Anda di halaman 1dari 17

PERAN PEMIMPIN DALAM FUNGSI MANAJEMEN KEPERAWATAN

“DECISION MAKING”

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar :


Kepemimpinan Keperawatan Dalam Pelayanan Kesehatan
Dosen Pengampu : Dr. Basilus Dedi ,SKM.M.Kep

Oleh :
Nikodimus Margo Rinenggantyas
Nim. 22020118410006

PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG

1
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Setiap individu atau organisasi tidak akan terlepas dari masalah. Masalah pada
dasarnya adalah penyimpangan atau ketidaksesuaian dari apa yang semestinya terjadi
atau tercapai. Kesalahan dalam melakukan identifikasi masalah akan menyebabkan
kesalahan dalam penyelesaiannya. Kesalahan identifikasi tersebut bisa disebabkan kita
salah dalam menafsirkan gejala yang merupakan akibat dari masalah yang terjadi. Untuk
dapat menyelesaikan masalah, maka perlu dilakukan proses penyelesaian masalah dari
mulai mengumpulkan informasi yang terkait dengan gejala dan masalah yang dihadapi,
hingga kepada penyelesaian masalah yang mungkin dapat dilakukan. Proses tersebut
sering kali dinamakan sebagai proses penyelesaian masalah (problem solving).
Penyelesaian masalah sering kali tidak mudah karena berbagai faktor yang terkait
dengan masalah sering kali tidak berpola tunggal, baik yang terkait dengan faktor
penyebab maupun alternatif penyelesaiannya. Alternatif yang mana yang akan kita pilih
pada dasarnya mendorong kita untuk mengambil keputusan, karena keputusan harus
diambil agar proses dapat terus berjalan.
Pengambilan keputusan dalam penyelesaian masalah adalah kemampuan mendasar
bagi praktisi kesehatan, khususnya dalam asuhan keperawatan. Tidak hanya berpengaruh
pada proses pengelolaan asuhan keperawatan, tetapi penting untuk meningkatkan
kemampuan merencanakan perubahan. Perawat pada semua tingkatan posisi klinis harus
memiliki kemampuan menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan yang efektif,
baik sebagai pelaksana/staf maupun sebagai pemimpin.
Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan bukan merupakan bentuk
sinonim. Pemecahan masalah dan proses pengambilan keputusan membutuhkan
pemikiran kritis dan analisis yang dapat ditingkatkan dalam praktek. Pengambilan
keputusan merupakan upaya pencapaian tujuan dengan menggunakan proses yang
sistematis dalam memilih alternatif. Tidak semua pengambilan keputusan dimulai
dengan situasi masalah.

2
Pemecahan masalah termasuk dalam langkah proses pengambilan keputusan, yang
difokuskan untuk mencoba memecahkan masalah secepatnya. Masalah dapat
digambarkan sebagai kesenjangan diantara “apa yang ada dan apa yang seharusnya
ada”. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang efektif diprediksi bahwa
individu harus memiliki kemampuan berfikir kritis dan mengembangkan dirinya dengan
adanya bimbingan dan role model di lingkungan kerjanya.
Oleh karena pentingnya pengambilan keputusan, maka perlu diberlakukan suatu
pembahasan secara mendalam mengenai pengambilan keputusan yang akan kita ikuti
dalam mata kuliah pengambilan keputusan, agar kita dapat memahami esensi dari
pengambilan keputusan itu sendiri. Selain sebagai kewajiban tugas kelompok, makalah
ini diperbuat bertujuan untuk memberi pemahaman kepada pembaca, agar mampu
memahami konsep dasar pengambilan keputusan secara sederhana dan jelas.

2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengetahui dan mengevaluasi konsep dasar pengambilan keputusan terutama dalam
keperawatan
b. Tujuan Khusus
1) Mengetahui konsep dari Decision Making
2) Mengetahui tipe dan jenis Decision Making
3) Mengetahui Prinsip Etik dalam Pengambilan Keputusan Keperawatan di rumah
sakit
4) Mengetahui dan memahami apa saja langkah-langkah dalam Decision Making
5) Memahami penerapan Decision Making dalam manajemen keperawatan di rumah
sakit terutama bagi perawat

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Decison Making


Pengambilan keputusan (desicion making) adalah melakukan penilaian dan menjatuhkan
pilihan. Keputusan ini diambil setelah melalui beberapa perhitungan dan pertimbangan
alternatif. Sebelum pilihan dijatuhkan, ada beberapa tahap yang mungkin akan dilalui
oleh pembuat keputusan. Tahapan tersebut bisa saja meliputi identifikasi masalah utama,
menyusun alternatif yang akan dipilih dan sampai pada pengambilan keputusan yang
terbaik.
Secara umum, pengertian pengambilan keputusan telah dikemukakan oleh banyak ahli,
diantaranya adalah :
1. G. R. Terry : Mengemukakan bahwa pengambilan keputusan adalah sebagai
pemilihan yang didasarkan kriteria tertentu atas dua atau lebih alternatif yang
mungkin.
2. Claude S. Goerge, Jr :Mengatakan proses pengambilan keputusan itu dikerjakan
oleh kebanyakan manajer berupa suatu kesadaran, kegiatan pemikiran yang termasuk
pertimbangan, penilaian dan pemilihan diantara sejumlah alternatif.
3. Horold dan Cyril O’Donnell : Mereka mengatakan bahwa pengambilan keputusan
adalah pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara bertindak yaitu inti dari
perencanaan, suatu rencana tidak dapat dikatakan tidak ada jika tidak ada keputusan,
suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat.
4. P. Siagian : Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap
suatu masalah, pengumpulan fakta dan data, penelitian yang matang atas alternatif
dan tindakan.

B. Tipe-Tipe Decision Making


1. Programmed Decision Making
Seringkali situasi yang dihadapi oleh pengambil keputusan dalam sebuah organisasi
merupakan situasi yang sudah pernah terjadi sebelumnya dan muncul kembali secara
berulang-ulang. Untuk menghadapi situasi tersebut, organisasi menggunakan apa yang
disebut Performance Program, yaitu sebuah prosedur standar dan terstruktur dalam
pengambilan keputusan ketika menghadapi situasi tertentu. Pengambilan keputusan

4
seperti inilah yang disebut dengan Programmed Decision.Programmed Decision
memungkinkan pengambil keputusan untuk mengambil keputusan secara cepat tanpa
harus mencari informasi, mempertimbangkan alternatif, dan berbagai hal lainnya yang
memakan waktu. Meski demikian, manajer harus waspada kapan saatnya menyesuaikan
Performance Program karena organisasi harus dapat berespon terhadap lingkungan yang
dinamis dan berubah-ubah.Performance Program yang efektif dipakai saat ini misalnya,
mungkin tidak efektif lagi untuk dipakai dua tahun mendatang. Contohnya adalah
penetapan gaji pegawai, prosedur penerimaan pegawai baru, prosedur kenaikan jenjang
kepegawaian dan sebagainya.

2. Non-Programmed Decision Makinng


Pengambilan keputusan yang merespon terhadap sebuah situasi baru yang belum
pernah dihadapi sebelumnya disebut sebagai non-programmed decision making.
Pengambilan keputusan tipe ini mengharuskan pengambil keputusan mencari informasi
sebanyak-banyaknya untuk dapat mengambil keputusan yang terbaik diantara alternatif-
alternatif yang ada. Mengingat lingkungan bisnis masa kini yang terus berubah-ubah
dengan cepat dan penuh dengan ketidakpastian, manajer akan banyak menghadapi non-
Programmed Decision.
Situasi non-programmed decision tertentu yang terjadi secara berulang-ulang dapat
dikembangkan menjadi Programmed Decision apabila manajer cermat dan mampu
membuat Performance Program yang tepat. Contohnya adalah pengalokasian sumber
daya-sumber daya organisasi, penjualan yang merosot tajam, pemakaian teknologi yang
modern dan sebagainya.

C. Prinsip Etik dalam Pengambilan Keputusan Keperawatan


1. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis
dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan
memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau
piliah yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan respec
terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan
bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan
individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi

5
saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan
dirinya.
2. Berbuat Baik (Beneficience)
Beneficience berarti melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan memerlukan
pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan
peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang dalam situasi pelayanan
kesehatan terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi
3. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil terhadap orang lain
yang menjunjung prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam
praktek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum,
standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan
kesehatan
4. Tidak Merugikan (Nonmaleficience)
Pada prinsip ini berarti tindakan keperawatan pada klien tidak menimbulkan bahaya
atau cidera fisik dan psikologis pada klien
5. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran . Nilai ini diperlukan oleh pemberi
pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk
meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan
kemamapuan seseoranga untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar
menjadi akurat, komprensensif, objek untuk memfasilitasi pemahaman dan ada
penerimaan materi yang ada dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang
sgala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan diirinya selama menjalani
perawatan.
6. Menepati janji (Fidelity)
Prinsip ini dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap
orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan
rahasia klien. Ketaan, kesetiaan, adalah kewajiban seorang perawat untuk
mempertahankan komitmen yang dibuatnya pada pasien.

6
7. Kerahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus di jaga
privasinya. Segala sesuatu yang terdapat dokumen catatan kesehatan klien hanya
boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak seorangpun dapat memperoleh
informasi tersebut kecuali jika di izinkan oleh klien dengan bukti persetujuan.

D. Langkah-langkah dalam Decision Making


Menurut G. R. Terry :

1. Merumuskan problem yang dihadapi


2. Menganalisa problem tersebut
3. Menetapkan sejumlah alternative
4. Mengevaluasi alternative
5. Memilih alternatif keputusan yang akan dilaksanakan

Menurut Peter Drucer :

1. Menetapkan masalah
2. Manganalisa masalah
3. Mengembangkan alternative
4. Mengambil keputusan yang tepat
5. Mengambil keputusan menjadi tindakan efektif

Pengambilan keputusan merupakan proses yang komleks yang memerlukan penanganan yang
serius. Secara umum, proses pengambilan keputusan meliputi tujuh langkah beriktu (Gibson
dkk, 1987):

1. Menerapkan tujuan dan sasaran : Sebelum memulai proses pengambilan


keputusan, tujuan dan sasaran keputusan harus ditetapkan terlebih dahulu, apa hasil
yang harus dicapai dan apa ukuran pencapaian hasil tersebut.
2. Identifikasi persoalan : Persoalan-persoalan di seputar pengambilan keputusan harus
diidentifikasikan dan diberi batasan agar jelas. Mengidentifikasikan dan memberi
batasan persoalan ini harus tepat pada inti persoalannya, sehingga memerlukan upaya
penggalian.

7
3. Mengembangkan alternatif : Tahap ini berisi pengnidentifikasian berbagai alternatif
yang memungkinkan untuk pengambilan keputusan yang ada. Selama alternatif itu
ada hubungannya, walaupun sedikit, harus ditampung dalam tahap ini. Belum ada
komentar dan analisis.
4. Memilih alternatif : Beberapa alternatif yang layak tersebut di atas harus dipilih satu
alternatif yang terbaik. pemilihan alternatif harus harus mempertimbangkan
ketersediaan sumberdaya, keefektifan alternatif dalam memecahkan persoalan,
kemampuan alternatif untuk mencapai tujuan dan sasaran, dan daya saing alternatif
pada masa yang akan datang.
5. Menerapkan keputusan : Keputusan yang baik harus dilaksanakan. Keputusan itu
sendiri merupakan abstraksi, sedangkan baik tidaknya baru dapat dilihat dari
pelaksanaannya.
6. Pengendalian dan evaluasi : Pelaksanaan keputusan perlu pengendalian dan evaluasi
untuk menjaga agar pelaksanaan keputusan tersebut sesuai dengan yang sudah
diputuskan.

