Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kode etik suatu profesi adalah berupa norma-norma yang harus
diindahkan oleh setiap anggota profesi yang bersangkutan di dalam melaksanakan
tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi
petunjuk-petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka harus
menjalankan profesinya dan larangan-larangan, yaitu ketentuan tentang apa yang
boleh dan tidak boleh diperbuat oleh anggota profesi, tidak saja dalam
menjalankan tugas profesinya, melainkan juga menyangkut tingkah laku pada
umumnya dalam pergaulan sehari-hari di dalam masyarakat. Kode etik memiliki
tujuan, yaitu menjunjung tinggi martabat dan citra profesi, menjaga & memelihara
kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian para anggota profesi dan
meningkatkan mutu profesi.
Kemajuan pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan berdampak
besar terhadap peningkatan mutu pelayanan keperawatan.  Pelayanan keperawatan
yang dilaksanakan oleh tenaga profesional, dalam melaksanakan tugasnya dapat
bekerja secara mandiri dan dapat pula bekerja sama dengan profesi lain.
Perawat dituntut untuk melaksanakan asuhan keperawatan untuk
pasien/klien baik secara individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat dengan
memandang manusia secara biopsikososial spiritual yang komperhensif.  Sebagai
tenaga yang profesional, dalam melaksanakan tugasnya diperlukan suatu sikap
yang menjamin terlaksananya tugas tersebut dengan baik dan bertanggungjawab
secara moral.
Masalah, merupakan suatu bagian yang tak dapat dipisahkan dari segala
segi kehidupan.  Tidak ada satupun benda ataupun subjek hidup yang bersih tanpa
masalah, namun ada yang tersembunyi namun ada juga yang lebih dominan oleh
masalahnya. Begitupun dalam praktik keperawatan, terdapat beberapa isu yang
bisa jadi merupakan masalah dalam praktik keperawatan kita. Baik merupakan
perbuatan dari pihak yang tidak bertanggung jawab, ataupun segala hal yang
terjadi disebabkan oleh pertimbangan etis.

1
Dilema etik muncul ketika ketaatan terhadap prinsip menimbulkan
penyebab konflik dalam bertindak. Cosntoh : seorang ibu yang memerlukan biaya
untuk pengobatan progresif bagi bayi yang lahir tanpa otak dan secara medis
dinyatakan tidak akan tapi pernah menikmati kehidupan bahagia yang paling
sederhana skalipun. Disini terlihat adanya kebutuhan untuk tetap menghargai
otonomi si ibu akan pilihan pengobatan bayinya tetapi dilain pihak masyarakat
berpendapat akan lebih adil bila pengobatan diberikan kepada bayi yang masih
memungkinkan mempunyai harapan hidup yang besar . Hal ini dapat mengurangi
perhatian perawat atau bidan terhadap sesuatu yang penting dalam etika.
Terutama kemajuan dibidang biologi dan kedokteran, telah menimbulkan
berbagai permasalahan atau dilema etika kesehatan yang sebagian besar belum
teratasi (cakalano,1991). Kemajuan teknologi saat ini telah meningkatkan
kemampuan bidang kesehatan dalam mengatasi kesehatan dan memperpanjang
usia. Jumlah golongan usia lanjut yang semakin banyak, keterbatasan tenaga
perawat, biaya perawatan yang semakin mahal, dan keterbatasan sarana
kesehatan, telah menimbulkan etika perawatan bagi individu perawat atau
persatuan perawat (Mc.Croskey,1990).

2. Rumusan Masalah
Makalah ini membahas tentang model-model penyelesaian masalah/dilema
etik secara teori dan yang terjadi lapangan.

3. Tujuan Penulisan
a. Menjelaskan pengertian dilema etik
b. Menjelaskan bagaimana kerangka penyelesaian masalah/dilema etik.
c. Menjelaskan langkah-langkah dari penyelesaian masalah/dilema etik.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

1. Dilema Etik
a. Pengertian
Etik adalah terminologi dengan berbagai makna. Singkatnya, etik
berhubungan dengan bagaimana seseorang harus bertindak dan bagaimana mereka
melakukan hubungan dengan orang lain. Etik tidak hanya menggambarkan
sesuatu, tetapi lebih kepada perhatian dengan penetapan norma atau standar
kehidupan seseorang dan yang seharusnya dilakukan (Mandle, Boyle, dan
O’Donohoe, 1994). Etik dititik beratkan pada pertanyaan atas apa yang baik dan
yang buruk, karakter, motif atau tindakan yang benar dan salah. Menurut kamus
besar bahasa Indonesia kata etika berarti ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Dilema etik merupakan
suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau suatu
situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding.
Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk membuat keputusan
yang etis, seseorang harus tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan
emosional tatapi pada prinsip moral dalam menyelesaiakan masalah etik.
Dilema etik yang sering ditemukan dalam praktek keperawatan dapat
bersifat personal ataupun profesional. Dilema menjadi sulit dipecahkan bila
memerlukan pemilihan keputusan tepat diantara dua atau lebih prinsip etis.
Sebagai tenaga profesional perawat kadang sulit karena keputusan yang akan
diambil keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan. Pada saat
berhadapan dengan dilema etis juga terdapat dampak emosional seperti rasa
marah, frustrasi, dan takut saat proses pengambilan keputusan rasional yang harus
dihadapi, ini membutuhkan kemampuan interaksi dan komunikasi yang baik dari
seorang perawat.
Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada
alternatif yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan
dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau

3
salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seseorang harus tergantung pada
pemikiran yang rasional dan bukan emosional.

b. Kerangka Pemecahan Dilema Etik


Kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh para ahli dan
pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan / Pemecahan masalah
secara ilmiah, antara lain:
1.  Model Pemecahan Masalah ( Megan, 1989 )
a.  Mengkaji situasi
b. Mendiagnosa masalah etik moral
c.  Membuat tujuan dan rencana pemecahan
d. Melaksanakan rencana
e.  Mengevaluasi hasil
2.  Kerangka Pemecahan Dilema Etik (Kozier & Erb, 2004)
a.  Mengembangkan data dasar.
 Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan bagaimana keterlibatannya
  Apa tindakan yang diusulkan
  Apa maksud dari tindakan yang diusulkan
  Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan yang
diusulkan.
b.  Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
c.  Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan
dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut
d.  Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa
pengambil keputusan yang tepat
e.  Mengidentifikasi kewajiban perawat
f.  Membuat keputusan
3. Model Murphy dan Murphy
a.  Mengidentifikasi masalah kesehatan
b.  Mengidentifikasi masalah etik
c.  Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
d  Mengidentifikasi peran perawat

4
e.  Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin
dilaksanakan
f.  Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap alternatif
keputusan
g.  Memberi keputusan
h.  Mempertimbangkan bagaimanan keputusan tersebut hingga sesuai dengan
falsafah umum untuk perawatan klien
i.   Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan
menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan
berikutnya.
4.    Langkah-Langkah Menurut Purtilo Dan Cassel (1981)
a.  Mengumpulkan data yang relevan
b.  Mengidentifikasi dilema
c.  Memutuskan apa yang harus dilakukan
d. Melengkapi tindakan
5.    Langkah-langkah menurut Thompson & Thompson (1981)
a. Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan yang
diperlukan, komponen etis dan petunjuk individual.
b. Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi situasi.
c. Mengidentifikasi Issue etik
d. Menentukan posisi moral pribadi dan professional
e. Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang terkait.
f.  Mengidentifikasi konflik nilai yang ada

c. Langkah Penyelesaian Dilema Etik Menurut Tappen (2005) Adalah:


1. Pengkajian
Hal pertama yang perlu diketahui perawat adalah “adakah saya terlibat
langsung dalam dilema?”. Perawat perlu mendengar kedua sisi dengan menjadi
pendengar yang berempati. Target tahap ini adalah terkumpulnya data dari seluruh
pengambil keputusan, dengan bantuan pertanyaan yaitu :
a. Apa yang menjadi fakta medik ?
b. Apa yang menjadi fakta psikososial ?

5
c. Apa yang menjadi keinginan klien ?
d. Apa nilai yang menjadi konflik ?

2. Perencanaan
Untuk merencanakan dengan tepat dan berhasil, setiap orang yang terlibat
dalam pengambilan keputusan harus masuk dalam proses. Thomson and Thomson
(1985) mendaftarkan 3 (tiga) hal yang sangat spesifik namun terintegrasi dalam
perencanaan, yaitu :
a. Tentukan tujuan dari treatment
b. Identifikasi pembuat keputusan
c. Daftarkan dan beri bobot seluruh opsi / pilihan.

3. Implementasi
Selama implementasi, klien/keluarganya yang menjadi pengambil
keputusan beserta anggota tim kesehatan terlibat mencari kesepakatan putusan
yang dapat diterima dan saling menguntungkan. Harus terjadi komunikasi terbuka
dan kadang diperlukan bernegosiasi. Peran perawat selama implementasi adalah
menjaga agar komunikasi tak memburuk, karena dilema etis seringkali
menimbulkan efek emosional seperti rasa bersalah, sedih / berduka, marah, dan
emosi kuat yang lain. Pengaruh perasaan ini dapat menyebabkan kegagalan
komunikasi pada para pengambil keputusan. Perawat harus ingat “Saya disini
untuk melakukan yang terbaik bagi klien”. Perawat harus menyadari bahwa dalam
dilema etik tak selalu ada 2 (dua) alternatif yang menarik, tetapi kadang terdapat
alternatif tak menarik, bahkan tak mengenakkan. Sekali tercapai kesepakatan,
pengambil keputusan harus menjalankannya. Kadangkala kesepakatan tak tercapai
karena semua pihak tak dapat didamaikan dari konflik sistem dan nilai. Atau lain
waktu, perawat tak dapat menangkap perhatian utama klien. Seringkali klien /
keluarga mengajukan permintaan yang sulit dipenuhi, dan di dalam situasi lain
permintaan klien dapat dihormati.

6
4. Evaluasi
Tujuan dari evaluasi adalah terselesaikannya dilema etis seperti yang
ditentukan sebagai outcome-nya. Perubahan status klien, kemungkinan treatment
medik, dan fakta sosial dapat dipakai untuk mengevaluasi ulang situasi dan akibat
treatment perlu untuk dirubah. Komunikasi diantara para pengambil keputusan
masih harus dipelihara.

2. Kode Etik Perawat


Kode etik adalah pernyataan formal ideal dan nilai kelompok yang dianut
dianut oleh anggota kelompok, merefleksikan penilaian moral anggota kelompok
dan digunakan sebagai standard untuk tindakan professional mereka. Perawat
telah mengembangkan kode etik yang menjelaskan tindakan professional ideal.
Kode tersebut merefleksikan prinsip etik yang secara luas diterima oleh anggota
profesi; autonomi (penentuan nasib diri oleh klien), kemurahan hati ( bertindak
baik), nonmaleficence (penghindaran dari bahaya), keadilan (memperlakukan
semua orang secara adil) serta prinsip sekunder dari kejujuran (berbicara
kebenaran), kesetiaan (memegang janji) serta kerahasiaan (menghormati
informasi tertentu). Menurut America nurses association .kode etik;
a. Perawat memberikan pelayanan dengan menghargai martabat manusia dan
keunikan klien tanpa mempertimbangkan statatus sosial atau ekonomi,
kepribadian atau sifat masalah kesehatan
b. Perawat melindungi hak kerahasiaan klien dengan menjaga kerahasiaan
informasi tertentu
c. Perawat bertindak sebagai pelindung klien dan mayarakat ketika
perawatan kesehatan dan keamanan dipengaruhi praktik yang tidak
kompeten, tidak berdasarkan etik atau ilegal terhadap siapapun.
d. Perawat memikul tanggung jawab dan tanggung gugat untuk tindakan dan
pertimbangan keperawatan individual.
e. Perawat mempertahankan kompetensi dalam keperawatan
f. Perawat melatih pertimbangan dan menggunakan kompetensi dan
kualifikasi individual sebagai kriteria dalam mencari konsultasi ,menerima
tanggung jawab dan menyerahkan aktivitas kepada orang lain

7
g. Perawat berpartisipasi dalam aktivitas yang membantu pengembangan
pengetahuan profesi.
h. Perawat berpatisipasi dalam upaya profesi melakukan implementasi serta
meningkatkan standar keperawatan.
i. Perawat berpartisipasi dalam upaya profesi menetapkan dan
mempertahankan kondisi pekerja yang kondusif untuk asuhan
keperawatan berkualitas tinggi.
j. Perawat berpartisipasi dalam upaya profesi melindungi masyarakat dari
terjadinya salah informasidan salah interpretasi serta mempertahankan
integritas keperawatan.
k. Perawat melakukan kerja sama dengan anggota profesi kesehatan lainnya
serta masyarakat dalam meninggkatkan usaha komunitas dan nasional
untuk memenuhi kebutuhan kesehatan umum.

1. Etik dalam Keperawatan


Etik perawatan dihubungkan dengan hubungan anatara-masyarakat dan
dengan karakter serta sikap perawat terhadap orang lain. Pengetahuan perawat
diperoleh melalui keterlibatan pribadi dan emosional dengan orang lain dengan
ikut terlibat dalam masalah moral mereka (Cooper, 1991). Etika keperawatan
merujuk pada isu etik yang terjadi dalam praktik keperawatan. Mengatasi dilema
etik untuk itu membuat keputusan-keputusan etis, seseorang harus
menggantungkan pada pemikiran rasional, bukan emosi. Keputusan-keputusan
tentu memerlukan kesadaran, keterampilam kognitif yang diperlukan untuk
memahami kebutuhan klien dan member asuhan pada klien. Setiap hari perawat
membuat keputusan yang mempengaruhi kliennya, dan keputusan ini seringkali
didasarkan pada etis.
Sejumlah teori etis dan model pengambilan keputusan etis dapat
membimbing perawat dalam membuat keputusan. Purtilo dan Cassel
(1981)menyarankan 4 langkah proses :
a. Mengumpulkan data yang relevan
b. Mengidentifikasi dilem
c. Memutuskan apa yang harus dilakukan

