Anda di halaman 1dari 26

MANAJEMEN KEPERAWATAN

“ Konsep Kolaborasi dan Negosiasi ”

Oleh :

Reren Yora Yutari(183110190)

Tingkat 3A

Dosen Pembimbing :

Ns.Yessi Fadriyanti,S.Kep.M.Kep

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN PADANG

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, hanya kepada-Nya kita memuji, memohon
pertolongan dan meminta ampunan. Dan syukur saya tuturkan karena berkat hidayahnya
makalah yang berjudul “Konsep Kolaborasi dan Negoisiasi” ini dapat terselesaikan pada
waktunya.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Manajemen Keperawatan di
program studi DIII Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Padang. Selanjutnya
penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibuk Ns.Yessi
Fadriyanti,S.Kep.M.Kep selaku dosen program studi Keperawatan mata kuliah
Manajemen Keperawatan. Penyusun menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-
kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penyusun mengharapkan kritik
dan saran pada makalah ini.

Padang, September 2020

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... 2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A...........................................................................................Latar Belakang. 4
B.......................................................................................Rumusan Masalah 4
C.........................................................................................................Tujuan 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Kolaborasi ........................................................................................................
1. Pengertian Kolaborasi...............................................................................................
2. Manfaat Kolaborasi...................................................................................................
3. Komponen Kolaborasi..............................................................................................
4. Karakteristik Kolaborasi...........................................................................................
5. Proses Kolaborasi......................................................................................................
6. Kriteria Kolaborasi....................................................................................................
7. Pihak yang terlibat dalam Kolaborasi.......................................................................
8. Kolaborasi di Rumah Sakit.......................................................................................
9. Elemen Kunci Kolaborasi.........................................................................................
B. Konsep Negosiasi...........................................................................................................
1. Pengertian Negosiasi..................................................................................................
2. Model Negosiasi........................................................................................................
3. Langkah-langkah Negosiasi.......................................................................................
4. Tahap-Tahap Negosiasi.............................................................................................
5. Strategi Negosiasi......................................................................................................
6. Elemen Kunci Negosiasi............................................................................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem pelayanan kesehatan dimasa depan tergantung pada bagaimana tenaga
profesional kesehatan merumuskan kembali cara untuk bekerjasama. Konflik pada
tenaga kesehatan berdampak pada tingkat stress, kepuasan dalam bekerja dan
efektifitas kerjasama tim yang mengakibatkan penurunan pelayanan kesehatan, ada
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik yakni Avoidance,
Forcing, Negotiation dan Memecahkan Masalah atau Kolaborasi. Kolaborasi yang
baik antar tenaga kesehatan merupakan salah satu bentuk profesionalisme yang
ditujukan untuk mencapai tujuan utama pelayanan kesehatan yaitu memberikan
perawatan yang terbaik dan berkualitas pada pasien dan keluarganya (Azmi et al.,
2020).
Kolaborasi adalah hubungan timbal balik dimana pemberi pelayanan
memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka
kerja bidang respektif mereka (Susilaningsih et al., 2017). Pada Tenaga Kesehatan
sangat bergantung pada kerjasama tim, mulai dari unit bangsal, unit operasi serta unit
terkecil yaitu para tenaga kesehatan itu sendiri membutuhkan kerjasama tim untuk
mencapai sebuah tujuan (Azmi et al., 2020). Praktik keperawatan kolaboratif
menekankan tanggung jawab bersama dalam manajemen perawatan pasien, dengan
proses pembuatan keputusan bilateral didasarkan pada masing-masing pendidikan dan
kemampuan praktek. Kolaborasi kemungkinan merupakan strategi yang berguna
khususnya bagi penyelesaian konflik yang melibatkan stakeholder dengan kekuasaan
yang berbeda (Susilaningsih et al., 2017).
Konflik dan negosiasi adalah dua hal saling terkait secara dinamis, interaksi
yang berulang antara sumber dan target yang secara simultan bergantian menjadi
pengirim dan penerima pesan, usaha saling mempengaruhi. konflik muncul karena
adanya perbedaan pandangan dalam mencapai tujuan. Sementara negosiasi digunakan
untuk menyelesaikan konflik. Dalam dinamika konflik dan negosiasi ada upaya untuk
saling mempengaruhi. Salah satu cara mempengaruhi adalah dengan persuasi yang
diartikan sebagai aktivitas menciptakan, menguatkan, atau memodifikasi kepercayaan,
sikap, atau perilaku [ CITATION Anw18 \l 1033 ]
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Kolaborasi?
2. Apa saja manfaat Kolaborasi?
3. Apa saja Komponen Kompetensi Sebagai Dasar Kolaborasi?
4. Apa saja Karakteristik dari Kolaborasi?
5. Bagaimana Proses Kolaborasi?
6. Siapa saja pihak yang terlibat dalam Kolaborasi?
7. Bagaimana Kriteria dalam Kolaborasi?
8. Bagaimana Kolaborasi di Rumah Sakit?
9. Bagaimana Elemen Kunci dari Kolaborasi?
10. Apa itu Negosiasi?
11. Apa saja model-model dalam kolaborasi?
12. Bagaimana Langkah-langkah Negosiasi?
13. Bagaimana Tahap-tahap dalam kolaborasi?
14. Bagaimana Strategi dalam Negosiasi?
15. Bagaimana Elemen Kunci dalam Negosiasi?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami tentang Kolaborasi dan Negosiasi dalam
Manajemen Keperawatan
2. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui pengetahuan Kolaborasi
2) Untuk mengetahui manfaat Kolaborasi
3) Untuk mengetahui Komponen Kompetensi Sebagai Dasar Kolaborasi
4) Untuk mengetahui karakteristik dalam kolaborasi
5) Untuk mengetahui Proses Kolaborasi
6) Untuk mengetahui Kriteria dalam Kolaborasi
7) Untuk mengetahui pihak yang terlibat dalam kolaborasi
8) Untuk mengetahui Kolaborasi di Rumah Sakit
9) Untuk mengetahui Elemen kunci dalam kolaborasi
10) Untuk mengetahui pengertian Negosiasi
11) Untuk mengetahui Model-model dalam Negosiasi
12) Untuk mengetahui Langkah-langkah Negosiasi
13) Untuk mengetahui Tahap-tahap Negosiasi
14) Untuk mengetahui Strategi dalam Negosiasi
15) Untuk mengetahui Elemen Kunci dalam Negosiasi
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Kolaborasi
1. Pengertian Kolaborasi
Kolaborasi (ANA,1992), hubungan kerja diantara tenaga kesehatan dalam
memeberikan pelayanan kepada pasien/klien adalah dalam melakukan diskusi
tentang diagnosa, melakukan kerjasama dalam asuhan kesehatan, saling
berkonsultasi atau komunikasi serta masing-masing bertanggung jawab pada
pekerjaannya [ CITATION Nur14 \l 1033 ].
Kolaborasi adalah hubungan timbal balik dimana pemberi pelayanan
memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka
kerja bidang respektif mereka. Praktik keperawatan kolaboratif menekankan
tanggung jawab bersama dalam manajemen perawatan pasien, dengan proses
pembuatan keputusan bilateral didasarkan pada masing-masing pendidikan dan
kemampuan praktisi (Susilaningsih et al., 2017).
2. Manfaat Kolaborasi
Kolaborasi dilakukan dengan beberapa alasan sebagai manfaat dari kolaborasi
yaitu antara lain:
a. Sebagai pendekatan dalam pemberian asuhan keperawatan klien, dengan
tujuan memberikan kualitas pelayanan yang terbaik bagi klien.
b. Sebagai penyelesaian konflik untuk menemukan penyelesaian masalah atau
isu.
c. Memberikan model yang baik riset kesehatan
3. Komponen Kompetensi Sebagai Dasar Kolaborasi
Gambaran penting untuk kolaborasi mencakup, keterampilan komunikasi yang
efektif, saling menghargai, rasa percaya, memberi danmenerima umpan balik,
pengambilan keputusan, dan manajemen konflik.
a. Keterampilan Komunikasi Yang Efektif
Komunikasi sangat penting dalam meningkatkan kolaborasi
karenamemfasilitasi berbagai pengertian individu (Kemenkes,2012). Chittiy,
2001 dalam Marquis (2010) mendefenisikan komunikasi adalah sebagai
pertukaran kompleks antara pikiran, gagasan, atau informasi, pada dua level
verbal dan nonverbal. Komunikasi yang efektif adalah kemampuan dalam
menyampaikan pesan dan informasi dengan baik, menjadi pendengar yang
baik dan keterampilan menggunakan berbagai media. Thomas Leech,
menyatakan bahwa untuk membangun komunikasi yang efektif, harus
menguasai empat keterampilan dasar dalam komunikasi,yaitu: membaca,
menulis, mendengar dan berbicara (Nurhasanah, 2010).
b. Saling Menghargai dan Rasa Percaya
Saling menghargai terjadi saat dua orang atau lebih menunjukkan atau merasa
terhormat atau berharga terhadap satu sama lain. Dan rasa percaya terjadi saat
seseorang percaya terhadap tindakan orang lain. Saling menghargai maupun
rasa percaya menyiratkan suatu proses dan hasil yang dilakukan bersama.
Tanpa adanya saling menghargai maka kerja sama tidak akan terjadi. Yang
dimaksud dengan pentingnya menghargai satu sama lain yaitu:
1) Dapat mengurangi perbedaan status professional.
2) Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja.
3) Meningkatkan pembagian informasi diantara profesi.
4) Menerima konstribusi profesi lain.
5) Sebagai advokasi evaluasi kritis kritis penampilan kerja diantara anggota
tim
6) Mempermudah pengambilan keputusan bersama.
7) Meningkatkan tanggung jawab dan tanggung gugat dalam bekerja.
c. Memberi dan Menerima Umpan Balik
Salah satu yang dihadapi para professional adalah memberi dan menerima
umpan balik pada saat yang tepat, relevan, dan membantu untuk dan dari satu
sama lain, dan klien mereka. Umpan balik yang positif dicirikan dengan gaya
komunikasi yang hangat, perhatian, dan penuh penghargaan.
d. Pengambilan Keputusan
Proses pengambilan keputusan ditingkat tim mencakup pembagian tanggung
jawab untuk hasil. Jelasnya, untuk menciptakan suatu solusi, tim tersebut
harus mengikuti tiap langkah proses pengambilan keputusan yang dimulai
dengan defenisi masalah yang jelas.
e. Manajemen Konflik
Konflik peran dapat terjadi, dalam situasi apapun di tempat individu
bekerjasama. Konflik peran muncul saat seseorang diharapkan melaksanakan
peran yang bertentangan atau tidak sesuai dengan harapan.
4. Karakteristik Kolaborasi
Kolaborasi mempunyai 8 karakteristik, yaitu:
1) Partisipasi tidak dibatasi dan tidak hirarkis.
2) Partisipan bertanggung jawab dalam memastikan pencapaian kesuksesan.
3) Adanya tujuan yang masuk akal.
4) Ada pendefinisian masalah.
5) Partisipan saling mendidik atau mengajar satu sama lain.
6) Adanya identifikasi dan pengujian terhadap berbagai pilihan.
7) Implementasi solusi dibagi kepada beberapa partisipan yang terlibat.
8) Partisipan selalu mengetahui perkembangan situasi.
5. Proses Kolaborasi
Proses kolaboratif dengan sifat interaksi antara perawat dengan dokter
menentukan kualitas praktik kolaborasi. ANA, 1998 dalam Siegler&Whitney
menjabarkan kolaborasi sebagai hubungan rekan yang sejati,dimana masing-
masing pihak menghargai kekuasaan pihak lain dengan mengenal dan menerima
lingkup kegiatan dan tanggung jawab masing-masing dan adanya tujuan bersama.
Sifat kolaborasi tersebut terdapat beberapa indikator yaitu kontrol kekuasaan,
lingkup praktik, kepentingan bersama dan tujuan bersama.
a. Kontrol Kekuasaan
Kontrol kekuasaan dapat terbina apabila dokter dan perawat mendapat
kesempatan yang sama mendiskusikan pasien tertentu. Kemitraan terbentuk
apabila interaksi yang diawali sama banyaknya dengan yang diterima dimana
terdapat beberapa kategori antara lain: menanyakan informasi, memberikan
informasi, menanyakan dan memberi pendapat, memberi pengarahan atau
perintah, pengambilan keputusan, memberi pendidikan, memberi dukungan
atau persetujuan, menyatakan tidak setuju, orientasi dan humor.
b. Lingkungan Praktik
Menunjukkan kegiatan dan tanggung jawab masing-masing pihak. Perawat
dan dokter memiliki bidang praktik yang berbeda dengan peraturan masing–
masing tetapi tugas-tugas tertentu dibina yang sama.
c. Kepentingan Bersama
Kepentingan bersama merupakan tingkat ketegasan masing-masing (usaha
untuk memuaskan kepentingan sendiri) dan faktor kerjasama (usaha untuk
memuaskan pihak lain)
d. Tujuan Bersama
Tujuan bersama pada proses ini bersifat lebih terorientasi pada pasien dan
dapat membantu menentukan bidang tanggung jawab yang berkaitan dengan
prognosis pasien.
6. Elemen Kunci Kolaborasi
Kunci kolaborasi dalam pemberian asuhan keperawatan kepada pasien diantaranya
yaitu:
a. Kerjasama
Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk
memeriksa beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan.
Asertifitas penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka
dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-
benar didengar dan konsensus untuk dicapai.Tanggung jawab, mendukung
suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsensus dan harus terlibat dalam
pelaksanaannya.
b. Komunikasi
Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung jawab untuk membagi
informasi penting mengenai perawatan pasien dan issu yang relevan untuk
membuat keputusan klinis. Otonomi mencakup kemandirian anggota tim
dalam batas kompetensinya.
c. Koordinasi
Kordinasi adalah efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam perawatan
pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam
menyelesaikan permasalahan.
d. Kepercayaan
Kepercayaan adalah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa
rasa pecaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman, menghindar
dari tanggung jawab, terganggunya komunikasi.
7. Pihak yang Terlibat dalam Kolaborasi
Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekelompok profesional
yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum, dan berbeda keahlian. Tim akan
berfungsi baik jika terjadi adanya kontribusi dari anggota tim dalam memberikan
pelayanan kesehatan terbaik. Anggota tim kesehatan meliputi pasien, perawat,
dokter, fisioterapis, pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena
itu, tim kolaborasi hendaknya memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung
jawab, dan saling menghargai antar sesama anggota tim.
Pasien secara integral adalah anggota tim yang penting. Partisipasi pasien
dalam pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu rencana
menjadi efektif. Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang optimal hanya dapat
dicapai jika pasien sebagai pusat anggota tim. Perawat sebagai anggota membawa
perspektif yang unik dalam interdisiplin tim. Perawat memfasilitasi dan membantu
pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktik profesi kesehatan lain.
Perawat berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi
pelayanan kesehatan.
Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati, dan mencegah
penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti
pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim
lainnya sebagaimana membuat referal pemberian pengobatan. Selain itu, keluarga
serta orang-orang lain yang berpengaruh bagi pasien juga termasuk pihak-pihak
yang terlibat dalam kolaborasi. Karena keluarga merupakan orang terdekat dari
pasien atau individu yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap individu.
Melalui keluarga tenaga kesehatan bisa mendapatkan data-data mengenai pasien
yang dapat mempermudah dalam mendiagnosis penyakit dan proses penyembuhan
pasien.
8. Kolaborasi di Rumah Sakit
Kolaborasi merupakan hubungan kerja sama antara anggota tim dalam
memberikan asuhan kesehatan. Pada kolaborasi terdapat sikap saling menghargai
antar tenaga kesehatan dan saling memberikan informasi tentang kondisi klien
demi mencapai tujuan. Hubungan kolaborasi di Rumah Sakit :
Tim Kerja di Rumah Sakit :

a. Tim satu disiplin ilmu: 


 Tim Perawat
 Tim dokter 
 Tim administrasi
 dll.
b. Tim multi disiplin:
 Tim operasi
 Tim nosokomial infeksi
 dll
B. Konsep Negosiasi
1. Definisi Negosiasi
Negosiasi pada umumnya sama dengan kolaborasi. Pada organisasi, negosiasi
juga diartikan sebagai suatu pendekatan yang kompetitif. Negosiasi sering
dirancang sebagai suatu strategi menyelesaikan konflik dengan pendekatan
kompromi. Selama negosiasi berlangsung, berbagai pihak yang terlibat menyerah
dan lebih menekankan untuk mengakomodasi perbedaan-perbedaan antara
keduanya.
Menurut Hartman, pengertian negosiasi dapat berbeda-beda tergantung dari
sudut pandang siapa yang terlibat dalam suatu negosiasi. Dalam hal ini, ada dua
pihak yang berkepentingan dalam bernegosiasi yaitu pembeli dan penjual. Lebih
jelasnya bahwa negosiasi merupakan suatu proses komunikasi antara dua pihak,
yang masing-masing mempunyai tujuan dan sudut pandang mereka sendiri, yang
berusaha mencapai kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak mengenai
masalah yang sama.
Smeltzer mengidentifikasi dua tipe dasar negosiasi, yakni kooperatif (setiap
orang menang), dan kompetitif (hanya satu orang yang menang). Satu hal yang
penting dalam negosiasi adalah apakah ada salah satu atau kedua pihak
menghendaki adanya perubahan hubungan yang berlangsung dengan
meningkatkan hubungan yang lebih baik. Jika kedua pihak menghendaki adanya
perbaikan hubungan, maka akan muncul tipe kooperatif. Namun, jika hanya salah
satu pihak yang menghendaki perbaikan hubungan, maka yang muncul adalah tipe
kompetitif. Meskipun dalam negosiasi ada pihak yang menang dan kalah, sebagai
negosiator penting untuk memaksimalkan kemenangankedua pihak untuk
mencapai tujuan bersama, meminimalkan kekalahan dengan membuat pihak yang
kalah tetap dapat tujuan bersama, dan membuat kedua belah pihak merasa puas
terhadap hasil negosiasi.
2. Model-Model Negosiasi
Hayes, menyebutkan penyerderhanaan model negosiasi dapat digambarkan
sebagai:
a. Target, ketika orang-orang mulai bernegosiasi, maka umumnya memiliki
beberapa ide mengenai level keuntungan (pada bisnis) atau tujuan yang
mereka harapkan dapat tercapai.
b. Limit, pada sisi lain mereka juga memiliki ide tentang tingkat keuntungan
paling rendah atau batas terendah capaian yang menjadi patokan minimal agar
kesepakatan negosiasi dapat diterima. Penyelesaian hanya dapat dicapai ketika
ambang batas minimal capaian (limit) dari tiap-tiap pihak yang dibawa ke
proses negosiasi bertepatan atau cocok satu dengan lainnya.
3. Langkah-langkah Negosiasi
Langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum melaksanakan negosiasi adalah
sebagai berikut.
1) Mengumpulkan informasi tentang masalah sebanyak mungkin. Oleh karena
pengetahuan adalah kekuatan, semakin banyak informasi yang didapat, maka
semakin besar kemungkinan untuk menawarkan negosiasi.
2) Di mana manajer harus memulai. Oleh karena tugas manajer adalah
Melakukan kompromi, maka mereka harus memilih tujuan yang utama.
Tujuan tersebut sebagai masukan dari tingkat bawah.
3) Memilih alternatif yang terbaik terhadap sarana dan prasarana. Efisiensi dan
efektivitas penggunaan waktu, anggaran, dan pegawai yang terlibat perlu juga
diperhatikan oleh manajer.
4) Mempunyai agenda yang disembunyikan. Agenda tersebut adalah agenda
negosiasi alternatif yang akan ditawarkan jika negosiasi tidak dapat disepakati.
Ada 3 konsep penting yang harus dipahami oleh seorang negosiator, yaitu :

1) BATNA (Best Alternative to a Negotiated Agreement), yaitu langkah-langkah


atau alternatif-alternatif yang akan dilakukan oleh seorang negosiator bila
negosiasi tidak mencapai kesepakatan.
2) Reservation Price, yaitu nilai atau tawaran terendah yang dapat diterima
sebagai sebuah kesepakatan dalam negosiasi.
3) ZOPA (Zone of Possible Agreement), yaitu suatu zona atau area yang
memungkinkan terjadinya kesepakatan dalam proses negosiasi.

Dengan pemahaman yang baik terhadap 3 konsep dasar tersebut diatas, maka
para perunding diharapkan dapat menentukan hal-hal yang ingin dicapainya dalam
negosiasi, menentukan besarnya konsesi yang ingin didapat dan dapat diberikan,
menentukan perlu tidaknya melanjutkan negosiasi, dan melakukan langkah lain
yang lebih menguntungkan.
4. Tahap-Tahap dalam Negosiasi
Proses negosiasi bukanlah proses sesaat yang dapat segera diperoleh hasilnya.
Proses negosiasi yang berlangsung dalam sekali episode (one-off episode)
tampaknya jarang terjadi, proses yang umum terjadi suatu proses yang berlangsung
secara kontinu atau terus-menerus hingga tercapai suatu kesepakatan bagi kedua
belah pihak.
Masing-masing pihak tentu mengharapkan proses negosiasi terjadi dengan
efektif. Untuk itu sebelum melakukan negosiasi harus dilakukan persiapan yang
matang dan terencana terlebih dahulu. John Hayes, membagi tahapan negosiasi
menjadi tiga proses yakni perencanaan, persiapan, dan tahap negosiasi (negotiation
table).
1) Perencanaan (planning)
Perencanaan dapat memberi kontribusi yang vital terhadap hasil sebuah
negosiasi. Pada tahap ini negosiator perlu menetapkan tingkat keuntungan
(target) yang ingin dicapai dalam sebuah negosiasi. Bersamaan dengan itu
pula, negosiator perlu menentukan batas terendah (limit), sebagai lampu merah
dalam proses negosiasi yang akan terjadi. Seorang negosiator yang cakap
(skilled negotiator) tentu akan berusaha untuk mencoba menemukan ambang
batas minimal (limit) capaian pihak lawan, agar memudahkan bagi negosiator
dalam menyusun strategi. Selain itu, juga untuk menghindari terjadi
kemacetan (breakdown) dalam negosiasi.
2) Persiapan (preparation).
Untuk mengetahui capaian minimal (limit) pihak lawan, maka seorang
negosiator perlu mengamati, memantau dan bahkan meneliti lawan negosiator,
dengan cara berupaya sebisa mungkin untuk mengorek informasi tentang
lawan negosiator, seperti menerjunkan tim untuk memata-matai, sapotase,
bahkan menyadap. Tindakan tersebut dibutuhkan agar segala informasi yang
dibutuhkan terkait pihak lawan terkumpul seluruhnya dan dapat digunakan
untuk memaksimalkan keuntungan bagi pihak negosiator.
3) Tahap implementasi (negotiation table).
Tahap ini merupakan saat proses interaksi antara negosiator dan pihak lawan
berlangsung dan hasilnya sangat ditentukan dari strategi dan taktik dari kedua
belah pihak
Casse juga memiliki pandangan mengenai tahapan penting dalam
bernegosiasi, yaitu sebagai berikut :
1) Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan negosiasi membutuhkan tiga tugas utama, yaitu
merencanakan sasaran negosiasi dan memperjelas proses negosiasi. Sasaran
negosiasi adalah hasil yang diharapkan dalam bernegosiasi. Hal ini merupakan
salah satu alasan utama mengapa seseorang bernegosiasi. Penentuan sasaran
sangatlah penting sebagai arahan atau petunjuk dalam bernegosiasi.
Strategi negosiasi yang merupakan cara untuk mencapai tujuan
bernegosiasi. Untuk mencapai kesepakatan kedua belah pihak memang
diperlukan strategi yang tepat. Proses negosiasi merupakan suatu proses tawar-
menawar yang diharapkan mampu menghasilkan suatu kesepakatan dikedua
belah pihak yang saling menguntungkan
2) Tahap Implementasi
Tahap implementasi merupakan tahapan peranan atau tindakan yang
diperlukan agar mencapai sukses dalam bernegosiasi. Implementasi negosiasi
memiliki beberapa komponen penting, antara lain :
a) Taktik cara anda
Adalah bahwa anda tahu tujuan yang ingin dicapai, anda bersikeras dan
memaksa pihak lawan agar percaya bahwalah anda yang benar dan
anda terus menekan.
b) Taktik bekerja sama
Taktik ini menegaskan bahwa anda mau mendengarkan pihak lawan
dan mengetahui apa yang ada di benak mereka, Andalah yang
memutuskan untuk bersikap reaktif (bukan proaktif) siap bekerjasama.
c) Taktik tidak bertindak apa-apa
Taktik ini merupakan sikap keras kepala dalam bernegosiasi.
d) Taktik melangkah ke tujuan lain
Taktik ini menuntut Andalah yang harus aktif menggeser suatu
persoalan ke persoalan lain.
3) Tahap Peninjauan Negosiasi
Tahap ini merupakan tahapan setelah berlangsungnya suatu proses
negosiasi. Ada beberapa alasan penting mengapa tahap peninjauan negosiasi
perlu dilakukan, antara lain:
1) Untuk memeriksa apakah Anda sudah mencapai tujuan anda
2) Jika tidak, maka hal itu dapat menjadi pelajaran sekaligus pengalaman
yang sangat berharga bagi seorang negosiator
3) Jika ya, maka pastikan apa yang sudah Anda lakukan dengan baik dan
bangunlah kesuksesan anda
5. Strategi dalam negosiasi
Ada beberapa strategi dan cara yang perlu dilaksanakan dalam menciptakan
kondisi yang persuasif, asertif, dan komunikasi terbuka selama negosiasi berjalan.
a. Pilih fakta-fakta yang rasional dan berdasarkan hasil penelitian.
b. Dengarkan dengan saksama, dan perhatikan respons nonverbal yang nampak.
c. Berpikirlah positif dan selalu terbuka untuk menerima semua alternatif
informasi yang disampaikan.
d. Upayakan untuk memahami pandangan apa yang disampaikan lawan bicara
Anda. Konsentrasi dan perhatikan, tidak hanya memberikan persetujuan.
e. Selalu diskusikan tentang konflik yang terjadi. Hindarkan masalah-masalah
pribadi pada saat negosiasi.
f. Hindari menyalahkan orang lain atas konflik yang terjadi.
g. Jujur.
h. Usahakan bersikap bahwa Anda memerlukan penyelesaian yang terbaik.
i. Jangan langsung menyetujui solusi yang ditawarkan, tetapi berpikir, dan
mintalah waktu untuk menjawabnya.
j. Jika kedua belah pihak menjadi marah atau lelah selama negosiasi
berlangsung, istirahatlah sebentar.
k. Dengarkan dan tanyakan tentang pendapat yang belum begitu Anda pahami.
l. Bersabarlah .
Menurut Saner (2012) strategi merupakan keseluruhan garis pedoman dalam
negosiasi, yang mengindikasikan arah yang kita butuhkan dalam negosiasi mulai
dari keinginan (interest) hingga kebutuhan untuk mewujudkan keinginan itu
(objective). Adapun taktik, selalu mengikuti setelah strategi, menyempurnakan
strategi dengan garis aksi yang kongkrit. Bila strategi adalah pikiran, maka taktik
adalah formulasi untuk mewujudkan pikiran tersebut.

Taktik tidak berorientasi langsung pada tujuan (objective), melainkan


berorientasi pada strategi. Berikut ini merupakan skema konteks Strategi dalam
negosiasi :

Bagan 1. Strategy context of negotiation. Sumber dari Raymond Saner (2012).

John Hayer (2002: 230) mengungkapkan bahwa terdapat tiga sifat hirarki
keterampilan bernegosiasi, yakni perilaku (behaviour), taktik, dan strategi. Dan
kaitannya sebagai berikut :

a. Perilaku merupakan komponen utama dalam keahlian bernegosiasi, karena


perilaku dapat disusun dan dibentuk berdasarkan taktik dan strategi negosiasi.
Ragam perilaku itu di antaranya yakni mengirim informasi, mencari informasi
dan beragumentasi.
b. Beragam perilaku tersebut di atas, dapat disusun dan rangkai dalam berbagai
pengaturan yang disebut dengan taktik bernegosiasi.
c. Dan strategi merupakan level tertinggi dalam hierarki itu dan mencerminkan
keseluruhan pendekatan dan gaya seorang negosiator.

Strategi ini Mengacu pada Carnevale dan Pruitt dalam sebuah tinjauan luas
mengenai negosiasi, disebutkan bahwa ada dua tradisi pemikiran dalam negosiasi,
yakni:

a. Tradisi kognitif (The cognitive tradision), yang berberpendapat bahwa


pendekatan seorang negosiator terhadap pemprosesan informasi (information
processing) yang menentukan keberhasilan hasil (outcome) dari sebuah
negosiasi.
b. Tradisi motivasi dan strategi (The motivation and strategy tradition),
berpendapat bahwa orientasi motivasi seorang negosiator, berpengaruh pada
pemilihan strategi yang digunakan dan pada gilirannya berpengaruh pada hasil
(outcome) sebuah negosiasi. Fokus penjelasan tentang strategi, pemakalah
akan lebih banyak mengulas point kedua ini
Pada model dua dimensi konflik perilaku yang dikonsep oleh Thomas, ia
menyediakan dasar untuk sebuah model pilihan pada tradisi motivasi dan
strategi, yakni kerjasama (cooperation), yang merefleksikan konsentrasi
negosiator untuk keuntungan pihak lain dan ketegasan (assertiveness), yang
merefleksikan konsentrasi negosiator untuk keuntungan sepihak.
Berikut ini merupakan hubungan antara dua orientasi motaivasi tersebut
(kerja sama dan ketegasan), yang memprediksi strategi yang dipilih oleh
negosiator. Pilihan strategi itu akan menentukan cara mereka berprilaku serta
taktik yang akan mereka adopsi. terdapat lima orientasi motivasi, yakni :
a. Kompetitif (competitive negosiator), termotivasi untuk mendapatkan
keuntungan maksimum untuk diri sendiri dan beban/ kerugian pada
pihak lain (win-lose). Negosiator akan menyokong taktik bertengkar/
berdebat dan membujuk pihak lain untuk menyerah.
b. Akomodatif (accomodative negotiator), fokus utama negosiator yakni
menjamin bahwa pihak lain mendapatkan beberapa keuntungan,
meskipun tindakan ini perlu mengorbankan keuntungan bagi diri
sendiri (lose-win). Negosiator akan tertarik dengan taktik menyerah
(conceding).
c. Kolaboratif (collaborative negotiator), termotivasi untuk
mendapatkan keuntungan maksimum untuk kedua belah pihak (win-
win). Negosiator menggunakan taktik pemecahan masalah (problem-
solving), termasuk prilaku seperti mendengarkan secara empati
(emphatic listening).
d. Non-Aktif (inactive negotiator), mengabaikan keuntungan sendiri
maupun keuntungan pihak lain, dengan menghindari upaya untul
mengatasi perbedaan dalam hasil yang diinginkan (lose-lose).
e. Kompromi (compromising negotiator), mengadopsi strategi
menengah dan termotivasi untuk mencari sebuah tingkat kepuasan
akan keuntungan bersama (daripada hasil maksmimum) dengan
memisahkan perbedaan atas capaian masing-masing.
Bagan 2. model orientasi motivasi, diadopsi dari Ruble dan Thomas

Selain lima faktor orientasi motivasi tersebut di atas, menurut Hayes


(2002) terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi negosiator memilih
strategi negosiasi yakni :
a. Keberlanjutan interaksi (continuity of the interaction), terkadang
negosiasi terjadi hanya dalam sekali peristiwa saja (one-off episode)
dan apa pun yang terjadi antara para pihak tidak memiliki
konsekuensi jangka panjang. Namun, mengakomodasi beberapa
tuntutan/ keinginan pihak lain dalam negosiasi, akan menciptakan
rasa utang budi (sense of indebtedness) yang dapat memberi pengaruh
yang menguntungkan sebagai pendekatan terhadap negosiasi di masa
akan datang.
b. Budaya lokal (local culture), budaya menyediakan sebuah konteks
dalam negosiasi, bahwa negosiasi terjadi dalam bingkai kerja
(framework) sebuah institusi budaya dan dipengaruhi oleh norma dan
nilai. Menurut Brett dan kolega (1998), budaya juga merupakan satu
di antara beberapa faktor yang mempengaruhi proses dan hasil
negosiasi. Dan pilihan strategi negosiasi dipengaruhi oleh budaya
tersebut.
c. Taruhan (stakes), strategi kompetisi dan kolaborasi memakan waktu
dan energi bila dibandingkan dengan strategi lainnya. Dengan
demikian, taruhan yang kecil akan menyebabkan pihak lain enggan
untuk menginvestasikan waktu dan energi dalam proses negosiasi dan
mereka lebih cenderung lebih fokus terhadap isu-isu yang lebih
penting.
d. Atribusi terhadap maksud pihak lain, terdapat bias yang kuat
terhadap cara seorang negosiator mempersepsikan niat/ maksud dari
pihak lain. Kecenderungan yang terjadi yakni melihat diri negosiator
sebagai kooperatif dan pihak lain sebagai kompetitif. para pihak
merespon pihak lain atas dasar interpretasi mereka terhadap perilaku
pihak lain. Kecenderungan melihat pihak lain sebagai kompetitif,
maka akan meningkatkan bias seorang negosiator untuk melindungi
kepentingannya. Untuk itu, strategi kolaborasi perlu digunakan/
diadopsi agar ada tingkat kepercayaan (level of trust) yang dapat
diterima oleh para pihak.
e. Persepsi terhadap keseimbangan kekuatan (balance of power),
seorang negosiator mungkin merasa enggan untuk mengadopsi
strategi kompetitif, ketika pihak lain dilihat lebih kuat dan mampu
unggul/ menang.
Pada saat proses negosiasi berlangsung, para negosiator perlu
menganalisa proses negosiasi yang sedang berlangsung. Bahkan juga, perlu
untuk memodifikasi strategi guna memperoleh hasil yang terbaik dari proses
negosiasi. Sebagai contoh, salah satu pihak mungkin memulai negosiasi
dengan mengadopsi pendekatan kolaborasi. Kemudian saat berlangsungnya
proses negosiasi, pihak lawan cenderung menggunakan strategi kompetitif,
maka negosiator harus memodifikasi strateginya dengan menggunakan taktik
menantang. Dengan demikian, pihak-pihak yang menggunakan strategi
kompetitif mungkin menyadari bahwa lawan mereka memiliki kekuatan yang
sama (equal power).
Sebagai alternatif, mungkin mereka menyadari bahwa satu-satunya cara
untuk mencapai penyelesaian yang dapat diterima bersama yakni dengan cara
berkompromi atau bekerja sama untuk menemukan solusi bersama (win-win
solution).Saner (2012) memberikan uraian yang berbeda mengenai ragam
perilaku dalam proses negosiasi, yakni :
a. Menjengkelkan (irritator): Tindakan tersebut bertujuan untuk
memusingkan pihak lain, sebagai reaksi alami terhadap sikap pihak
lain yang memuji diri sendiri, yang mengira bahwa setiap argument
yang dibangun selalu tepat.
b. Menginterupsi dengan adu/ banding gagasan (counter-proposal):
Teknik ini biasa sering digunakan negosiator yang kurang
pengalaman (less experienced), negosiator sering memilih interupsi di
tengah proses negosiasi daripada mendengarkan gagasan orang lain.

6. Elemen Kunci dalam melakukan negosiasi


 Lakukan lah hal – hal di bawah ini :
1) Jelaskan tujuan negosiasi, bukan posisinya. Pastikan bahwa Anda
mengetahui keinginan orang lain.
2) Perlakukan orang lain sebagai teman dalam penyelesaian masalah,
bukan sebagai musuh. Hadapi masalah yang ada, bukan orangnya.
3) Ingat, bahwa setiap orang mengharapkan penyelesaian yang dapat
diterima, jika Anda dapat menyajikan sesuatu dengan baik dan
menarik.
4) Dengarkan baik-baik apa yang dikatakan dan apa yang tidak.
Perhatikan gerakan tubuhnya.
5) Lakukan sesuatu yang sederhana, tidak berbelit-belit.
6) Antisipasi penolakan.
7) Tahu apa yang dapat Anda berikan.
8) Tunjukkan beberapa alternatif pilihan.
9) Tunjukkan keterbukaan dan ketaatan jika orang lain sepakat
terhadap pendapat Anda.
10) Bersikaplah asertif, bukan agresif.
11) Hati-hati, Anda mempunyai suatu kekuasaan untuk memutuskan.
12) Pergunakan gerakan tubuh, jika Anda menyetujui atau tidak
terhadap suatu pendapat.
13) Konsisten terhadap apa yang Anda anggap benar.
 Hindari hal – hal di bawah ini :
1) Sikap yang tidak baik, seperti sinis, kasar, dan menyepelekan
2) Trik yang tidak baik, seperti manipulasi
3) Distorsi
4) Tergesa-gesa dalam proses negosiasi
5) Tidak berurutan
6) Membuat hanya satu pilihan
7) Memaksakan kehendak
8) Berusaha menekankan pada satu pendapat.

Menurut Oliver, ada enam kunci dasar yang perlu diperhatikan dalam
bernegosiasi, antara lain: persiapan yang baik, berlatih, menggambarkan
posisi anda, membuat usulan, penawaran, dan persetuuan. Masing-masing
kunci dasar dalam bernegosiasi tersebut dapat dijelaskan berikut ini.

1) Persiapan yang baik


Negosiasi yang tidak disertai persiapan yang baik tidak akan mampu
menghasilkan kesepakatan secara optimal. Semakin penting
negosiasi, seiakan banyak persiapan yang harus dilakukan. Lakukan
identifikasi pada tahap persiapan atas hal-hal berikut: Kemungkinan
pihak lawan membuka pernyataan dan posisi, bagaimana kita
bergerak dari posisi pihak lawan menuju aspirasi kita, masalah
potensial,rintangan, kesempatan, kebutuhan dan pilihan yang dimiliki
lawan kita, bagaimana idealism dan garis kita, pertimbangan biaya
setiap gerakan yang mungkin kita buat dan itu dapat menguntungkan
pihak lawan, dan antisipasi apa konsesi yang akan diberikan oleh
pihak lawan
2) Berlatih
Berlatih bernegosiasi merupakan kunci percaya diri. Hal itu dapat
menjadi pintu pembuka besar atau kecil masalah dan kesulitan yang
akan muncul. Cobalah rinci bagaimana kita berlatih, pendekatan apa
yang akan digunakan, pernyataan kunci apa yang akan di sampaikan,
dan bagaimana merespons pernyataan pihak lawan. Jangan bimbang
dan ragu, berlatih dan berlatilah. Semakin sering berlatih dan selalu
memperbaiki diri setiap terjadi kekeliruan akan menjadikan modal
dasar yang berharga menuju kesuksesan.
3) Menggambarkan posisi
Pada beberapa titik, setiap sisi menggambarkan posisi mereka dengan
jelas. Tujuan kita adalah bagaimana memberikan kesempatan kepada
pihak lawan untuk berbicara tentang berbagai hal yang berkaitan
dengan apa, bagaimana, kapan, dimana, dan mengapa negosiasi perlu
dilakukan. Kita harus dapat mengendalikan apa yang seharusnya anda
lakukan dan jangan terpengaruh oleh pihak lawan.
4) Membuat suatu usulan / proposal
Jika pihak lawan mengisyaratkan tidak membuat suatu usulan
(proposal) yang ingin diajukan dalam bernegosiasi, saatnya bagi kita
untuk mengusulkannya. Hal itu juga akan memberikan suatu konsensi
yang terlalu dini oleh pihak lawan. Namun demikian, pada babak
awal tersebut janganlah terlalu berharap munculnya sebuah
kesepakatan. Masih ada kata-kata tawaran berikutnya yang perlu
dipertimbangkan lebih lanjut dalam bernegosiasi.
5) Penawaran
Salah satu respon yang eektif dalam bernegosiasi adalah bagaimana
melakukan tawaran bagi pihak lawan dengan cara-cara yang baik.
Bagaimanapun, proses bernegosiasi tidak dapat dilepaskan dengan
proses penawaran. Gunakan kesempatan proses penawaran ini dengan
sebaik-baiknya.
6) Persetujuan
Dalam proses penawaran yang intens,sangatlah mudah untuk
melupakan apa yang telah disetujui. Sasaran dari setiap kali
bernegoisai adalah untuk mencapai kesepakatan. Suatu kesepakatan
itu tidak hanya terbatas pada hasil akhir dari kesepakatan, tetapi butir-
butir dari setiap kesepakatan juga menjadi bagian penting yang tak
terpisahkan dalam proses bernegosiasi.
Untuk mencapai suatu kesepakatan yang baik (efektif) bagi kedua
belah pihak, Hal perlu memahami dengan sebaik-baiknya apa yang
sebenarnya diinginkan oleh pihak lawan.
Menurut Mattock dan Ehrenborg, ada sepuluh hal yang sangat
diinginkan oleh pihak lawan Anda, antara lain
1) merasa nyaman akan dirinya sendiri,
2) tidak merasa dibohongi,
3) sekutu yang kekal,
4) mengetahui dan memahami lebih banyak,
5) menyelesaikan negosiasi tanpa harus bekerja terlalu keras,
6) uang, barang, dan pelayanan yang bagus,
7) diperlakukan dengan ramah-artinya didengarkan,
8) disenangi,
9) komunikasi yang jelas,
10) mengetahui kemampuan dan usahanya

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kolaborasi adalah hubungan kerja diantara tenaga kesehatan dalam
memeberikan pelayanan kepada pasien/klien. Kolaborasi dilakukan dengan 2 atau
lebih profesi yang berbeda. Dalam kolaborasi terjadi konflik sehingga dilakukan
negosiasi. Negosiasi adalah cara untuk menyelesaikan masalah atau konflik yang
terjadi. Negosiasi merupakan bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang
dilakukan oleh para pihak yang bersengketa sendiri atau kuasanya, tanpa bantuan dari
pihak lain, dengan cara bermusyawarah atau berunding untuk mencari pemecahan
yang dianggap adil diantara para pihak. Hasil dari negosiasi berupa penyelesaian
kompromi (compromise solution) yang tidak mengikat secara hukum.
Dalam proses bernegosiasi, ada tiga tahapan penting, yaitu: tahap perencanaan
yang merencanakan sasaran negosiasi dan memperjelas proses negosiasi., tahap
implementasi yang merupakan tahapan peranan atau tindakan yang diperlukan agar
mencapai sukses dalam bernegosiasi, dan tahap peninjauan negosiasi yang merupakan
tahapan setelah berlangsungnya suatu proses negosiasi. Selanjutnya, dalam
melakukan negosiasi, kita perlu memilih strategi yang tepat, sehingga mendapatkan
hasil yang kita inginkan. Strategi negosiasi ini harus ditentukan sebelum proses
negosiasi dilakukan. Ada beberapa macam strategi negosiasi yang dapat kita pilih.
Pertama, win-win yaitu strategi yang dipilih bila pihak-pihak yang berselisih
menginginkan penyelesaian masalah yang diambil pada akhirnya menguntungkan
kedua belah pihak. Kedua, win-lose yaitu strategi yang dipilih karena pihak-pihak
yang berselisih ingin mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya dari penyelesaian
masalah yang diambil. Ketiga, lose-lose yaitu strategi yang dipilih biasanya sebagai
dampak kegagalan dari pemilihan strategi yang tepat dalam bernegosiasi. Terakhir
keempat, lose-win yaitu strategi yang dipilih bila salah satu pihak sengaja mengalah
untuk mendapatkan manfaat dengan kekalahan mereka.
Dalam bernegosiasi, kemungkinan terjadi kesalahan secara sistematis yang
dilakukan oleh negosiator akibat dari misinterpretasi terhadap informasi yang
diperoleh selama proses negosiasi. Sehingga, dinilai memiliki kecenderungan
menghalangi proses negosiasi dengan hasil yang kurang optimal. Untuk itu,
diperlukan cara mengatasi bias kognitif yang terjadi dalam negosiasi.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, K., 2018. URGENSI PENERAPAN MANAJEMEN KONFLIK DALAM
ORGANISASI PENDIDIKAN. Jurnal Studi dan Penelitian, 1(2), pp. 31-38.
N., 2011. MANAJEMEN KEPERAWATAN Aplikasi dan Praktek Keperawatan Profesional.
Jakarta: Salemba Medika.
N., 2014. Manajemen Keperawatan Aplikasi dan Praktek Keperawatan Profesional. Jakarta:
Salemba Medika.

Azmi, L. F. D., Rahmawati, L., Masdar, M., Nancy, M. Y., & R., M. S. (2020). METODE
PENGELOLAAN KONFLIK INTERPROFESIONAL METHOD OF
INTERPROFESSIONAL CONFLICT MANAGEMENT. Jurnal Kesehatan, 8(1), 8–19.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Susilaningsih, F. S., Merdiani, H. S., Kurniawan, T., Widiawati, M., Maryani, L., &
Meharawati, I. (2017). Sosialisasi model praktik kolaborasi interprofesional pelayanan
kesehatan rumah sakit. Dharmakarya: Jurnal Aplikasi Ipteks Untuk Masyarakat, 6(No.
1), 10–13. http://jurnal.unpad.ac.id/dharmakarya/article/download/14870/7871

Anda mungkin juga menyukai