Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PENGAMBILAN KEPUTUSAN SECARA ETIS

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika & Hukum Kesehatan
Dosen: Siti Santy Sianipar, S.Kep. M.Kes.

Disusun oleh :
Ketut Junarko : 2020-01-14201-018
Tania Kulansi K : 2020-01-14201-039
Tasya Putri A : 2020 -01-14201-041

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2020/2021
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, maka makalah yang berjudul “ Pengambilan Keputusan
Etik” ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Dalam pembuatan makalah ini, pastilah penulis mengalami berbagai kesulitan. Namun,
berkat bantuan dari anggota kelompok yang telah membantu dalam penulisan makalah dan
menyadari bahwa di dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itulah
kelompok kami menerima kritik dan saran yang diberikan supaya dapat membuat makalah ini
dapat lebih baik untuk kedepannya lagi.
Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami memohon maaf. Demikian
yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Kami mengucapkan Terima kasih.

Palangkaraya, 08 Maret 2021

Penulis
iii
DAFTAR ISI
A.

B.

C.

A.

B.

C.

D.

E. Model-model yang digunakan dalam Pengambilan Keputusan

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemampuan pengambilan keputusan yang tepat dan akurat sangat diperlukan bagi tenaga
paramedis untuk dapat menyelamatkan pasien yang dihadapi. Pola - pola perilaku pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh tenaga paramedis ini melibatkan aspek-aspek fisik maupun psikis
yang sangat besar, mengandung resiko yang cukup tinggi antara keselamatan dan kematian dari
pasien yang sedang dihadapi. Kualitas pelayanan kehamilan dan persalinan ibu hamil yang masih
rendah terutama dalam hal keterlambatan tindakan selama proses pelayanan, seperti terlambat
memberi rujukan, terlambat dalam membuat diagnosa serta terlambat dalam mengambil
keputusan tidak lepas dari kualitas sumber daya manusia tenaga medis pelayanan kesehatan.
Di sisi lain, tidak hanya penanganan kehamilan dan persalinan yang membutuhkan
kecepatan pengambilan keputusan saat gawat darurat. Namun, juga unit-unit lain dalam
pelayanan kesehatan di rumah sakit yang membutuhkan tenaga paramedis. Dalam hal ini perawat
yang juga bekerja di unit-unit kegawatdaruratan. Perawat juga harus siap melakukan
pengambilan keputusan saat menangani pasien dalam berbagai kondisi yang dihadapi.

 B. Rumusan masalah


1. Teori apa saja yang menjadi dasar pengambilan keputusan ?
2. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruhi pada pengambilan keputusan ?
3. apa karangka dalam pembuatan keputusan ?
4. Model – model apa yang di gunakan dalam pengambilan keputusan ?
5. Apa saja otonomi pasien ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui teori dasar pengambilan keputusan.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor Yang berpengaruhi pada pengambilan keputusan.
3. Untuk mengetahui karangka dalam pembuatan keputusan.
4. Untuk mengetahui model – model yang di gunakan dalam pengambilan keputusan.
5. Untuk mengetahui otonomi pasien.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori dasar pengambilan keputusan


Pengambilan keputusan adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi dan memilih
suatu tindakan dari beberapa alternative pilihan yang tersedia, terutama yang dilakukan oleh
tenaga medis.
Teori dasar atau prinsip etika merupakan penuntun untuk membuat ke putusan etis
praktik profesional (fry, 199). Teori etis digunakan dalam pembuatan keputusan bila terjadi
konflik antara prinsip dan aturan. Ahli filsafat moral telah mengembangkan beberapa teori etik,
yang secara garis besar dapat di klasifikasikan menjadi teori teleologi dan deontologi.
1. Teleologi Teleologi ( berasal dari bahasa yunani, dari kata telos berarti akhir ). Istilah
teleologi atau utilitarianisme sering digunakan saling bergantian. Teleologi merupakan suatu
dokrin yang menjelaskan fenomena berdasarkan akibat yang dihasilkan atau konsekuensi yang
dapat terjadi. Pendekatan ini sering di sebut dengan ungkapan the end justifies the means atau
makna dari suatu tindakan ditentukan oleh hasil akhir yang terjadi. Teori ini menekankan pada
pencapaian hasil akhir yang terjadi, pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal dan
ketidakbaikan sekecil mungkin bagi manusia (kell, 1987).
Teori teleologi atau utilitarianisme dapat di bedakan menjadi rule utilitarianisme dan act
utilitarianisme. Rule utilitarianisme berprinsip bahwa manfaat atau nilai suatu tindakan
bergantung pada sejauh mana tindakan tersebut memberikan kebaikan atau kebahagiaan pada
manusia. Act utilitarianisme bersifat lebih terbatas, tidak melibatkan aturan umum, tetapi
berupaya menjelaskan pada suatu situasi tertentu dengan pertimbangan terhadap tindakan apa
yang dapat memberikan kebaikan sebanyak-banyaknya atau ketidakbaikan sekecil-kecilnya pada
individu.
2. Deontologi (formalisme) berasal dari Bahasa Yunani, deon yang berarti
tugas.berprinsip pada aksi atau tindakan. Menurut Kant benar atau salah bukan di tentukan oleh
hasil akhir atau konsekuensi dari suatu tindakan, melainkan oleh nilai moralnya. Dalam konteks
ini, perhatian di fokuskan pada tindakan melakukan tanggung jawab moral yang dapat
memberikan penentu apakah tindakan tersebut secara moral benar atau salah

Secara lebih luas teori deotologi di kembangkan menjadi lima prinsip penting yaitu kemurahan
hati, keadilan, otonomi, kejujuran dan ketaatan.
1. Kemurahan Hati Ini dari kemurahan hati (beneficence) adalah tanggung jawab untuk
melakukan kebaikan yang menguntungkan klien dan menghindari perbuatan yang merugikan
atau membahayakan klien.
2. Keadilan Prinsip dari keadilan (justice) menurut beauchamp dan clidress adalah
mereka yang sederajat harus di perlakukan sederajat begitupun sebaliknya,
3. Sesuai dengan kebutuhan mereka. Otonomi prinsip otonomi menyatakan bahwa setiap
individu mempunyai kebebasan untuk menentukan tindakan atau keputusan berdasarkan rencana
yang,mereka pilih (veatch dan fry,1987).
4. Kejujuran prinsip kejujuran menurut veatch dan fry (1987) menyatakan hal yang
sebenarnya dan tidak bohong. Jujur merupakan dasar terbinanya hubungan saling percaya antar
perawat dan klien.
5. Ketaatan prinsip ketaatan (fidelity) menurut veatch dan fry menyatakan sebagai
tanggung jawab untuk tetap setia pada suatu kesepakatan.

B. Faktor-Faktor Yang Berpengaruhi Pada Pengambilan Keputusan


Banyak faktor yang berpengaruh kepada individu dan kelompok dalam pengambilan
keputusan, antara lain:
1. Faktor Internal
Faktor internal dari diri sangat mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Faktor
internal tersebut meliputi: keadaan emosional dan fisik, personal karakteristik, kultural, sosial,
latar belakang filosofi, pengalaman masa lalu, minat, pengetahuan dan sikap pengambilan
keputusan yang dimiliki.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal termasuk kondisi dan lingkungan waktu. Suatu nilai yang berpengaruh
pada semua aspek dalam pengambilan keputusan adalah pernyataan masalah, bagaimana
evaluasi itu dapat dilaksanakan. Nilai ditentukan oleh salah satu kultural, sosial, latar belakang,
filosofi, sosial dan kultural. Selain faktor di atas ada juga faktor yang lain yaitu dalam membuat
keputusan etis, seseorang harus berpikir secara rasional, bukan emosional. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pembuatan keputusan
Faktor-faktor ini antara lain : faktor agama, sosial, ilmu pengetahuan/teknologi,
legislasi/keputusan juridis, dana/keuangan, pekerjaan/posisi pasien maupun perawat, kode etik
keperawatan dan hak-hak pasien.

C. Karangka dalam pembuatan keputusan


Kemampuan membuat keputusan masalah etis merupakan salah satu persyaratan bagi
perawat untuk menjalankan pelayanan praktik keperawatan profesional. Dalam membuat
keputusan etis ada beberapa unsur yang mempengaruhi yaitu nilai dan kepercayaan pribadi, kode
etik keperawatan, konsep moral perawat, dan prinsip etis dan model karangka keputusan etis.
1. Unsur utama yang terlibat dalam pembuatan keputusan dan tindakan moral dalam
praktik keperawatan. Nilai dan kepercayaan pribadi kode etik perawat Indonesia konsep moral
keperawatan teori prinsip etika.
2. Karangka pembuatan keputusan pengenalan dilema etik mengumpulkan data aktual
yang relavan Menganalisis dan mencari kejelasan individu yang terlibat Mengongsep dan
mengevaluasi argumentasi untuk setuap isu dan Membuat alternatif Mengambil tindakan
Mengadakan evaluasi. Adapun langkah-langkah dalam mengambil keputusan Langkah-langkah
dalam Pengambilan Keputusan Menurut Manulang (1994) ada lima tahap dalam mengambil
keputusan yaitu:

a. Menerima Tantangan.
Pengambilan keputusan dimulai manakala seseorang dihadapkan kepada suatu
tantangan terhadap jalur tindakkanya yang berlaku.
b. Mencari Alternatif.
Bila suatu jalur tindakah yang sedang berlaku mendapat tantangan, pengambilan
keputusan yang efektif mulai mencari alternatif. Individu mempertimbangkan secara
matang-matang tujuan-tujuannya serta nilai-nilai yang relevan dengan suatu keputusan.
c. Penilaian Alternatif.
Pada tahap ini kelebihan-kelebihan serta kekurangankekurangan dari masing-
masing alternatif dipertimbangkan dengan cermat. Tahap ini sering melibatkan upaya
yang besar untuk mencari informasi yang dapat dipercayai yang relevan dengan
keputusan yang efektif, mencari fakta-fakta serta ramalan dari berbagai ragam sumber
berkenaan dengan akibat-akibat dari alternatif-alternatif yang sedang dipertimbangkan.
Individu menimbang dengan hati-hati baik aspek positif maupun negatif dari masing-
masing alternatif.
d. Menjadi Terikat.
Pada tahap ini pilihan terakhir sudah dibuat dan pengambilan keputusan menjadi
terikat kepada suatu jalur tindakan baru. Pengambilan keputusan efektif menelaah
kembali segala informasi yang telah terkumpul sebelum mengambil suatu keputusan
terakhir. Individu juga memikirkan bagaimana melaksanakan keputusan dan membuat
rencana cadangan seandainya ada sesuatu resiko yang menjadi kenyataan.
e. Berpegang pada Keputusan.
Setiap pengambil keputusan berharap segalanya akan berjalan lancar sesudah
suatu keputusan diambil, tetapi hambatan sering terjadi. Memilih alternatif terbaik
belumlah mencukupi. Jika keputusan tidak dilaksanakan secara memadai, hasil yang
menggembirakan tidak akan tercapai.

D. Model-model Pengambilan Keputusan


1. Model Optimasi
Sasaran yang ingin dicapai dengan model optimasi adalah bahwa
dengan mempertimbangkan keterbatasan yang ada, organisasi memperoleh
hasil terbaik yang paling mungkin dicapai. Sikap pengambil keputusan, norma-norma serta
kebijaksanaan organisasi berperan penting dalam menentukan kriteria apa yang dimaksud
dengan hasil terbaik yang mungkin dicapai itu. Menurut Rainey (1991) rasionalitas memiliki arti
dan dimensi yang bermacam-macam, tetapi dalam ilmu-ilmu sosial rasionalitas itu meliputi
komponen-komponen sebagai berikut:
a. Para pembuat keputusan mengetahui secara jelas tujuan-tujuannya
secara relevan.
b. Pembuat keputusan mengetahui dengan jelas kriteria untuk menilai
tujuan-tujuan itu dan dapat menyususn peringkat dari tujuan-tujuan
tersebut.
c. Mereka memeriksa semua alternatif untuk mencapai tujuan mereka.
d. Mereka memilih alternatif yang paling efisien untuk memaksimalkan
pencapaian tujuan.
2.model satisficing
Model satisficing, para pengambil keputusan merasa cukup bangga dan puas apabila
keputusan yang diambilnya membuahkan hasil yang memadai, asalkan persyaratan minimal
tetap terpenuhi. Ide pokok dari model ini adalah bahwa usaha ditujukan pada apa yang mungkin
dilakukan “sekarang dan disini” dan bukan pada sesuatu yang mungkin optimal tetapi tidak
realistis dan oleh karenanya tidak mungkin dicapai. Model ini terdapat dua keyakinan:
a. Ketidakmampuan pengambil keputusan untuk menganilisis semua
informasi.
b. Pada tahap tertentu dalam proses pengambilan keputusan , timbul
berbagai beban yang tidak dapat dipikul dalam bentuk waktu, uang,
tenaga, dan frustasi dalam usaha memperoleh informasi tambahan.
3. Model Mixed Scanning
Scanning berarti usaha mencari, mengumpulkan, memproses, menilai, dan menimbang-
nimbang informasi dalam kaitannya dengan menjatuhkan pilihan tertentu. Model mixed scanning
berarti bahwa setiap kali seorang pengambil keputusan mengahadapi dilemma dalam memilih
suatu langkah tertentu, satu keputusan pendahuluan harus dibuat tentang sampai sejauh mana
berbagai sarana dan prasarana organisasi akan digunakan untuk mencari dan menilai berbagai
fungsi dan kegiatan yang akan dilaksakan.
Unsur-unsur dari pendekatan yang rasional dan incremental digabungkan, dan
penggabungan ini dipandang dapat saling isi mengisi, dalam arti kelebihan pendekatan yang
rasional memperkuat kelebihan pendekatan yang inkremental. Secara umum dapat dikatakan,
bahwa semakin besar kemampuan para pembuat keputusan untuk memobilisasikan
kekuasaannya guna mengimplementasikan keputusan-keputusan mereka, semakin besar
keperluannya untuk melakukan scanning dan semakin menyeluruh scanning itu, semakin efektif
pengambilan keputusa tersebut. Dengan demikian, model pengamatan terpadu ini pada
hakikatnya merupakan pendekatan kompromi yang menggabungkan pemanfaatan model rasional
komprehensif dan moder inkremental dalam proses pengambilan keputusan.

4. Model Heuritis
Pada hakikatnya model ini berarti, bahwa faktor-faktor internal yang terdapat dalam diri
seseorang pengambil keputusan lebih berpengaruh dari pada faktor- faktor eksternal. Dengan
kata lain, seorang pengambil keputusan lebih mendasarkan keputusannya pada konsep-konsep
yang dimilikinya, berdasarkan persepsi sendiri tentang situasi problematic yang dihadapi. Dalam
praktek model ini digunakan apabila para pengambil keputusan tidak tersedia kemampuan untuk
melakukan pendekatan yang matematikal atau apabila bagi pengambil keputusan tidak tersedia
kesempatan untuk memanfaatkan berbagai sumber oraganisasional untuk melakukan pengkajian
yang sifatnya kuantitatif.

E. Otonomi Pasien
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan
mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan
membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai
oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang
sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak
kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri.
Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien
dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya Otonomi pasien adalah hak penuh pada
pasien unuk setuju atau menolak. Autonomi berarti mengatur dirinya sendiri, prinsip moral ini
sebagai dasar perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dengan cara menghargai pasien,
bahwa pasien adalah seorang yang mampu menentukan sesuatu bagi dirinya. Perawat harus
melibatkan pasien dalam membuat keputusan tentang asuhan keperawatan yang diberikan pada
pasien.
Aplikasi prinsip moral otonomi dalam asuhan keperawatan ini contohnya adalah seorang
perawat apabila akan menyuntik harus memberitahu untuk apa obat tersebut, prinsip otonomi ini
dilanggar ketika seorang perawat tidak menjelaskan suatu tindakan keperawatan yang akan
dilakukannya, tidak menawarkan pilihan misalnya memungkinkan suntikan atau injeksi bisa
dilakukan di pantat kanan atau kiri dan sebagainya. Perawat dalam hal ini telah bertindak
sewenang-wenang pada orang yang lemah. Pasien harus berkonsultasi dan berpartisipasi dalam
keputusan yang mempengaruhi perawatan mereka. Jika tidak kompeten, apakah keluarga
terdekat atau wali memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan
keputusan?
Pasien juga memiliki hak untuk privasi, kompeten, dan diberitahukan mengenai prosedur
khusus dan berbagai aspek terapi. RUU Hak Pasien diterbitkan oleh American Hospital
Association menguraikan apa yang pasien dapat harapkan, dan termasuk hak untuk perawatan,
pemberitahuan, penolakan perawatan, privasi, kerahasiaan, dan komponen lain perawatan.
Perasaan dan keinginan pasien harus dipertimbangkan dan diikuti. Misalnya, jika pasien ingin
memiliki kehendak hidup atau dianggap DNR (jika ia putus asa sakit), keinginan ini harus
dihormati.
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Pengambilan Keputusan adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi dan memilih suatu
tindakan dari beberapa alternatif pilihan yang tersedia, terutama yang dilakukan oleh tenaga
paramedis, saat gawat darurat. Ahli filsafat moral telahbmengembangkan beberapa teori etik,
yang secara garis besar dapat di klasifikasikan menjadi teori teleologi dan deontologi.
Kemampuan membuat keputusan masalah etis merupakan salah satu persyaratan bagi
perawat untuk menjalankan pelayanan praktik keperawatan profesional.
Dalam membuat keputusan etis ada beberapa unsur yang mempengaruhi yaitu nilai dan
kepercayaan pribadi, kode etik keperawatan, konsep moral perawat, dan prinsip etis dan model
karangka keputusan etis dan dalam pengambilan keputusan memiliki model-model. Dimana
model ini menjadi metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah etika keperawatan
yang berkaitan dengan asuhan keperawatan klien. Otonomi pasien adalah hak penuh pada pasien
unuk setuju atau menolak.

B. Saran
Dalam membua suatu keputusan banyak hal yang hrus di perhatikan seperti dibawah ini
1. Ketika ingin membuat suatu keputusan yaitu dengan proses memilih salah satu
tindakan dari alternatif.
2. Ketika ingin membuat suatu keputusan harus menetapkan masalah.
3. Ketika ingin membuat suatu keputusan harus menganalisis masalah.
4. Ketika ingin membuat suatu keputusan harus mengambil keputusan yang tepat
5. Ketika ingin membuat suatu keputusan harus mengambil keputusan menjadi tindakan
yang efektif.

DAFTAR PUSTAKA
Ismani Nila. 2001. Etika Keperawatan. Jakarta: Widya Medika
Amir amri. 1997. Hukum Kesehatan. Jakarta: Bunga Rampai
Suhaeni, Mimin Emi. Etika Keperawatan Aplikasi Pada Praktik. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai