Anda di halaman 1dari 9

Komunikasi pada klien dengan gangguan indera persepsi sensori

Ganguan Persepsi Sensori (Halusinasi) adalah perubahan persepsi terhadap stimulus baik
internal maupun eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan atau
terdistorsi (PPNI, 2016). Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada
klien dengan gangguan jiwa. Halusinasi identik dengan skizofrenia, seluruh klien dengan
skizofrenia diantaranya mengalami halusinasi. Halusinasi merupakan gangguan persepsi
dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penghayatan
yang dialami seperti suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksternal, persepsi
palsu. Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus,
salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi. Stimulus
internal di persepsikan sebagai suatu yang nyata ada oleh klien. Halusinasi juga diartikan
hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan
rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan
tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar
suara padahal tidak ada orang yang berbicara. Halusinasi salah satu gejala dimana pasien
mengalami perubahan sensori persepsi: merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghiduan/ penciuman.

1. Klien dengan gangguan penglihatan

Menurut Sheldon (2009), hilang penglihatan atau kebutaan menyebabkan defisit


komunikasi karena penglihatan memungkinkan orang melihat pembicara dan ekspresi wajah
serta gesturnya. Hilang penglihatan memberikan kerugian bagi pasien karena tidak
keseluruhan pesan diterima. Klien dengan gangguan penglihatan, komunikasinya sangat
tergantung pada pendengaran dan sentuhan.

a) Hambatan Komunikasi Pada Klien Yang Buta


- Kesulitan melakukan komunikasi secara visual dengan bahasa tubuh
- Klien kesulitan menangkap atau memahami informasi dalam bahasa visual
- Klien tidak dapat melihat dan mengetahui tindakan apasaja yang dilakukan padanya,
- dan klien hanya dapat merasakannya saja.

b) Teknik Komunikasi Pada Klien Yang Mengalami Gangguan Penglihatan

Berikut adalah teknik-teknik yang perlu diperhatiakn selama berkomunikasi dengan klien
yang mengalami gangguan penglihatan :

1) Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia mengalami kebutaan
parsial atau sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran perawat ketika anda
berada didekatnya.
2) Identifikasi diri anda dengan menyebutkan nama (dan peran) anda.
3) Berbicara menggunakan nada suara normal karena kondisi klien tidak
memungkinkanya menerima pesan verbal secara visual. Nada suara anda memegang
peranan besar dan bermakna bagi klien.
4) Terangkan alasan anda menyentuh atau mengucapkan kata-kata sebelum melakukan
sentuhan pada klien.

2) 4. Kepercayaan diri
artinya jika perawat
mempunyai kepercayaan
diri maka hal ini akan
c) Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Komunikasi Pada Klien Gangguan
Penglihatan

Agar komunikasi dengan orang dengan gangguan sensori penglihatan dapat berjalan lancar
dan mencapai sasarannya, maka perlu juga diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Dalam berkomunikasi pertimbangkan isi dan nada suara


b. Periksa lingkungan fisik
c. Perlu adanya ide yang jelas sebelum berkomunikasi
d. Komunikasikan pesan secara singkat
e. Komunikasikan hal-hal yang berharga saja

5. Informasikan kepada klien


ketika anda akan
meninggalkanya / memutus
komunikasi.
2. Klien dengan gangguan pendengaran

Media komunikasi yang paling sering digunakan adalah media visual, bukan dari suara yang
dikeluarkan tetapi dari gerak bibir lawan bicaranya.
Upayakan sikap dan gerakan perawat dapat ditangkap oleh indra visualnya. Teknik
komunikasi yang dilakukan:
1. Orientasikan kehadiran perawat dengan cara menyentuh klien atau posisi diri didepan
klien
2. Usahakan menggunakan bahasa yang sederhana, bicara perlahan untuk memudahkan
klien membaca gerakan bibir perawat
3. Usahakan bicara dengan posisi tepat didepan klien, pertahankan sikap tubuh dan mimik
wajah yang lazim
4. Perawat jangan melakukan pembicaraan ketika sedang mengunyah sesuatu
5. Gunakan gerakan pantomim bila memungkinkan dengan gerakan sederhana dan
perlahan
6. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila diperlukan
7. Apabila ada sesuatu yg sulit untuk dikomunikasikan, coba dalam bentuk tulisan atau
simbol/gambar

3. Klien dengan gangguan wicara

Disartria adalah kelainan pada sistem saraf sehingga mempengaruhi otot yang berfungsi
untuk berbicara. Hal ini menyebabkan gangguan bicara pada penderitanya. Disartria tidak
memengaruhi kecerdasan atau tingkat pemahaman penderitanya, namun tetap tidak menutup
kemungkinan penderita kondisi ini memiliki gangguan dalam kedua hal tersebut

a) Penyebab Disartria

Penderita disartria mengalami kesulitan dalam mengontrol otot-otot bicaranya, sebab bagian
otak serta saraf yang mengontrol pergerakan otot-otot tersebut tidak berfungsi secara normal.
Beberapa kondisi medis yang bisa menimbulkan gangguan tersebut adalah:

- Cedera kepala
- Infeksi otak
- Tumor otak
- Stroke
- Sindrom Guillain-Barre
- Penyakit Huntington
- Penyakit Wilson
- Penyakit Parkinson
- Penyakit Lyme
- Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) atau penyakit Lou Gehrig
- Distrofi otot
- Myasthenia gravis
- Multiple sclerosis
- Lumpuh otak (cerebral palsy)
- Bell’s palsy
- Cedera pada lidah
- Penyalahgunaan NAPZA
b) Teknik Dasar Berkomunikasi dengan Penyandang Tunarungu
- Cari perhatian. Penting untuk mendapatkan perhatiannya jika Anda berniat
untuk berkomunikasi dengannya. ...
- Cari tempat yang tenang. ...
- Sejajarkan posisi wajah. ...
- Kontak mata. ...
- Bicaralah dengan normal dan jelas. ...
- Nyatakan topik pembicaraan. ...
- Tanya apakah sudah mengerti. ...
- Ulangi

4. Klien Tidak Sadar

Menurut Pastakyu (2010), cara berkomunikasi dengan klien dalam proses keperawatan
adalah berkomunikasi terapeutik. Pada klien tidak sadar, perawat juga perlu menggunakan
komunikasi terapeutik walaupun pada pasien tidak sadar ini kita tidak menggunakan
keseluruhan teknik. Dimana, komunikasi teraputik tersebut merupakan suatu komunikasi
yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan
klien (Damaiyanti, 2008).
Komunikasi tersebut tetap dilakukan karena pasien tidak sadar terganggu pada fungsi
utama mempertahankan kesadaran, tetapi klien masih dapat merasakan rangsangan pada
pendengarannya. Selain itu juga, karena fungsi sensorik dan motorik pasien mengalami
penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar tidak dapat diterima klien dan klien tidak
dapat merespons kembali stimulus tersebut. Etika penghargaan terhadap nilai-nilai
kemanusiaan mengharuskan penerapan komunikasi pada klien gangguan kesadaran.

Teknik komunikasi yang dilakukan:


1. Menjelaskan
2. Memfokuskan
3. Memberikan Informasi
4. Mempertahankan ketenangan

Menurut Pastakyu (2010), Pada saat berkomunikasi dengan klien yang tidak sadar, hal-hal
berikut perlu diperhatikan, yaitu:
 Berhati-hati ketika melakukan pembicaraan verbal dekat klien, organ pendengaran
merupakan organ terakhir yang mengalami penurunan penerimaan rangsang. Individu
yang tidak sadar sering kali dapat mendengar suara dari lingkungannya walaupun ia
tidak mampu meresponnya sama sekali
 Ambil asumsi bahwa klien dapat mendengar pembicaraan kita. Usahakan mengucapakan
kata-kata dengan menggunakan nada normal dan memperhatikan materi ucapan yang
kita sampaikan didekat klien
 Ucapkan kata-kata sebelum menyentuh klien
 Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk membantu klien fokus
pada komunikasi

5. Rendahnya Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain :

1. Usia
2. Tingkat pendidikan
3. Pekerjaan
4. Minat
5. Pengalaman
6. Sumber informasi

Cara komunikasi yang baik :

1. Gunakan bahasa yang dapat dipahami klien dan keluarga


2. Bantu klien untuk memahami apa yang dikatakan dokter
3. Ingatkan klien tentang penyakit yang diderita jikalau pengetahuan klien kurang
mengenai penyakit
2.4 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan, yaitu (Mubarak, 2007)

2.4.1 Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadai perubahan pada aspek psikis dan
psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar akan mengalami perubahan baik
dari aspek ukuran maupun dari aspek proporsi yang mana hal ini terjadi akibat pematangan
fungsi organ. Sedangkan pada aspek psikologis (mental) terjadi perubahan dari segi taraf
berfikir seseorang yang semakin matang dan dewasa. Adapun selain itu, semakin bertambah
usia maka semakin banyak pengalaman dan pengetahuan yang di peroleh oleh seseorang,
sehingga bisa meningkatkan kematangan mental dan intelektual. Usia seseorang yang lebih
dewasa mempengaruhi tingkat kemampuan dan kematangan dalam berfikir dan menerima
informasi yang semakin lebih baik jika di bandingkan dengan usia yang lebih muda. Usia
mempengaruhi tingkat pengetahuan sesorang. Semakin dewasa umur maka tingkat
kematangan dan kemampuan menerima informasi lebih baik jika di bandingkan dengan umur
yang lebih muda atau belum dewasa. Menurut WHO (dikutip dalam Hurlock, 2009) umur
seseorang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Dewasa awal : 18-40 tahun Dewasa akhir :
41-65 tahun Lansia : >65 tahun Sesuai besarnya umur, terdapat kemungkinan perbedaan
dalam mendapatkan faktor keterpaparan tertentu berdasarkan lamanya perjalanan hidup.
Demikian pula dengan karakteristik yang lain yang akan membawa perbedaan dalam
kemungkinan mendapatkan kecenderungan terjadinya penyakit dengan bertambahnya usia.
Semakin tua seseorang maka semakin peka terhadap penyakit dan semakin banyak
keterpaparan yang di alami, karena itu umur meningkat secara ilmiah akan membawa
pertambahan resiko suatu penyakit.

2.4.2 Tingkat pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal
agar mereka dapat memahami. Pendidikan merupakan sebuah proses belajar dan proses
pertumbuhan, perkembangan atau perubahan ke arah yang lebih baik, lebih dewasa dan lebih
matang terhadap individu, kelompok atau masyarakat Tidak dapat dipungkiri bahwa makin
tinggi pendidikan seseoarang semakin mudah pula mereka menerima informasi dan pada
akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang
tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap
penerimaan, informasi dan nilai – nilai yang baru diperkenalkan (Soekanto, 2002). Adapun
selain itu, pendidikan juga merupakan perubahan sikap, tingkah laku dan penambahan ilmu
dari seseorang serta merupakan proses dasar dari kehidupan manusia. Melalui pendidikan
manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif induvidu sehingga tingkah lakunya
berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup manusia tidak lain adalah hasil dari belajar.
Proses belajar tidak akan terjadi begitu saja apabila tidak ada di sertai sesuatu yang menolong
pribadi yang bersangkutan (Soekanto, 2002). Pengetahuan atau kognitif merupakan hal yang
sangat penting untuk terbentuknya sebuah tindakan seseorang.Meningkatnya pengetahuan
dapat menimbulkan perubahan persepsi dan kebiasaan seseorang.Pengetahuan juga
membentuk kepercayaan seseorang terhadap suatu hal. Prilaku yang di dasari pengetahuan
lebih langgeng dari prilaku yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Tingkat
pendidikan seseorang atau individu akan berpengaruh terhadap kemampuan berfikir, semakin
tinggi tingkat pendidikan akan semakin mudah berfikir rasionalisme dan menangkap
informasi baru termasuk dalam menguraikan masalah yang baru. Di harapkan bagi seseorang
yang berpendidikan tinggi memiliki pengetahuan yang luas termasuk pengetahuan terhadap
kebutuhan kesehatannya. Latar belakang pendidikan dan pengalaman di masa lalu dapat
mempengaruhi pola pikir seseorang, kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir
seseorang, termasuk membentuk kemampuan untuk mempelajari atau memahami faktor-
faktor yang berkaitan dengan penyakit yang di deritanya, dan menggunakan pengetahuan
tentang kesehatan dan penyakit yang di milikinya untuk menjaga kesehatan diri. Kemampuan
kognitif juga berhubungan dengan tahap perkembangan seseorang (Potter & Perry, 2005).
Adapun jenjang pendidikan di indonesia sebagaimana tertera pada UndangUndang N0 20
Tahun 2003 yaitu tentang sistem pendidikan nasional terbagi atas 3 tingkat pendidikan formal
yaitu pendidikan dasar (SD atau madrasah ibtidayah atau SMP/MTsn), pendidikan menengah
(SMU/madrasah aliyah dan sederajat), serta pendidikan tinggi (Akademik dan Perguruan
Tinggi (Sekneg RI, 2003).

2.4.3 Pekerjaan

Pekerjaan merupakan suatu kegiatan atau aktivitas seseorang untuk memperoleh penghasilan
guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pekerjaan/karyawan adalah mereka yang
bekerja pada orang lain atau institusi, kantor, perusahaan dengan upah dan gaji baik berupa
uang maupun barang. Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh
pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pekerjaan
bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang
membosankan, berulang, dan banyak tantangan. Semakin lama seseorang bekerja semakin
banyak pengetahuan yang diperoleh (Wati, 2009). Pekerjaan merupakan faktor yang
mempengaruhi pengetahuan. Ditinjau dari jenis pekerjaan yang sering berinteraksi dengan
orang lain lebih banyak pengetahuannya bila dibandingkan dengan orang tanpa ada interaksi
dengan orang lain. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan
pengetahuan dan keterampilan profesional serta pengalaman belajar dalam bekerja akan dapat
mengembangkan kemampuan dalam mengambil keputusan yang merupakan keterpaduan
menalar secara ilmiah dan etik (Wati, 2009).

2.4.4 Minat Minat merupakan suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap
sesuatu.Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada
akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam. 2.4.5 Pengalaman Pengalaman adalah
suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada
kecenderungan pengalaman yang kurang baik seseorang akan melupakan, namun jika
pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul
kesan yang membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap positif. 25 2.4.6 Sumber
informasi Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk
memperoleh pengetahuan yang baru. Sumber informasi adalah data yang diproses kedalam
suatu bentuk yang mempunyai arti sebagai sipenerima dan mempunyai nilai nyata dan terasa
bagi keputusan saat itu keputusan mendatang Rudi Bertz dalam bukunya ”toxonomi of
comunication” media menyatakan secara gamblang bahwa informasi adalah apa yang
dipahami, sebagai contoh jika kita melihat dan mencium asap, kita memperoleh informasi
bahwa sesuatu sedang terbakar. Media yang digunakan sebagai sumber informasi adalah
sebagai berikut :

1. Media Cetak

2. Media Elektronik

3. Petugas kesehatan

Informasi yang diperoleh dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan
pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan.
Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi
pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi berbagai bentuk
media massa seperti radio, televisi, surat kabar, majalah yang mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan opini dan kepercayaan semua orang. Dalam penyampaian informasi
sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang
dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai suatu hal memberikan
landasan kognitif baru terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut (Erfandi, 2009).

Anda mungkin juga menyukai