Anda di halaman 1dari 23

DISKUSI REFLEKSI KASUS

PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENGAMBILAN


KEPUTUSAN PADA TATANAN KLINIS

Disusun Oleh :
GRUP CEMPAKA

RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR PROVINSI SUMATERA SELATAN


Jalan Gubernur H. Muhammad Ali Amin Rt.20 Rw.04

Alang-alang Lebar Palembang


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas Diskusi refleksi kasus.

Dengan dibuatnya dalam bentuk makalah ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah banyak berpartisipasi aktif dalam terselenggaranya Diskusi refleksi
kasus. Akhir kata kami berharap, kiranya makalah ini bermanfaat. Kami menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, sehingga
kritik dan saran sangat di perlukan untuk perbaikan dimasa yang akan datang agar lebih baik.

Palembang, September 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pengambilan keputusan dalam penyelesaian masalah adalah kemampuan mendasar bagi
praktisi kesehatan, khususnya dalam asuhan keperawatan. Tidak hanya berpengaruh pada
proses pengelolaan asuhan keperawatan, tetapi penting untuk meningkatkan kemampuan
merencanakan perubahan. Perawat pada semua tingkatan posisi klinis harus memiliki
kemampuan menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan yang efektif, baik
sebagai pelaksana/staf maupun sebagai pemimpin. Pemecahan masalah dan proses
pengambilan keputusan membutuhkan pemikiran kritis dan analisis yang dapat
ditingkatkan dalam praktek. Pengambilan keputusan merupakan upaya pencapaian tujuan
dengan menggunakan proses yang sistematis dalam memilih alternatif. Tidak semua
pengambilan keputusan dimulai dengan situasi masalah.

Perawat memiliki fungsi dan peran tertentu dalam menjalankan pekerjaannya, sebagai
seorang advokator perawat membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan
berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam
pengambilan keputusan atau persetujuan tindakan keperawatan yang di berikan klien
(asmadi, 2008). Sebagai seorang manajer keperawatan misalnya harus mempunyai
keberanian untuk mengambil keputusan dan memikul tanggung jawab atas akibat dari
resiko yang timbul sebagai konsekuensi dari keputusan yang telah diambilnya. Pada
hakekatnya, pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap
hakekat suatu masalah yang difokuskan untuk memecahkan masalah secepatnya dimana
individu harus memiliki kemampuan berfikir kritis dengan menggunakan pendidikan dan
pengalaman yang berharga yang cukup efektif dalam pemecahan masalah.

Pada waktu mengambil keputusan, otonomi pasien harus dihormati secara etika akan
tetapi kemampuan pengambilan keputusan yang tepat dan akurat sangat diperlukan bagi
tenaga paramedis untuk dapat menyelamatkan pasien yang dihadapi. Pola-pola perilaku
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh tenaga paramedis ini melibatkan aspek-
aspek fisik maupun psikis yang sangat besar, mengandung resiko yang cukup tinggi
antara keselamatan dan kematian dari pasien yang sedang dihadapi. Perawat memiliki
tanggung jawab dan kewenangan untuk mengambil langkah-langkah keperawatan yang
diperlukan sesuai dengan standar keperawatan. Pelayanan keperawatan di Indonesia
untuk masa depan diperkirakan akan menuju pelayanan atau asuhan keperawatan
profesional yang bersifat holistik dan humanistik, berlandaskan ilmu dan kiat
keperawatan dengan etika keperawatan sebagai tuntunan (Husin, 1995).

Perawat dalam mengambil keputusan menggunakan metode pengambilan keputusan


yang berdasarkan pada empat hal yaitu; (1) berdasar pengalaman, (2) berdasarkan
standar/prosedur tetap yang sudah ada, (3) berdasarkan pendidikan/teori yang dimiliki,
dan (4) berdasarkan pertimbangan orang yang lebih ahli. Para perawat dan tenaga
paramedik mengambil keputusan dengan gaya pengambilan keputusan tipe decisive dan
tipe fleksible, sesuai dengan bidang pelayanan. Hal itu merupakan sesuatu yang di
harapkan untuk dilakukan dari seorang pemimpin atau manajer, sehingga hasil
keputusan yang diambil efektif.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menelaah lebih jauh tentang
analisis konsep clinical decision making di tatanan pelayanan keperawatan, mengingat
bahwa clinical dicesion making merupakan aspek yang sangat penting bagi perawat untuk
menjadi clinical leadership supaya dapat mencapai pelayanan keperawatan yang optimal.