E. Aplikasi Decision Making dalam Manajemen Keperawatan


Dalam mengaplikasikan pengambilan keputusan dalam bidang keperawatan
dibutuhkan peran perawat sebagai tenaga kerja yang bekerja di rumah sakit untuk
mengambil bagian dalam pembuatan keputusan terhadap asuhan keperawatan yang
diterapkannya pada pasien.
Perawat sebagai tenaga kesehatan mayoritas di tempat pelayanan kesehatan,
termasuk rumah sakit, mempunyai posisi yang utama dalam pemberian pelayanan
kesehatan karena asuhan keperawatan yang diberikan perawat bersifat kontinyu, konstan,
koordinatif, dan advokatif, sehingga perawat mempunyai peran penting yang
kesinambungan demi tercapainya tujuan pelayanan kesehatan yaitu pemberian asuhan
keperawatan. Tenaga perawat sebagai anggota tim kesehatan dalam menjalankan peran
dan fungsinya bersifat mandiri, kolaboratif dan atau saling tergantung dengan anggota
tim kesehatan lain. Menurut Potter and Perry (2005), bahwa perawat mempunyai fungsi
yang sangat luas yang membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan dalam lingkup area
yang bervariasi. Dalam melaksanakan fungsinya tersebut perawat melaksanakan peran-
peran yang saling berhubungan seperti sebagai pemberi pelayananan keperawatan,
pengambil kepututsan klinik dan etik, protector dan advokat dari pasien, manajer,
rehabilitator, comforter, komunikator, dan pendidik. Untuk dapat berperan secara aktif

8
dalam memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan, diperlukan perawat yang mampu
berpikir kritis dan logis untuk mengambil keputusan yang tepat dalam memecahkan
masalah. Beberapa hal yang dapat menimbulkan masalah peran yang ambigu
menimbulkan dilema etik. Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak
ada alternatif yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan
tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk
membuat keputusan yang etis, seseorang harus tergantung pada pemikiran yang rasional
dan bukan emosional. Kerangkan pemecahan dilema etik banyak diutarakan dan pada
dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan/ pemecahan masalah secara ilmiah
(Thompson & Thopson, 1981).
Sebagai seorang profesional, perawat bertanggung jawab dan mengemban tanggung
gugat untuk membuat keputusan dan mengambil langkah-langkah tentang asuhan
keperawatan yang diberikan. Kemampuan pengambilan keputusan yang tepat dan akurat
sangat dibutuhkan perawat untuk dapat menyelamatkan pasien yang dihadapi. Agar
perawat dapat melakukan tugasnya dengan baik, setiap perawat harus memahami dan
mampu menerapkan pelayanan keperawatan sesuai dengan standar profesi keperawatan
(Hidayat, 2012). Kemampuan perawat ketika menangani pasien dalam kondisi-kondisi
kritis tentu tidak lepas dari latar belakang pendidikan yang pernah ditempuh serta
pengalaman yang pernah dijalani. Termasuk di sini adalah kemampuan perawat dalam
mengambil keputusan saat gawat darurat. Perawat memiliki tanggung jawab dan
kewenangan untuk mengambil langkah-langkah keperawatan yang diperlukan sesuai
dengan standar keperawatan. Perawat dalam menjalankan tugasnya harus sesuai dengan
kode etik dan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan (Mudayana,
2014)

9
BAB III

HASIL OBSERVASI

Contoh Kasus

Seorang laki-laki berumur 60 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan tidak bisa
buang air kecil selama + 5 hari sehingga terasa nyeri di bagian kandung kemih dengan
riwayat yang sama 2 minggu sebelumnya terpasang Dower Cateter (DC) . Setelah diperiksa
didapatkan diagnosa dokter umum yaitu inkontinensia urine, sehingga dokter meminta
perawat untuk memasang DC sesuai dengan ukuran kelamin dewasa. Pada saat perawat
pelaksana melakukan tindakan pemasangan DC, perawat melaporkan kepada dokter bahwa
selang DC tidak dapat masuk ke saluran kencing pasien dikarenakan ada tahanan, sehingga
dokter meminta perawat untuk menghentikan tindakan, namun pasien merasa tidak puas
sehingga pasien dan keluarga meminta kepada dokter agar perawat memasang ulang DC.
Akhirnya permintaan pasien dipenuhi, namun saat tindakan pemasangan DC dilakukan tiba-
tiba keluar darah segar dari saluran kencing pasien. Namun pasien masih memaksa perawat
untuk tetap melanjutkan tindakan tersebut dengan alasan pasien merasakan sakit dan ingin
bisa Buang Air Kecil (BAK). Disini apa yang seharusnya dilakukan oleh perawat,
menghentikan pemasangan dengan resiko pasien tidak bisa BAK atau melanjutkan
pemasangan DC selama pasien menunggu pemeriksaan tunjangan lebih lanjut namun
keinginan pasien tidak terpenuhi.

10
BAB IV

PEMBAHASAN

Tujuan utama profesi perawat adalah bertugas sebagai problem solver, yaitu
memecahkan masalah kesehatan pasiennya dengan menggunakan metode pemecahan
masalah. Metode pemecahan masalah digunakan sebgai kerangka bagi perawat untuk
membuat keputusan etik. Dengan cara sebagai berikut ;

1) Menghubungkan kasus dengan teori yang paling tepat. Sehingga perawat mendapatkan
gambaran terkait pilihan keputusan yang harus diambilnya. Mengumpulkan data dan
mengidentifikasi masalah yang terjadi.
2) Perawat harus menghubungkan dengan prinsip prinsip etika profesi yang berlaku.
3) Perawat perlu mengidentifikasi siapa saja yang ikut serta dalam pengambilan
keputusan.
4) Perawat mengidentifikasi konsekwensi yang mungkin terjadi dari alternatif keputusan
yang ada.
5) Perlu memperhatikan keinginan pasien dalam hal ini berkaitan dengan prinsip etik
yaitu otonomi yang berarti hak untuk membuat keputusan
Prinsip utama dalam melaksanakan peran perawat adalah moral dan etika keperawatan.
Dalam setiap memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, perawat harus selalu
berpedoman pada etika keperawatan dan standar keperawatan yang ada serta ilmu
keperawatan. Hal ini penting, guna menghindarkan kesalahan yang dapat berakibat fatal
terhadap pasien dan eksistensi profesi keperawatan yang sedang mencari identitas diri.

Pada kasus di atas dilema etik yang dialami klien yaitu pada nilai Autonomy dan Non-
Maleficience dimana pasien meminta untuk tetap dilakukan pemasangan DC namun
keadaannya yang tidak memungkinkan karena terjadi perdarahan pada saluran kencing klien.
Dalam keadaan ini, sebagai perawat harus mengutamakan keselamatan klien sehingga
perawat menganjurkan untuk tidak dilkukan pemasangan DC. Pada kasus seperti ini peran
perawat adalah sebagai solving maker dimana pengambilan keputusan bisa diterima dengan
baik oleh semua pihak.

11
Berikut adalah langkah-langkah yang diambil untuk menyelesaikan masalah yang
dialami oleh pasien

1. Menerapkan tujuan dan sasaran


Menentukan orang yang terlibat: pasien, keluarga pasien, dokter, dan perawat
a) Tindakan yang diusulkan: tidak menuruti keinginan pasien untuk memasang
ulang DC
b) Maksud dari tindakan tersebut: agar tidak membahayakan diri pasien.
c) Konsekuensi tindakan yang diusulkan, bila tidak dilakukan tindakan pemasangan
ulang DC, Pasien dan keluarganya menyalahkan perawat dan apabila keluarga
pasien kecewa terhadap pelayanan di Rumah Sakit mereka bisa menuntut ke
rumah sakit

2. Identifikasi persoalan
Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut: Pasien tidak dapat BAK selama + 5
hari. Pasien meminta dokter agar perawat memasang ulang DC padahal pada
pemasangan DC yang pertama didapatkan tahanan pada saluran kencing pasien.
Keluarga mendukung keinginan pasien agar pasien dapat BAK. Konflik yang terjadi
adalah:
a) Pemasangan DC Ulang mengakibatkan perdarahan dari saluran kencing pasien.
b) Adanya perdarahan pada saluran kencing pasien mengakibatkan pasien dan
keluarga khawatir sehingga mengakibatkan pasien tidak nyaman dan tidak puas
dengan pelayanan yang diberikan.

3. Mengembangkan alternatif
Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan konsekuensi
tindakan tersebut
1) Tidak menuruti keinginan pasien tentang pemasangan DC dengan konsekuensi
a. Tidak memperparah perdarahan dari saluran kencing pasien
b. Pasien tidak bisa BAK
c. Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri
d. Menimbulkan kecemasan bagi pihak keluarga dan pasien

12
2) Tidak menuruti keinginan pasien, dan perawat membantu untuk meredakan nyeri
dengan manajemen nyeri sambil menunggu pemeriksaan lanjutan dengan
konsekuensi:
a) Tidak memperparah perdarahan dari saluran kencing pasien.
b) Pasien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya (meningkatkan
ambang nyeri)
c) Keinginan pasien untuk BAK tidak terpenuhi

3) Menuruti keinginan pasien untuk memasang ulang DC sambil menunggu


pemeriksaan tunjangan lebih lanjut. Artinya pemasangan DC dilanjutkan
meskipun terdapat perdarahan pada saluran kencing dengan konsekuensi:
a) Risiko memperparah perdarahan pada saluran kencing pasien.
b) Pasien dan keluarga harus menandatangani Inform Concent jika tetap
dilakukan pemasangan DC
c) Hak pasien sebagian dapat terpenuhi

4. Menentukan alternatif
Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi
masing-masing terhadap pasien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan
pendekatan yang paling menguntungkan/ paling tepat untuk pasien. Namun upaya
alternatif tindakan lain perlu dilakukan terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri
(relaksasi, pengalihan perhatian, atau meditasi) dan kemudian dievaluasi
efektifitasnya. Jadi pada kasus diatas pemilihan alternatif bagi pasien adalah pada
point 2

5. Implementasi Alternatif Terpilih


1) Memfasilitasi pasien dalam manajemen nyeri
2) Membantu proses adaptasi pasien terhadap nyeri/ meningkatkan ambang nyeri
3) Mengoptimalkan sistem dukungan
4) Membantu pasien untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif terhadap
masalah yang sedang dihadapi

13
6. Evaluasi dan Umpan balik
Evaluai umpan balik dilakukan untuk melihat keefektifan dari tindakan yang
diterapkan pada klien (menejemen nyeri) .Apabila terbukti efektif diteruskan namun
apabila alternatif tindakan tidak efektif maka keputusan yang sudah ditetapkan antara
petugas kesehatan dan pasien/ keluarganya akan dilaksanakan.

Masalah etika keperawatan pada dasarnya merupakan masalah etika kesehatan,


yang lebih dikenal dengan istilah etika biomedis atau bioetis. Kasus diatas menjadi suatu
dilema etik bagi perawat dimana dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana
tidak ada alternatif yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang
memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Pengambilan keputusan merupakan suatu
tindakan yang melibatkan berbagai komponen yang harus dipertimbangkan secara
matang oleh perawat, terutama yang terkait dengan permasalahan pada tatanan klinik.
Tindakan kelalaian dapat di minimalisir dengan pengetahuan serta pemahaman penuh
tentang kode etik perawat yang akan menjadikan pedoman perawat profesional dalam
melakukan tindakan praktik keperawatan secara professional sehingga keselamatan dan
kenyamanan pasien selalu menjadi prioritas utama.

