Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Praktek keperawatan sebagai suatu pelayanan profesional diberikan
berdasarkan ilmu pengetahuan, menggunakan metodologi keperawatan dan
dilandasi kode etik keperawatan. Kode etik keperawatan mengatur hubungan
antara perawat dan pasien, perawat terhadap petugas, perawat terhadap
sesama anggota tim kesehatan, perawat terhadap profesi dan perawat terhadap
pemerintah, bangsa dan tanah air.

Pada hakikatnya keperawatan sebagai profesi senantiasa mangabdi kepada


kemanusiaan, mendahulukan kepentingan masyarakat diatas kepentingan
pribadi, bentuk pelayanannya bersifat humanistik, menggunakan pendekatan
secara holistik, dilaksanakan berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan
serta menggunakan kode etik sebagai tuntutan utama dalam melaksanakan
pelayanan/asuhan keperawatan. Dengan memahami konsep etik, setiap
perawat akan memperoleh arahan dalam melaksanakan asuhan keperawatan
yang merupakan tanggung jawab moralnya dan tidak akan membuat
keputusan secara sembarangan.

Norma-norma dalam etika kesehatan dibentuk oleh kelompok profesi tenaga


kesehatan itu sendiri, yang bila dihimpun (dikodifikasikan) sering disebut
sebagai kode etik.Kode etik keperawatan merupakan suatu pernyataan
komprehensifdari profesi yang memberikan tuntunan bagi anggotanya dalam
melaksanakan praktek keperawatan, baik yang berhubungan dengan pasien,
masyarakat, teman sejawat dan diri sendiri.

Dengan kata lain pengertian kode etik perawat yaitu suatu pernyataan /
keyakinan publik yang mengungkapkan kepedulian moral, nilai dan tujuan
keperawatan, yang bertujuan untuk memberikan alasan terhadap keputusan-
keputusan etika. Kode etik diorganisasikan dalam nilai moral yang
merupakan pusat bagi praktik keperawatan yang etika, semuanya bermuara
dalam hubungan profesional perawat dengan klien dan menunjukan apa yang
diperdulikan perawat dalam hubungan tersebut. Nilai-nilai moral tersebut
adalah : Prinsip Penghargaan (respek) terhadap orang, dari prinsip
penghargaan timbul prinsip otonomi yang berkenaan dengan hak orang.untuk
memilih bagi diri mereka sendiri, apa yang menurut pemikiran mereka adalah
yang terbaik bagi dirinya, selanjutnya kemurahan hati (Benefiecence)
merupakan prinsip untuk melakukan yang baik dan tidak merugikan/bahaya
orang lain.

Prinsip Veracity merupakan suatu kewajiban untuk mengatakan yang


sebenarnya atau untuk tidak membohongi orang lain. Prinsip confidentiality
(kerahasiaan), berarti perawat menghargai semua informasi tentang klien
merupakan hak istimewa pasien dan tidak untuk disebarkan secara tidak
tepat.Fidelity / kesetiaan, berarti perawat berkewajiban untuk setia dengan
kesepakatan dan tanggung jawab yang telah dibuat, meliputi menepati
janji,menyimpan rahasia serta "Carring". Prinsip Justice (keadilan),
merupakan suatu prinsip moral untuk berlaku adil untuk semua individu.

Semua nilai-nilai moral tersebut selalu dan harus dijalankan pada setiap
pelaksanaan praktek keperawatan dan selama berinteraksi dengan pasien dan
tenaga kesehatan lain. Kondisi inilah yang sering kali menimbulkan konflik
dilema etik. Maka penyelesaian dari dilema etik tersebut harus dengan cara
yang bijak dan saling memuaskan baik pemberi asuhan keperawatan
(perawat), Pasien dan profesi lain (teman sejawat).
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

II. Definisi
2.1 Dilema Etik
Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada
alternatif yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang
memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak
ada yang benar atau salah. Untuk membuat keputusan yang etis
seseorang harus tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan
emosional (Thomson & Thomson, 1985). Kerangka pemecahan dilema
etik pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan/
pemecahan masalah secara scientific.

Dilema etik adalah suatu kondisi yang terjadi dalam pelayanan, yang
mengharuskan perawat untuk menapis, melakukan analisa, dan sintesa
serta menetapkan keputusan yang “terbaik” bagi klien, terutama bagi
kesehatan dan integrasinya sebagai manusia.
Dilema etika adalah situasi yang dihadapi seseorang dimana keputusan
mengenai perilaku yang layak harus di buat.(Arens dan Loebbecke,
1991: 77).Untuk itu diperlukan pengambilan keputusan untuk
menghadapi dilema etika tersebut. Enam pendekatan dapat dilakukan
orang yang sedang menghadapi dilema tersebut, yaitu:
a. Mendapatkan fakta-fakta yang relevan
b. Menentukan isu-isu etika dari fakta-fakta
c. Menentukan siap dan bagaimana orang atau kelompok yang
dipengaruhi dilemma
d. Menentukan alternatif yang tersedia dalam memecahkan dilema
e. Menentukan konsekwensi yang mungkin dari setiap alternative
f. Menetapkan tindakan yang tepat.

Dengan menerapkan enam pendekatan tersebut maka dapat


meminimalisasi atau menghindari rasionalisasi perilaku etis yang
meliputi: (1) semua orang melakukannya, (2) jika legal maka disana
terdapat keetisan dan (3) kemungkinan ketahuan dan konsekwensinya.
Pada dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan
dapat menimbulkan stress pada perawat karena dia tahu apa yang harus
dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya. Dilema etik
biasa timbul akibat nilai-nilai perawat, klien atau lingkungan tidak lagi
menjadi kohesif sehingga timbul pertentangan dalam mengambil
keputusan.

Kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh para ahli dan pada
dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan / Pemecahan masalah
secara ilmiah, antara lain:
2.1.1 Model Pemecahan masalah ( Megan, 1989 )
Ada lima langkah-langkah dalam pemecahan masalah dalam dilema
etik.
a. Mengkaji situasi
b. Mendiagnosa masalah etik moral
c. Membuat tujuan dan rencana pemecahan
d. Melaksanakan rencana
e. Mengevaluasi hasil

2.1.2 Kerangka pemecahan dilema etik (kozier & erb, 2004 )


a. Mengembangkan data dasar.
Untuk melakukan ini perawat memerukan pengumpulan informasi
sebanyak mungkin meliputi :
1) Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan bagaimana
keterlibatannya
2) Apa tindakan yang diusulkan
3) Apa maksud dari tindakan yang diusulkan
4) Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari
tindakan yang diusulkan.
b. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
c. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang
direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi
tindakan tersebut.
d. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa
pengambil keputusan yang tepat.
e. Mengidentifikasi kewajiban perawat
f. Membuat keputusan
2.1.3 Model Murphy dan Murphy
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan
b. Mengidentifikasi masalah etik
c. Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
d. Mengidentifikasi peran perawat
e. Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin
dilaksanakan.
f. Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap
alternatif keputusan.
g. Memberi keputusan
h. Mempertimbangkan bagaimanan keputusan tersebut hingga sesuai
dengan falsafah umum untuk perawatan klien.
i. Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan
menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat
keputusan berikutnya.

2.1.4 Langkah-langkah menurut Purtilo dan Cassel ( 1981)


Purtilo dan cassel menyarankan 4 langkah dalam membuat keputusan
etik :
a. Mengumpulkan data yang relevan
b. Mengidentifikasi dilema
c. Memutuskan apa yang harus dilakukan
d. Melengkapi tindakan

2.1.5 Langkah-langkah menurut Thompson & Thompson ( 1981)


a. Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan
yang diperlukan, komponen etis dan petunjuk individual.
b. Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi situasi
c. Mengidentifikasi Issue etik
d. Menentukan posisi moral pribadi dan professional
e. Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang terkait.
f. Mengidentifikasi konflik nilai yang ada

2.1.6 Langkah penyelesaian dilema etik menurut Tappen (2005) adalah


1. Pengkajian
Hal pertama yang perlu diketahui perawat adalah “adakah saya
terlibatlangsung dalam dilema?”.Perawat perlu mendengar kedua
sisi dengan menjadipendengar yang berempati. Target tahap ini
adalah terkumpulnya data dari seluruh pengambil keputusan,
dengan bantuan pertanyaan yaitu :
 Apa yang menjadi fakta medik ?
 Apa yang menjadi fakta psikososial ?
 Apa yang menjadi keinginan klien ?4; Apa nilai yang menjadi
konflik ?
2. Perencanaan
Untuk merencanakan dengan tepat dan berhasil, setiap orang yang
terlibatdalam pengambilan keputusan harus masuk dalam proses.
Thomson andThomson (1985) mendaftarkan 3 (tiga) hal yang
sangat spesifik namunterintegrasi dalam perencanaan, yaitu :
 Tentukan tujuan dari treatment.
 Identifikasi pembuat keputusan
 Daftarkan dan beri bobot seluruh opsi / pilihan.
3. Implementasi
Selama implementasi, klien/keluarganya yang menjadi pengambil
keputusanbeserta anggota tim kesehatan terlibat mencari
kesepakatan putusan yang dapatditerima dan saling
menguntungkan. Harus terjadi komunikasi terbuka dankadang
diperlukan bernegosiasi. Peran perawat selama implementasi
adalahmenjaga agar komunikasi tak memburuk, karena dilema etis
seringkalimenimbulkan efek emosional seperti rasa bersalah,
sedih / berduka, marah, danemosi kuat yang lain. Pengaruh
perasaan ini dapat menyebabkan kegagalankomunikasi pada para
pengambil keputusan. Perawat harus ingat “Saya disiniuntuk
melakukan yang terbaik bagi klien”.Perawat harus menyadari
bahwa dalam dilema etik tak selalu ada 2 (dua)alternatif yang
menarik, tetapi kadang terdapat alternatif tak menarik, bahkantak
mengenakkan. Sekali tercapai kesepakatan, pengambil keputusan
harusmenjalankannya. Kadangkala kesepakatan tak tercapai karena
semua pihak tidak dapat didamaikan dari konflik sistem dan nilai
atau lain waktu, perawat tidak dapat menangkap perhatian utama
klien. Seringkali klien / keluargamengajukan permintaan yang sulit
dipenuhi, dan di dalam situasi lainpermintaan klien dapat
dihormati.
4. Evaluasi
Tujuan dari evaluasi adalah terselesaikannya dilema etis seperti
yangditentukan sebagai outcome-nya.Perubahan status klien,
kemungkinantreatment medik, dan fakta sosial dapat dipakai untuk
mengevaluasi ulangsituasi dan akibat treatment perlu untuk
dirubah.Komunikasi diantara parapengambil keputusan masih
harus dipelihara.Dilema etik yang sering ditemukan dalam praktek
keperawatan dapat bersifatpersonal ataupun profesional.Dilema
menjadi sulit dipecahkan bila memerlukanpemilihan keputusan
tepat diantara dua atau lebih prinsip etis. Sebagai tenagaprofesional
perawat kadang sulit karena keputusan yang akan diambil
keduanyasama-sama memiliki kebaikan dan keburukan. Pada saat
berhadapan dengandilema etis juga terdapat dampak emosional
seperti rasa marah, frustrasi, dan takutsaat proses pengambilan
keputusan rasional yang harus dihadapi, ini
membutuhkankemampuan interaksi dan komunikasi yang baik dari
seorang perawat.

2.2 Definisi Hukum


Hukum adalah suatu aturan atau peraturan yang dibuat oleh pemerintah
atau oleh suatu badan yang digunakan sebagai alat untuk mengatur
hubungan atau kehidupan bermasyarakat.
Hukum keperawatan adalah segala peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang asuhan keperawatan terhadap kelien dalam aspek
hukum perdata, hukum pidana dan hukum administarasi sebagai bagian
dari hukum kesehatan.

2.3 Pentingnya Hukum mengatur Praktek Keperawatan


1. Memberikan kepastian bahwa keputusan dan tindakan keperawatan
yang dilakukan konsisten dengan prinsip hukum yaitu keadilan,
perubahan, standar universal, tiap individu mempunyai hak dan
tanggung jawab.
2. Melindungi perawat dari liabilitas yaitu tanggungan yang dimiliki
oleh seseorang terhadap tindakan/kegagalan melakukan
tindakan.Tanggung jawab perawat dalam hal ini yaitu tanggung
jawab professional (kode etik dan standar praktek keperawatan),
dan tanggung jawab hukum (perdata, pidana yang berlangsung
secara terpisah maupun bersamaan).

2.4 Dilema Hukum


Berbagai masalah hukum dalam praktik keperawatan telahdiidentifikasi
oleh para ahli. Beberapa masalah yang dibahas secara singkat disini
meliputi :
1. Menandatangani Pernyataan Hukum
Perawat seringkali diminta menandatangi atau diminta untuk sebagai
saksi.Dalam hal ini perawat hendaknya tidak membuat pernyataan
yang dapat diinterprestasikan menghilangkan pengaruh.Dalam kaitan
dengan kesaksian perawat disarankan mengacu pada kebijakan
rumah sakit atau kebijakan dari atasan.
2. Format Persetujuan (Consent)
Berbagai format persetujuan disediakan oleh institusi pelayanan
dalam bentuk yang cukup bervariasi.Beberapa rumah sakit
memberikan format persetujuan pada awal pasien masuk rumah sakit
yang mengandung pernyataan kesanggupan pasien untuk dirawat dan
menjalani pengobatan. Bentuk persetujuan lain adalah format
persetujuan operasi. Perawat dalam proses persetujuan ini biasanya
berperan sebagai saksi. Sebelum informasi dari dokter ahli bedah
atau perawat tentang tindakan yang akan dilakukan beserta
resikonya.
3. Report
Setiap kali perawat menemukan suatu kecelakaan baik yang
mengenai pasien, pengunjung maupun petugas kesehatan, perawat
harus segera membuat suatu laporan tertulis yang disebut incident
report.Dalam situasi klinik, kecelakaan sering terjadi misalnya pasien
jatuh dari kamar mandi, jarinya terpotong oleh alat sewaktu
melakuakan pengobatan, kesalahan memberikan obat dan lain-lain.
Dalam setiap kecelakaan, maka dokter harus segera diberi
tahu.Beberapa rumah sakit telah menyediakan format untuk
keperluan ini.Bila format tidak ada maka kejadian dapat ditulis tanpa
menggunakan format buku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pencatatan incident report antara lain :
 tulis kejadian sesuai apa adanya
 tulis tindakan yang anda lakukan
 tulis nama dan tanda tangan anda dengan jelas
 sebutkan waktu kejadian ditemukan
4. Pencatatan
Pencatatan merupakan kegiatan sehari-hari yang tidak lepas dari
asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat.Pencatatan
merupakan salah satu komponen yang penting yang memberikan
sumber kesaksian hukum.Betapapun mahirnya keterampilan anda
dalam memberikan perawatan, jika tidak dicatat atau dicatat tetapi
tida lengkap, tidak dapat membantu dalam persidangan.Setiap selesai
melakukan suatu tindakan maka perawat harus segera mencatat
secara jelas tindkan yang dilakukan dan respon pasien terhadap
tindakan serta mencantumkan waktu tindakan diberikan dan tanda
tangan yang memberikan tindakan.
5. Pengawasan Penggunaan Obat
Pemerintah Indonesia telah mengatur pengedaran dan penggunaan
obat.Obat ada yang dapat dibeli secara bebas dan ada pula yang
dibeli harus dengan resep dokter.Obat-obat tersebut misalnya
narkotik disimpan disimpan ditempat yang aman dan terkunci dan
hanya oprang-orang yang berwenang yang dapat
mengeluarkannya.Untuk secara hukum hanya dapat diterima dalam
pengeluaran dan penggunaan obat golongan nartkotik ini, perawat
harus selalu memperhatikan prosedur dan pncatatan yang benar.
6. Abortus Dan Kehamilan Diluar Secara Alami
Abortus merupakan pengeluaran awal fetus pada periode gestasi
sehingga fetus tidak mempunya kekuatan untuk bertahan
hidup.Abortus merupakan tindakan pemusnahan yang melanggar
hukum, atau menyebabkan lahir prematur fetus manusia sebelum
masa lahir secara alami.
Abortus telah menjadi masalah internasional dan berbagai pendapat
telah diajukan baik yang menyetujui maupun yang menentang.
Factor-faktor yang mendorong abortus antara lain karena :
a. Pemerkosaan
b. Pria tidak bertanggung jawab
c. Demi kesehatan mental
d. Kesehatan tubuh
e. Tidak mampu merawat bayi
f. Usia remaja
g. Masih sekolah
h. Ekonomi
Yang dimaksud dengan kelahiran yang diluar secara alami meliputi
kelahiran yang diperoleh dengan tidak melalui hubungan intim
suami istri sebagai mana mestinya.Misalnya melalui fertilisasi
invirto (bayi tabung).
7. Kontroversi Aborsi
Aborsi di Indonesia masih merupakan perbuatan yang secara jelas
dilarang, terkecuali jika ada indikasi medis tertentu yang
mengakibatkan terancamnya hidup dari sang Ibu. Di dunia
Internasional sendiri dikenal dua kelompok besar yaitu pro life (yang
menentang aborsi) dan pro choice (yang tidak menentang aborsi)
berikut dengan berbagai argumentasi yang melatarbelakanginya.
Di Indonesia sendiri, meski aborsi dilarang, namun tetap banyak
perempuan-perempuan yang melakukan aborsi.Baik dilakukan
berdasarkan indikasi medis tertentu maupun indikasi non medis.
Dalam aborsi, kami cenderung melihatnya dari sisi non moral,
karena problem moral haruslah diletakkan dalam koridor moral
semata dan tentu bukan dalam koridor moral yang dimasukkan
unsur-unsur hukum.Beberapa contoh bagaimana terkadang moral
dan hukum, dalam pandangannya, tidak mampu untuk menjawab
persoalan persoalan ini.
Contoh A:
Seorang perempuan yang diperkosa ternyata mendapatkan kehamilan
yang tidak dia inginkan.Perempuan ini merupakan korban perkosaan
dalam terminologi adanya kekuatan yang melakukan pembersihan
etnis dimana dia adalah salah satu etnis yang hendak disapu bersih.

