Anda di halaman 1dari 9

TUGAS SISTEM KARDIOVASKULER

KASUS DILEMA ETIK ENDOCARDITIS PADA DEWASA/LANSIA

OLEH

KELOMPOK 2

ANGGOTA:

1. ALFINA NORA
2. ANNISHA ALLAMA NOPTIKHA
3. APRILLIA DHEANA PUTRI
4. ATIKA SURI
5. CHINTYA DWI RIZAL
6. KARMILA
7. NUSRAT AHMATUL ISRA

S1 KEPERAWATAN II A

STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG

2018
KASUS DILEMA ETIK

A. Definisi
Etik adalah cara bagaimana seseorang menetapkan norma atau standar
kehidupan seseorang dan yang seharusnya dilakukan (Mandla, Boyle dan
O’Donohoe. 1994).
Dilema Etik adalah suatu masalah yang melibatkan masalah dua atau lebih
landasan moral atau tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan
suatu kondisi dimana setiap alternative memiliki landasan normal atau prinsip.
Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk membuat keputusan yang
etis, seseorang harus tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional.
Dilema etik yang sering ditemukan dalam praktek keperawatan dapat bersifat
personal ataupun profesional. Dilema menjadi sulit dipecahkan bila memerlukan
pemilihan keputusan tepat diantara dua atau lebih prinsip etis. Sebagai tenaga
profesional perawat kadang sulit karena keputusan yang akan diambil keduanya
sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan. Pada saat berhadapan dengan dilema
etis juga terdapat dampak emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan takut saat
proses pengambilan keputusan rasional yang harus dihadapi, ini membutuhkan
kemampuan interaksi dan komunikasi yang baik dari seorang perawat.

B. Prinsip – Prinsip Moral Yang Harus Diterapkan Oleh Perawat Dalam Penyelesaian
Masalah Dilema Etis.
1. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir
logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten
dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan
atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Otonomi merupakan hak
kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek
profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam
membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
2. Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan
atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam
situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi
3. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang
lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini
direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang
benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh
kualitas pelayanan kesehatan.
4. Tidak merugikan (Nonmaleficience)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada
klien.
5. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh
pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan
untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan
dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada
agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman
dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien
tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani
perawatan.
6. Menepati janji (Fidelity)
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya
terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta
menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang perawat
untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya kepada pasien.
7. Kerahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga
privasinya. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien
hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat
memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti
persetujuan. (Geoffry hunt. 1994)
8. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang
profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

C. Kerangka Proses Pemecahan Masalah Dilema Etik


Kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh para ahli dan pada
dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan / Pemecahan masalah secara
ilmiah, antara lain
1. Pemecahan masalah ( Megan, 1989 )
Ada lima langkah-langkah dalam pemecahan masalah dalam dilema etik:
a. Mengkaji situasi
b. Mendiagnosa masalah etik moral
c. Membuat tujuan dan rencana pemecahan
d. Melaksanakan rencana
e. Mengevaluasi hasil
2. Kerangka pemecahan dilema etik (kozier & erb, 1989 )
a. Mengembangkan data dasar.
Untuk melakukan ini perawat memerukan pengumpulan informasi sebanyak
mungkin meliputi :
 Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan bagaimana keterlibatannya
 Apa tindakan yang diusulkan
 Apa maksud dari tindakan yang diusulkan
 Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan yang
diusulkan.
b. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
c. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan
mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut
d. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil
keputusan yang tepa
e. Mengidentifikasi kewajiban perawat
f. Membuat keputusan
3. Model Murphy dan Murphy
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan
b. Mengidentifikasi masalah etik
c. Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
d. Mengidentifikasi peran perawat
e. Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin dilaksanakan
f. Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap alternatif
keputusan
g. Memberi keputusan
h. Mempertimbangkan bagaimanan keputusan tersebut hingga sesuai dengan
falsafah umum untuk perawatan klien
i. Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan menggunakan
informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan berikutnya.
4. Model Curtin
a. Mengumpulkan berbagai latar belakang informasi yang menyebabkan masalah
b. Identifikasi bagian-bagian etik dari masalah pengambilan keputusan
c. Identifikasi orang-orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan.
d. Identifikasi semua kemungkinan pilihan dan hasil dari pilihan itu.
e. Aplikasi teori, prinsip dan peran etik yang relevan.
f. Memecahkan dilemma
g. Melaksanakan keputusan
5. Model Levine – Ariff dan Gron
a. Mendefinisikan dilemma
b. Identifikasi faktor-faktor pemberi pelayanan.
c. Identifikasi faktor-faktor bukan pemberi pelayanan
 Pasien dan keluarga
 Faktor-faktor eksternal
d. Pikirkan faktor-faktor tersebut satu persatu
e. Identifikasi item-item kebutuhan sesuai klasifikasi
f. Identifikasi pengambil keputusan
g. Kaji ulang pokok-pokok dari prinsip-prinsip etik
h. Tentukan alternatif-alternatif
i. Menindaklanjuti
6. Langkah-langkah menurut Purtilo dan Cassel ( 1981)
Purtilo dan cassel menyarankan 4 langkah dalam membuat keputusan etik
a. Mengumpulkan data yang relevan
b. Mengidentifikasi dilemma
c. Memutuskan apa yang harus dilakukan
d. Melengkapi tindakan
7. Langkah-langkah menurut Thompson & Thompson ( 1981)
Mengusulkan 10 langkah model keputusan bioetis
a. Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan yang
diperlukan, komponen etis dan petunjuk individual.
b. Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi situasi
c. Mengidentifikasi Issue etik
d. Menentukan posisi moral pribadi dan professional
e. Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang terkait.
f. Mengidentifikasi konflik nilai yang ada.

D. Kasus
Tn. N berusia 50 tahun seorang pasien yang buta, endocarditis akut dan gagal
ginjal menginginkan suatu kematian . Ketika klien mengalami cardiac arrest
(hilangnya fungsi jantung secara mendadak), klien diresusitasi (upaya penyediaan
oksigen ke otak, jantung, dan alat-alat vital lainnya melalui sebuah tindakan yang
meliputi pemijatan jantung dan menjamin ventilasi yang adekwat) sesuai dengan
kebijakan rumah sakit. Klien juga dilakukan resusitasi beberapa kali. Rumah sakit
harus mempertahankan kehidupan pasien sesuai dengan kebijakan . Keluarga pasien
mengira bahwa rumah sakit menahan hak-hak pasien untuk meninggal. Pada saat itu
juga keadaan pasien jadi koma dan rumah sakit diminta pengadilan untuk
menjelaskan kepada keluarga dan saksi-saksi. Tiga orang perawat mendiskusikan hak-
hak Tn. N untuk meninggal yang bertentangan dengan moral rumah sakit dan tugas
legal dalam memperpanjang hidup pasien.
A. Penyelesaian
Berdasarkan kasus dilema etik di atas maka perawat yang merawat Tn. N ini
dapat membentuk kerangka penyelesaian sebagai berikut :
1. Mengkaji situasi
Dalam hal ini perawat harus bisa melihat situasi, mengidentifikasi
masalah/situasi dan menganalisa situasi. Dari kasus diatas dapat ditemukan
permasalahan atau situasi sebagai berikut :
a. Tn. N sudah mendapatkan pelayanan yang sesuai prosedur
b. Dengan rasa penuh kasih sayang keluarga Tn.N kepada Tn.N untuk menjaga
privasi atau tidak memberikan informasi kepada Tn.N atau orang lain tentang
masalah yang dialami Tn.N, dengan tujuan agar Tn.N tidak menjadi frustasi atau
gelisah atas penyakit yang sedang dideritanya.
2. Mendiagnosa Masalah Etik Moral
Berdasarkan kasus dan analisa situasi diatas maka bisa
menimbulkan permasalahan disini perawat dihadapkan pada dua pilihan, diantara
dia harus memenuhi permintaan keluarga Tn.N, namun disisi lain perawat juga harus
memenuhi hak pasien untuk menerima informasi atas semua hasil
pemeriksaannya/Tn.N sendiri. Prinsip etik dalam kasus ini adalah otonomy dan
beneficience. Pada otonomy dikasus ini, perawat seharusnya memberikan hak
kepada pasien untuk memperoleh informasi mengenai kondisi kesehatannya, tapi
perawat juga harus memenuhi permintaan keluarga Tn.N. Pada beneficience di kasus
ini, perawat dan rumah sakit tidak dapat mencegah akibat dari dilakukannya
resusitasi yang berkibat pasien menjadi koma sehingga diminta pengadilan untuk
menjelaskan pada keluarga, perawat dan rumah sakit harus mempertahankan
kehidupan pasien sesuai dengan kebijakan yang ada dengan dilakukan resusitasi dan
hal tersebut tidak sesuai dengan keinginan keluarga pasien.
3. Membuat tujuan dan rencana pemecahan
Berdasarkan kasus diatas, pihak rumah sakit ( dokter dan perawat) ingin
melakukan tindakan lanjut keperawatan kepada Tn. N, supaya Tn.N tetap bisa hidup.
Karena itu berhubungan dengan kebijakan moral rumah sakit dan tugas legal dalam
memperpanjang hidup pasien. Pihak rumah sakitpun harus menjelaskan kepada
keluarga Tn. N tentang hal tersebut.
4. Melaksanakan rencana
Dalam melaksanakan rencana pemecahan kasus di atas, pihak rumah sakit
harus tetap mempertahankan kehidupan pasien dengan cara menjelaskan
dipengadilan tentang kebijakan rumah sakit dan menanyakan kepada kelien dan
keluarga kenapa Tn. N menginginkan kematian.
5. Evaluasi Hasil
Dalam kasus tersebut Tn.N yang kini mengalami koma, maka yang harus
dilakukan pihak rumah sakit, dokter maupun perawat adalah melakukan tindakan
keperawatan yang terbaik dan terus mengobservasi keadaan pasien untuk
mengetahui keadaan lebih lanjut bagi Tn.N. Entah itu untuk kelangsungan hidup
ataupun kematian Tn.N kelak
DAFTAR PUSTAKA

PPGD basic I, Perhimpunan Kedokteran Gawat Darurat Indonesia, 2011


PPGD basic I, Instalasi Gawat Darurat RSUP DR. Hasan Sadikin, Bandung
Ulfah AR,. Advance Cardiac Life Sipport, Pusat Jantung Nasional Harapan Kita. Jakarta. 2003
AHA Guidelines For CPR and ECC, 2010

Anda mungkin juga menyukai