8
d. Melengkapi tindakan
Thomson dan Thomson (1981),mengusulkan 10 langkah model keputusan
bioetis untuk membantu perawat menguju/memeriksa issue etis dan membuat
keputusan.
a. Meninjau kembali situasi untuk menentukan masalah-masalah kesehatan,
keputusan yang diperlukan, komponen-kompponen etis dan petunjuk
individual
b. Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklarifikasi situasi
c. Mengidentifikasi issue etis dalam situasi
d. Menentukan posisi moral dari petunjuk individual yang terakit
e. Mengidentifikasi konflik value, bila ada
f. Menentukan siapa yang seharusnya membuat keputusan
g. Mengidentifikasi jarak tindakan dengan hasil yang diantisipasi
h. Memutuskan serangkaian tindakan dan melaksanakannya
i. Mengevaluasi/meninjau kembali hasil-hasil dari keputusan/tindakan.
Walaupun kode etik merupakan petunjuk umum untuk pengambilan
keputusan. Petunjuk yang lebih spesifik adalah penting dalam banyak kasus untuk
mengatasi dilema etis sehari-hari yang dihadapi oleh perawat dalam tatanan
praktek. Petunjuk yang disarankan bagi perawat untuk mengatasi dilema ini
adalah sebagi berikut:
a. Menetapkan data dasar yang dipercaya
b. Mengidentifikasi konflik yang terdapat pada situasi tersebut
c. Membuat garis besar tindakan-tindakan alternative untuk tindakan yang
diajukan
d. Membuat secara garis besar hasil-hasil atau konsekuensi dari tindakan-
tindakan alternative tersebut
e. Menentukan pemilik masalah tersebut dan pengambilan keputusan yang
tepat
f. Menentukan kewajiban-kewajiban perawat
Sebagai perawat dapat mengatasi dilemma-dilema etis. Dia harus
memutuskan system etis yang mana yang sesuai dengan pandangannya. Dua teory
yang lazim yang membimbing pada pengambilan keputusan adalah :

9
a. Utilitarianism (teology)
Utilitarianism disingkat dengan “the greatest good for greatest number”.
Dalam pendekatan ini keputusan moral didasarkan semata-mata pada konsekuensi
tindakan bukan pada kebenaran tindakan. Satu kekurangan dari pendekatan ini
adalah bahwa pandangan monoritas dapat diabaikan, contoh :
Bila 3 orang perawat setuju pada tindakan yang ditetapkan dank lien tidak
setuju dengan pandnagan Utilitarianism, klien dapat diabaikan karena dia bukan
“the grest number”
b. Deontology
Pada pendekatan deontology terhadap masalah-masalah etis, karakteristik
tertentu membuat keputusan/penetapan benar atau salah, tanpa melihat
konsekuensianya. Karakteristik tersebut merupakan nilai-nilai seperti kebenaran,
keadilan dan cinta. Satu type deontology adalah pluralistic, yaitu beberapa prinsip
dapat diterapkan dalam konflik. Prinsip seperti otonomi dan keadilan dapat 
ditetapkan berbagai prioritas yang berbeda, tergantung pada seseorang mengatasi
dilema. Menurut Fromer 4 prinsip terpenting dalam pendekatan deontologik
adalah:
1. Otonomi
2. Bukan Kejahatan
3. Kemurahan Hati
4. Keadilan
contoh:
Seorang perawat mungkin mempertimbangkan otonomi klien lebih
penting dari keadilan, sedangkan perawat yang lain mungkin berkeyakinan
sebaliknya.Dengan alasan ini, masing-masing akan mendekati suatu maslah
dengan prioritas yang berbeda untuk pemecahannya.

2. Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat


Tanggung jawab mengacu pada pelaksanaan tugas yang dikaitkan dengan
peran tertentu perawat (American Nurses Association [ANA], 1995). Ketika
memberikan medikasi, perawat bertanggung jawab dalam mengkaji kebutuhan
klien terhadap obat-obatan, memberikannya dengan benar dan dalam dosis yang

10
aman serta mengevaluasi responnya. Seorang perawat yang bertindak secara
bertanggungjawab akan meningkatkan rasa percaya klien dan professional
lainnya. Seorang perawat yang bertanggung jawab akan tetap kompeten dalam
pengetahuan dan kemampuan, serta menunjukkan keinginan untuk bertindak
menurut panduan etik profesi.
Tanggung gugat artinya dapat memberikan alasan atas tindakannya.
Seorang perawat bertanggung gugat atas dirinya sendiri, klien, profesi, atasan dan
masyarakat.Tanggung gugat professional memiliki tujuan sebagai berikut :
a. Mengevaluasi praktisi professional baru dan mengkaji ulang yang telah
ada.
b. Mempertahankan standar perawatan kesehatan.
c. Memudahkan refleksi pribadi, pemikiran etis, dan pertumbuhan pribadi
pada pihak
d. professional perawatan kesehatan.
e. Memberikan dasar pengambilan keputusan etis.

3. Dasar untuk Pertimbangan Etis


a. Pertimbangan moral
Pertimbangan legal juga dapat mempengaruhi pertimbangan moral. Sudah
jelas bahwa sangat penting untuk mempertimbangkan hokum setempet, kebijakan
institusi atau panduan kebijakan dan prosedur dalam pemikiran moral seseorang.
Banyak orang mendasari pertimbangan mereka pada perintah agama atau hukum.
Etik dan hukum seringkali saling melengkapi, namun tidak selalu. Sebuah
tindakan legal, bukan berarti menjadikan tindakan itu secara automatis sesuatu
yang benar atau baik, sebaliknya tidak semua tindakan illegal salah secara moral.
Contoh yang jelas adalah protes masyarakat menentang legalisasi aborsi atas dasar
moral. Kadang, tindakan illegal dapat dibenarkan secara moral, terutama ketika
orang menyatakan bahwa tindakan itu memiliki maksud baik yang terselubung.
Bersandar pada hukum sebagai pertimbangan primer standar moral adalah suatu
bentuk legalisme. Misalnya, untuk menolak bertindak atas permintaan klien yang
sakit parah permanen yang ingin menghentikan pengobatan karena praktisi takut
dituntut dapat menjadi contoh dari legalisme.

11
b. Teori Moral
Ada dua teori moral dasar yang memainkan peran penting dalam proses
pertimbangan, yaitu teori pertama seringkali dikenal sebagai deontology, lebih
berfokus pada tindakan atau kewajiban yang harus dilakukan daripada hasil atau
konsekwensi dari tindakan itu sendiri. Teori teleologis umumnya
mempertimbangkan konsekuensi suatu tindakan. Teori moral semacam ini
“memulai” sesuatu yang baik dengan melihat pada situasi untuk menentukan apa
yang harus dilakukan, berdasarkan konsekwensi apa yang akan dialami orang
yang terlibat jika tindakan tersebut dilakukan.

c. Prinsip Moral
Prinsip moral merupakan masalah umum dalam melakukan sesuatu
sehingga membentuk suatu sistem etik. Prinsip moral berfungsi untuk membuat
secara spesifik apakah suatu tindakan dilarang, diperlukan atau diizinkan dalam
situasi tertentu. ( John Stone, 1989 ).
1. Autonomy / Otonomi
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu
berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap
kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki
berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Otonomi
merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan
diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak
klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
2. Beneficience / Kemurahan Hati
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan
atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang,
dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan
otonomi.

12
3. Justice / Keadilan
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap
orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai
ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi
yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk
memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
4. Nonmaleficience / Tidak Merugikan.
    Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis
pada klien.
5. Veracity / Kejujuran.
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh
pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien
dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti.
Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan
kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif
untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan
mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan.
6. Fidelity / Menepati Janji.
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati
janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban
seseorang perawat untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya kepada
pasien.
7. Confidentiality / Kerahasiaan.
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus
dijaga privasinya. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan
klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorangpun
dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan
bukti persetujuan.

13
BAB III
KASUS DILEMA ETIK

Seorang laki-laki bernama Tn.S usia 27 tahun status belum menikah


dibawa oleh keluarganya ke salah satu Rumah Sakit pemerintah dikota X dengan
keadaan tidak sadarkan diri., keluarga mengatakan Tn.S sudah mengalami gejala
demam dan diare kurang lebih selama 10 hari, menderita sariawan sudah 2 bulan
tidak sembuh-sembuh, dan berat badannya turun secara berangsur-angsur,
badannya gemuk tapi 3 bulan terakhir ini badannya kurus dan telah turun 10 Kg
dari berat badan semula ( 65 kg ). Tn S merupakan seorang mahasiswa yang
sering pergi keluar malam untuk mencari hiburan.
Tn. S masuk UGD kemudian dari dokter untuk diopname di ruang
penyakit dalam karena kondisi Tn. S yang sudah mengalami penurunan kesadaran
dan dokter memberikan advice kepada perawat untuk dilakukan pemeriksaan
laboratorium . Keluarga yang ingin tahu sekali tentang penyakit Tn.S meminta
perawat tersebut untuk segera memberi tahu setelah didapatkan hasil pemeriksaan.
Sore harinya pukul 16.00 WIB,hasil pemeriksaan telah diterima oleh perawat
tersebut dan telah dibaca oleh dokternya. Hasilnya mengatakan bahwa Tn. S
positif terjangkit penyakit HIV . Berhubung Tn.S belum sadarkan diri, perawat
tersebut memanggil keluarga Tn. S untuk menghadap dokter yang menangani Tn.
S . Bersama dokter dan seijin dokter tersebut, perawat menjelaskan tentang
kondisi pasien dan penyakitnya kepada keluarga. Keluarga terlihat kaget dan
bingung. Keluarga meminta kepada dokter terutama perawat untuk tidak
memberitahukan penyakitnya ini kepada Tn. S ketika ia sudah sadar karena
keluarga takut Tn. S akan frustasi, tidak mau menerima kondisinya dan dikucilkan
dari masyarakat.
Perawat tersebut mengalami dilema etik dimana satu sisi dia harus
memenuhi permintaan keluarga namun di sisi lain perawat tersebut harus
memberitahukan kondisi yang dialami oleh Tn. S karena itu merupakan hak
pasien untuk mendapatkan informasi.

14
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Kasus diatas menjadi suatu dilema etik bagi perawat dimana dilema etik
itu didefinisikan sebagai suatu masalah yang melibatkan dua ( atau lebih )
landasan moral suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini
merupakan suatu kondisi dimana setiap alternatif tindakan memiliki landasan
moral atau prinsip. Pada dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau
salah dan dapat menimbulkan kebingungan pada tim medis yang dalam konteks
kasus ini khususnya pada perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan,
tetapi banyak rintangan untuk melakukannya. Menurut Thompson & Thompson
(1981) dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada
alternatif yang memuaskan atau situasi dimana alternatif yang memuaskan atau
tidak memuaskan sebanding. Untuk membuat keputusan yang etis, seorang
perawat harus bisa berpikir rasional dan bukan emosional.
Perawat tersebut berusaha untuk memberikan pelayanan keperawatan yang
sesuai dengan etika dan legal yaitu dia menghargai keputusan yang dibuat oleh
pasien dan keluarga. Selain itu dia juga harus melaksanakan kewajibannya
sebagai perawat dalam memenuhi hak-hak pasien salah satunya adalah
memberikan informasi yang dibutuhkan pasien atau informasi tentang kondisi dan
penyakitnya. Hal ini sesuai dengan salah satu hak pasien dalam pelayanan
kesehatan menurut American Hospital Assosiation dalam Bill of Rights.
Memberikan informasi kepada pasien merupakan suatu bentuk interaksi antara
pasien dan tenaga kesehatan. Sifat hubungan ini penting karena merupakan faktor
utama dalam menentukan hasil pelayanan kesehatan. Keputusan keluarga pasien
yang berlawanan dengan keinginan pasien tersebut maka perawat harus
memikirkan alternatif-alternatif atau solusi untuk mengatasi permasalahan
tersebut dengan berbagai konsekuensi dari masing-masing alternatif tindakan.
Dalam pandangan Etika penting sekali memahami tugas perawat agar
mampu memahami tanggung jawabnya. Perawat perlu memahami konsep
kebutuhan dasar manusia dan bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan
dasar tersebut tidak hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan fisiknya atau

15
psikologisnya saja, tetapi semua aspek menjadi tanggung jawab perawat. Etika
perawat melandasi perawat dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut. Dalam
pandangan etika keperawatan, perawat memilki tanggung jawab (responsibility)
terhadap tugas-tugasnya.
Penyelesaian kasus dilema etik seperti ini diperlukan strategi untuk
mengatasinya karena tidak menutup kemungkinan akan terjadi perbedaan
pendapat antar tim medis yang terlibat termasuk dengan pihak keluarga pasien.
Jika perbedaan pendapat ini terus berlanjut maka akan timbul masalah komunikasi
dan kerjasama antar tim medis menjadi tidak optimal. Hal ini jelas akan
membawa dampak ketidaknyamanan pasien dalam mendapatkan pelayanan
keperawatan.
Berbagai model pendekatan bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah
dilema etik ini antara lain model dari Megan, Kozier dan Erb, model Murphy dan
Murphy, model Levine-ariff dan Gron, model Curtin, model Purtilo dan Cassel,
dan model Thompson dan thompson. Berdasarkan pendekatan model Megan,
maka kasus dilema etik perawat yang merawat Tn. S ini dapat dibentuk kerangka
penyelesaian sebagai berikut :
1. Mengkaji situasi
    Dalam hal ini perawat harus bisa melihat situasi, mengidentifikasi
masalah/situasi dan menganalisa situasi. Dari kasus diatas dapat ditemukan
permasalahan atau situasi sebagai berikut :
a. Tn. S menggunakan haknya sebagai pasien untuk mengetahui penyakit
yang dideritanya sekarang sehingga Tn. S meminta perawat tersebut
memberikan informasi tentang hasil pemeriksaan kepadanya. 
b. Rasa kasih sayang keluarga Tn. S terhadap Tn. S membuat keluarganya
berniat menyembunyikan informasi tentang hasil pemeriksaan tersebut dan
meminta perawat untuk tidak menginformasikannya kepada Tn. S dengan
pertimbangan keluarga takut jika Tn. S akan frustasi tidak bisa menerima
kondisinya sekarang
c. Perawat merasa bingung dan dilema dihadapkan pada dua pilihan dimana
dia harus memenuhi permintaan keluarga, tapi disisi lain dia juga harus

16
memenuhi haknya pasien untuk memperoleh informasi tentang hasil
pemeriksaan atau kondisinya.
2. Mendiagnosa Masalah Etik Moral
Berdasarkan kasus dan analisa situasi diatas maka bisa menimbulkan
permasalahan etik moral jika perawat tersebut tidak memberikan informasi
kepada Tn. S terkait dengan penyakitnya karena itu merupakan hak pasien untuk
mendapatkan informasi tentang kondisi pasien termasuk penyakitnya.
3. Membuat Tujuan dan Rencana Pemecahan
Alternatif-alternatif rencana harus dipikirkan dan direncanakan oleh
perawat bersama tim medis yang lain dalam mengatasi permasalahan dilema etik
seperti ini. Adapun alternatif rencana yang bisa dilakukan antara lain :
a. Perawat akan melakukan kegiatan seperti biasa tanpa memberikan
informasi hasil pemeriksaan/penyakit Tn. S kepada Tn. S saat ia sadar,
tetapi memilih waktu yang tepat ketika kondisi pasien dan situasinya
mendukung.
Hal ini bertujuan supaya Tn. S tidak panik yang berlebihan ketika
mendapatkan informasi seperti itu karena sebelumnya telah dilakukan
pendekatan-pendekatan oleh perawat. Selain itu untuk alternatif rencana
ini diperlukan juga suatu bentuk motivasi/support sistem yang kuat dari
keluarga. Keluarga harus tetap menemani Tn. S tanpa ada sedikitpun
perilaku dari keluarga yang menunjukkan denial ataupun perilaku
menghindar dari Tn. S Dengan demikian diharapkan secara perlahan, Tn.
S akan merasa nyaman dengan support yang ada sehingga perawat dan tim
medis akan menginformasikan kondisi yang sebenarnya.Ketika jalannya
proses sebelum diputuskan untuk memberitahu Tn. S tentang kondisinya
dan ternyata Tn. S menanyakan kondisinya saat kesadarannya mulai
membaik, maka perawat tersebut bisa menjelaskan bahwa hasil
pemeriksaannya masih dalam proses tim medis.Alternatif ini tetap
memiliki kelemahan yaitu perawat tidak segera memberikan informasi
yang dibutuhkan Tn. S dan tidak jujur saat itu walaupun pada akhirnya
perawat tersebut akan menginformasikan yang sebenarnya jika situasinya

17
sudah tepat. Ketidakjujuran merupakan suatu bentuk pelanggaran kode
etik keperawatan.
b. Perawat akan melakukan tanggung jawabnya sebagai perawat dalam
memenuhi hak-hak pasien terutama hak Tn. S untuk mengetahui
penyakitnya, sehingga ketika hasil pemeriksaan sudah ada dan sudah
didiskusikan dengan tim medis maka perawat akan langsung
menginformasikan kondisi Tn. S tersebut atas seijin dokter.
Alternatif ini bertujuan supaya Tn. S merasa dihargai dan
dihormati haknya sebagai pasien serta perawat tetap tidak melanggar etika
keperawatan. Hal ini juga dapat berdampak pada psikologisnya dan proses
penyembuhannya. Misalnya ketika Tn. S secara lambat laun mengetahui
penyakitnya sendiri atau tahu dari anggota keluarga yang membocorkan
informasi, maka Tn. S akan beranggapan bahwa tim medis terutama
perawat dan keluarganya sendiri berbohong kepadanya. Dia bisa
beranggapan merasa tidak dihargai lagi atau berpikiran bahwa perawat dan
keluarganya merahasiakannya karena ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS)
merupakan “aib” yang dapat mempermalukan keluarga dan Rumah Sakit.
Kondisi seperti inilah yang mengguncangkan psikis Tn. S nantinya yang
akhirnya bisa memperburuk keadaan Tn. S, Sehingga pemberian informasi
secara langsung dan jujur kepada Tn. S perlu dilakukan untuk menghindari
hal tersebut.
c. Kendala-kendala yang mungkin timbul :
1) Keluarga tetap tidak setuju untuk memberikan informasi tersebut
kepada Tn. S
Sebenarnya maksud dari keluarga tersebut adalah benar karena
tidak ingin Tn. S frustasi dengan kondisinya. Tetapi seperti yang
diceritakan diatas bahwa ketika Tn. S tahu dengan sendirinya justru
akan mengguncang psikisnya dengan anggapan-anggapan yang
bersifat emosional dari Tn. S tersebut sehingga bisa memperburuk
kondisinya. Perawat tersebut harus mendekati keluarga Tn. S dan
menjelaskan tentang dampak-dampaknya jika tidak menginformasikan
hal tersebut. Jika keluarga tersebut tetap tidak mengijinkan, maka

18
perawat dan tim medis lain bisa menegaskan bahwa mereka tidak akan
bertanggung jawab atas dampak yang terjadi nantinya. Selain itu
sesuai dengan Kepmenkes 1239/2001 yang mengatakan bahwa
perawat berhak menolak pihak lain yang memberikan permintaan
yang bertentangan dengan kode etik dan profesi keperawatan.
2) Keluarga telah mengijinkan tetapi Tn. S denial dengan informasi yang
diberikan perawat.
Denial atau penolakan adalah sesuatu yang wajar ketika seseorang
sedang mendapatkan permasalahan yang membuat dia tidak nyaman.
Perawat harus tetap melakukan pendekatan-pendekatan secara psikis
untuk memotivasi Tn. S Perawat juga meminta keluarga untuk tetap
memberikan support sistemnya dan tidak menunjukkan perilaku
mengucilkan Tn. S tersebut. Hal ini perlu proses adaptasi sehingga
lama kelamaan Tn. S diharapkan dapat menerima kondisinya dan
mempunyai semangat untuk sembuh.