Contoh B:
Seorang perempuan yang diperkosa ternyata mendapatkan kehamilan
yang tidak dia inginkan.Perempuan ini merupakan korban perkosaan
dalam konteks kejahatan dalam keluarga.

Contoh C:
Seorang perempuan yang diperkosa ternyata mendapatkan kehamilan
yang tidak dia inginkan.Perempuan ini merupakan korban perkosaan
dalam konteks kejahatan di lingkungan kerja. Dia sendiri sudah
bersuami dan memiliki anak-anak yang baik dan lucu-lucu

Contoh D:
Seorang perempuan yang diperkosa ternyata mendapatkan kehamilan
yang tidak dia inginkan.Perempuan ini merupakan korban perkosaan
dalam konteks kejahatan biasa.Dia diperkosa karena ada perampok
yang memasuki rumahnya.

Contoh E:
Seorang perempuan yang hendak melangsungkan perkawinan,
ternyata telah hamil sebelum perkawinannya berlangsung. Sementara
calon suaminya sendiri kabur entah kemana dan tak dapat dilacak
kembali
Jika perempuan-perempuan ini diharuskan memelihara
kehamilannya, kami yakin dia akan menanggung beban psikologis
yang berat dan melahirkan anak yang tidak diinginkan akan
merupakan beban dan pukulan kedua yang berat bagi mereka. Dan
bisa jadi anak yang dilahirkannya malah tidak diurus dengan baik,
baik oleh dirinya maupun keluarganya. Kalau sudah begini terjadi
lingkaran kekerasan yang tak ada habisnya
8. Kematian dan Masalah yang Terkait
Masalah hukum yang berkaitan denagn kematian antara lain meliputi
pernyataan kematian, bedah mayat/otopsi dan donor organ. Kematian
dinyatakan oleh dokter dan ditulis secara sah dalam surat pernyataan
kematian.
Surat pernyataan ini biasanya dibuat beberapa rangkap dan keluarga
mendapat satu lembar untuk digunakan sebagai dasar pemberitahuan
kepada kerabat serta keperluan ansuransi.Pada keadaan tertentu
misalnya untuk keperluan keperluan peradilan, dapat dilakukan
bedah mayat pada orang yang telah meninggal.

2.5 Mencegah Masalah Hukum dan Etika yang Terkait dengan


PelayananKeperawatan
1. Strategi Penyelesaian Masalah Hukum
Malpraktik masih menjadi topik dalam dunia kesehatan. Berbagai
praktik kesehatan termasuk keperawatan ini sudah diarahkan untuk
mencegah terjadinya malpraktik. Berbagai UU praktik kesehatan
telah mulai diupayakan untuk memberikan arahan bagi praktik
professional dan perlindungan bagi praktik kesehatan. Peradilan
profesi semakin banyak dibicarakan bagi pemikir hukum kesehatan
(misalnya PERHUKI dan pemerintah) yang nantinya dapat
memberikan pengayoman hukum bagi tenaga kesehatan dan bagi
masyarakat.
Masalah hukum memang merupakan hal yang kompleks karena
menyangkut nasib manusia. Menanggapi hal ini kita jadi ingat
slogan lama “mencegah lebih baik dari pada mengobati”. Kiranya
mencegah masalah hukum lebih baik dari pada memberikan sanksi
hukum. Untuk ini sebagai perawat harus mengetahui prinsip-prinsip
dalam mencegah hukum.
2. Strategi Penyelesaian Masalah Etik
Dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan etis, antara
perawat dan dokter tidak menutup kemungkinan terjadi perbedaan
pendapat. Bila ini berlanjut dapat menyebabkan masalah
komunikasi dan kerjasama, sehingga menghambat perawatan pada
pasien dan kenyamanan kerja. (Mac Phail, 1988)Salah satu cara
menyelesaikan permasalahan etis adalah dengan melakukan rounde
( Bioetics Rounds ) yang melibatkan perawat dengan dokter.
Rounde ini tidak difokuskan untuk menyelesaikan masalah etis
tetapi untuk melakukan diskusi secara terbuka tentang kemungkinan
terdapat permasalahan etis.
3. Pembuatan Keputusan dalam Dilema Etik
Menurut Thompson dan Thompson (1985). dilema etik merupakan
suatu masalah yang sulit untuk diputuskan, dimana tidak ada
alternative yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternative
yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema
etik tidak ada yang benar atau salah. Dan untuk membuat keputusan
etis, seseorang harus bergantung pada pemikiran yang rasional dan
bukan emosional. Kerangka pemecahan dilema etik banyak
diutarakan oleh beberapa ahli yang pada dasarnya menggunakan
kerangka proses keperawatan dengan pemecahan masalah secara
ilmiah.(sigman, 1986; lih. Kozier, erb, 1991).
Setiap perawat harus dapat mengintegrasikan dasar-dasar yang
dimilikinya dalam membuat keputusan termasuk agama,
kepercayaan atau falsafah moral tertentu yang menyatakan
hubungan kebenaran atau kebaikan dengan keburukan. Beberapa
orang membuat keputusan dengan mempertimbangkan segi baik
dan buruk dari keputusannya, ada pula yang membuat keputusan
berdasarkan pengalamannya (Ellis, Hartley, 1980)
BAB III
PEMBAHASAN

III. Kasus Delima Etik


Suatu hari ada seorang bapak-bapak dibawa oleh keluarganya ke salah satu
Rumah Sakit di kota Surakarta dengan gejala demam dan diare kurang lebih
selama 6 hari. Selain itu bapak-bapak tersebut (Tn. A) menderita sariawan
sudah 3 bulan tidak sembuh-sembuh, dan berat badannya turun secara
berangsur-angsur. Semula Tn. A badannya gemuk tapi 3 bulan terakhir ini
badannya kurus dan telah turun 10 Kg dari berat badan semula. Tn. A ini
merupakan seorang sopir truk yang sering pergi keluar kota karena tuntutan
kerjaan bahkan jarang pulang, kadang-kadang 2 minggu sekali bahkan
sebulan sekali.

Tn. A masuk UGD kemudian dari dokter untuk diopname di ruang penyakit
dalam karena kondisi Tn.A yang sudah sangat lemas.Keesokan harinya dokter
yang menangani Tn. A melakukan visit kepada Tn. A, dan memberikan advice
kepada perawatnya untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan
mengambil sampel darahnya. Tn. A yang ingin tahu sekali tentang
penyakitnya meminta perawat tersebut untuk segera memberi tahu
penyakitnya setelah didapatkan hasil pemeriksaan.Sore harinya pukul 16.00
WIB hasil pemeriksaan telah diterima oleh perawat tersebut dan telah dibaca
oleh dokternya.Hasilnya mengatakan bahwa Tn.A positif terjangkit penyakit
HIV/AIDS.

Kemudian perawat tersebut memanggil keluarga Tn.A untuk menghadap


dokter yang menangani Tn. A. Bersama dokter dan seijin dokter tersebut,
perawat menjelaskan tentang kondisi pasien dan penyakitnya. Keluarga
terlihat kaget dan bingung.Keluarga meminta kepada dokter terutama perawat
untuk tidak memberitahukan penyakitnya ini kepada Tn. A. Keluarga takut
Tn. A akan frustasi, tidak mau menerima kondisinya dan dikucilkan dari
masyarakat.
Perawat tersebut mengalami dilema etik dimana satu sisi dia harus memenuhi
permintaan keluarga namun di sisi lain perawat tersebut harus
memberitahukan kondisi yang dialami oleh Tn. A karena itu merupakan hak
pasien untuk mendapatkan informasi.

IV. Pembahasan Kasus


Kasus diatas menjadi suatu dilema etik bagi perawat dimana dilema etik itu
didefinisikan sebagai suatu masalah yang melibatkan dua ( atau lebih )
landasan moral suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini
merupakan suatu kondisi dimana setiap alternatif tindakan memiliki landasan
moral atau prinsip. Pada dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar
atau salah dan dapat menimbulkan kebingungan pada tim medis yang dalam
konteks kasus ini khususnya pada perawat karena dia tahu apa yang harus
dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya. Untuk membuat
keputusan yang etis, seorang perawat harus bisa berpikir rasional dan bukan
emosional.

Perawat tersebut berusaha untuk memberikan pelayanan keperawatan yang


sesuai dengan etika dan legal yaitu dia menghargai keputusan yang dibuat
oleh pasien dan keluarga.Selain itu dia juga harus melaksanakan
kewajibannya sebagai perawat dalam memenuhi hak-hak pasien salah satunya
adalah memberikan informasi yang dibutuhkan pasien atau informasi tentang
kondisi dan penyakitnya.Hal ini sesuai dengan salah satu hak pasien dalam
pelayanan kesehatan menurut American Hospital Assosiation dalam Bill of
Rights.

Memberikan informasi kepada pasien merupakan suatu bentuk interaksi


antara pasien dan tenaga kesehatan.Sifat hubungan ini penting karena
merupakan faktor utama dalam menentukan hasil pelayanan
kesehatan.Keputusan keluarga pasien yang berlawanan dengan keinginan
pasien tersebut maka perawat harus memikirkan alternatif-alternatif atau
solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan berbagai konsekuensi
dari masing-masing alternatif tindakan.

Dalam pandangan Etika penting sekali memahami tugas perawat agar mampu
memahami tanggung jawabnya.Perawat perlu memahami konsep kebutuhan
dasar manusia dan bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan dasar
tersebut tidak hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan fisiknya atau
psikologisnya saja, tetapi semua aspek menjadi tanggung jawab perawat.Etika
perawat melandasi perawat dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut.Dalam
pandangan etika keperawatan, perawat memilki tanggung jawab
(responsibility) terhadap tugas-tugasnya.

Penyelesaian kasus dilema etik seperti ini diperlukan strategi untuk


mengatasinya karena tidak menutup kemungkinan akan terjadi perbedaan
pendapat antar tim medis yang terlibat termasuk dengan pihak keluarga
pasien. Jika perbedaan pendapat ini terus berlanjut maka akan timbul masalah
komunikasi dan kerjasama antar tim medis menjadi tidak optimal. Hal ini
jelas akan membawa dampak ketidaknyamanan pasien dalam mendapatkan
pelayanan keperawatan. Berbagai model pendekatan bisa digunakan untuk
menyelesaikan masalah dilema etik ini antara lain model dari Megan, Kozier
dan Erb, model Murphy dan Murphy, model Levine-ariff dan Gron, model
Curtin, model Purtilo dan Cassel, dan model Thompson dan thompson.

Berdasarkan pendekatan model Megan, maka kasus dilema etik perawat yang
merawat Tn. A ini dapat dibentuk kerangka penyelesaian sebagai berikut :
IV.1 Mengkaji situasi
Dalam hal ini perawat harus bisa melihat situasi, mengidentifikasi
masalah/situasi dan menganalisa situasi. Dari kasus diatas dapat
ditemukan permasalahan atau situasi sebagai berikut :
a. Tn. A menggunakan haknya sebagai pasien untuk mengetahui
penyakit yang dideritanya sekarang sehingga Tn. A meminta
perawat tersebut memberikan informasi tentang hasil pemeriksaan
kepadanya.
b. Rasa kasih sayang keluarga Tn. A terhadap Tn. A membuat
keluarganya berniat menyembunyikan informasi tentang hasil
pemeriksaan tersebut dan meminta perawat untuk tidak
menginformasikannya kepada Tn. A dengan pertimbangan keluarga
takut jika Tn. A akan frustasi tidak bisa menerima kondisinya
sekarang.
c. Perawat merasa bingung dan dilema dihadapkan pada dua pilihan
dimana dia harus memenuhi permintaan keluarga, tapi disisi lain
dia juga harus memenuhi haknya pasien untuk memperoleh
informasi tentang hasil pemeriksaan atau kondisinya.

IV.2 Mendiagnosa Masalah Etik Moral


Berdasarkan kasus dan analisa situasi diatas maka bisa menimbulkan
permasalahan etik moral jika perawat tersebut tidak memberikan
informasi kepada Tn.A terkait dengan penyakitnya karena itu
merupakan hak pasien untuk mendapatkan informasi tentang kondisi
pasien termasuk penyakitnya.

IV.3 Membuat Tujuan dan Rencana Pemecahan


Alternatif-alternatif rencana harus dipikirkan dan direncanakan oleh
perawat bersama tim medis yang lain dalam mengatasi permasalahan
dilema etik seperti ini. Adapun alternatif rencana yang bisa dilakukan
antara lain :
a. Perawat akan melakukan kegiatan seperti biasa tanpa memberikan
informasi hasil pemeriksaan/penyakit Tn. A kepada Tn. A saat itu
juga, tetapi memilih waktu yang tepat ketika kondisi pasien dan
situasinya mendukung.

Hal ini bertujuan supaya Tn. A tidak panic yang berlebihan ketika
mendapatkan informasi seperti itu karena sebelumnya telah
dilakukan pendekatan-pendekatan oleh perawat. Selain itu untuk
alternatif rencana ini diperlukan juga suatu bentuk motivasi/support
sistem yang kuat dari keluarga.Keluarga harus tetap menemani
Tn.A tanpa ada sedikitpun perilaku dari keluarga yang
menunjukkan denial ataupun perilaku menghindar dari Tn. A.
Dengan demikian diharapkan secara perlahan, Tn. A akan merasa
nyaman dengan support yang ada sehingga perawat dan tim medis
akan menginformasikan kondisi yang sebenarnya.

