Anda di halaman 1dari 14

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN


SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
TANGERANG SELATAN

TUGAS UAS AKUNTANSI MANAJEMEN

ANALISIS PENERAPAN KONSEP LEAN MANUFACTURING PADA

SEKTOR INDUSTRI NON-MANUFAKTUR (STUDI KASUS PADA

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK KEMANG MEDICAL CARE)

(PAPER REVISI)

HALAMAN JUDUL

Diajukan oleh:
TODO FILIPI ANDERSON
KELAS 7B-REGULER
NPM:144060006153

FEBRUARI 2015
ANALISIS PENERAPAN KONSEP LEAN MANUFACTURING PADA SEKTOR
INDUSTRI NON-MANUFAKTUR (STUDI KASUS PADA RUMAH SAKIT IBU DAN
ANAK KEMANG MEDICAL CARE)

(Paper yang digunakan adalah yang dikumpulkan secara hardcopy, karena terdapat penambahan pada bagian
analisis dan pembahasan, terkait perhitungan Manufacturing Cycle Efficiency (MCE)

I. KONSEP/TEORI DAN CONTOH PENERAPAN

Di tengah persaingan dunia usaha yang semakin kompetitif, tiap perusahaan


dituntut untuk meningkatkan kinerja secara berkelanjutan, dan mengutamakan kepentingan
pelanggan. Berbagai cara dilakukan pihak manajemen perusahaan untuk mencapai kinerja
yang optimal, salah satu caranya adalah dengan menggunakan instrumen pada akuntansi
manajemen, mulai dari activity-based costing, balanced scorecard, activity-based management, dan
instrumen akuntansi manajemen lainnya. Peningkatan efisiensi perusahaan juga menjadi
perhatian manajemen perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya, dimana manajemen
selalu mencari cara untuk meminimalisasi biaya yg dikeluarkan dalam memproduksi suatu
barang/jasa dan menghilangkan pemborosan yang terjadi pada proses produksi. Upaya
untuk meminimalisasi biaya produksi dapat dilakukan dengan cara mengeleminasi waste
yang terdapat dalam proses produksi, dan juga berfokus pada proses yang menghasilkan
nilai tambah bagi para pelanggan. Pendekatan efisiensi proses produksi tersebut sering
disebut dengan lean manufacturing. Lean manufacturing memiliki pengertian sebagai sebuah
pendekatan yang dirancang untuk mengeliminasi pemborosan (waste) dan memaksimalkan
nilai pelanggan, yang ditandai dengan membuat produk dengan jumlah yang tepat, kualitas
yang tepat (zero-defect), pada waktu tepat saat pelanggan membutuhkan, dan dengan biaya
yang sekecil-kecilnya (Hansen & Mowen, 2007). Taiichi Ohno, seorang Lean Guru dan
penulis buku “Toyota Production System” mengemukakan adanya 7 wastes di dalam
lingkungan manufaktur yang selanjutnya berkembang menjadi 8 wastes. Kedelapan waste
tersebut adalah defects; overproduction; waiting/lead time; unnecessary motion; unnecessary
inventory; needless transporting; inappropriate processing; dan underutilized personnels.
Kedelapan waste pada proses produksi tersebut sangat berpotensi besar merugikan
perusahaan. Untuk itulah konsep lean manufacturing ini dibuat, dengan tujuan dapat
mengeliminasi pemborosan tersebut dan menciptakan proses produksi yang lebih efisien.
Lima prinsip utama yang digunakan dalam konsep Lean manufacturing adalah:
1. Value by product yang berarti perusahaan harus memproduksi barang yang hanya
memiliki nilai tambah bagi pelanggan;
2. Value stream yang diartikan sebagai seluruh kegiatan baik yang memiliki nilai tambah
maupun yang tidak, yang diperlukan sejak produk mulai dipesan oleh pelanggan
sampai produk tersebut dikirimkan ke pelanggan;
3. Value flow atau aliran produk adalah aliran proses produksi dalam menghasilkan suatu
produk mulai dari bahan mentah sampai di proses ke beberapa departemen sampai
menghasilkan barang jadi;
4. Pull value merupakan alur produksi yang digunakan pada lean manufacturing, dimana
perusahaan hanya memproses produk yang benar-benar telah dipesan oleh pelanggan,
sehingga tidak terjadi penumpukan persediaan bahan mentah maupun barang jadi.
Salah satu metode yang biasa digunakan adalah The Kanban System;
5. Pursue perfection diartikan sebagai kesempurnaan, dimana dengan menggunakan
konsep lean manufacturing diharapkan menghasilkan produk yang benar-benar
sempurna, baik kualitas produk maupun kualitas prosesnya, tanpa cacat, tanpa waktu
tunggu, tanpa pemborosan, dan diproduksi sesuai permintaan pelanggan, dan dengan
biaya yang rendah.
Dengan menerapkan lima prinsip lean manufacturing diatas, maka proses produksi
yang dihasilkan dapat menjadi lebih efisien. Terdapat beberapa indikator untuk menilai
efisiensi suatu proses produksi, salah satunya adalah Manufacturing Cycle Efficiency (MCE).
MCE dapat dihitung melalui rumus sebagai berikut:

dengan processing time adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengkonversi barang mentah
menjadi barang jadi. Sedangkan aktivitas yang lain dilihat sebagai pemborosan/waste, dan
tujuan akhirnya adalah mengurangi waste tersebut mendekati nol (Hansen & Mowen, 2007).
Se makin angka MCE mendekati satu, maka proses produksi tersebut semakin efisien.
Contoh penerapan lean manufacturing sudah dapat dilakukan mulai dari pembelian
bahan baku. Pada lean manufacturing, bahan baku hanya dibeli jika terdapat pesanan produk
dari pelanggan saja, dan jumlah bahan baku yang dibeli tidak boleh melebihi produk yang
dipesan oleh pelanggan, karena prinsip dari lean manufacturing sendiri adalah
meminimalisasi atau bahkan meniadakan penyimpanan bahan baku. Untuk itulah pada
lean manufacaturing diperlukan perencanaan yang akurat antara pembelian bahan baku
dan pemrosesan bahan baku tersebut menjadi barang jadi. Hal lain yang menjadi fokus
penerapan lean manufacturing pada pembelian bahan baku adalah dibutuhkannya hubungan
(networking) yang luas dan kuat dengan para supplier bahan bak. Hal tersebut sangat
dibutuhkan karena pada konsep lean manufacturing, pembelian bahan baku bisa saja dibeli
secara mendadak, tergantung dari pemesanan pelanggan, dengan memiliki hubungan yang
luas dan kuat dengan para supplier bahan baku, perusahaan dapat menghindari
kemungkinan terjadinya ketidaktersediaan bahan baku pada saat ada pemesanan produk
dari pelanggan.
Contoh lain penerapan lean manufacturing adalah pada factory layout dan alur
produksi perusahaan. Salah satu prinsip dasar dari lean manufacturing adalah value flow.
Untuk memperoleh aliran produksi yang efisien dan memiliki nilai tambah diperlukan
adanyapengaturan tata letak alur produksi pada pabrik (factory layout) yang bertujuan untuk
meminimalisasi waktu tunggu pada proses produksi di tiap departemen. Boeing, sebuah
perusahaan besar asal Amerika Serikat yang bergerak dalam produksi pesawat terbang
menerapkan salah satu teknik dalam lean manufacturing untuk memproduksi pesawat
terbangnya secara lebih efisien. Teknik tersebut adalah cellular manufacturing. Teknik cellular
manufacturing ini merupakan bagian dari lean manufacturing yang memfokuskan pada
pengaturan factory layout bukan berdasarkan departemen. Pada perusahaan manufaktur
yang belum menerapkan lean manufacturing, factory layout dan production flow dibuat
sedemikian rupa sehingga satu jenis pekerjaan berada di tempat yang sama, sedangkan jenis
pekerjaan lain akan dikelompokkan ke dalam area lain. Contoh nya pada perusahaan
industri garmen yang mengelompokkan departemen pemotongan kain pada satu area, dan
departemen penjahitan (sewing department) pada area lainnya. Hal tersebut tidak dilakukan
pada perusahaan yang menerapkan lean manufacturing. Pada perusahaan yang menerapkan
lean manufacturing, dengan teknik cellular manufacturing, factory layout dibuat sedemikian
rupa sehingga satu jenis produk dikerjakan oleh satu kelompok, mulai dari proses awal
sampai dengan menghasilkan barang jadi, dan selanjutnya produk lain dikerjakan oleh
kelompok berbeda. Dengan teknik cellular manufacturing dapat menghemat biaya tenaga
kerja, karena tidak membutuhkan pegawai yang bertugas memindahkan barang dari satu
departemen ke departemen lainnya untuk diproses, karena seluruh pemrosesan produk
hanya berada di satu area saja. Walaupun begitu, dengan menerapkan teknik cellular
manufacturing haruslah membutuhkan kompetensi setiap pegawai untuk mengoperasikan
keseluruhan mesin yang ada.
Dari hasil penjelasan dan contoh penerapan diatas, dapat dikatakan bahwa lean
manufacturing sangat cocok diterapkan pada perusahaan manufaktur. Lalu muncul
pertanyaan, apakah lean manufacturing hanya cocok diterapkan di perusahaan manufaktur
saja? Meskipun awalnya penerapan lean manufacturing populer pada industri manufaktur,
tetapi prinsip-prinsip lean manufacturing juga dapat diterapkan di sektor industri lain,
diantaranya pada sektor kesehatan, bank, hotel, logistik, dan sektor lainnya. Pada sektor
kesehatan, penerapan lean manufacturing dikenal dengan nama lean healthcare, yang telah
lama diterapkan pada beberapa rumah sakit baik dalam maupun luar negeri. Selanjutnya
makalah ini akan membahas mengenai lean healthcare yang disertai dengan contoh kasus
penerapan lean healthcare pada rumah sakit.

II. KASUS

Contoh kasus diambil dari situs www.kemangmedicalcare.com yang membahas


mengenai penerapan lean manufacturing pada Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Kemang
Medical Care. Artikel tersebut memberitakan mengenai acara kompetisi Opexcon Award
2013. Opexcon Award 2013 adalah suatu ajang pengharhaan yang mengkompetisikan
perbaikan proses bisnis yang berkelanjutan (continuous improvement) yang terjadi di
perusahaan. Kompetisi tersebut diikuti oleh sejumlah perusahaan terkemuka baik swasta
maupun BUMN. RSIA Kemang Medical Care memperoleh medali perunggu pada kategori
jasa dan pelayanan. RSIA Kemang Medical Care menjadi satu-satunya pemenang yang
berasal dari institusi penyedia layanan kesehatan. Hal tersebut menjadi menarik
dikarenakan masih jarang ditemukan penerapan lean manufacturing pada rumah sakit di
Indonesia.
RSIA Kemang Medical Care meraih penghargaan melalui proyeknya yang berjudul
“Improve Efficiency for Outpatient Services”. Pada proyek tersebut RSIA Kemang Medical
Care menerapkan proyek peningkatan kinerja melalui efisiensi layanan rawat jalan, yang
bertujuan meningkatkan kepuasan pasien. Proyek berbasis Lean healthcare tersebut
memberikan hasil berupa peningkatan indeks kepuasan pasien sebesar 11% (dari rata-rata
76% menjadi 87%). RSIA Kemang Medical Care juga meminimalisasi cacat pada bagian
rekam medik yang diturunkan menjadi 75%, dan berkas pasien dari poliklinik kembali tepat
waktu meningkat menjadi 38%. Dengan penerapan lean healthcare tersebut, RSIA Kemang
Medical Care dapat menghemat pembelian barang sebesar 28%, penurunan nilai persediaan
sebesar 13%, dan penghematan secara finansial sebesar 6 juta rupiah per bulan nya. Selain
itu RSIA Kemang Medical Care juga dapat memangkas waktu tunggu (lead time) dalam
pelayanan di klinik anak, dari yang mulanya 78 menit menjadi 46 menit.
Untuk ulasan berita secara lengkap dapat dilihat pada lampiran makalah ini.

III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa lean manufacturing tidak hanya
cocok untuk diterapkan pada industri manufaktur saja, tetapi juga di industri lainnya.
Walaupun tidak bergerak di sektor manufaktur, tetapi prinsip-prinsip lean manufacturing
tetap dapat diterapkan pada perusahaan non-manufaktur. Prinsip-prinsip lean
manufacturing tersebut dikenal dengan sebutan lean thinking. Lean thinking bukan merupakan
teknis manufaktur atau program cost reduction semata, tetapi merupakan strategi
manajamen yang dapat diterapkan di semua jenis sektor industri. Pada makalah ini penulis
akan menjelaskan dan menganalisis mengenai penerapan lean thinking pada sektor
pelayanan keehatan/rumah sakit, yang dikenal dengan sebutan lean healthcare, dengan
mengambil contoh penerapan yang dilakukan pada RSIA Kemang Medical Care.
Dengan persaingan antar rumah sakit yang semakin ketat dan kebutuhan
masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit yang semakin tinggi, menjadikan tiap rumah
sakit dituntut untuk senantiasa meningkatkan kinerjanya, hal ini lah yang menjadikan
penerapan lean healthcare mulai diminati oleh rumah sakit di dunia. Lean healthcare
sebenarnya bukanlah konsep baru di sektor layanan kesehatan. Virginia Mason Medical
Center yang berlokasi di Seattle, Washington telah menerapkan konsep lean healthcare mulai
tahun 2002. Dengan menerapkan lean healthcare, Virginia Mason Medical Center dapat
menghemat biaya sampai dengan $6 juta.
RSIA Kemang Medical Care adalah Rumah Sakit Ibu dan Anak yang terletak di Jalan
Ampera Raya no. 34 Jakarta Selatan. RSIA Kemang Medical Care merupakan rumah sakit
tipe E. Rumah sakit tipe E merujuk kepada rumah sakit yang hanya mampu
menyelenggarakan satu macam pelayanan kesehatan kedokteran saja (special hospital),
dalam hal ini RSIA Kemang Medical Care hanya berfokus untuk memberikan pelayanan
kesehatan bagi ibu dan anak. Sebelum beralih ke pembahasan mengenai bagaimana prinsip
lean manufacturing dapat diterapkan dalam proses bisnis RSIA Kemang Medical Care,
penulis akan menyajikan alur proses pelayanan kesehatan. Dikarenakan terbatasnya data
yang penulis peroleh mengenai alur pelayanan kesehatan di RSIA Kemang Medical Care,
maka dibawah ini akan disajikan bagan alur pelayanan kesehatan yang secara umum
diterapkan pada rumah sakit di Indonesia.

Sumber: www.rsudpbun.wordpress.com

Dari bagan diatas dapat dilihat bahwa proses bisnis pelayanan pada rumah sakit
terdiri dari pendaftaran pasien, pelayanan laboratorium, pelayanan poliklinik, pelayanan
farmasi, sampai dengan pembayaran pada kasir. Proses bisnis pelayanan kesehatan tersebut
menunjukkan beberapa area dimana rumah sakit dapat mencoba menerapkan lean thinking,
diantaranya pada laboratorium, poliklinik, perekaman medis, farmasi/apotek, dan IGD.
Sesuai dengan fokus dari lean thinking untuk mengeliminasi waste, dengan menerapkan teori
yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai 8 wastes pada proses bisnis, maka penulis
mencoba untuk mengidentifikasi waste yang berpotensi terjadi pada proses bisnis di rumah
sakit. Kedelapan wastes tersebut adalah:
1. Defect; Didefinisikan sebagai kecacatan, atau kegiatan yang tidak benar dilakukan pada
pertama kali sehingga menimbulkan tambahan waktu lagi untuk memperbaikinya.
Contoh di rumah sakit seperti pasien yang salah memasuki ruangan poliklinik,
pengiriman rekam medis yang tidak sesuai dengan pasien, penomoran rekam medis
yang salah, dan pelabelan yang tidak tepat pada tabung di laboratorium.
2. Overproduction; Dapat diartikan sebagai proses yang berlebihan, atau melakukan
sesuatu yang melebihi kebutuhan dari pasien itu sendiri. Contoh di rumah sakit adalah
dengan menggandakan laporan riwayat pasien melebihi yang dibutuhkan, pengisian
beberapa formulir yang memiliki informasi sejenis, dan pembuatan rekam medis yang
berulang kali.
3. Waiting/lead time; Waktu yang dihabiskan oleh pekerja ketika tidak melakukan
pekerjaan apapun. Contohnya adalah waktu yang dihabiskan oleh pasien maupun
pekerja rumah sakit yang tidak efektif, seperti pasien yang menunggu saat dokter belum
tiba di klinik, dokter menunda memeriksa pasien karena menunggu rekam medis yang
belum tiba di ruangan pada saat pasien telah datang, dan pasien menunggu untuk
diperiksa kelengkapan berkas asuransi untuk rawat inap.
4. Unnecessary motion; Diartikan sebagai kegiatan atau pergerakan yang dilakukan pasien
maupun karyawan, seperti perawat yang mengambil berkas rekam medis sendiri,
petugas lab yang memeriksa ulang permintaan pemeriksaan, dan penyimpanan
dokumen di rak yang terlalu tinggi.
5. Unnecessary inventory; Kelebihan persediaan di rumah sakit dapat dicontohkan seperti
persediaan obat yang terlalu banyak pada apotek, kartu rekam medis yang berlebihan,
dan pembelian peralatan bedah yang berlebih.
6. Needless transporting; Diartikan sebagai pergerakan barang atau alur pasien yang tidak
perlu, seperti tata ruang yang buruk di rumah sakit sehingga pasien harus berjalan jauh
dari satu ruang ke ruang lainnya.
7. Inappropriate processing; Proses yang sebenarnya tidak perlu tetapi dilakukan. Pada
rumah sakit seperti pasien yang diminta melakukan beberapa tes/terapi yang
sebenarnya tidak dibutuhkan, dan pengambilan sampel darah pasien beberapa kali.
8. Underutilized personnels; Diartikan kerugian karena kurang memanfaatkan potensi
karyawan yang ada. Contoh pada rumah sakit adalah tidak optimalnya penggunaan
customer care di rumah sakit, dan tidak adanya personil yang membantu pasien dalam
proses pendaftaran.
Pemborosan atau waste seperti yang telah dijelaskan diatas sudah tentu merugikan
rumah sakit. Disamping merugikan rumah sakit secara finansial, pemborosan tersebut juga
mengurangi tingkat kepuasan pasien terhadap layanan rumah sakit. Dengan konsep lean
healthcare yang mengadopsi lima prinsip lean manufacturing, pemborosan tersebut dapat
diubah menjadi proses yang lebih memiliki nilai tambah kepada pasien yang pada akhirnya
bertujuan menyediakan pelayanan kesehatan yang lebih efisien, aman, dan memiliki
kualitas tinggi.
Pada kasus yang disajikan diatas, RSIA Kemang Medical Care berhasil
melaksanakan proyek improvement berupa efisiensi layanan rawat jalan dengan menerapkan
proyek berbasis lean healthcare. Lalu muncul pertanyaan, bagaimana sebenarnya penerapan
lean healthcare tersebut pada proses bisnis RSIA Kemang Medical Care? Penulis mencoba
menyandingkan teori mengenai lima prinsip lean manufacturing untuk selanjutnya
diterapkan pada proses bisnis pelayanan kesehatan.

1. Value by product.
Dengan prinsip value by product, perusahaan diharapkan hanya memproduksi
produk yang memiliki nilai tambah bagi pelanggan. Dalam penerapannya di rumah sakit,
yang dikategorikan sebagai pelanggan bukan hanya pasien, tetapi juga dokter maupun
petugas administrasi. Pasien sering kali menerima suatu proses layanan yang tidak memiliki
nilai tambah bagi mereka, seperti pasien mengisi formulir rawat jalan di bagian pendaftaran
rawat jalan, setelah pasien tersebut diperiksa di poliklinik, ternyata pasien tersebut harus
melakukan pemeriksaan di laboratorium, pada saat ingin mendaftar pemeriksaan
laboratorium, pasien tersebut harus mengisi formulir yang sama seperti yang diisi pada saat
pendaftaran rawat jalan. Proses pengisian formulir lebih dari sekali hanya memberikan nilai
tambah bagi administrasi rumah sakit, tetapi tidak bagi pasien, maka proses tersebut
sebenarnya dapat dieliminasi pada proses bisnis rumah sakit.

2. Value stream.
Value stream adalah tahapan-tahapan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu
proses. Selama proses tersebut dapat menghasilkan tiga keluaran yang berbeda, yaitu
keluaran yang memiliki nilai tambah, keluaran yang tidak memiliki nilai tambah tetapi
tidak dapat dihindari, dan keluaran yang tidak memiliki nilai tambah dan dapat dieliminasi
sesegera mungkin. Untuk mengidentifikasi value yang terdapat pada tiap proses, maka
diperlukan adanya value stream mapping. Value stream mapping dimulai dari tahap awal
proses di pelayanan kesehatan. Misalnya pada saat pasien melakukan perjanjian untuk
dilakukan pemeriksaan melalui telepon, lalu pasien membutuhkan waktu untuk menunggu
disambungkan ke bagian penjadwalan pasien, lalu pasien menunggu beberapa hari sampai
dengan tanggal pemeriksaan. Ketika telah tiba di rumah sakit, pasien diminta kembali
untuk mendaftarkan diri secara manual di meja resepsionis, lalu pasien selanjutnya menuju
ruang tunggu pemeriksaan, dan menunggu giliran untuk dilakukan pemeriksaan. Setelah
dilakukan pemeriksaan, pasien bisa saja mendapat perujukan lebih lanjut atau diarahkan ke
klinik spesialis, untuk itu pasien harus mengulangi proses yang sama dari awal lagi. Proses
yang panjang tersebut sangat memakan waktu pasien, dan apabila ditelusuri, sebenarnya
beberapa proses tersebut ada yang tidak memiliki nilai tambah. Untuk itu value stream
mapping perlu dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya waste yang terjadi dalam
setiap proses yang dilalui. Value stream mapping dapat dibuat dengan gambar alir proses
untuk memudahkan pengidentifikasian. Contoh value stream mapping di salah satu rumah
sakit ditunjukkan pada bagan berikut.

3. Value flow.
Value flow pada rumah sakit adalah ketika pasien menerima proses pelayanan
kesehatan dari satu unit ke unit lainnya tanpa adanya delay atau penundaan. Tujuan utama
dari value flow adalah mengeliminasi adanya antrian atau pengelompokkan yang tidak
diperlukan, dan selanjutnya juga akan mengeliminasi waktu tunggu, sehingga proses
pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan lebih efisien. Dalam kasus yang telah
disampaikan, terlihat bahwa RSIA Kemang Medical Care dengan menerapkan lean
healthcare dapat mempercepat waktu pelayanannya. Pada klinik anak terjadi percepatan dari
yang semula 78 menit menjadi hanya 46 menit, dan pada klinik ibu dari 83 menit menjadi 57
menit. Untuk memperoleh aliran proses pelayanan kesehatan yang efisien dapat dilakukan
dengan beberapa cara, dalam jangka pendek dapat dilakukan dengan cara memperbaiki
proses pelayanan kesehatan dengan mengurangi waktu di tiap-tiap proses layanan. Dalam
jangka panjangnya dapat dilakukan dengan mengubah layout rumah sakit sehingga jarak
ruangan pelayanan rumah sakit antara satu dan lainnya tidak berjauhan. Hal ini sejalan
dengan prinsip cellular manufacturing yang diterapkan pada lean mnufacturing. Selanjutnya,
dengan menggunakan contoh waktu pelayanan kesehatan anak pada RSIA Kemang Medical
Care, penulis akan mengilustrasikan proses efisiensi waktu yang dilakukan pada klinik
anak RSIA Kemang Medical Care dengan menggunakan jumlah waktu proses yang
disediakan di artikel..

Value stream = 40 menit


Waiting time = 38 menit

Dari bagan diatas terlihat bahwa jumlah waktu yang tidak memiliki nilai tambah
(waiting time) hampir sama dengan jumlah waktu yang memberikan nilai tambah (value
stream). Untuk itu perbaikan proses yang dilakukan dapat lebih mengutamakan mengurangi
waktu yang tidak memiliki nilai tambah (waiting time). Perbaikan tersebut dapat berupa:
a. Mengarahkan pasien untuk melakukan perjanjian sebelumnya melalui telepon. Hal
tersebut dapat menghemat waktu pada saat registrasi dan pada saat menunggu antrian
untuk diperiksa, karena dengan melakukan perjanjian, pasien diharapkan hadir sesuai
nomor urut yang sudah diberikan, sehingga pasien tidak perlu menunggu lama untuk
diperiksa.
b. Perbaikan tempat penyimpanan rekam medis, sehingga pada saat melakukan
pendaftaran, bagian registrasi tidak kesulitan untuk menemukan
c. Menugaskan salah seorang petugas yang mengarahkan pasien untuk segera melakukan
penimbangan badan dan pengukuran tensi setelah melakukan registrasi, sehingga
pasien tidak menuju ruang tunggu terlebih dahulu.
d. Ruangan tempat penimbangan badan dan cek tensi tidak ditempatkan pada satu
ruangan tertentu, tetapi ditempatkan di dalam klinik tempat pasien tersebut akan
diperiksa. Dengan cara ini tidak terjadi penumpukan pasien yang ingin menimbang
berat badan.
e. Rekam medis harus sudah tersedia di meja dokter sebelum dilakukan pemeriksaan
terhadap pasien. Untuk itu diperlukan alur pengiriman rekam medis yang baik dari
bagian administrasi ke poliklinik.. Solusinya misalnya, pada saat melakukan
pendaftaran, pasien dapat membawa sekaligus rekam medis nya, dan membawa masuk
ke poliklinik. Hal tersebut selain mengurangi waktu tunggu, juga dapat mengurangi
biaya untuk pekerja yang mengantar rekam medis.
f. Perubahan layout dengan mendekatkan ruangan klinik dengan ruang tunggu, kasir, dan
apotek. Apabila klinik dalam rumah sakit tersebar di beberapa gedung, maka sebaiknya
di tiap-tiap gedung tersebut juga terdapat area kasir, untuk mempermudah pasien
dalam melakukan pembayaran.
g. Setelah selesai dilakukan pemeriksaan oleh dokter, apabila terdapat obat yang harus
dibeli, resep obat dapat dikirim secara elektornik ke bagian farmasi, sehingga pada saat
pasien datang ke apotek, obat yang dipesan telah tersedia. Hal tersebut dapat
mengurangi waktu tunggu pasien di apotek secara signifikan.
h. Perbaikan layout penyimpanan obat pada apotek, sehingga obat yang dipesan pasien
dapat dengan mudah disediakan.
Dengan melakukan perbaikan proses bisnis dan perubahan layout, rumah sakit dapat
melakukan efisiensi waktu pelayanan. Perubahan waktu pelayanan kesehatan setelah dapat
dilihat pada bagan dibawah ini.

Value stream = 29 menit


Waiting time = 17 menit

Untuk lebih jelas melihat efisiensi yang dilakukan RSIA Kemang Medical dapat
digunakan indikator Manufacturing Cycle Efficiency (MCE), dengan menggunakan rumus
yang telah dijelaskan pada bagian konsep. Pada pelayanan rumah sakit, yang dimaksus
dengan waktu proses bukanlah proses pada saat barang mentah dikonversi menjadi barang
jadi, tetapi pada saat pasien memasuki rumah sakit sampai pasien pulang membawa obat.
Jadi penerapan MCE pada bagan diatas dapat dihitung melalui rumus:

MCE sebelum lean

MCE setelah lean


dari nilai MCE diatas, terlihat bahwa dengan penerapan lean, RSIA Kemang Medical Care
dapat meningkatkan efisiensi prosesnya dari 51% menjadi 63%, atau meningkat 12%.

4. Pull value.
Penerapan pull value pada rumah sakit sebagian besar dilakukan pada bagian
farmasi, terkait dengan penyediaan obat. Beberapa masalah yang sering terjadi pada bagian
farmasi di rumah sakit adalah obat-obatan yang diperlukan kadang-kadang kosong. Namun
di sisi lain, banyak juga obat-obatan dan alat kesehatan lain yang persediannya menumpuk,
yang akhirnya mengakibatkan kerusakan obat dan bahkan kadaluwarsa. Dengan konsep
pull value, rumah sakit hanya akan memesan persediaan obat sesuai dengan yang
dibutuhkan pasien. Tetapi muncul pertanyaan, apakah konsep tersebut dapat diterapkan di
rumah sakit? Bagaimana rumah sakit memprediksi kebutuhan obat pasien? Berbeda dengan
industri manufaktur, dimana pemesanan produk dapat dilakukan oleh pelanggan, pada
rumah sakit, pasien tidak bisa langsung memesan obat yang akan dibeli, obat tersebut
tergantung dari hasil pemeriksaan oleh dokter. Sehingga dengan kata lain, dokter juga
berperan penting dalam penentuan persediaan obat-obatan di bagian farmasi. Dalam artikel
yang dipaparkan sebelumnya, dengan menerapkan lean healthcare, RSIA Kemang Medical
Care berhasil melakukan penghematan pembelian barang sebesar 28%, pemangkasan
persediaan di farmasi sebesar 9%, dan penurunan nilai persediaan sebesar 13%. Beberapa
cara menerapkan pull value pada rumah sakit adalah sebagai berikut:
a. Meminta pasien untuk melakukan perjanjian dengan dokter terlebih dahulu, sehingga
kapasitas jumlah pasien yang diperiksa dokter tersebut dapat ditentukan, dengan begitu
apabila kapasitas jumlah pasien suatu dokter sudah berlebih, pihak penjadwalan pada
rumah sakit dapat membatasi apabila terdapat lagi pasien yang ingin melakukan
perjanjian dengan dokter tersebut. Dengan hal tersebut, rumah sakit dan dokter dapat
mengetahui jumlah pasien yang harus dilayani pada hari tersebut.
b. Pemesanan obat pasien dapat melalui sarana elektronik yang dikirim langsung ke
apotek, sehingga bagian apotek dapat segera mempersiapkan obat yang dibutuhkan.
c. Menentukan rata-rata kebutuhan tiap-tiap obat dalam kurun waktu tertentu. Caranya
dengan menentukan pemakaian dan lama waktu kadaluwarsa suatu obat, sehingga obat
yang jarang dipakai, maka waktu dibutuhkannya relatif lama. Selain itu konfirmasi ke
tiap-tiap dokter juga diperlukan untuk menentukan obat mana yang paling sering
dipakai, sehingga bagian farmasi tau dalam menentukan persediaan obat tersebut.
d. Menjalin networking yang kuat dan banyak kepada pihak supplier obat-obatan. Sehingga
apabila terdapat pemesanan obat yang mendadak dapat segera dilayani.
e. Menentukan buffer stock, atau persediaan cadangan untuk mengantisipasi adanya
frekuensi pemakaian obat diluar kebiasaannya.
f. Menerapkan reorder point, atau jangka waktu kapan obat tersebut harus dilakukan
pemesanan kembali. Alat bantu untuk menerapkan cara ini adalah dengan
menggunakan The Kanban System¸atau lebih dikenal dengan Kartu Kanban.
Penerapannya dengan menempelkan Kartu Kanban pada setiap obat di persediaan,
kartu tersebut nantinya menunjukkan jumlah persediaan yang masih tersisa.