B. Tujuan
Tujuan Umum
Menganalisis konsep pengambilan keputusan di tatanan klinis

Tujuan Khusus
1. Menjelaskan teori pengambilan keputusan ditatanan klinis terkait pelayanan
asuhan keperawatan
2. Mengimplementasikan teori pengambilan keputusan dalam penanganan kasus
di tatanan klinis
3. Menganalisa kasus dengan teori pengambilan keputusan dalam pelayanan
keperawatan pada klien
C. Studi Pustaka
Dalam makalah ini, kami menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, seperti :
1) Studi perpustakaan, merupakan cara pengambilan data dengan mengumpulkan data-
data yang bersumber dari literatur – literatur atau buku – buku penunjang.
2) Internet, merupakan cara pengambilan data dengan mengumpulkan data – data jurnal
artikel penelitian dan e-book (Book Elektronic) yang bersumber dari media internet
atau global.
3) Berdiskusi dengan teman sejawat (satu profesi ilmu keperawatan) tentang konsep
pengambilan keputusan di tatanan klinis dalam pelayanan keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pengambilan Keputusan Klinis

Pengertian Pengambilan Keputusan (desicion making) adalah melakukan penilaian


dan menjatuhkan pilihan. Keputusan ini diambil setelah melalui beberapa perhitungan
dan pertimbangan alternatif sebelum pilihan dijatuhkan, ada beberapa tahap yang
mungkin akan dilalui oleh pembuat keputusan tahapan tersebut bisa saja meliputi
identifikasi masalah utama, menyusun alternatif yang akan dipilih dan sampai pada
pengambilan keputusan yang terbaik. Membuat keputusan merupakan esensi atau hal
yang penting dalam kepemimpinan dan manajemen , hal itu merupakan sesuatu yang
di harapkan untuk dilakukan dari seorang pemimpin dan manajer sehingga keputusan
yang diambil hasilnya sesuai yang diharapkan.
Dalam situasi yang kompleks seorang pemimpin atau manager keperawatan harus
juga memahami bahwa setiap keputusan yang di ambil akan mempunyai resiko
masin-masing, jika keputusan yang di ambil salah maka keputusan itu akan
mempengaruhi atau menghambat kemajuan yang seharusnya dicapai dan keputusan
yang di ambil akan terbuanng percuma atau dapat menyebabkan sesuatu hal yang
berbahaya dan merusak sistem organisasi. Dampak dari kesalahan keputusan yang di
ambil mungkin tidak jelas terlihat dan tidak serta merta muncul pada saat itu mungkin
akan terasa dampaknya setelah bertahun-tahun kemudian. Contohnya : suatu
keputusan yang di ambil dalam rangka mengurangi biaya oprasional rumah sakit
dengan cara menurunkan rasio register ners (perawat yang terdaftar/mempunyai
lisensi) pada tingkatan pelayanan keperawatan.keputusan tersebut dalam jangka waktu
pendek mungkin akan Mengurangi beban rumah sakit tapi apabila keputusan itu tidak
dijalani dengan tepat akan menghasilkan suatu penurunan dari kwalitas pelayanan
keperawatan secara bertahap, efek-efek yang mungkin tidak disadari adalah
banyaknya perawat yang mengunduran diri atau keluar, meningkatnya kesalahan
dalam pemberian pelayanan keperawatan, penurunan sikap atau moral perawat dan
tinngkat kepuasan pasien yang menurun.
Pemecahan masalah (problem solving) merupakan bagian dari pengambilan keputusan
(decision making) dan merupakan suatu proses yang sistematis yang di fokuskan
untuk menganalisa suatu situasi yang sulit, problem solving akan selalu menjadi
langkah langkah-langkah dalam membuat suatu keputusan, decision making biasanya
di picu oleh suatu masalah tetapi masalah itu sering kali ditangani tanpa
memfokuskan pada pemecahan masalah yang mendasarinya, contohnya : jika ada
seseorang individu memutuskan untuk menangani sebuah konflik tapi pada saat
penanganannya dia tidak berusaha unruk mengindentifikasi akar masalah dari konflik
itu, dia hanya menanganinya berdasarkan kemampuan pembuat keputusan saja
sehingga keputusan yang diambil akhirnya tidak memecahkan masalah tersebut.
Ketika mempertimbangkan teori pengambilan keputusan klinis penting untuk
merenungkan mana pengetahuan dan informasi, hal ini dapat membantu para praktisi
menghindari beberapa kesalahan dalam pengambilan keputusan . Pengetahuan dan
informasi dapat berasal dari :
1) Tradisi (pengetahuan penting dalam semua budaya dan sub - budaya)
2) Trial and error (dari pengalaman, tapi tidak terlalu diandalkan)
3) Intuisi (dari pengalaman, dibangun dari waktu ke waktu)
4) Pengalaman pribadi (berdasarkan pengalaman klinis atau kehidupan pribadi
seseorang. Kita semua memiliki pengalaman pribadi yang luas dan beragam
dan ini meniadakan penggunaan frase, pengetahuan umum ketika berpikir
tentang keputusan yang mungkin atau bisa saja dibuat)
5) Otoritas angka (saran, bimbingan, pembinaan dan kepemimpinan dari orang-
orang yang memiliki nilai pengalaman)
6) Pendidikan ( apa yang telah kita pelajari, apa yang pengembangan profesional
atau kehidupan pengalaman yang telah mendukung pembelajaran kami)
7) Penalaran logis ( kapasitas kita untuk menerapkan logika dan penalaran untuk
peristiwa dalam kehidupan kita )
8) Refleksi ( kapasitas kita untuk menggambar pada pengalaman masa lalu dan
membangun suatu kerangka acuan ke masa lalu)
9) Penelitian (kapasitas menampilkan mencari pertanyaan atau menganalisis
kemampuan orang lain untuk bertanya dan kemudian menjawab pertanyaan .
Penerapan keingintahuan, dan skeptisisme yang sehat )
B. Model Pendekatan Pengambilan Keputusan
1) Tradisional Problem- Solving Proces :
a. Mengidentifikasi masalah
b. Pengumpulan data untuk menganalisa penyebab dan konsekuensi dari
masalah
c. Menggali alternatif pemecahan masalahnya
d. Mengevaluasi alternatif yang sudah di dapat
e. Memilih solusi yang tepat
f. Mengimplementasikan solusi tersebut dan mengevaluasi hasilnya
Proses pemecahan masalah secara tradisional :
1. Mengidentifikasi masalah
2. menganalisis sebab dan akibat dari masalah
3. Explore solusi alternatif
4. Evaluate alternatif
5. Select solusi yang tepat
6. Implement solusinya
7. Evaluate yang hasil

2) Manajerial Decision Making Models :


a. Menentukan keputusan dan menentukan tujuannya.
b. Meneliti dan mengidentifikasi pilihan-pilihan pemecahan masalah
c. Membandingkan opsi-opsi yang didapat dan konsekuensinya
d. Membuat suatu keputusan
e. Melaksanakan rencana tindakan
f. Mengevaluasi hasil
Proses manajerial dalam pengambilan keputusan :
1. Tetapkan Tujuan
2. Mencari alternatif
3. Mengevaluasi alternatif
4. Pilih
5. Melaksanakan
6. Menindaklanjuti & Kontrol
3) The ideal model
a. Identify the problem
b. Define the context”what are the fact s and circumstances that frame this
problem?
c. Enumerate choices “what are our most plausible three or four option?
d. Analiyze options “what is our best course of action,all things
considered?
e. List reasons explicitly”lets”s be cear: why are we making this particular
choice?
f. Self-corect “okay,let’s look at it again.what did we miss?
g. Intuitive decicion-making
Bahwa intuisi selalu dapat digunakan sebagai suatu bantuan atau
tambahan terhadap model rasional decision making. Belajar dalam
memanfatkan insting dan intuisi seseorang akan membantu individu
membuat keputusan yang lebih baik.
Pendekatan yang terstruktur dalam pemecahan masalah dan pembuatan keputusan,
dapat meningkatkan pemahaman kritis individu dan merupakan cara yang terbaik
untuk belajar bagaimana membuat keputusan yang kualitas, karena hal itu akan
mengeliminir triar dan eror serta memfokuskan pembelajaran pada proses yang dapat
dibuktikan.untuk meningkatkan kemampuan dalam pembuatan keputusan. Sangat
penting sekali penggunaan sebuah model yang adekuat sebagai dasar teori dalam
memahami dan mengaplikasikan kemampuan berpikir kritis. Unsur –unsur penting
dalam pengambilan keputusan, meliputi :
1. Tentukan tujuan dengan jelas
2. Kumpulkan data secara hati-hati
3. Munculkan alternatif-alternatif keputusan
4. Berpikir secara logis
5. Pilih dan lakukan keputusan yang telah di ambil
Syarat dalam pengambilan keputusan klinis, meliputi :
a. Pembuat keputusan
Membuat pilihan yang dipertimbangkan
b. Penilaian klinis
Membuat pilihan yang dipertimbangkan dalam praktek klinis berdasarkan
refleksi, pengetahuan sebelumnya, data dan pilihan klien
c. Kesimpulan klinis
Tebakan tentang masalah klinis yang sering didasarkan pada wawasan
heuristik
d. Penalaran klinis
Proses penerapan logika untuk proses pengambilan keputusan klinis
e. Penalaran diagnostik
Menggunakan proses pengambilan keputusan untuk mencapai keputusan
diagnostik
f. Pemecahan masalah
Pendekatan sistematis untuk menganalisis situasi yang sulit.
Pengambilan keputusan merupakan proses yang kompleks yang memerlukan
penanganan yang serius. Secara umum, proses pengambilan keputusan meliputi 7
langkah menurut Gibson tahun 1987, meliputi :
1) Menerapkan tujuan dan sasaran
Sebelum memulai proses pengambilan keputusan, tujuan dan sasaran keputusan
harus ditetapkan terlebih dahulu. apa hasil yang harus dicapai dan apa ukuran
pencapaian hasil tersebut.
2) Identifikasi persoalan
Persoalan-persoalan di seputar pengambilan keputusan harus diidentifikasikan
dan diberi batasan agar jelas. Mengidentifikasikan dan memberi batasan
persoalan ini harus tepat pada inti persoalannya, sehingga memerlukan upaya
penggalian.
3) Mengembangkan alternatif
Tahap ini berisi pengnidentifikasian berbagai alternatif yang memungkinkan
untuk pengambilan keputusan yang ada. Selama alternatif itu ada hubungannya,
walaupun sedikit, harus ditampung dalam tahap ini. Belum ada komentar dan
analisis.
4) Menentukan alternatif
Dalam tahap ini mulai berlangsung analisis tehadap berbagai alternatif yang
sudah dikemukakan pada tahapan sebelumnya. Pada tahap ini juga disusun juga
kriteriatentang alternatif yang sesuai dengan tujuan dan sasaran pengambilan
keputusan. Hasil tahap ini mungkin masih merupakan beberapa alternatif yang
dipandang layak untuk dilaksanakan.
5) Memilih alternatif
Beberapa alternatif yang layak tersebut di atas harus dipilih satu alternatif yang
terbaik. pemilihan alternatif harus harus mempertimbangkan ketersediaan
sumberdaya, keefektifan alternatif dalam memecahkan persoalan, kemampuan
alternatif untuk mencapai tujuan dan sasaran, dan daya saing alternatif pada masa
yang akan datang.

C. Landasan Hukum Praktik Keperawatan


Legal adalah suatu yang dianggap sah oleh hukum dan Undang-undang. Legal praktik
keperawtan berarti praktik keperawatan yang sudah disahkan oleh hukum,artinya sudah
memiliki izin peraktik perawat. Perawat perlu tahu tentang hukum yang mengatur
prakteknya untuk memberikan kepastian bahwa keputusan dan tindakan perawat yang
dilakukan konsisten dengan prinsip-prinsip hukum serta melindungi perawat dari
liabilitas.
Landasan hukum keperawatan antara lain :
1 UU Kesehatan No.23 tahun 1992, meliputi :
a) Pasal 32 ayat 4
Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan
atau ilmu keperawatan,hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
b) Pasal 53 ayat 1
Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan profesinya.
c) Pasal 53 ayat 2
Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi
standar profesi dan menghormati hak pasien.
2 Kepmenkes 1239/2001 Tentang Praktik Keperawatan, meliputi :
a) Melakukan asuhan keperawatan meliputi Pengkajian, penetapan diagnosa
keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan dan evaluasi.
b) Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan atas permintaan tertulis dokter
c) Dalam melaksanakan kewenangan perawat berkewajiban :
1) Menghormati hak pasien
2) Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani
3) Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
4) Memberikan informasi
5) Meminta persetujuan tindakan yang dilakukan
6) Melakukan catatan perawatan dengan baik
d) Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang , perawat berwenang
melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan yang ditujukan untuk
penyelamatan jiwa.
e) Perawat yang menjalankan praktik perorangan harus mencantumkan SIPP di ruang
praktiknya
f) Perawat yang menjalankan praktik perorangan tidak diperbolehkan memasang
papan praktik (sedang dalam proses amanden)

3 Kuhap pasal 51
Perawat bekerja dan melakukan kewajiban sesuai dengan perintah jabatan tidak bisa
dimintai pertanggungjawaban atas kerugian atau kesalahan yg dilakukan.

4 SK DIRJEN YAN MED NO HK. 00.06.5.1.311


Terdapat 23 tindakan keperawatan mandiri yang bisa dilakukan oleh perawat home
care, antara lain ;
a) vital sign
b) memasang nasogastric tube
c) memasang selang susu besar
d) memasang cateter
e) penggantian tube pernafasan
f) merawat luka decukbitus
g) suction
h) memasang peralatan O2
i) penyuntikan (IV,IM, IC,SC)
j) Pemasangan infus maupun obat
k) Pengambilan preparat
l) Pemberian huknah/laksatif
m) Kebersihan diri
n) Latihan dalam rangka rehabilitasi medis
o) Tranpostasi klien untuk pelaksanaan pemeriksaan diagnostik
p) Penkes
q) Konseling kasus terminal
r) konsultasi/telepon
s) Fasilitasi ke dokter rujukan
t) Menyaipkan menu makanan
u) Membersihkan tt pasien
v) Fasilitasi kegiatan sosial pasien
w) Fasilitasi perbaikan sarana klien

5 JUKLAK KEPMENKES 1239 Tentang praktek mandiri perawat, terdiri dari :


a) SIP dan SIPP harus ada
b) Ruangan praktek sesuai ketentuan
c) Tersedia alat perawatan, alat rumah tangga dan alat emergency sesuai ketentuan
d) Kewenangan dalam pemenuhan kebutuhan pasien
e) O2, Nutrisi, Integritas jaringan, cairan dan elektrolit, Eliminasi, Kebersihan diri,
Istirahat tidur, Obat-obatan, Sirkulasi, Keamanan dan keselematan, Manajemen
nyeri, Kebutuhan aktivitas, psikososial, interaksi sosial, menjelang ajal, seksual,
lingkungnan sehat, kebutuhan bumil, ibu melahirkan, bayi baru lahir, post
partum)

6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,


terdiri dari :
Pasal 23
a) Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan
b) pelayanan kesehatan.
c) Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan
d) kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan
bidang keahlian yang dimiliki.
e) Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib
memiliki izin dari pemerintah.
f) Selama memberikan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
dilarang mengutamakan kepentingan yang bernilai materi.
g) Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
dalam Peraturan Menteri.

Pasal 24
a) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi
ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan,
standar pelayanan, dan standar prosedur operasional.
b) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur oleh organisasi profesi.
c) Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan,standar pelayanan, dan
standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri.

7 Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tentang Praktik


Keperawatan, terdiri dari :
Pasal 4
Lingkup praktik keperawatan, adalah :
a) Memberikanasuhan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan sederhana dan kompleks.
b) Memberikantindakan keperawatan langsung, pendidikan, nasehat, konseling,
c) Dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan
dasar manusia dalam upaya memandirikan sistem klien.
d) Memberikan pelayanan keperawatan disarana kesehatan dan tatanan lainn
e) Memberikan pengobatan dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB,
imunisasi,pertolongan persalinan normal dan menulis permintaan obat/resep.
f) Melaksanakan program pengobatan secara tertulis dari dokter.
Model Teori Reflective
Konsep pusat Praktek Reflektif sekitar gagasan belajar sepanjang hayat di mana seorang
praktisi menganalisis pengalaman untuk belajar dari mereka. Praktek reflektif digunakan
untuk mempromosikan profesional independen yang terus terlibat dalam refleksi situasi
yang mereka hadapi dalam dunia profesional mereka. Beberapa model refleksi ada dan
digunakan untuk menarik pelajaran dari pengalaman.
A) Argyris dan Schön, 1978
Argyris dan Schön memelopori ide loop tunggal dan pembelajaran loop ganda pada
tahun 1978. Teori ini dibangun di sekitar pengakuan dan perubahan kesalahan
persepsi atau kesalahan. Tunggal pembelajaran lingkaran adalah ketika seorang
praktisi atau organisasi, bahkan setelah kesalahan telah terjadi dan koreksi dibuat,
terus mengandalkan strategi saat ini, teknik atau kebijakan ketika situasi lagi datang
ke cahaya. Pembelajaran loop ganda melibatkan modifikasi tujuan pribadi, strategi
atau kebijakan sehingga ketika situasi yang sama muncul sistem framing baru
digunakan.

Schon sendiri memperkenalkan beberapa tahun kemudian konsep Refleksi-in-


tindakan dan Refleksi-on-action. Refleksi-in-action dapat digambarkan sebagai
kemampuan seorang praktisi untuk 'berpikir pada kaki mereka, atau dikenal sebagai'
merasa-tahu '. Ini berkisar gagasan bahwa dalam saat tertentu, ketika dihadapkan
dengan profesional masalah, praktisi biasanya menghubungkan dengan perasaan
mereka, emosi dan pengalaman sebelum menghadiri situasi secara langsung.
Refleksi-on-tindakan pada sisi lain adalah gagasan bahwa setelah pengalaman
seorang praktisi menganalisis reaksi mereka terhadap situasi dan mengeksplorasi
alasan di sekitar, dan konsekuensi dari, tindakan mereka. Hal ini biasanya dilakukan
meskipun refleksi didokumentasikan situasi.

B) Kolb, 1975
Kolb sangat dipengaruhi oleh penelitian yang dilakukan oleh Dewey dan Piaget pada
1970-an. Model reflektif Kolb menyoroti konsep experiential learning dan berpusat
di sekitar transformasi informasi menjadi pengetahuan. Ini terjadi setelah situasi telah
terjadi dan memerlukan seorang praktisi merefleksikan pengalaman, mendapatkan
pemahaman umum tentang konsep-konsep yang ditemukan selama pengalaman dan
kemudian pengujian ini pemahaman umum tentang situasi yang baru. Dengan cara
ini pengetahuan yang diperoleh dari situasi terus diterapkan dan diterapkan kembali
bangunan pada praktisi pengalaman sebelumnya dan pengetahuan.

C) Gibbs, 1988
Graham Gibbs membahas penggunaan pembekalan terstruktur untuk memfasilitasi
refleksi terlibat dalam Kolb "siklus experiential learning". Dia menyajikan tahapan
terstruktur pembekalan penuh sebagai berikut:

1) Pengalaman awal
"Apa yang terjadi, tidak membuat penilaian belum atau mencoba untuk menarik
kesimpulan;? Hanya menjelaskan."
2) Perasaan
"Apa reaksi dan perasaan Anda? Sekali lagi tidak bergerak ke menganalisis ini
belum."
3) Evaluasi
"Apa yang baik atau buruk tentang pengalaman? Membuat nilai penilaian."
4) Analisis
"Apa arti Anda dapat membuat situasi? Bawalah ide-ide dari luar pengalaman
untuk membantu Anda."
"Apa yang sebenarnya terjadi?"
"Apakah pengalaman orang yang berbeda sama atau berbeda dalam cara yang
penting?"
5) Kesimpulan
Kesimpulan (umum)
"Apa yang bisa disimpulkan, dalam pengertian umum, dari pengalaman dan
analisis yang telah dilakukan?"
Kesimpulan (spesifik)
"Apa yang bisa disimpulkan tentang sendiri yang spesifik, unik, situasi pribadi atau
cara kerja?"
6) Rencana aksi pribadi:
"Apa yang akan Anda lakukan secara berbeda dalam situasi semacam ini waktu
berikutnya?"
"Langkah-langkah apa yang akan Anda ambil atas dasar apa yang telah Anda
pelajari?"
BAB III
PEMBAHASAN

A. Description Lingkungan RS Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan


Kejadian ini terjadi pada tahun 2019 di Ruangan Cempaka Rumah Sakit Ernaldi
Bahar Palembang, dengan jumlah pasien yang dirawat sekitar 18 orang dan jumlah
perawat yang Dinas Pagi sekitar 3 orang.
Hari itu Salah satu Perawat mengalami kejadian yang tak terduga, tiba-tiba saat salah
satu Perawat hendak keluar dari ruang perawatan pasien menuju ke Nursing Station
ada seorang pasien marah-marah. Dua orang Perawat yang berada di Nursing Station
sedang menjelaskan keadaan/status psikiatri pasien yang hendak dibesuk. Sehingga
dapat saya simpulkan bahwa klien belum diizinkan perawat untuk keluar menemui
keluarga pasien yang hendak membesuk dengan alasan emosi klien belum stabil dan
ada kecenderungan klien dapat melarikan diri (indikasi lari). Klien tidak mau
mendengarkan perkataan perawat dan tetap memaksa untuk keluar dari ruang
perawat.
Pada saat kejadian secara kebetulan Seorang Perawat yang berada di dalam ruang
perawatan tidak bisa menghindari klien yang tepat berada di depan pintu masuk
ruang Nursing Station. Klien memaksa Perawat tsb untuk membukakan pintu agar
dapat bertemu dengan keluraganya, namun permintaannya tidak bisa dipenuhi.
Perawat tsb berusaha membujuk klien tetapi tidak berhasil, akibatnya Perawat
dijadikan sasaran kemarahan Klien. Klien berusaha meraih dan memukul Perawat dan
Perawat berusaha menghindar dan mempertahankan diri dengan melindungi wajah
dengan kedua tangan . Sambil berharap pertolongan segera datang.
Dua orang perawat lain yang melihat kejadian tersebut langsung mencoba
memberikan pertolongan. Sementara seorang perawat lain menelpon bagian
keamanan. Kemudian kami memutuskan untuk segera dilakukan Restrain
(Pengikatan) pada pasien (Clinical decision making in Nursing).
Pada saat itu sebenarnya Perawat tidak ingin melakukan restrain pada pasien, dan
berharap agar keluarga mengerti bahwa pasien belum pada situasi dan kondisi yang
tepat untuk dibesuk tetapi keluarga tetap memaksa untuk menemui pasien. Sehingga
mengakibatkan perilaku amuk pada pasien dan memaksa Perawat untuk melakukan
restrain (pengikatan) pada pasien untuk menghindarkan risiko terjadinya cidera baik
terhadap dirinya sendiri (klien), orang lain (perawat), dan lingkungan. Prosedur
restrain tersebut sempat ditolak oleh keluarga pasien dan hal tersebut menjadi Dilema
bagi perawat. Di satu sisi perawat ingin mengamankan klien agar tidak terjadi dampak
buruk, di sisi lain keluarga memandang tindakan pengikatan adalah tidak manusiawi.
Namun setelah salah satu perawat menjelaskan tentang prosedur restrain dan
meyakinkan pada keluarga bahwa tindakan tersebut sifatnya sementara, dan akhirnya
keluarga pasien mau menerima tindakan tersebut dengan alasan keamanan pasien dan
juga perawat
1) Feeling
Perasaan Perawat ketika kejadian tersebut terjadi adalah khawatir, cemas, takut
dan bingung dan hal yang Perawat pikirkan pada saat itu adalah bagaimana cara
melakukan upaya penyelamatan diri. Perawat merasa optimis bahwa dirinya akan
selamat karena rekan kerja lain berusaha menolongnya. Dari kejadian tersebut
Perawat merasakan bahwa pentingnya ketenangan hati dan keberanian dalam
menghadapi pasien amuk dan bagaimana agar kejadian tersebut tidak terulang
kembali.
2) Evaluation
Hal yang bisa dijadikan pertimbangan tentang kejadian tersebut yakni tentang
pembuatan keputusan klinis (Clinical decision making in Nursing), yakni dengan
melakukan restrain sudah tepat. Kesiapsiagaan perawat sangat dibutuhkan dalam
penanganan pasien amuk. Pengalaman tsb memperlihatkan bahwa perawat
memiliki kerja tim yang baik dalam upaya/menghadapi pasien amuk. Dan hal
buruk dari pengalaman tsb bahwasanya sikap keluarga pasien yang terkesan tidak
mau bekerjasama dengan pihak perawat dalam upaya perawatan kesehatan klien
dengan tidak mengindahkan saran perawat agar tidak terlalu sering membesuk
pasien.
BAB IV
ANALISIS KASUS