Ketika jalannya proses sebelum diputuskan untuk memberitahu Tn.


A tentang kondisinya dan ternyata Tn. A menanyakan kondisinya
ulang, maka perawat tersebut bisa menjelaskan bahwa hasil
pemeriksaannya masih dalam proses tim medis.

Alternatif ini tetap memiliki kelemahan yaitu perawat tidak segera


memberikan informasi yang dibutuhkan Tn. A dan tidak jujur saat
itu walaupun pada akhirnya perawat tersebut akan
menginformasikan yang sebenarnya jika situasinya sudah tepat.
Ketidakjujuran merupakan suatu bentuk pelanggaran kode etik
keperawatan.

b. Perawat akan melakukan tanggung jawabnya sebagai perawat


dalam memenuhi hak-hak pasien terutama hak Tn. A untuk
mengetahui penyakitnya, sehingga ketika hasil pemeriksaan sudah
ada dan sudah didiskusikan dengan tim medis maka perawat akan
langsung menginformasikan kondisi Tn. A tersebut atas seijin
dokter.

Alternatif ini bertujuan supaya Tn.A merasa dihargai dan dihormati


haknya sebagai pasien serta perawat tetap tidak melanggar etika
keperawatan. Hal ini juga dapat berdampak pada psikologisnya dan
proses penyembuhannya. Misalnya ketika Tn.A secara lambat laun
mengetahui penyakitnya sendiri atau tahu dari anggota keluarga
yang membocorkan informasi, maka Tn. A akan beranggapan
bahwa tim medis terutama perawat dan keluarganya sendiri
berbohong kepadanya. Dia bisa beranggapan merasa tidak dihargai
lagi atau berpikiran bahwa perawat dan keluarganya
merahasiakannya karena ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS)
merupakan “aib” yang dapat mempermalukan keluarga dan Rumah
Sakit.Kondisi seperti inilah yang mengguncangkan psikis Tn.A
nantinya yang akhirnya bisa memperburuk keadaan Tn. A.
Sehingga pemberian informasi secara langsung dan jujur kepada
Tn.A perlu dilakukan untuk menghindari hal tersebut.

Kendala-kendala yang mungkin timbul :


1) Keluarga tetap tidak setuju untuk memberikan informasi
tersebut kepada Tn. A
Sebenarnya maksud dari keluarga tersebut adalah benar karena
tidak ingin Tn.A frustasi dengan kondisinya.Tetapi seperti yang
diceritakan diatas bahwa ketika Tn. A tahu dengan sendirinya
justru akan mengguncang psikisnya dengan anggapan-anggapan
yang bersifat emosional dari Tn. A tersebut sehingga bisa
memperburuk kondisinya.

Perawat tersebut harus mendekati keluarga Tn.A dan


menjelaskan tentang dampak-dampaknya jika tidak
menginformasikan hal tersebut. Jika keluarga tersebut tetap
tidak mengijinkan, maka perawat dan tim medis lain bisa
menegaskan bahwa mereka tidak akan bertanggung jawab atas
dampak yang terjadi nantinya. Selain itu sesuai dengan
Kepmenkes 1239/2001 yang mengatakan bahwa perawat berhak
menolak pihak lain yang memberikan permintaan yang
bertentangan dengan kode etik dan profesi keperawatan.
2) Keluarga telah mengijinkan tetapi Tn. A denial dengan informasi
yang diberikan perawat.
Denial atau penolakan adalah sesuatu yang wajar ketika
seseorang sedang mendapatkan permasalahan yang membuat dia
tidak nyaman. Perawat harus tetap melakukan pendekatan-
pendekatan secara psikis untuk memotivasi Tn. A. Perawat juga
meminta keluarga untuk tetap memberikan support sistemnya
dan tidak menunjukkan perilaku mengucilkan Tn. A tersebut.
Hal ini perlu proses adaptasi sehingga lama kelamaan Tn. A
diharapkan dapat menerima kondisinya dan mempunyai
semangat untuk sembuh.

IV.4 Melaksanakan Rencana


Alternatif-alternatif rencana tersebut harus dipertimbangkan dan
didiskusikan dengan tim medis yang terlibat supaya tidak melanggar
kode etik keperawatan. Sehingga bisa diputuskan mana alternatif yang
akan diambil.

Dalam mengambil keputusan pada pasien dengan dilema etik harus


berdasar pada prinsip-prinsip moral yang berfungsi untuk membuat
secara spesifik apakah suatu tindakan dilarang, diperlukan atau
diizinkan dalam situasi tertentu ( John Stone, 1989 ), yang meliputi :
a. Autonomy / Otonomi
Pada prinsip ini perawat harus menghargai apa yang menjadi
keputusan pasien dan keluarganya tapi ketika pasien menuntut
haknya dan keluarganya tidak setuju maka perawat harus
mengutamakan hak Tn. A tersebut untuk mendapatkan informasi
tentang kondisinya.

b. Benefesience / Kemurahan Hati


Prinsip ini mendorong perawat untuk melakukan sesuatu hal atau
tindakan yang baik dan tidak merugikan Tn. A. Sehingga perawat
bisa memilih diantara 2 alternatif diatas mana yang paling baik dan
tepat untuk Tn. A dan sangat tidak merugikan Tn. A

c. Justice / Keadilan
Perawat harus menerapkan prinsip moral adil dalam melayani
pasien.Adil berarti Tn. A mendapatkan haknya sebagaimana pasien
yang lain juga mendapatkan hak tersebut yaitu memperoleh
informasi tentang penyakitnya secara jelas sesuai dengan
konteksnya/kondisinya.

d. Nonmaleficience / Tidak merugikan


Keputusan yang dibuat perawat tersebut nantinya tidak menimbulkan
kerugian pada Tn.A baik secara fisik ataupun psikis yang kronis
nantinya.

e. Veracity / Kejujuran
Perawat harus bertindak jujur jangan menutup-nutupi atau
membohongi Tn.A tentang penyakitnya.Karena hal ini merupakan
kewajiban dan tanggung jawab perawat untuk memberikan informasi
yang dibutuhkan Tn.A secara benar dan jujur sehingga Tn. A akan
merasa dihargai dan dipenuhi haknya.

f. Fedelity / Menepati Janji


Perawat harus menepati janji yang sudah disepakati dengan Tn. A
sebelum dilakukan pemeriksaan yang mengatakan bahwa perawat
bersdia akan menginformasikan hasil pemeriksaan kepada Tn. A jika
hasil pemeriksaannya sudah selesai.Janji tersebut harus tetap
dipenuhi walaupun hasilnya pemeriksaan tidak seperti yang
diharapkan karena ini mempengaruhi tingkat kepercayaan Tn.A
terhadap perawat tersebut nantinya.

g. Confidentiality / Kerahasiaan
Perawat akan berpegang teguh dalam prinsip moral etik keperawatan
yaitu menghargai apa yang menjadi keputusan pasien dengan
menjamin kerahasiaan segala sesuatu yang telah dipercayakan pasien
kepadanya kecuali seijin pasien.

Berdasarkan pertimbangan prinsip-prinsip moral tersebut keputusan


yang bisa diambil dari dua alternatif diatas lebih mendukung untuk
alternatif ke-2 yaitu secara langsung memberikan informasi tentang
kondisi pasien setelah hasil pemeriksaan selesai dan didiskusikan
dengan semua yang terlibat. Mengingat alternatif ini akan membuat
pasien lebih dihargai dan dipenuhi haknya sebagai pasien walaupun
kedua alternatif tersebut memiliki kelemahan masing-masing. Hasil
keputusan tersebut kemudian dilaksanakan sesuai rencana dengan
pendekatan-pendekatan dan caring serta komunikasi terapeutik.

IV.5 Mengevaluasi Hasil


Alternatif yang dilaksanakan kemudian dimonitoring dan dievaluasi
sejauh mana Tn.A beradaptasi tentang informasi yang sudah diberikan.
Jika Tn. A masih denial maka pendekatan-pendekatan tetap terus
dilakukan dan support sistem tetap terus diberikan yang pada intinya
membuat pasien merasa ditemani, dihargai dan disayangi tanpa ada rasa
dikucilkan.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam upaya mendorong kemajuan profesi keperawatan agar dapat diterima
dan dihargai oleh pasien, masyarakat atau profesi lain, maka perawat harus
memanfaatkan nilai-nilai keperawatan dalam menerapkan etika dan moral
disertai komitmen yang kuat dalam mengemban peran profesionalnya.

Dengan demikian perawat yang menerima tanggung jawab, dapat


melaksanakan asuhan keperawatan secara etis profesional. Sikap etis
profesional berarti bekerja sesuai dengan standar, melaksanakan advokasi,
keadaan tersebut akan dapat memberi jaminan bagi keselamatan pasien,
penghormatan terhadap hak-hak pasien, dan akan berdampak terhadap
peningkatan kualitas asuhan keperawatan. Selain itu dalam menyelesaikan
permasalahan etik atau dilema etik keperawatan harus dilakukan dengan
tetap mempertimbangkan prinsip-prinsip etik supaya tidak merugikan salah
satu pihak.

B. SARAN
Pembelajaran tentang etika dan moral dalam dunia profesi terutama bidang
keperawatan harus ditanamkan kepada mahasiswa sedini mungkin supaya
nantinya mereka bisa lebih memahami tentang etika keperawatan sehingga
akan berbuat atau bertindak sesuai kode etiknya (kode etik keperawatan).

DAFTAR PUSTAKA

Carol T,Carol L, Priscilla LM. 1997. Fundamental Of Nursing Care, Third


Edition, by Lippicot Philadelpia, New York.
Geoffry hunt. 1994. Ethical issues in nursing. New york: press (padstow) Ltd.

Ismaini, N. 2001.Etika Keperawatan. Jakarta : Widya Medika

Kozier B., Erb G., Berman A., & Snyder S.J. 2004.Fundamentals of Nursing
Concepts, Process and Practice 7th Ed., New Jersey: Pearson Education
Line

Kusnanto.2004. Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta


: EGC

Persatuan Perawat Nasional Indonesia.(1999, 2000).Kode Etik


Keperawatan,lambing dan Panji PPNI dan Ikrar Perawat Indonesia,
Jakarta: PPNI

Redjeki, S. (2005).Etika keperawatan ditinjau dari segi hukum. Materi seminar


tidak diterbitkan

Rubenfeld, M. Gaie. K. Scheffer, B. 2006. Berpikir Kritis dalam Keperawatan.


Edisi 2.Jakarta : EG

Suhaemi,M. 2002. Etika Keperawatan aplikasi pada praktek.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai