Anda di halaman 1dari 17

Pendahuluan

Lean Management atau manajemen Lean adalah suatu pendekatan operasional dalam


manajemen organisasi. Lean Management digerakkan oleh filosofi respect to
people dan continuous improvement (upaya peningkatan atau perbaikan yang
berkesinambungan). Upaya ini dilakukan secara sistematis dengan sumber daya yang
ada, berfokus pada nilai (value) pelanggan dan membuang pemborosan (waste) yang
ada. Tujuan akhirnya untuk mendapatkan kecepatan proses, peningkatan kualitas dan
efisiensi.
Lean memiliki metodologi yang mampu memperbaiki proses sehingga dapat
memberikan produk & layanan yang lebih baik, lebih cepat dan dengan biaya yang lebih
rendah (Antony & Laureani, 2011). Lean bisa diaplikasikan pada semua organisasi
termasuk organisasi pelayanan kesehatan seperti RS. Lean memberikan kesempatan
kepada staf dengan posisi terendah sekalipun untuk bersuara, menyampaikan ide-
idenya & mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan untuk upaya perbaikan.
Setelah memahami konsep Lean, manajer RS mungkin akan dihadapkan pada
pertanyaan bagaimana cara mengimpelementasikannya. Menurut Liker (2004),
mengimplementasikan Lean bukan berarti meniru persis (copy paste) apa yang dilakukan
oleh Toyota (sebagai asal muasal konsep Lean) atau dari RS lain yang dianggap
berhasil dalam mengimplementasikan Lean. Manajer RS dapat
mengembangkan Lean sesuai kondisi RS atau unit kerja masing-masing. Saat ini, Lean
Management dipergunakan oleh berbagai rumah sakit (RS) sebagai salah satu upaya
untuk melakukan kendali mutu kendali biaya dalam era Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN).
Kunci Sukses Implementasi Lean di RS
Menurut Radnor (2012) ada beberapa faktor kunci untuk suksesnya implementasi Lean,
diantaranya adalah 1) Budaya organisasi, 2) Kepemimpinan dan komitmen manajemen,
3) Ketersedian sumber daya,  4) Strategi komunikasi dan 5) Dukungan organisasi.
Menurut Sobek II (2011), faktor sukses implementasi Lean di rumah sakit meliputi : 1)
Keterlibatan secara luas, 2) Kepemimpinan yang kuat, 3) Komunikasi, 4) Pelatihan,
5) Problem solving,  dan 6) Standarisasi. Di Indonesia, studi yang dilakukan Hendartini et
al., (2016) terhadap 8 (delapan)  RS yang telah memperoleh pelatihan Lean
Management menunjukan beberapa faktor yang mendukung implementasi lean. Faktor-
faktor tersebut antara lain : 1) Implementasi lean sesuai tujuan/strategi RS, 2) Adanya
dukungan dan komitmen manajemen, 3) Dilaksanakan secara bertahap, 4) Adanya
dukungan SDM, 5) Ada pengakuan dan penghargaan atas upaya yang dilakukan, 6)
Infrasruktur RS.
Budaya organisasi
Kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan dalam organisasi berlangsung begitu
cepat setiap hari. Jika tidak beradaptasi, maka organisasi berisiko mengalami
penurunan produktivitas, kualitas yang rendah, serta biaya yang tinggi (tidak efisien).
Sebagian besar fokus manajemen adalah upaya untuk mengurangi waste dan
mengimplementasikan beberapa alat Lean Management seperti 5S, Kanban, Just In Time,
dan lain-lain. Hal ini memang akan membantu mengurangi masalah dalam organisasi,
namun tidak benar-benar mengatasi masalah. Kuncinya agar masalah tidak muncul lagi
adalah organisasi harus mengubah budaya dan tidak lupa menerapkan
filosofi respect terhadap orang (Cardon & Bribiescas, 2015).

Menurut Rubrich (2009), budaya pada suatu organisasi dapat diarahkan sehingga
memiliki dampak positif. Dengan budaya organisasi yang kuat dapat membantu
organisasi tetap kompetitif dalam persaingan dengan lingkungan. Tanpa budaya, setiap
orang dalam organisasi akan memiliki budaya masing-masing atau berbeda satu sama
lain. Hal ini dapat mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan bahkan
membuat pengelolaan organisasi menjadi kacau.

Budaya organisasi yang positif seperti budaya peningkatan atau perbaikan


berkelanjutan akan memungkinkan implementasi Lean menjadi lebih maksimal (sukses).
Melakukan upaya peningkatan yang berkesinambungan akan membedakan apakah
kegiatan tersebut merupakan suatu budaya atau hanya suatu “kerja bakti” sesaat. Ciri
adanya peningkatan berkesinambungan ini adalah adanya perbedaan aktifitas yang
dilakukan dari hari sebelumnya. Selama semua orang melakukan hari ini seperti apa
yang dilakukan hari kemarin, maka implementasi Lean belum efektif berkesinambungan
dari waktu ke waktu. Pembiasaan penerapan filosofi Lean Management pada seluruh staf
akan memungkinkan implementasi Lean menjadi mudah dilaksanakan.
Respect (menghargai) orang lain artinya menghargai orang sebagai manusia
seutuhnya. Respect juga artinya memperlakukan orang lain sama, tidak peduli ras,
agama, jenis kelamin, postur tubuh, usia, atau asal usul. Artinya juga, bahwa kebijakan
dan prosedur dalam organisasi dilaksanakan secara konsisten sehingga orang merasa
bahwa mereka diperlakukan secara adil dan merata.
Budaya respect orang lain yang berhubungan dengan organisasi dapat dimulai dengan
hal-hal sederhana seperti mau menjadi pendengar yang baik dan memperhatikan
komunikasi non-verbal dari karyawan/relasi kerja. Respect dalam organisasi juga ditandai
dengan kebiasaan mau menerima atau meminta saran dari orang lain termasuk
bawahan. Selanjutnya juga budaya pendelegasian wewenang atau pemberdayaan
karyawan. Contoh budaya respect yang lainnya antara lain: 1) Memperlakukan orang lain
dengan kesopanan, kesantunan, dan kebaikan, 2) Mendorong rekan kerja untuk
mengekspresikan pendapat dan ide-idenya, 3) Mendengarkan pendapat orang lain
sebelum mengungkapkan sudut pandang sendiri, berbicara seperlunya dan tidak
memotong pembicaraan orang lain, 4) Menggunakan ide-ide orang lain seperti staf dan
biarkan meereka mengetahui kalau ide mereka dipergunakan untuk organisasi. Bahkan
jika mungkin berikan kesempatan kepada staf tersebut untuk mengembangkan atau
mempraktekkan ide-ide mereka bagi organisasi, 5) Tidak pernah menghina,
melecehkan, merendahkan orang lain, nama panggilan, ide-ide mereka, atau mengkritik
terus menerus hal-hal kecil. 6) memperhatikan Bahasa tubuh, nada suara, sikap dan
ekspresi saat berinteraksi, 7) Semua rekan kerja diikutkan dalam pertemuan, diskusi,
pelatihan, dan acara lainnya. Meskipun tidak setiap orang dapat berpartisipasi dalam
setiap kegiatan, tapi setiap karyawan memiliki kesempatan yang sama, 8) Seyogyanya
pujian jauh lebih sering dilontarkan ketimbang kritikan (Heathfield, 2016).
Kepemimpinan
Bersama komunikasi, pemberdayaan dan kerjasama tim, kepemimpinan merupakan
salah satu budaya penting untuk suksesnya implementasi Lean. Benar, sangat mudah
untuk mengatakan perlunya perubahan budaya. Tetapi jauh lebih sulit untuk benar-
benar mewujudkannya. Pendidikan dan pelatihan akan membantu proses terjadinya
perubahan budaya, namun itu tidak cukup (Bohan, 2012).
Disinilah diperlukan kepemimpinan. Pemimpin adalah lokomotif dari suatu perubahan
termasuk budaya organisasi atau suatu improvement dalam organisasi. Untuk suksesnya
implementasi lean di pelayanan kesehatan, kepemimpinan antara lain perlu: memimpin
dengan keteladanan, melibatkan staf, memahami tools (alat-alat) lean, berjalan
mengikuti value stream, komitmen pada sumber daya untuk sukses, percaya dan
memberikan orang lain tanggung jawab (Bercaw, 2013).
Suksesnya implementasi lean tidak hanya ditentukan oleh kepemimpinan, namun
perilaku kepemimpinan juga memiliki dampak yang besar pada keberhasilan
implementasi lean. Pemimpin dapat terlibat dalam mendorong kesadaran bersama,
tanggung jawab, visi misi organisasi dan support bagi sumber daya dalam proses
perubahan. Hal yang juga penting bagi kepemimpinan adalah menciptakan lingkungan
dimana orang merasa aman dan bebas untuk melaporkan kesalahan atau masalah yang
terjadi tanpa rasa takut atau justru menjadi korban pembalasan atas laporan (Sobek II,
2011). Kepemimpinan juga memiliki wewenang dan dapat menunjuk pemimpin atau
anggota tim untuk suatu perubahan dalam implementasi lean (di beberapa rumah sakit
di Indonesia disebut Tim Kaizen atau Tim Kendali Mutu-Kendali Biaya, atau Tim
lainnya). Pemimpin harus bijaksana dalam memilih. Pemilihan orang yang tepat akan
memudahkan proses perubahan.
Penutup
Suksesnya Implementasi Lean sangat ditentukan antara lain oleh perubahan budaya
organisasi dan kepemimpinan. Setiap proses perubahan memerlukan kepemimpinan,
determinasi, sifat “tahan banting”, komitmen dan keterlekatan (engagement) dari para staf
karena staf merupakan bagian mendasar dari lean. Mengembangkan staf, memberikan
mereka otonomi dan pemberdayaan dalam memecahkan masalah dalam keseharian
mereka adalah hal penting dalam praktek lean. Untuk keberlangsungan upaya perbaikan
maka perlu mengajari dan mengharapkan pemecahan masalah secara tepat oleh
semua staf.  Semua staf harus menerima dan menganut budaya lean. Hal ini menjadi
kunci kesusksesan penerapan lean. Perbaikan kecil namun dilakukan setiap hari secara
progresif merupakan kunci sukses lainnya dalam penerapan Lean (Lord & Smith, 2012).
Untuk keterlekatan staf diperlukan kepercayaan, inspirasi dari pemimpin dan
manajemen, keterbukaan, pelatihan dan reward termasuk insentif.

Firman

Prodi S3 FK UGM

Topik Disertasi : Implementasi Lean Six Sigma di Rumah Sakit


Sumber Bacaan
Bercaw, R. G. (2013). Lean Leadership for Healthcare Transformation. Boca Raton: CRC
Press.

Bohan, R. (2012). The First Rule of Lean Culture Change. Retrieved February 27, 2017,
from http://www.industryweek.com/lean-six-sigma/first-rule-lean-culture-change

Cardon, N., & Bribiescas, F. (2015). Respect For People : The Forgotten Principle in
Lean Manufacturing Implementation. European Scientific Journal, 11(13), 45–61.

Heathfield, S. M. (2016). How to Demonstrate Respect in the Workplace. Retrieved


February 27, 2017, from How to Demonstrate Respect in the Workplace

Hendartini, J., Meliala, A., Firman, Endartiwi, S. S., & Bismantara, H. (2016). Evaluasi
Pelatihan Value Based Service In Healthcare With Lean Management Dengan Metode Evaluasi
Kirkpatrick (Who Method For Training Evaluation). Yogyakarta.
Liker, J. K. (2004). The Toyota Way: 14 Management Principles from the World’s Greatest
Manufacturer. History. New York: McGraw Hill.
Lord, Z., & Smith, L. (2012). Bringing Lean to Life. NHS Improvement.
Radnor, Z. (2012). Why Lean Matters. Advanced Institute of Management Research.

Rubrich, L. (2009). Developing a lean culture – an elements checklist. Retrieved


February 27, 2017, from http://www.reliableplant.com/Read/26766/developing-lean-
culture-elements

Sobek II, D. K. (2011). Lean healthcare implementation: Critical success factors. 61st


Annual IIE Conference and Expo Proceedings, Arena; Boeing; et al.; FedEx Ground; ISE-
al.NC Stat.

6 Langkah

Syifa Fadiyah28/08/2020
Lean Manufacturing adalah optimasi praktik, proses, dan kebiasaan pekerja
menggunakan prinsip-prinsip Lean. Tujuannya adalah agar bisa bekerja
secara efisien, berinovasi dengan cepat, dan menghasilkan nilai lebih untuk
pelanggan. Cara menerapkan Lean manufacturing mencakup proses yang
panjang. Tetapi, Anda akan menemukan rangkuman dari langkah-langkah
yang harus dilakukan untuk mempraktikannya di artikel berikut ini. 

1. Menemukan motivasi untuk


menerapkan lean manufacturing
Pertama-tama, perusahaan harus mengetahui apa yang mereka kerjakan.
Mereka melakukan rutinitas produksi tapi apakah mereka sudah tahu
mengapa rutinitas itu dilakukan sedemikian rupa? Pertanyaan ini mungkin
sulit untuk dijawab, tapi penjabarannya sangat diperlukan. 

Ingat, Lean dapat mengubah cara kerja hingga struktur organisasi. Jadi, Anda


harus bisa meyakinkan tim, departemen, dan seluruh perusahaan mengapa
mereka harus mengubah hal-hal fundamental di organisasi. 

Mengapa harus ada perubahan? Apakah Anda ingin menemukan cara baru
berhubungan dengan pelanggan, menjadi inovatif, meningkatkan keuntungan,
atau memenangkan persaingan global. Temukan apa yang dibutuhkan
perusahaan dan sosialisasikan. 

2. Melakukan evaluasi kesiapan perusahaan


Setelah menemukan objektif yang ingin dicapai, lakukan peninjauan terhadap
kondisi perusahaan Anda. Tahapan ini bertujuan untuk melihat apakah
perusahaan Anda mampu menerapkan prinsip lean. Peninjauan tersebut
termasuk:

 Stabilitas dan kualitas produk dan proses produksi


 Ketersediaan mesin dan line
 Karyawan yang bisa bertindak sebagai problem solver. Biasanya orang
yang memiliki kemampuan Measurement System Analysis (MSA) dan
Statistical Process Control (SPC) dibutuhkan. 

Setelah itu, tentukan orang-orang utama yang akan terlibat dalam proses
perombakan ini. Apabila Anda sendiri belum pernah menerapkan lean
manufacturing, mintalah dampingan seseorang yang telah berpengalaman. 

3. Mulai mensosialisasikan program


Kini, Anda secara formal harus menyampaikan program yang telah disusun
ke seluruh lapisan organisasi. Proses ini mungkin memakan waktu berhari-
hari, terutama saat mempresentasikan ke jajaran tinggi perusahaan. Mereka
harus memahami bagian apa saja yang perlu dipangkas, kalkulasi takt, OEE,
penyesuaian line, dan lainnya. 

Setelah itu, berikan training yang dibutuhkan pelaksana program dengan


memadai. Karena banyak hal yang harus dikuasai, pelatihan harus dilakukan
dengan padat karena jika tidak, ditakutkan banyak materi yang terlupakan. 

4. Membuat value stream mapping


Fungsi dari pemetaan value stream adalah untuk memahami bagaimana alur
kerja baru Anda. Flowchart ini akan mendokumentasikan semua tahapan
dalam proses Lean dan akan mengidentifikasi waste, mengurangi cycle
times, dan mengimplementasikan perbaikan-perbaikan baru. 

Value stream mapping terdiri banyak aktivitas. Cara yang efektif untuk


melakukan pemetaan ini adalah dengan menggunakan Kanban, tool yang
dapat memvisualisasikan proses, akuntabilitas, dan struktur kerja.

5. Menerapkan strategi lean
Di dalam value stream mapping, harus ada strategi yang menjabarkan
bagaimana

 Mensinkronkan supply produk ke pelanggan sesuai permintaan mereka


tanpa produksi dan inventaris berlebih. 
 Mensinkronkan produksi dengan membagi work in progress secara
efektif untuk memenuhi permintaan dengan waktu lead produksi yang
minimal.
 Membuat alur produksi yang baru dan mereduksi inventaris, jarak
antar stasiun produksi, kecacatan produksi, dan pekerjaan yang tidak
diperlukan.
 Menerapkan sistem pull-demand di mana proses produksi baru akan
berjalan ketika ada permintaan konsumen. Sistem ini membantu Anda
mengurangi overhead, mengoptimalkan inventaris, dan menghemat
ruang di gudang. 

Dalam pelaksanaannya, gunakan Sistem ERP Manufaktur yang dapat


memberikan Anda informasi mengenai performa inventaris, mesin, WIP,
lamanya proses produksi secara real-time. Sistem ini juga memudahkan
Anda menerapkan sistem pull-demand dengan mengelola permintaan
pelanggan dan penjadwalan proses produksi. 

Jangan lupa juga untuk mendokumentasikan seluruh proses ini dalam bentuk
Gantt chart.
6. Mempertahankan peningkatan yang telah
dicapai
Prinsip Lean juga termasuk konsep bagaimana memastikan peningkatan
secara berkelanjutan. Tujuan Anda adalah bagaimana mempertahankan
proses-proses di perusahaan Anda fokus pada aktivitas yang membawa nilai
banyak dan mengeliminasi pekerjaan yang tidak diperlukan. 

Pengembangan yang berkelanjutan dapat dicapai dengan metode Plan-Do-


Check-Act (PDCA) yang dapat meningkatkan manajemen proyek, product
lifecycle, SDM, dan manajemen supply chain. 

Selain itu, pemimpin juga harus dapat memimpin bawahannya dengan baik.
Buat semua karyawan merasa memiliki tanggung jawab atas tugas yang
mereka lakukan dan beri mereka kepercayaan untuk mengerjakannya. 
Simpulan

Cara menerapkan Lean manufacturing harus dilakukan secara sistematis,


dimulai dari perencanaan, eksekusi, dan sustaining. Sebaiknya implementasi
ini dilakukan secara bertahap dan perlahan. Pahami dengan baik konsep-
konsep Lean agar terhindar dari implementasi yang gagal. Tetapi, apabila
Anda bisa melakukan seluruh tahapan dengan baik dengan pemahaman yang
menyeluruh, perusahaan Anda akan memiliki peluang sukses yang lebih
besar.

Para pemimpin Toyota Motor Company seperti Eiji Toyoda, Taiichi Ohno,
dan konsultan Shingeo Shingo telah mengembangkan “Toyota Production
System”  atau yang sekarang lebih dikenal sebagai“Lean Production”.
Tujuan utama sistem ini adalah untuk meminimumkan penggunaan sumber
daya yang tidak memberi nilai tambah pada produk. Pada dasarnya prinsip
Lean adalah bagaimana memproduksi produk atau jasa dalam jumlah dan
waktu yang dibutuhkan saja, tidak lebih.
Dengan kata lain Lean Manufacturing dapat didefinisikan sebagai:
“Pendekatan sistematis untuk mengidentifikasikan dan
mengeliminasi pemborosan atau waste  melalui perbaikan
berkesinambungan dengan membuat produk mengalir berdasarkan
kehendak konsumen (pull system) sambil mengejar kesempurnaan.” Pull
System dikenal juga dengan Just in Time (JIT) atau Produksi Tepat Waktu.
Pemborosan atau waste adalah semua kegiatan yang menghabiskan
waktu, sumber daya, atau tempat tetapi, tidak memberi nilai tambah pada
produk atau jasa yang kita berikan pada pelanggan. Pada umumnya 95%
dari kegiatan kerja kita (Total Lead Time) tidak memberikan nilai tambah
(Non-Value Added) dan hanya 5% saja yang benar-benar merupakan Value
Added.

Kategori Waste
Terdapat 8 kategori waste atau pemborosan dalam konsep Lean yang
biasa kita kenal dengan akronim D.O.W.N. T.I.M.E
1. (Defect) artinya memproduksi barang cacat, sehingga membutuhkan
pengerjaan ulang atau bahkan dibuang karena tidak bisa diperbaiki.
Sudah jelas ini merupakan pemborosan pemakaian material, waktu,
tenaga kerja, dan sumber daya yang lain.Aktivitas ini merupakan kesia-
siaan yang absolut.
2. (Overproduction) artinya memproduksi lebih banyak dari permintaan,
atau memproduksi sebelum diinginkan. Hal ini terlihat pada simpanan
material. Hal ini terjadi akibat dari produksi berdasarkan permintaan
spekulatif.
3. (Waiting)  artinya waktu tunggu dalam proses yang harus
dihilangkan. Prinsipnya adalah memaksimalkan efisiensi pekerja
daripada memaksimalkan penggunaan mesin.
4. (Not Utilized Skill People) artinya Kehilangan waktu, gagasan,
keterampilan, peningkatan, dan kesempatan belajar karena tidak
melibatkan atau mendengarkan karyawan.
5. Transportation artinya banyaknya transportasi yang
disebabkan layout pabrik yang buruk, pemahaman yang buruk terhadap
aliran proses produksi, ukuran lot yang besar, lead time panjang, dan
area penyimpanan yang luas.
6. Inventory artinya material antar operasi yang timbul karena lot
produksi yang besar atau proses-proses dengan waktu siklus yang
panjang.
7. Motion artinya gerakan-gerakan tubuh yang tidak perlu, seperti
mencari, meraih, memutar akan membuat proses memakan waktu lebih
lama.
8. Excess Processing artinya kelebihan proses yang tidak diperlukan.
Setelah mengetahui beragam pemborosan yang kita lakukan dalam proses
bekerja, pertanyaan besar selanjutnya adalah bagaimana memulainya?
Penerapan Lean membutuhkan waktu yang panjang yang mustahil untuk
dicapai dalam waktu semalam. Dibutuhkan perencanaan yang matang
untuk mengimplementasikannya.

