Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ETHICAL DECISION MAKING DAN


ETHICAL DECISION MAKING MODEL

Disusun Oleh :

Natasya W. Putri (22010216140001)

Winda Kumalasari (22010216140025)

Siti Nurhalisa (22010216140026)

Shabika (22010216140030)

Mochamad Haldi Tri Hutama (22010216140033)

S1 KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
2016
DAFTAR ISI.. 1
BAB 1 PENDAHULUAN..
1. LATAR BELAKANG.. 2
2. TUJUAN 3
3. RUMUSAN MASALAH.. 4
BAB II ISI..
A)PENGERTIAN 5
B) MACAM ETHICAL DECISION MAKING .. 6
C)CONTOH KASUS.. 7
BAB III PENUTUP..
1. KESIMPULAN... 8
2. SARAN 9

PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
TEORI PEMBUATAN
KEPUTUSAN SECARA ETIS/
ETHICAL DECISION
MAKING THEORY
Standard
Teori Dasar Pembuatan Keputusan
Teori dasar atau prinsip etika merupakan penuntun
untuk membuat keputusan etik praktik profesiona
(Fry,1991). Teori etik digunakan dalam pembuatan
keputusan bila terjadi konfik antara prinsip dan
aturan. Ahl filsafat moral telah mengembangkan
beberapa teori etik, yang secara garis besar dapat
diklasifikasikan menjadi teori teleologi dan
deontologi.

1. Teleologi
Teleologi (berasal dari bahasa Yunani, dari kata
Telos, berarti akhir). Istilah teleologi merupakan
suatu doktrin yang menjelaskan fenomena
berdasarkan akibat yang dihasilkan atau konsekuensi
yang dapat berdasarkan akibat yang dihasilkan atau
konsekuensi yang dapat terjadi. Pendekatan ini
sering disebut dengan ungkapan the end justifes the
means atau makna dari suatu tindakan ditentukan
oleh akhir yang terjadi. Teori ini menekankan pada
pencapaian hasil akhir yang terjadi. Pencapaian hasil
dengan kebaikan maksimal dan ketidakbaikan sekecil
mungkin bagi manusia (Kelly,1987). Teori teleologi
atau utilitarianisme dapat dibedakan menjadi rue
utilitarianisme atau act utilitarianisme. Rule
utilitarianisme berprinsip bahwa manfaat atau nilai
suatu tindakan bergantung pada sejauh mana
tindakan tersebut memberikan kebaikan atau
kebahagiaan kepada manusia. Act utilitarianisme
bersifat lebih terbatas; tidak melibatkan aturan umu,
tetapi berupaya menjelaskan apda suatu situasi
tertentu pertimbangan terhadap tindakan apa yang
dapat memberikan kebaikan sebanyak-banyaknya
atau ketidakbaikan sekecilnya pada individu. Contoh
penerapan teori ini: banyak yang lahir cacat lebih
baik diizinkan meninggal daripada nantinya menjadi
beban masyarakat.

2. Deontologi (Formalisme)
Deontologi (berasal dari bahasa Yunani, deon, berarti
tugas) berprinsip pada aksi atau tindakan. Menurut
Kant, benar atau salah bukan ditentukan oleh hasil
akhir atau konsekuensi dari suatu tindakan,
melainkan oleh nilai moralnya. Dalam konteks ini,
perhatian difokuskan pada tindakan melakukan
tanggung jawab moral yang dapat memberikan
penentu apakah tindakan tersebut secara moral
besar atau salah. Kant berpendapat bahwa prinsip
moral atau yangg terkait dengna tugas harus bersifat
universal, tidak kondisional, dan imperatif. Contoh
penerpaan deontologi adalah seorang perawat yang
yakin bahwa klien harus diberi tahu tentang yang
sebenarnya terjadi walaupun kenyataaan tersbut
sangat menyakitkan. Contoh lain: seorang perawat
menolak membantu pelaksanaan abortus karena
keyakinan agamanya yang melarang tindakan
membunuh. Dalam menggunakan pendekatan teori
ini, perawat tidak menggunakan pertimbangan,
misalnya tindakan abortus dilakukan untuk
menyelamatkan nyawa ibunya karena setiap
tindakan yang mengakhiri hidup ( dalam hal ini calon
bayi) merupakan tindakan buruk secara moral.
Secara lebih luas, teori deontologi dikembangkan
menjadi lima prinsip yaitu kemurahan hati, keadilan,
otonomi, kejujuran dan ketaatan (Fry, 1991).

1. Kemurahan hati
Inti dari prinsip kemurahan hati (benefience) adalah
tanggung jawab untuk melakukan kebaikan yang
menguntungkan klien dan menghindari perbuatan
yang merugikan atau membahayakan klien. Prinsip
ini sering kali sulit diterapkan dalam praktik
keperawatan. Perawat diwajibkan untuk
melaksanakan tindakan yang bermanfaat bagi klien
tetapi dengan meningkatkan teknologi dalam sistem
asuhan kesehatan, dapat juga merupakan risiko dari
suatu tindakan yang membahayakan.
Contoh 1: perawat menasihati klien tentang program
latihan untuk memperbaiki kesehatan secara umum,
tetapi tidak seharusnya melakukan apabila klien
dalam keadaan risiko serangan jantung.
Contoh 2: seorang klien mempunyai kepercayaan
bahwa pemberian transfusi darah bertentangan
dengan keyakinannya, mengalami perdarahan hebat
akibat penyakit hati yang kronis. Sebelum kondisi
klien bertambah berat, klien sudah memberikan
pernyataan tertulis kepada dokter bahwa ia tidak
mau dilakukan tranfusi darah. Pada suatu saat,
kondisi klien bertambah buruk maka terjadi
perdarahan hebat dan dokter menginstruksikan
untuk memberikan tranfusi darah. Dalam hal ini,
akhirnya tranfusi darah tidak diberikan karena prinsip
beneficience. Walaupun sebenarnya pada saat yang
bersamaan terjadi penyalahgunaan prinsip
maleficience.

Dengan majunya ilmu teknologi, konflik yang terjadi


semakin tinggi. Untuk itu, peru diterapkan sistem
klarifikasi nilai-nilai, yaitu suatu proses ketika
individu memperoleh jawaban terhadap beberapa
situasi melalui proses pengembangan nilai individu.
Menurut Megan (1989), proses penilaian mencakup
tuju proses yang ditempatkan ke dalam tiga
kelompok, yaitu:
1) Menghargai
a) Menjunjung dan menghargai keyakinan
dan perilaku seseorang
b) Menegaskan di depan umum bila
diperlukan.
2) Memilih
a) Memilih dari berbagai alternatif\
b) Memilih setelah mempertimbangkan
konsekuensinya
c) Memilih secara bebas
3) Bertindak
a) Bertindak
b) Bertindak sesuai dengan pola, konsistesi
dan repetisi (mengulang yang telah disepakati)

Dengan menggunakan ketujuh langkah tersebut ke


dalam klasifikasi nilai, perawat dapat menjelaskan
nilai mereka sendiri dan dapat mempertinggi
pertumbuhan pribadinya. Langkah di atas dapat
diterapkan pada situasi klien, misalnya perawat
dapat membantu klien mengidentifikasi bidang
konflik, memilih dan menentukan berbagai alternatif,
menetapkan tujuan dan melakukan tindakan.
1. Keadilan
Prinsip dari keadilan (justice) menurut Beuachamp
dan Childress adalah mereka yang sederajat harus
diperlakukan sederajat, sedangkan yang tidak
sederajat diperlakukan secara tidak sederajat, sesuai
dengan kebutuhan mereka. Ini berarti bahwa
kebutuhan kesehatan mereka yang sederajat harus
menerima sumbe pelayanan kesehatan dalam jumah
sebanding. Ketika seorang mempunyai kebutuhan
kesehatan yagn besar maka menurut prinsip ini, ia
harus mendapatkan sumber kesehatan yang besar
pula. Kegiatan alokasi dan distribusi sumber ini
memungkinkan dicapainya keadilan dalam
pembagian sumber asuhan keperawatan kepada
klien secara adil sesuai kebutuhan. Contoh: seorang
perawat sedang bertugas sendiri di suatu unit RS,
kemudian ada seorang klien baru masuk bersamaan
dengan klien yang memerlukan bantuan perawat
tersebut. agar perawat tidak menghindar dari satu
klien ke klien yang lainnya maka perawat seharusnya
dapat mempertimbangkan faktor dalam situasi
tersebut, kemudian bertindakan berdasarkan pada
prinsip keadilan.

1. Otonomi
Prinsip otonomi menyatakan bahwa setiap individu
mempunyai kebebasan untuk menentukan tindakan
atau keputusan berdasarkan rencana yang mereka
pilih (Veatch dan Fry, 1987). Masalah yang muncul
dari penerapan prinsip adalah adanya variasi
mempunyai otonomi klien yang dipengaruhi oleh
banyak hal, seperti tingkat kesadaran, usia, penyakit,
lingkungan rumah sakit, ekonomi, tersedianya
informasi, dan lainnya.

1. Kejujurann
Prinsip kejujuran (veracity) menurut Veatch dan Fry
(1987) didefinisikan sebagai menyatakan hal yang
sebenarnya dan tidak bohong. Kejujuran harus
dimiliki perawat saat berhubungan dengan klien.
Kejujuran merupakan dasar terbinanya hubungan
saling percaya antara perawat-klien. Perawat sering
tidak memberitahukan kejadian sebenarnya pada
klien yang sakit parah. Namun, penelitian apda klien
dalam keadaan terminal menjelaskan bahwa klien
ingin diberi tahu tentang kondisinya secara jujur
(Veatch,1978).
Contoh: Ny. M, seorang wanita lansia usia 68 tahun,
dirawat di RS dengan berbagai macam fraktur karena
kecelakaan mobil, suamina yang juga ada dalam
kecelakaan tersebut masuk ke RS yang sama dan
meninggal. Ny. M bertanya berkali-kali kepada
perawat tentang keadaan suaminya. Dokter ahli
bedah berpesan kepada perawatnya untuk tidak
mengatakan kematian suami Ny. M kepada Ny. M.
Perawat tidak diberi alasan apapun untuk petunjuk
tersebut dan menyatakan keprihatiannya kepada
perawat kepala ruangan, yang mengaakan bahwa
instruksi dokter harus diikuti. Dalam contoh tersebut,
data dasar meliputi:

1) Orang-orang yang terlibat: klien


(memperhatikan kesejahteraan suami), suami
(almarhum), dokter ahli bedah, perawat kepala
ruangan, dan perawat yang bersangkutan.

2) Tindakan yang diusulkan: masalah tidak


diketahui klien, memungkinkan untuk melindungi Ny.
M dari trauma psikologis, perasaan bersalah yang
berlebih, dan sebagai akibatnya akan terjadi
kemunduran kondisi fisiknya.

3) Konsekuensi dari tindakan yang diusulkan:


apabila informasi ditahan atau tidak disampaikan,
klien mungkin menjadi semakin cemas dan marah,
serta mungkin menolak untuk bekerja sama dalam
asuhan sehingga akan menunda pemulihan
kesehatan.
Untuk mengidentifikasi konflik tersebut:
1) Perlu jjur kepada Ny. M, berarti tidak loyal
terhadap dokter ahli bedah dan perawat kepala
ruangan.
2) Perlu loyal terhadap dokter ahli bedah dan
perawat kepala ruangan tanpa tidak jujur terhadap
Ny. M
3) Konflik tentang pengaruh pada kesehatan Ny. M
apabila diinformasikan atau apabila tidak
diinformasikan
1. Ketaatan
Prinsip ketaatan (fidelity) didefinisikan oleh Veatch
dan Fry sebagai tanggung jawab untuk tetap setia
pada suatu kesepakatan. Tanggung jawab dalam
konteks hubungan perawat-klien meliputi tanggung
menjaga janji, mempertahankan konfidensi, dan
memberikan perhatian/ kepedulian. Dalam hubungan
antara manusia, individu cenderung tetap
menempati janji dan tidak melanggar, kecuali ada
alasan demi kebaikan. Pelanggaran terhadap
konfidensi merupaakn hal yang serupa, terutama bila
pelanggaran tersebut merupakan pilihan tindakan
yang lebih baik dariada jika tidak dilanggar.
Kesetiaan perawat terhadap janji tersebut mungkin
tidak mengurangi penyakit atau mencegah kematian,
tetapi akan memengaruhi kehidupan klien serta
kualitas kehidupannya. Salah satu cara untuk
menerapkan prinsip dalam menepati janji adalah
dengan memasukan ketaatan dalam tanggung
jawab. Untuk mewujudkan hal ini, perawat harus
selektif dalam mempertimbangkan informasi apa
yang perlu dijaga konfidensinya dan mengetahui
waktu yang tepat untuk menepati janji sesuai
hubungan dengna perawat-klien. Peduli kepada klien
merupakan salah satu aspek dari prinsip ketaatan.
Peduli kepada klien merupakan komponen paling
penting dari praktik keperawatan, terutama pada
klien dalam keadaan terminal (Fry [1991]), dikutip
dari Fleming, Scantion dan DAgostino 1987; Larson
1986; Mayer, 1987). Rasa kepedulian perawat
diwujudkan dalam memberi perawatan dengan
pendekatan individual, bersikap baik kepada klien,
memberikan kenyamanan, dan menunjukkan
kemampuan profesional.

Proses pengambilan keputusan etis oleh dokter gigi


mungkin sederhana
atau cukup kompleks, mulai dari "The Golden Rule"
untuk keputusan
yang merenungkan prinsip-prinsip etika atau
pertimbangan dipertaruhkan.
pengambilan keputusan etis melibatkan kedua
menilai dan memilih.
keadaan emosional, ketidakmampuan, fisik dan
mental gangguan,
dan kondisi lain dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan dokter gigi
kapasitas. prinsip keputusan, elemen, dan model
diringkas untuk memperluas pemahaman dokter gigi
dari
proses yang terlibat dan untuk mengakomodasi
kebutuhan individu atau
preferensi.
Prinsip keputusan melihat 07:51
Otonomi, nonmaleficence, kebaikan, dan keadilan
empat
berlaku umum prinsip-prinsip etika. Prinsip-prinsip ini
memerlukan
bahwa semua tindakan, termasuk keputusan oleh
dokter gigi, menunjukkan:

1. Regard untuk menentukan nasib sendiri


(menghormati otonomi);
2. menghindari merugikan (nonmaleficence);
3. Promosi kesejahteraan (kebaikan);
4. Keadilan dalam distribusi barang dan pengurangan
dan
menghindari bahaya (keadilan).

Elemen Keputusan lihat 1: 38-40


Menilai Medis dan Konteks Sosial
etika yang baik dimulai dengan fakta-fakta yang
baik.
Klarifikasi Soal Etis
Apa jenis konflik adalah kelemahan hadir-moral,
moral yang
ketidakpastian, atau dilema moral? Apa prinsip-
prinsip moral yang
tertanam dalam konflik? Apa sifat dari pilihan
terlibat? Siapa yang akan membuat keputusan?
Menentukan Stakeholder
Siapa yang terlibat dalam keprihatinan etis?
keputusan sering
melibatkan banyak pihak.
Mengidentifikasi Pilihan dan Alternatif
Beberapa pilihan moral pasti melibatkan kompromi
dari beberapa
prinsip moral; orang lain mungkin tidak. pengambilan
keputusan etis membutuhkan imajinasi dan
kreativitas untuk membedakan opsi tidak
membayangkan ketika konflik muncul dengan
sendirinya.
19
Meneliti Proses Pengambilan Keputusan
proses keputusan melibatkan kerjasama, kemitraan,
atau
interaksi dengan pasien yang bertentangan dengan
model paternalistik
di mana dokter gigi secara sepihak membuat
keputusan.
Menyeimbangkan Prinsip Konflik dan Kewajiban
pengawasan bijaksana membantu dokter gigi,
pasien, dan lain-lain keseimbangan
tanggung jawab mereka dalam menghadapi prinsip-
prinsip yang saling bertentangan dan
kewajiban.