4. Melaksanakan Rencana
Alternatif-alternatif rencana tersebut harus dipertimbangkan dan
didiskusikan dengan tim medis yang terlibat supaya tidak melanggar kode etik
keperawatan. Sehingga bisa diputuskan mana alternatif yang akan diambil. Dalam
mengambil keputusan pada pasien dengan dilema etik harus berdasar pada
prinsip-prinsip moral yang berfungsi untuk membuat secara spesifik apakah suatu
tindakan dilarang, diperlukan atau diizinkan dalam situasi tertentu ( John Stone,
1989 ), yang meliputi :
a. Autonomy / Otonomi
Pada prinsip ini perawat harus menghargai apa yang menjadi keputusan
pasien dan keluarganya tapi ketika pasien menuntut haknya dan
keluarganya tidak setuju maka perawat harus mengutamakan hak Tn. S
tersebut untuk mendapatkan informasi tentang kondisinya.
b. Benefesience / Kemurahan Hati
Prinsip ini mendorong perawat untuk melakukan sesuatu hal atau tindakan
yang baik dan tidak merugikan Tn. S Sehingga perawat bisa memilih

19
diantara 2 alternatif diatas mana yang paling baik dan tepat untuk Tn. S
dan sangat tidak merugikan Tn. S
c. Justice / Keadilan
Perawat harus menerapkan prinsip moral adil dalam melayani pasien. Adil
berarti Tn. S mendapatkan haknya sebagaimana pasien yang lain juga
mendapatkan hak tersebut yaitu memperoleh informasi tentang
penyakitnya secara jelas sesuai dengan konteksnya/kondisinya.
d. Nonmaleficience / Tidak merugikan
Keputusan yang dibuat perawat tersebut nantinya tidak menimbulkan
kerugian pada Tn. S baik secara fisik ataupun psikis yang kronis nantinya.
e. Veracity / Kejujuran
Perawat harus bertindak jujur jangan menutup-nutupi atau membohongi
Tn. S tentang penyakitnya. Karena hal ini merupakan kewajiban dan
tanggung jawab perawat untuk memberikan informasi yang dibutuhkan
Tn. S secara benar dan jujur sehingga Tn. S akan merasa dihargai dan
dipenuhi haknya
f. Fedelity / Menepati Janji
Perawat harus menepati janji yang sudah disepakati dengan Tn. S bahwa
perawat bersdia akan menginformasikan hasil pemeriksaan kepada Tn. S
jika hasil pemeriksaannya sudah selesai. Janji tersebut harus tetap dipenuhi
walaupun hasilnya pemeriksaan tidak seperti yang diharapkan karena ini
mempengaruhi tingkat kepercayaan Tn. S terhadap perawat tersebut
nantinya.
g. Confidentiality / Kerahasiaan
Perawat akan berpegang teguh dalam prinsip moral etik keperawatan yaitu
menghargai apa yang menjadi keputusan pasien dengan menjamin
kerahasiaan segala sesuatu yang telah dipercayakan pasien kepadanya
kecuali seijin pasien.

Berdasarkan pertimbangan prinsip-prinsip moral tersebut keputusan yang


bisa diambil dari dua alternatif diatas lebih mendukung untuk alternatif ke-2 yaitu
secara langsung memberikan informasi tentang kondisi pasien setelah hasil

20
pemeriksaan selesai dan didiskusikan dengan semua yang terlibat. Mengingat
alternatif ini akan membuat pasien lebih dihargai dan dipenuhi haknya sebagai
pasien walaupun kedua alternatif tersebut memiliki kelemahan masing-masing.
Hasil keputusan tersebut kemudian dilaksanakan sesuai rencana dengan
pendekatan-pendekatan dan caring serta komunikasi terapeutik.

5. Mengevaluasi Hasil
Alternatif yang dilaksanakan kemudian dimonitoring dan dievaluasi sejauh
mana Tn. S beradaptasi tentang informasi yang sudah diberikan. Jika Tn. S masih
denial maka pendekatan-pendekatan tetap terus dilakukan dan support sistem
tetap terus diberikan yang pada intinya membuat pasien merasa ditemani, dihargai
dan disayangi tanpa ada rasa dikucilkan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Hasyim, Maruroh, dan Prasetyo, Joko. (2012). Etika Keperawatan. Edisi Pertama.
Yogyakarta : Bangkit.

Kozier, Barbara, dkk. (2010). Buku Ajar Fundamental keperawatan : Konsep,


Proses, & Praktik. Edisi 7. Jakarta : EGC.

Potter, Patricia A. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,


dan Praktik. Volume 1.

Marquis, B.L and Huston, Carol.J. (2006). Leadership Roles and Management
th
Functions in Nursing : Theory and Application. 5 Ed. Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins.

Tappen, M.R., Sally A. Weiss, Diane K.W. (2004). Essentials of Nursing


Leadership and Management. 3 rd Ed. Philadelphia : FA. Davis Company.

22
MODEL-MODEL PENYELESAIAN
MASALAH/DILEMA ETIK

MAKALAH

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK I

KALVIN GINTING
DARMITA FITRI TANJUNG
META ROSAULINA
ALI SABELA HASIBUAN
DIAN ANGGRIYANTI
ERIDHA PUTRA
NURUL IBRAHIM
ISKANDAR
SRI AYU FATMAWATI
MERSI EKA PUTRI
DYNA ELVINA SARAGIH
ZAKIAH RAHMAN
LISBET GURNING
ARPINA FAJARNITA

PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TAHUN 2015

23

Anda mungkin juga menyukai