5. Pursue of perfection.
Pursue of perfection adalah prinsip terakhir dalam penerapan lean thinking di
perusahaan, yang merupakan tujuan dari lean thinking tersebut, yaitu adanya continuous
improvement. Kunci dari pursue of perfection sendiri sebenarnya bukanlah peningkatan kinerja
yang berasal dari atasan, atau dalam hal ini manajer rumah sakit, tetapi dari individu
pekerja masing-masing yang melakukan peningkatan kinerja berkelanjutan, yang pada
akhirnya berdampak pada peningkatan kinerja rumah sakit. Dengan menerapkan keempat
prinsip sebelumnya, maka prinsip pursue of perfection kan tercapai. Pencapaian pursue of
perfection pada RSIA Kemang Medical Care dengan menerapkan lean healhtcare
ditunjukkan dengan meningkatnya indeks kepuasan pasien sebesar 11%. Selain itu juga
mengurangi cacat di bagian rekam medik secara signifikan, yaitu 75%. Dengan menerapkan
lean healthcare, maka rumah sakit dapat memberikan pelayanan yang berkualitas, dan
bernilai tambah bagi para pasien.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa


penerapan lean manufacturing tidak hanya cocok diterapkan pada industri manufaktur saja,
tetapi juga pada sektor industri yang lain. Karena pada dasarnya prinsip-prinsip lean
manufacturing, atau yang disebut dengan lean thinking, cocok untuk diterapkan di berbagai
jenis organisasi. Salah satu sektor yang sudah menerapkan lean thinking dalam proses bisnis
nya adalah pada sektor pelayanan kesehatan/rumah sakit, yang sering disebut dengan lean
healthcare.
Sama hal nya dengan industri manufaktur, pemborosan pada proses bisnis di rumah
sakit juga dapat diidentifikasi menggunakan konsep 8 wastes. Dengan bantuan value stream
mapping, kedelapan wastes dapat ditelusuri pada tiap-tiap proses bisnis. Penerapan lean
healthcare selanjutnya digunakan untuk mengeliminasi 8 wastes tersebut. Implementasi lean
healthcare tersebut dapat dilakukan melalui 5 prinsip utama pada lean manufacturing, atau
yang biasa disebut lean thinking.
Penerapan lean healtcare atau lean thinking pada umumnya, tidak hanya bertumpu
pada peran manajerial sebagai pengambil keputusan, tetapi lebih mengutamakan pada
budaya pekerja. Karena yang lebih berperan dalam penerapan lean thinking ini adalah para
pekerja. Dengan membuat sebuah tim lean thinking, suatu organisasi dapat memulai untuk
menerapkan lean thinking pada proses bisnisnya, dengan tujuan akhir menghasilkan sebuah
produk yang memiliki nilai tambah bagi pelanggan secara efisien, demi berlangsungnya
peningkatan yang berkesinambungan (continuous improvement).

V. DAFTAR PUSTAKA

Womack, J.P., et al. 2005. Going Lean in Health Care. Cambridge. Institute for Healthcare
Improvement.
Hansen, D.R, dan Maryanne M. Mowen. 2007. Managerial Accounting. Edisi ke-8. South
Western Thomson.
Weinstock, D. 2008. Lean Healthcare. The Journal of Medical Practice Management : MPM.
339 – 341.
Campbel, R.J. 2009. Thinking Lean in Healthcare. Journal of American Health Information
Management Association. 40 – 43.
Wickramasinghe, N., et al. 2013. Lean Thinking for Healthcare. Edisi ke-1. Springer.
Quality Digest. 2009. Athens Hospital Improves Processes by Impelementing Lean in Laboratory.
Diakses pada 10 Februari 2015, dari http://www.qualitydigest.com/inside/twitter-
ed/athens-hospital-improves-processes-implementing-lean-laboratory.html
Rumah Sakit Ibu dan Anak Kemang Medical Care. 2013. RSIA KMC Meraih Bronze
Achievement Dalam Indonesia Operational Excellence Conference and Award 2013. Diakses
pada 10 Februari 2015, dari http://www.kemangmedicalcare.com/news-a-
events/news/15-hot-news/2406-indonesia-operational-exellence-conference-and-
award-2013.html
Arsada. 2014. Efisiensi dan Perbaikan Kualitas Pelayanan di Rumah Sakit Dengan Lean Healthcare.
Diakses pada 9 Februari 2015, dari http://arsada.org/index.php/berita/nasional2/
378-efisiensi-dan-perbaikan-kualitas-pelayanan-di-rumah-sakit-dengan-lean-
healthcare
Lean Indonesia. 2014. Lean Hospital – Lean di Rumah Sakit. Diakses pada 9 Februari 2015, dari
http://www.leanindonesia.com/2014/05/lean-hospital-indonesia/
Lean Indonesia. 2014. Lean Healthcare: Lean di Rumah Sakit?. Diakses pada 9 Februari 2015,
dari http://www.leanindonesia.com/2014/06/lean-healthcare-lean-di-rumah-sakit/
Suprijanto, R. 2014. Manajemen Kualitas Pelayanan Rumah Sakit. Diakses 9 Februari 2014, dari
http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2014/12/09/manajemen-kualitas-
pelayanan-rumah-sakit-696076.html
Shift Indonesia. 2015. Mengapa Rumah Sakit Perlu Lean Healthcare?. Diakses pada 9 Februari
2015, dari http://shiftindonesia.com/mengapa-rumah-sakit-perlu-lean-healthcare-
2/

VI. LAMPIRAN

RSIA KMC Meraih Bronze Achievement Dalam Indonesia Operational Exellence Conference and Award
2013

Penghargaan Opexcon Award 2013 merupakan ajang kompetisi Perbaikan Proses Bisnis yang
Berkelanjutan atau Continuous Improvement oleh sejumlah perusahaan terkemuka baik swasta
maupun BUMN. "Continuous Improvement sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk meningkatkan
efisiensi dan kinerja perusahaan. Artinya, dengan adanya perbaikan proses bisnis, perusahaan akan
meningkatkan daya saing dan menekan produksi biaya tinggi", kata Riyantono, Direktur Opexcon di
sela acara tersebut pada Selasa, 12 November 2013, di Jakarta. Kompetisi Opexcon Award 2013
berhasil menarik entri proyek dan 96 perusahaan BUMN dan swasta yang mendaftar. Proyek yang
dikompetisikan adalah proyek perbaikan proses di perusahaan yang menggunakan metode Lean, Six
Sigma, QCC, Kaizen, PDCA, VSM, dan sebagainya.
Total sembilan "PEMENANG PENGHARGAAN OPEXCON AWARD 2013" dari perusahaan BUMN dan
swasta diantaranya: Katagori Manufaktur: PT. Candra Asri Petrochemical, Tbk. (Gold Achievement), Pt.
Guntner Indonesia (Silver Achievement), PT. Abbott Indonesia (Bronze Achievement). Katagori Jasa dan
Pelayanan: PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk (Gold Achievement), PT. Telekomunikasi Selular (Telkomsel)
(Silver Achievement), RSIA Kemang Medical Care (Bronze Achievement).
Acara ini terselenggara atas kerjasama Majalah Shift dan SSCX International dengan Minitab, YCAB,
Airporteve, Pegipegi.com, Parker, Bidadari Eco Resort, Mukti Indo Utama, Majalah SME, Majalah SWA,
Radio Smart FM, dan Media Indonesia.
Bronze Achievement diperoleh oleh A. Heri Iswanto dari RSIA Kemang Medical Care dengan
proyek "Improve Effiency For Outpatient Services". Aktifitas continuous improvement di rumah sakit
masih jarang ditemukan di Indonesia. RSIA Kemang Medical Care menjalankan perubahan inovatif
dengan melaksanakan proyek improvement berupa efisiensi layanan rawat jalan untuk meningkatkan
kepuasan pasien. Proyek berbasis Lean Hospital, "Improve Efficiency For Outpatient Services" di rumah
sakit KMC memberikan hasil berupa peningkatan indeks kepuasan pasien sebesar 11% (dari rata-rata
76% menjadi 87%), dengan antrian yang lebih pendek, toilet yang lebih bersih, dan sebagainya. Cacat
di rekam medik juga dapat diturunkan sebesar 75% dan berkas pasien dari poliklinik yang kembali
tepat waktu meningkat sebesar 38%. Perbaikan di KMC juga memberikan efisiensi biaya yang tidak
sedikit, yaitu penghematan pembelian barang sebesar 28%, pemangkasan inventori di farmasi
sebanyak 9%, penurunan nilai persediaan sebesar 13%, dan penghematan finansial sekitar 6 juta
rupiah perbulannya. Selain itu, terjadi juga percepatan dalam pelayanan di klinik anak dari 78 menit
menjadi hanya 46 menit (turun 41%), dan klinik ibu dari 83 menit menjadi 57 menit (turun 31,32%).
Pencapaian tersebut membuat RSIA Kemang Medical Care menyabet penghargaan Bronze
Achievement di ajang Opexcon Award 2013 sekaligus menjadikan Heri Iswanto dan timnya diakui
sebagai improvement heroes di sektor pelayanan kesehatan di tahun 2013.
Sumber: http://www.kemangmedicalcare.com/news-a-events/news/15-hot-news/2406-indonesia-
operational-exellence-conference-and-award-2013.html

Anda mungkin juga menyukai