, yang dapat dilakukan adalah
pengendalian melalui pemakaian alat pelidung diri dengan ear plug. Earplugs digunakan untuk
tingkat kebisingan sedang (80 - 95 dB), dengan waktu paparan 8 jam (http:// helpingpeopleideas.com/
publichealth/ pengendalian-kebisingan). Ear plug dapat mengurangi tingkat kebisingan antara 20 – 30
dB (http://groups.yahoo.com/group/ K3_LH /message/7859).

5.3.4. Pencahayaan
Hasil pengukuran terhadap tingkat pencahayaan di tempat kerja antara 413 -738 lux.
Pencahayaan yang direkomendasikan untuk pekerjaan yang membutuhkan tingkat ketelitian yang
tinggi adalah anatara 500 – 600 lux (Kroemer dan Grandjean, 2000). Dengan demikian tingkat
pencahayaan pada semua stasiun kerja berada pada batas yang direkomendasikan.

5.3.4. Produktivitas
Jumlah produksi sebelum intervensi rerata 871 pcs per hari, setelah intervensi 1.319 pcs per
hari. Produktivitas produk meningkat 23,37 %.

5.6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini maka dapat dikemukakan beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Sebelum dilakukan intervensi ergonomi, kondisi sistem kerja menunjukkan bahwa temperatur
lingkungan kerja 28-39,8 oC, kelembaban udara 48-58%, kecepatan angin 0,00-0,05
meter/detik. dan tingkat kebisingan antara 79,40-91,40 dB (A).
2. Telah dilakukan perbaikan pada sistem kerja yaitu perbaikan temperatur lingkungan kerja
dengan melakukan isolasi pada sumber panas dan penambahan kipas angin (fan), kemudian
dilakukan intervensi.
3. Intervensi ergonomi pada alat tuang aluminium cair dan lingkungan kerja fisik dapat
menurunkan beban kerja sebesar 26,13 %.
4. Intervensi ergonomi pada alat tuang aluminium cair dan lingkungan kerja fisik dapat
menurunkan keluhan muskuloskeletal 19,64 %.
5. Intervensi ergonomi pada alat tuang aluminium cair dan lingkungan kerja fisik dapat
meningkatkan produktivitas sebesar 23,37 %.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Hiperkes Tenaga Kerja, (2009). Kumpulan Makalah Pelatihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja
Bagi Dokter Perusahaan/Instansi, Yogyakarta.
Hess, J. A., Hecker, S., Weinstein, M. and Lunger M. (2004). A participatory ergonomics intervention
to reduce risk factors for low-back disorders in concrete laborers. Applied Ergonomics (35)
427–441.
http://helpingpeopleideas.com/publichealth. Public Health Corner. Diakses tanggal 19 Pebruari 2011.
http://groups.yahoo.com/group/K3_LH/message/7859. [K3_LH] ear muff and ear plug. Diakses
tanggal 19 Pebruari 2011.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja, (1999). Nomor : Kep–51/Men/I999 Tentang
Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja. Menteri Tenaga Kerja Republik
Indonesia.
Kumar, R., (2006). Ergonomic Evaluation and Design of Tool in Cleaning Occupation. Doctoral
Thesis, Lulea University of Technology, Divion of Industrial Design, Department of Human
Work Sciences, Sweden.
Kroemer, K.H.E., dan Grandjean, E. (2000). Fitting the Task to the Human. Taylor & Francis Inc.
London.

__________________________________________________________________________________
TI | 17
Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri ke-17
Yogyakarta, 16 Mei 2011
ISBN: 978-979-95620-7-4

Manuaba, A. (2005a). Ergonomi Dalam Industri, Cetakan Pertama, Penerbit UNUD Kampus Bukit
Jimbaran, Denpasar.
Nagamachi, M. (1995). Requisites and Practice of Participatory Ergonomics. Internatinal Journal of
Idustrial Ergonomcs, halaman 371-377.
Nieble, B. (1999). Method Standards and Work Design, McGraw-Hill, Singapore.
Oesman, T. I. (2009). Intervensi Ergonomi Pada Proses Stamping Part Body Component
Meningkatkan Kualitas dan Kepuasan Kerja Serta Efisiensi Waktu di Divisi Stamping Plant
PT ADM Jakarta. (Disertasi). Denpasar: Universitas Udayana.
Prasetiohartono, C. (2004). Analisis dan Rancangan Perbaian Sistem kerja Ditinjau Dari Segi
Keelamatan dan Kesehatan Kerja: PT. Suyuti Sido Maju. (Skripsi): Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Sudiajeng, L. (2010). Intervensi Ergonomi pada Organisasi dan Stasiun Kerja Meningkatkan Kinerja
Mahasiswa dan Menghemat Energi Listrik di Bengkel kayu Politeknik Negeri Bali. (Disertasi).
Denpasar: Universitas Udayana.
Tarwaka., Bakri, Solichul, HA., Sudiajeng, L. (2004). Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja
dan Produktivitas, Surakarta: UNIBA PERS
Vincent, M. St., dan Lortie., C. (2001). Participatory Ergonomi Training in the Manufacturing Sector
and Ergonomic Analysis Tools. Industrial Relation. Vol. 56 no 3.
Wells, R., Norman, R., Frazer, M., Laing, A., Cole, D., dan Kerr, M. (2003). Participative Ergonomic
Blue Print. University of Waterloo Toronto, USA.

__________________________________________________________________________________
TI | 18

Anda mungkin juga menyukai