14
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setiap manusia mempunyai hak dasar dan hak untuk berkembang, demikian juga
bagi pasien sebagai penerima asuhan keperawatan mempunyai hak yang sama walaupun
sedang dalam kondisi sakit. Demikian juga perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan
mempunyai hak dan kewajiban masing-masing. Kedua-duannya mempunyai hak dan
kewajiban sesuai posisinya. Disinilah sering terjadi dilema etik, dilema etik merupakan
bentuk konflik yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor internal dan
faktor eksternal, disamping itu karena adanya interaksi atau hubungan yang saling
membutuhkan.
Dilema etik sering terjadi di Rumah Sakit dalam menjalankan praktik asuhan
keperawatan. Sebagai tenaga profesional terkadang perawat berada pada posisi yang sulit
untuk memutuskan dikarenakan alternatif pilihan keputusan yang sama sama memiliki
nilai positif dan negatif. Dalam suatu keputusan etis suatu keputusan diambil berdasarkan
kebutuhan pasien dan tidak merugikan pasien. Keputusan etis dibuat berdasarkan
kesepakatan antara pasien dan perawat.
Dalam setiap pengambilan keputusan tindakan keperawatan perawat harus
melibatkan pasien atau keluarga. Putusan yang diambil harus melalui proses analisa dan
berdasarkan prinsip etik yang berlaku. Dalam suatu keputusan etis suatu keputusan
diambil berdasarkan kebutuhan pasien dan tidak merugikan pasien. Disini seorang
perawat harus mampu meyakinkan pasien bahwa keputusan etis yang diambil adalah
berdasarkan analisa dan pertimbangan yang matang. Oleh sebab itu dilema etik harus
diselesaikan baik pada tingkat individu dan institusi serta organisasi profesi dengan
penuh tanggung jawab dan tuntas. Pembelajaran tentang etika dan moral dalam dunia
profesi terutama bidang keperawatan harus ditanamkan kepada mahasiswa sedini
mungkin supaya nantinya mereka bisa lebih memahami tentang etika keperawatan
sehingga akan berbuat atau bertindak sesuai kode etiknya (kode etik keperawatan).

15
B. Saran
Pengetahuan etika adalah dasar untuk menyelesaikan isu masalah praktek
keperawatan, namun sedikit yang diketahui tentang pentingnya etika dan faktor yang
berhubungan dengan pekerjaan dalam penyampaian perawatan yang berkualitas (Connie,
2005). Perawat harus berusaha meningkatkan kemampuan profesional secara mandiri
atau secara bersama-sama dengan jalan menambah ilmu pengetahuan untuk
menyelesaikan suatu dilema etik. Selain itu, Sebagai seorang tenaga medis atau
kesehatan khususnya perawat haruslah memiliki etik keperawatan yang tidak hanya
dimiliki tetapi dihayati dan diterapkan dalam menjalankan tugas-tugas untuk
melaksanakan asuhan keperawatan terhadap pasien. Pasien tidak hanya dijadikan obyek
namun juga dijadikan patner aktif dalam pemberian atau peningkatan derajat
kesehatannya

16
Daftar Pustaka

Hani, Handoko. 2008. Manajemen Edisi Kedua. BPFE Yogyakarta : Yogyakarta


George. R. Terry. 2009. Prinsip-Prinsip Manajemen. Bumi Aksara : Jakarta
Mudayana, A. A. (2014). Peran Aspek Etika Tenaga Medis dalam Penerapan Budaya
Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Supplemen Majalah Kedokteran Andalas, 37, 69-
74.
Nursalam. (2008). Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Potter & Perry. (2005). Fundamental of nursing: Concept, process and practice (A. Yasmin,
Trans. 4th ed.). Jakarta: EGC
Makalah Dilema etik. http://hafikoandresni005.com/2013/06/makalah-dilema-etik.html.
diakses tanggal 14 Maret 2016. Hidayat, S. A. (2012).
Etika Keperawatan. http://www.slideshare.net/ameeraffanya/makalah-etik-keperawatan.
diakses tanggal 14 Maret 2016.

17

Anda mungkin juga menyukai