Model keputusan saya lihat 7: 66-68


Langkah 1 Tentukan Alternatif
Menentukan bahwa ada kejelasan dan kesepakatan
tentang semua
fakta yang relevan.
Langkah 2 Tentukan Pertimbangan Etis
Mempertimbangkan implikasi etis dari setiap
alternatif.
Mengidentifikasi prinsip-prinsip etis yang terlibat dan
menentukan
peran kebaikan, nonmaleficence, otonomi, dan
keadilan. Menentukan keseimbangan yang baik atas
bahaya.
Langkah 3 Tentukan Putusan Dianggap Orang Lain
Pertimbangkan apa yang rekan-rekan Anda telah
menyimpulkan dalam sejenis
situasi. Pertimbangkan kode etik gigi, kode-kode lain,
dan dilihat dari organisasi lain.
Langkah 4 Rank Alternatif
Cobalah untuk menentukan alternatif terbaik
memenuhi yang
ketentuan etika kasus ini. Pilih saja dari
tindakan yang terbaik menyelesaikan konflik.
Model keputusan IIsee 1: 42-49
Langkah 1 Setelah mengidentifikasi pertanyaan etis
menghadap Anda, mengumpulkan
yang gigi, medis, sosial, dan semua lainnya klinis
fakta yang relevan dari kasus tersebut.
Langkah 2 Identifikasi semua nilai yang relevan yang
berperan dalam kasus ini
dan menentukan, jika ada, konflik.
Langkah 3 Daftar pilihan terbuka untuk Anda.
Artinya, menjawab
pertanyaan, "Apa yang bisa Anda lakukan?"
Langkah 4 Pilih solusi terbaik dari sudut pandang
etika,
membenarkannya, dan menanggapi kemungkinan
kritik. Itu adalah,
menjawab pertanyaan, "Apa yang harus Anda
lakukan, dan mengapa?"
Keputusan Model III lihat 3: 78-80
Langkah 1 Mengidentifikasi Alternatif
program apa tindakan yang tersedia? Apa mungkin
mereka
hasil? Untuk apa pilihan lain mereka cenderung
mengarah?
Seberapa besar kemungkinan hasil tersebut dan
pilihan masa depan seperti itu?
Langkah 2 Menentukan Apa profesional di Stake
Apa yang harus dan tidak seharusnya dilakukan
secara profesional?
Langkah 3 Menentukan Apa Lain Apakah etis di Stake
Apa pertimbangan etis lainnya berlaku untuk
tindakan yang
dianggap?
Langkah 4 Menentukan Apa yang harus dilakukan
Peringkat alternatif yang sukses. Alternatif terbaik
adalah
dilakukan; alternatif sama membutuhkan pilihan
AboutTHIS:
SHARE these ads

RELATED
Kerangka Pembuatan Keputusan Keperawatan secara Etis/
Framework for Ethical Decision Making in Nursing
Konsep Moral dalam Praktik Keperawatan/ Moral Concepts in
Nursing Practice
Nilai-Nilai Keperawatan, di dalam Etika Keperawatan/ Nursing
Values, Ethics in Nursing
Teori Pembuatan Keputusan Secara Etis
(Sumber/ source: Suhaemi, Mimin Emi.2002.Etika
Keperawatan: Aplikasi pada Praktik.Jakarta: EGC.)
(Rewritten by/ Diketik kembali oleh: Dimas
Erda Widyamarta.2014. please follow blog/ silahkan
ikuti
blog: www.ithinkeducation.blogspot.com orwww.ithin
keducation.wordpress.com)

Pendahuluan:

Anda mungkin juga menyukai