Memulai Implementasi Lean


Penerapan Lean dapat kita mulai dengan menyamakan persepsi serta
komitmen kepada seluruh tim di dalam organisasi. Melibatkan seluruh
orang untuk melakukan perbaikan berkelanjutan dan menghilangkan
pemborosan dalam visi yang sama juga wajib dilakukan agar penerapan
Lean dapat berjalan dengan baik.
Setelah muncul komitmen, kita dapat melanjutkan dengan membangun
sebuah pondasi Lean melalui Building Lean Culture (Membangun Budaya
Lean) dan Operational Stability (Menstabilkan Proses Operasi).
Lean Culture (Membangun budaya Lean) dapat dibentuk melalui:
1. Trust and Respect (Saling Percaya dan Menghormati Satu Sama
Lain)
2. Health and Safety (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)
3. Team Work (Kerjasama Kelompok)
4. Flexible Workforce (Tenaga Kerja yang fleksibel)
5. Skills Development (Pengembangan Ketrampilan)
Sedangkan Operational Stability (Proses yang Stabil) dapat dilakukan
dengan antara lain:
1. Penerapan 5S dan Visual Management
2. Penerapan Total Productive Maintenance
3. Membuat Work Flow (Aliran Kerja) / Value stream Mapping.
Tahapan berikutnya adalah membangun pilar-pilar Lean antara lain: Pilar
pertama Built-in Qualty(Membangun kualitas pada sumbernya) dengan
membuat standar kerja, andon, Statistical Process Control, Poka Yoke.
Melalui Pilar Kedua yakni Just in Time, dapat dimulai untuk menerapkan
Lean layout, Quick Changeover, Continuous Flow, Pull System. Pilar
Ketiga Building Continuous Improvement Mindset (Membangun Pola Pikir
Peningkatan Berkelanjutan) dengan metode PDCA (Plan, Do, Check, Act),
menyusun Standarisasi, KPI, Strategy Deployment. Dan ditutup dengan
membangun ‘atap’ yang bertujuan untuk mencapai Customer Value.
Saat ini, penerapan Lean tidak saja terbatas pada perusahaan manufaktur
tetapi sudah banyak industri jasa, retail atau perbankan yang menerapkan
metode Lean. Sebagai contoh di Indonesia, Prodia dan BCA sudah
menerapkan konsep Lean yang baik dengan menggunakan metode Kaizen.
Kaizen adalah kegiatan peningkatan berkesinambungan. Melalui
penerapkan Kaizen oleh kedua perusahaan tersebut, mereka mengalami
kenaikan penjualan dan memperoleh kepuasaan pelanggan yang
meningkat.
Perusahaan anda juga dapat mengikuti jejak perusahaan-perusahaan yang
sudah menerapkan konsep Lean untuk meningkatkan profit,
memperpendek lead-time, menurunkan biaya operasional, dan kepuasan
pelanggan yang meningkat.
Kalau kita kelompokkan secara kasar, ada dua tipe manajer, yang
melakukan coaching dan yang tidak. Tipe kedua tentu saja belum tentu
pemimpin yang buruk, namun mereka hanya melewatkan kesempatan dan
cara efektif untuk mendevelop talent.
Apa saja kriteria dan alasan dari para manajer yang melakukan coaching.
Hasil interview yang dilakukan oleh Joseph R. Weintraub dan James M.
Hunt menyebutkan bahwa para manajer yang rutin melakukan coaching
punya kesamaan pola pikir: Mereka percaya pada nilai atau value coaching
dan mereka memikirkan peran mereka sebagai manajer dengan cara
menjadikan coaching sebagai sesuatu yang alamiah yang harus manajer
lakukan. 
Mereka yang mengatakan hal di atas bukanlah professional coach, mereka
pekerja biasa seperti kebanyakan dari kita, pemimpin dari sebuah
kelompok kecil yang kesehariannya sibuk dengan pekerjaanya. Lalu
pertanyaanya, mengapa mereka punya pola pikir demikian? Berikut adalah
4 alasannya.
Coaching adalah alat untuk mencapai tujuan bisnis
Mereka melakukan coaching bukan karena mereka orang yang baik,
mereka lebih melihat bahwa perkembangan bakat orang yang mereka
coaching sebagai kunci mencapai kesuksesan bisnis. Dengan pola pikir
seperti ini, meskipun para manajer punya waktu kerja yang sibuk, berada di
bisnis yang sangat menantang, mereka akan tetap memiliki komitmen
untuk melakukan coaching karena membuat tim yang solid, menciptakan
next leader adalah kunci sukses tercapainya sasaran bisnis.
Menikmati peran dalam mengembangkan potensi orang lain
Para manajer yang memiliki komitmen terhadap coaching memiliki mindset
bahwa tidak semua orang yang bekerja sudah dilengkapi seperangkat
kemampuan untuk mengeluarkan potensi terbaiknya, untuk itu mereka
melihat bahwa bawahannya sebagai individu yang harus diasah
kemampuannya supaya mengeluarkan potensi terbaiknya. Dengan begitu,
orang-orang yang berhasil mengeluarkan potensinya akan memiliki
kontribusi yang besar bagi organisasi nantinya. Para manajer ini memiliki
kesamaan pandangan dimana membantu orang lain lebih sukses adalah
salah satu tugas utama dari seorang manajer.
Sikap ‘Kepo’
Coaching Managers banyak mengajukan pertanyaan kepada bawahannya.
Ketertarikan mereka atas semua hal dalam pekerjaan menjadikan modal
yang baik dalam memahami masalah, gap dan kesempatan apa saja yang
bisa dilakukan untuk membuat kondisi lebih baik. Ke-‘kepo’-an ini
memberikan kesempatan coach dan bawahannya untuk berdialog dan
berbagi berbagi sudut pandang, keraguan, kesalahan, dan kesuksesan
sehingga mereka bersama-sama menemukan apa yang sebaiknya
dilakukan untuk kesuksesan bisnis.
Menjalin Relasi, Menyambung Rasa
Salah satu manajer yang diwawancara menyebutkan bahwa alasan
mengapa bawahannya mau mendengarkan dirinya saat coaching adalah
karena sudah terbangun rasa percaya. Rasa percaya ini terbangun atas
empati yang juga dibangun dengan cara meletakkan ‘posisi’ manajer pada
‘posisi’ anak buah yang sedang ia coaching. Tentu saja para manajer perlu
melakukan penyesuaian sesuai dengan karakter karyawan yang sedang
mereka hadapi.
Pada akhirnya proses coaching harus difokuskan pada orang-orang yang
Anda bimbing. Ingatlah selalu prinsip utama dari coaching: Ini tentang
mereka, bukan tentang Anda, sang manajer.

Setiap bisnis dan organisasi nonprofit pasti pernah menghadapi risiko tak
terduga yang dapat menguras biaya atau menyebabkannya harus tutup
secara permanen. Salah satu contoh konkret adalah pandemi Covid-19
yang membuat sejumlah bisnis terpaksa gulung tikar karena tidak memiliki
persiapan memadai. Risiko tersebut sebenarnya dapat diminimalkan
melalui penerapan manajemen risiko (risk management). Karena
manajemen risiko dapat membantu suatu perusahaan atau organisasi
mempersiapkan hal-hal tidak terduga dengan meminimalkan risiko dan
biaya tambahan sebelum peristiwa tersebut berlangsung.
 
Apa yang Dimaksud dengan Manajemen Risiko?
Manajemen risiko adalah proses mengidentifikasi, menilai, dan
mengendalikan ancaman terhadap modal dan pendapatan perusahaan.
Ancaman atau risiko dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk kondisi
finansial yang tidak stabil, masalah hukum, kesalahan manajemen
strategis, kecelakaan, dan bencana alam.
 
Mengapa Manajemen Risiko Sangat Penting bagi Perusahaan?
Penerapan manajemen risiko dan prediksi risiko dapat membantu
perusahaan menghemat pengeluaran sekaligus melindungi masa depan.
Sebab rencana manajemen risiko yang tepat akan membantu perusahaan
menetapkan prosedur untuk menghindari ancaman, meminimalkan
dampak negatif, serta mengatasi ancaman tersebut.
Kemampuan memahami dan mengendalikan risiko membuat perusahaan
lebih percaya diri dalam menentukan keputusan bisnis. Selain itu, prinsip
tata kelola perusahaan yang kuat dan berfokus pada manajemen risiko
dapat membantu mencapai tujuan perusahaan.
Manajemen risiko juga memiliki manfaat lain sebagai berikut:
 Menciptakan lingkungan kerja yang aman dan terjamin untuk semua
staf dan pelanggan.
 Meningkatkan stabilitas operasional bisnis sekaligus mengatur
tanggung jawab hukum.
 Melindungi perusahaan maupun lingkungan sekitarnya dari risiko
kejadian yang merugikan.
 Memberikan proteksi untuk semua orang dan aset yang terlibat
dalam risiko berbahaya.
 Membantu menetapkan kebutuhan asuransi perusahaan sehingga
bisa meminimalkan premi yang tidak penting.
Implementasi manajemen risiko harus bisa menjawab beberapa
pertanyaan krusial, yaitu:
 Apa yang salah dengan perusahaan? Pihak yang bertanggung jawab
terhadap manajemen risiko wajib mencermati pekerjaan individu
maupun lingkungan tempat kerja secara keseluruhan.
 Bagaimana pengaruh suatu kejadian terhadap perusahaan? Segala
kemungkinan kejadian yang berdampak besar atau kecil wajib
dipertimbangkan secara rinci.
 Apa yang bisa perusahaan lakukan untuk mencegah kerugian atau
memulihkan keadaan jika sudah terjadi kerugian?
 Bagaimana perusahaan membayar suatu risiko yang sudah terjadi?
 
Mengenal Pendekatan Manajemen Risiko
Setelah proses manajemen risiko telah diterapkan dan risiko spesifik
perusahaan telah diidentifikasi, beberapa strategi berbeda ini dapat dipilih
perusahaan berdasarkan jenis risiko yang terjadi:
 Menghindari Resiko
Walaupun peluang penghapusan risiko terbilang kecil, strategi
penghindaran risiko dapat dirancang untuk mencegah ancaman
semaksimal mungkin. Sehingga perusahaan bisa menghindari konsekuensi
mahal dan mengganggu yang disebabkan oleh suatu risiko.
 Mengurangi Resiko
Perusahaan terkadang dapat mengurangi jumlah kerusakan yang
ditimbulkan risiko tertentu pada proses operasional perusahaan. Hal ini
bisa diwujudkan dengan menyesuaikan aspek-aspek tertentu dari
keseluruhan rencana proyek atau mengurangi ruang lingkupnya.
 Membagi Risiko
Konsekuensi risiko bisa dibagi atau didistribusikan di antara beberapa
peserta proyek atau departemen bisnis. Risiko juga bisa dibagi dengan
pihak ketiga, misalnya vendor atau mitra bisnis.
 Mempertahankan Risiko
Perusahaan juga dapat mengambil risiko sepadan dari sudut pandang
bisnis dan memutuskan untuk menjaga risiko serta menghadapi potensi
dampak buruk. Pada pilihan ini, perusahaan akan sering mempertahankan
tingkat risiko tertentu jika laba proyek yang diantisipasi lebih besar
daripada biaya risiko.
 
Mencermati Batasan Manajemen Risiko
Penerapan manajemen risiko memang dapat menjadi praktik yang sangat
bermanfaat bagi perusahaan. Namun, batasan-batasannya tetap harus
dipertimbangkan. Banyak teknik analisis risiko yang bisa dilakukan untuk
mencermati batasan manajemen risiko, seperti membuat model atau
simulasi yang membutuhkan pengumpulan data dalam jumlah besar.
Pengumpulan data ekstensif biasanya relatif mahal dan keandalannya
belum dapat dipastikan. Penggunaan data dalam proses pengambilan
keputusan mungkin menunjukkan hasil buruk jika indikator sederhana
digunakan untuk mencerminkan realitas situasi yang jauh lebih kompleks.
Batasan lainnya adalah keahlian analisis dan waktu. Program perangkat
lunak komputer telah dikembangkan untuk membuat simulasi peristiwa
yang mungkin berdampak negatif pada perusahaan. Program yang hemat
biaya ini terbilang kompleks sehingga membutuhkan personel dengan
keterampilan dan pengetahuan memadai untuk memahami hasil analisis
secara akurat. Proses analisis data historis untuk mengidentifikasi risiko
juga membutuhkan personel yang sangat terlatih. Sumber Daya Manusia
(SDM) tersebut tentu tidak selalu ditugaskan ke proyek, melainkan harus
menyelesaikan tanggung jawab pekerjaan lainnya. Kecenderungan tersebut
akan membuat waktu pengumpulan data jadi sangat terbatas dan rentan
menimbulkan konflik baru di lingkungan kerja.
Setiap perusahaan harus mampu menerapkan manajemen risiko yang
dinamis sesuai dengan kebutuhan di masa kini. Sehingga waktu, tenaga,
dan biaya yang disiapkan untuk mengelola manajemen risiko akan
sebanding dengan hasil yang diperoleh.
 
Saat ini, PQM Consultants berkomitmen membantu para pelaku bisnis
untuk bertahan dan keluar dari kondisi krisis akibat pandemi. Anda
berkesempatan menambah wawasan tentang pengelolaan risiko dengan
mengikuti training  bertema Risk Management  yang akan diadakan tanggal
6 Oktober 2020.
Training  tersebut tak hanya diisi dengan sesi diskusi dan sharing  yang
bersifat teoritis dan membosankan

Anda mungkin juga menyukai