A. ANALISIS
Perawat harus memiliki kompetensi dan memenuhi standar paraktik keperawatan,
serta memperhatikan kode etik dan moral profesi. Hal ini dimanivestasikan melalui
praktik profesi yang diatur dalam suatu ketetapan hukum, yaitu Peraturan Mentri
Kesehatan Nomor: HK 02.02/Menkes/148/1/2010 dan Permenkes RI Nomor 17
Tahun 2013 tentang perubahan atas Permenkes RI Nomer: HK
02.02/Menkes/148/1/2010 tentang ijin dan penyelenggaraan praktek keperawatan dan
Permenkes RI dan Surat keputusan Dirjen Yan Med Nomer: HK.00.06.5.1.311
tentang keperawatan mandiri yang dapat dilakukan perawat. Adanya Standar
Operasional Produk (SPO) pada masing- masing institusi kesehatan tentang tindakan
keperawatan. Seorang perawat mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakan
keperawatan bila berdasarkan pertimbangannya dianggap perlu. Namun perawat
dapat menyampaikan alasan kenapa intervensi tersebut dilakukan..
Berdasarkan peristiwa tersebut menurut pendapat penulis disinilah para perawat
pelaksana sangat sulit melakukan keputusan dalam menentukan pilihan yang tepat,
mereka tidak dapat berpikir sedalam mungkin sebelum mengambil keputusan seperti
pertimbangan-pertimbangan atau alternatif lain yang menguntungkan dan merugikan
klien. Membuat keputusan adalah merupakan salah satu esensi dari seorang clinical
leadership dalam menghadapi situasi yang komplek sekalipun, sehingga keputusan
yang perawat ambil atau tidak dalam masalah diatas semuanya mengandung resiko.
Baik buruknya akan berdampak kepada tatanan pelayanan kesehatan.

B. Conclusion
Penyebab perawat terkadang sulit untuk menganbil keputusan yaitu Pemahaman
keluarga klien masih beranggapan bahwa sakit kejiwaan apabila sering dibesuk
keadaannya cepat pulih. Bahwasanya klien dengan gangguan jiwa tidak boleh terlalu
sering dibesuk agar memandirikan klien dan proses penyembuhannya pun akan
berlangsung dengan baik. Perawat ketika menemukan kasus seperti ini harus
mengambil tindakan (keputusan) yaitu memberikan pemahaman kepada keluarga
klien tentang apa yang harus dilakukan sehingga keluarga klien menuruti nasihat
perawat.
C. Action Plan
Clinical leadership yang baik adalah pemimpin yang dapat memberi pengambilan
keputusan yang tepat dan cepat dengan didasari keilmuan. Dalam berbagai descripsi
berbagai macam jenis Rumah Sakit, analisis dan evaluasi permasalahan di atas yang
telah dipaparkan maka penulis dapat melakukan rencana sebagi berikut :
1) Mencari alternatif-alternatif untuk pemecahan masalah.
2) Melakukan pendekatan yang terstruktur dalam pemecahan masalah.
3) Pembuatan keputusan meningkatkan pemahaman kritis individu dan merupakan
cara yang terbaik untuk belajar bagaimana membuat keputusan yang berkualitas
tanpa merasa terbebani dengan sikap loyaliatas pada pimpinan semata.
4) Kesiapsiagaan perawat dalam menghadapi klien amuk.
5) Perawat melakukan ‘the right clinical decision making’, khususnya pada
pemasangan restrain (pengikatan) pada klien dengan gangguan jiwa sesuai.
6) Menguasaan diri, yakni menghadapi klien dengan ketenangan hati, tidak
terpancing emosi saat berhadapan dengan klien marah, keberanian serta keyakinan
bahwa perawat pasti mampu mengahadapi berbagai masalah yang memerlukan
keputusan yang cepat.
7) Memiliki tim yang solid (Good Team Work).
8) Melakukan Pendidikan Kesehatan terhadap anggota keluarga klien denngan
gangguan jiwa.
9) Perluas hubungan networking perawat agar dalam pengambilan keputusan
berdasarkan keilmuan yang terkini.
10) Gunakan Evidace Base Practise sebagai salah satu alternatif dalam membantu
membuat keputusan.
11) Merubah prilaku dan kemampuan baik keterampilan maupun pengetahuan untuk
membuat keputusan.
12) Perawat diberi kesempatan untuk dapat mengembangkan etika profesi secara terus
menerus agar dalam membuat keputusan dalam tindakan keperawatan secara
profesional dengan memperhatikan dan menghormati hak pasien, merujuk kasus
yang tidak dapat ditangani, menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku , memberikan informasi, meminta persetujuan
tindakan yang dilakukan, melakukan catatan perawatan dengan baik.
BAB V
KESIMPULAN

Pengambilan keputusan dalam penyelesaian masalah adalah kemampuan mendasar


yang harus dimiliki oleh praktisi kesehatan, khususnya dalam keperawatan. Pemecahan
masalah dan proses pengambilan keputusan membutuhkan pemikiran kritis dan analisis
yang dapat ditingkatkan dalam praktek. Pengambilan keputusan klinis merupakan
proses yang dilakukan secara kontiniu dan dinamis. Untuk dapat membuat keputusan
klinis yang baik harus disertai dengan pengetahuan dan pengalaman seorang perawat.
Kemampuan seorang perawat dalam mengambil keputusan klinis didukung oleh banyak
factor seperti emotional intelligence, kemampuan kognitif dalam melakukan critical
thinking, creative thinking dan emotional intelligence, pengalaman dalam pengambilan
keputusan serta adanya evidence-based practice.

Berdasarkan analisa tentang gambaran tindakan perawat dalam pengambilan keputusan


ditemukan bahwa pengalaman dan loyalitas saja tidak cukup untuk mengambil
keputusan. Harus didukung intuisi, keilmuan dan kemampuan. Perawat juga harus
merujuk pada aspek legal dan etis dalam praktek keperawatan sehingga perawat dapat
mengetahui batasan batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Loyalitas tanpa
pengetahuan yang cukup akan membuat perawat ragu ragu dalam bertindak.
Pengalaman tanpa pengetahuan akan evidence-based practice akan membuat perawat
bekerja hanya sesuai rutinitas atau kebiasaan. Akibatnya terjadi kesenjangan/ gap antara
praktek dengan hasil penelitian Dibutuhkan pengetahuan dan pengalaman bagi perawat
dalam membuat keputusan klinis yang tepat terhadap pasien. Karena itu masing masing
perawat harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan agar dapat membuat
keputusan klinis yang baik sehingga tercipta pelayanan kesehatan yang optimal.
Seorang clinical leader harus mempunyai keberanian untuk mengambil keputusan dan
memikul tanggung jawab atas akibat dari resiko yang timbul sebagai konsekuensi dari
keputusan yang telah diambilnya
DAFTAR PUSTAKA

A.A. (2012). Reflection Practice. www. wikipedia.org

A Patronis Rebecca Jones .2007; Nursing Leadership and Manageme, USA.

Husted Gladys L. (1995). Ethical Decision Making in Nursing, 2nd ed, St.Louis: Mosby.

Huber diane L,Phd,RN,FAAN,NEA-BC.2010,Leadership and nursing care


managemant.USA

Ixer, G. (2003) Developing the relationship between reflective practice & social work values.
Journal of Practice Teaching, 5, 1, pp 7-22.

Kepmenkes 1239/2001 Tentang Praktik Keperawatan.

Kuhap pasal 51 dan SK DIRJEN YAN MED NO HK. 00.06.5.1.311

Marguis bessie L,RN,MSN dan huston carol j,RN,MSN,DPA,FAAN.2012.Leadership role


and management function in nursing.USA

Stanley david,2011,Clinical leadersip.Australia,sydney.

Tate, S. & Sills, M. (eds) (2004) p 126 The Development of Critical Reflection in the Health
Professions. London; Higher Education Authority

UU Kesehatan No.23 tahun 1992 on line Gogle UU kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai