Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak
dengan orang lain. Seringkali orang salah berpikir bawa komunikasi adalah
sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses yang kompleks yang
melibatkan tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan individu
berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya. Untuk dapat
melakukan komunikasi, diperlukan indera untuk menyampaikan dan
menerima pesan yang disampaikan.
Pada klien yang mengalami gangguan penglihatan, pendengaran dan wicara,
komunikasi yang dilakukan pasti akan berbeda dengan klien yang tidak
mengalami gangguan terutama pada media penyampaian pesan. Sebagai
seorang perawat, diperlukan pemahaman dan strategi untuk berkomunikasi
dengan klien yang mengalami gangguan tersebut. Tujuannya adalah pesan
yang disampaikan perawat dapat dipahami oleh klien, dan sebaliknya pesan
dari klien bisa dipahami oleh perawat. Berdasarkan masalah tersebut, pada
makalah ini kami akan membahas mengenai cara berkomunikasi pada klien
dengan gangguan penglihatan, pendengaran dan gangguan wicara.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, masalah dalam makalah ini dirumuskan
menjadi empat pertanyaan.
1. Bagaimana cara berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan
penglihatan?
2. Bagaimana cara berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan
pendengaran?
3. Bagaimana cara berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan
wicara?

1
2

4. Bagaimana contoh penerapan strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik


pada klien dengan gangguan fisik?

C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang, tujuan makalah ini yaitu untuk mengetahui:
1. Cara berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan penglihatan;
2. Cara berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan
pendengaran;
3. Cara berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan wicara;
4. Penerapan strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik pada klien.
3

BAB 2
PEMBAHASAN

A. Komunikasi pada Klien dengan Gangguan Penglihatan


1. Klien dengan Gangguan Penglihatan
Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, misalnya
kerusakankornea, lensa mata, kekeruhan humor viterius, dan kerusakan
saraf penghantar impuls menuju otak. Kerusakan di tingkat persepsi antara
lain dialami klien dengan kerusakan otak. Semua ini mengakibatkan
penurunan visus hingga dapat menyebabkan kebutaan, baik parsial
maupun total. Akibat kerusakan visual, kemampuan menangkap rangsang
ketika berkomunikasi sangat bergantung pada pendengaran dan sentuhan.
Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan harus mengoptimalkan fungsi
pendengaran dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin
harus digantikan oleh informasi yang dapat ditransfer melalui indra yang
lain.
2. Teknik Komunikasi dengan Klien yang Mengalami Gangguan
Penglihatan
Berikut adalah teknik-teknik yang perlu diperhatikan selama
berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan penglihatan.
a. Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia
mengalami kebutaan parsial atau sampaikan secara verbal
keberadaan atau kehadiran perawat ketika berada didekatnya.
b. Identifikasi diri perawat dengan menyebutkan nama dan tugas.
c. Berbicara menggunakan nada suara normal karena kondisi klien tidak
memungkinkanya menerima pesan verbal secara visual. Nada suara
memegang peranan besar dan bermakna bagi klien.
d. Terangkan alasan ketika akan menyentuh atau mengucapkan kata-kata
sebelum melakukan sentuhan pada klien.
e. Informasikan kepada klien ketika akan meninggalkanya atau memutus
komunikasi.
4

f. Orientasikan klien dengan suara-suara yang terdengar disekitarnya.


g. Orientasikan klien pada lingkunganya bila klien dipindah ke
lingkungan atau ruangan yang baru.
3. Syarat-syarat Komunikasi pada Klien dengan Gangguan Penglihatan
Ketika melakukan komunikasi terapeutik dengan klien dengan gangguan
sensori penglihatan, perawat dituntut untuk menjadi komunikator yang
baik sehingga terjalin hubungan terapeutik yang efektif antara perawat dan
klien, untuk itu syarat yang harus dimiliki oleh perawat dalam
berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan sensori
penglihatan adalah sebagai berikut.
a. Adanya kesiapan, maksudnya yaitu pesan atau informasi, cara
penyampaian, dan saluarannya harus dipersiapkan terlebih dahulu
secara matang.
b. Kesungguhan, artinya apapun wujud dari pesan atau informasi tersebut
tetap harus disampaikan secara sungguh-sungguh atau serius.
c. Ketulusan, artinya sebelum individu memberikan informasi atau pesan
kepada indiviu lain,pemberi informasi harus merasa yakin bahwa apa
yang disampaikan itu merupakan sesuatu yang baik dan memang perlu
serta berguna.
d. Kepercayaan diri, artinya jika perawat mempunyai kepercayaan diri
maka hal ini akan sangat berpengaruh pada cara
penyampaian pesan kepada pasien.
e. Ketenangan, artinya sebaik apapun dan sejelek apapun pesan yang
akan disampaikan, perawat harus bersifat tenang, tidak emosi maupun
memancing emosi pasien, karena dengan adanya ketenangan maka
informasi akan lebih jelas, baik dan lancar.
f. Keramahan, artinya bahwa keramahan ini merupakan kunci sukses dari
kegiatan komunikasi, karena dengan keramahan yang tulus tanpa
dibuat-buat akan menimbulkan perasaan tenang, senang dan aman bagi
penerima.
5

g. Kesederhanaan, artinya di dalam penyampaian informasi, sebaiknya


dibuat sederhana, baik bahasa, pengungkapan dan penyampaiannya.
Meskipun informasi itu panjang dan rumit akan tetapi kalau diberikan
secara sederhana, berurutan dan jelas maka akan memberikan
kejelasan informasi dengan baik.
4. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Komunikasi pada Klien
Gangguan Penglihatan
Agar komunikasi dengan orang dengan gangguan sensori penglihatan
dapat berjalan lancar dan mencapai sasarannya, maka perlu juga
diperhatikan hal-hal sebagai berikut.
a. Pertimbangkan isi dan nada suara.
b. Periksa lingkungan fisik.
c. Perlu adanya ide yang jelas sebelum berkomunikasi.
d. Komunikasikan pesan secara singkat.
e. Komunikasikan hal-hal yang berharga saja.
f. Dalam merencanakan komunikasi, berkonsultasilah dengan pihak lain
agar memperoleh dukungan.

B. Komunikasi pada Klien dengan Gangguan Pendengaran


1. Klien dengan Gangguan Pendengaran
Pada klien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling
sering digunakan adalah media visual. Klien menangkap pesan bukan dari
suara yang di keluarkan orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir
lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat penting bagi klien,
sehingga dalam melakukan komunikasi, upayakan supaya sikap dan
gerakan anda dapat ditangkap oleh indra visualnya.
2. Teknik Komunikasi dengan Klien yang Mengalami Gangguan
Pendengaran
Berikut adalah tehnik-tehnik komunikasi yang dapat digunakan klien
dengan pendengaran.
6

a. Orientasikan kehadiran diri perawat dengan cara menyentuh klien atau


memposisikan diri di depan klien.
b. Usahakan menggunakan bahasa yang sederhana dan bicaralah dengan
perlahan untuk memudahkan klien membaca gerak bibir.
c. Usahakan berbicara dengan posisi tepat di depan klien dan pertahankan
sikap tubuh dan mimik wajah yang lazim.
d. Jangan mengunyah sesuatu misalnya makanan atau permen karet saat
melakukan pembicaraan.
e. Gunakan bahasa pantomim bila memungkinkan dengan gerakan
sederhana dan perlahan.
f. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila perawat bisa dan jika
diperlukan.
g. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah
sampaikan pesan dalam bentuk tulisan atau gambar.
h. Jika klien memakai alat bantu dengar dan masih memiliki kesulitan
mendengar, periksa alat bantu dengar meliputi apakah alat bantu
dengar terpasang, sudahkah dihidupkan, disesuaikan dan memiliki
baterai yang bekerja. Jika hal-hal ini sudah diperiksa tetapi klien masih
memiliki kesulitan mendengarmaka hal yang perlu dilakukan yaitu cari
tahu kapan klien terakhir melakukan evaluasi pendengaran
i. Jauhkan tangan dari wajah saat berbicara
j. Mengurangi atau menghilangkan kebisingan sebanyak mungkin ketika
melakukan pembicaraan
k. Bicaralah dengan cara yang normal tanpa berteriak.
l. Pastikan pencahayaan tidak tepat bersinar di mata orang tuna rungu
m. Jika klien mengalami kesulitan memahami pesan, temukan cara yang
berbeda untuk mengatakan hal yang sama, bukan mengulangi kata-kata
n. Gunakan bahasa sederhana, kalimat singkat untuk membuat pesan
lebih mudah dimengerti
o. Menulis pesan jika perlu
p. Jangan terburu-buru
7

3. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan pada Klien dengan Gangguan


Pendengaran
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum berkomunikasi dengan klien
yang mengalami gangguan pendengaran adalah sebagai berikut.
a. Periksa adanya bantuan pendengaran dan kaca mata
b. Kurangi kebisingan
c. Dapatkan perhatian klien sebelum memulai pembicaraan
d. Berhadapan dengan klien dimana ia dapat melihat mulut anda
e. Jangan mengunyah permen karet
f. Bicara pada volume suara normal, jangan berteriak
g. Susun ulang kalimat jika klien salah mengerti
h. Sediakan penerjemah bahasa isyarat jika diindikasikan

C. Komunikasi pada Klien dengan Gangguan Wicara


1. Klien dengan Gangguan Wicara
Gangguan wicara dapat terjadi akibat kerusakan organ lingual, kerusakan
pita suara, ataupun gangguan persyarafan. Berkomunikasi dengan klien
dengan gangguan wicara memerlukan kesabaran supaya pesan dapat
dikirim dan ditangkap dengan benar. Klien yang mengalami gangguan
wicara umumnya telah belajar berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa isyarat atau menggunakan tulisan dan gambar.
2. Teknik Komunikasi dengan Klien yang Mengalami Gangguan Wicara
Teknik dalam berkomunikasi dengan klien gangguan wicara adalah
sebagai berikut.
a. Dengarkan dengan penuh perhatian, kessabaran, dan jagan
menginterupsi
b. Ajukan pertanyaan sederhana yang hanya membutuhkan jawaban “ya”
dan “tidak”.
c. Berikan waktu untuk terbentuknya pemahaman dan respon.
8

d. Gunakan petunjuk visual ( kata-kata, gambar, dan objek ) jika


mungkin.
e. Hanya ijinkan satu orang untuk berbicara pada satu waktu.
f. Jangan berteriak atau berbicara terlalu keras.
g. Beritahu klien jika anda tidak mengerti.
h. Bekerja sama dengan ahli terapi bicara jika dibutuhkan.
3. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan pada Klien dengan Gangguan
Wicara
Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut.
a. Perawat benar-benar dapat memperhatikan mimik dan gerak bibir
klien.
b. Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang
kembali kata-kata yang diucapkan klien.
c. Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak
topik.
d. Mengendalikan pembicaraan sehingga menjadi lebih rileks dan pelan.
e. Memperhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat
diterima dengan baik.
f. Apabila perlu, gunakan bahasa tulisan dan simbol.
g. Apabila memungkinkan, hadirkan orang yang terbiasa berkomunikasi
lisan dengan klien untuk menjadi mediator komunikasi.
4. Alat Bantu untuk Berkomunikasi dengan Klien Gangguan Wicara
Berikut adalah alat bantu yang digunakan untuk berkomunikasi dengan
klien gangguan wicara.
a. Papan tulis dan spidol
b. Papan komunikasi dengan kata, huruf, atau gambar yang umum untuk
menunjukkan kebutuhan dasar
c. Alarm pemanggil
d. Bahasa isyarat
e. Penggunaan kedipan mata atau gerakan jari untuk respon sederhana
(“ya” dan “tidak”)
9

D. Penerapan Strategi Pelaksanaan (SP) Komunikasi Terapeutik pada Klien


dengan Gangguan Penglihatan
Strategi pelaksanaan pada klien dengan gangguan penglihatan dapat diberikan
kepada klien itu sendiri dan diberikan kepada orang tua klien.
1. Strategi pelaksanaan (SP) komunikasi terapeutik pada klien dengan
gangguan penglihatan
Fase orientasi:
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi dik? Saya suster Suci yang bertugas pada pagi ini. Siapa
nama adik?”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan adik hari ini? Apakah adik ayu bisa tidur dengan
nyenyak?”
c. Kontrak
1) Topik: “Bagimana kalau kita berbincang-bincang tentang penyakit
yang adik alami ini? Dan akibat adik merasa takut dan khwatir?”
2) Tempat : “Di mana kita akan berbicara dik ayu? Di ruangan ini?”
3) Waktu : “Baiklah, kita akan berdiskusi selama kurang lebih 30
menit ya dik ayu.”
Fase kerja:
“Nah dik ayu belum mengetahui tentang penyebab buta yang dialami dik
ayu kan?, baiklah saya akan menjelaskan tentang penyebab buta yang dik
ayu alami sekarang, karena kepala dik ayu dulu waktu kecelakaan itu
terkena benturan selain itu gangguan penglihatan dapat terjadi karena
kerusakan organ misalnya kornea, lensa mata, kekeruhan humoris
viterius, serta kerusakan saraf penghantar impuls menuju otak. Semua
ini mengakibatkan penurunan visus hingga dapat menyebabkan
kebutaan. Apakah dik ayu sudah paham dengan penjelasan saya? Bagus
sekali, tapi sekarang dik ayu sudah mendapatkan pendonor mata, sebentar
lagi dik ayu bisa melihat. Disini dokter anastesi sudah menjadwalkan
operasi dik ayu, dik ayu tidak usah khwatir. Karena operasi ini jalan
10

terbaik untuk dik ayu dan pastinya operasinya akan berjalan lancar. Oh
iya, sebelum dilakukan operasi, saya akan mengambil sample darah dik
ayu untuk pemeriksaan laboratorium ya? Nah sudah selesai, sekarang saya
akan memeriksa tanda-tanda vital dik ayu. Permisa ya dik? Dik ayu,
bagaimana perasaan dik ayu sekarang? Kenapa? Masih takut? Iya nanti
sebelum operasi dik ayu ingat berdoa ya, semoga operasinya berjalan
dengan lancar.”

Fase terminasi:
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
1) Evaluasi subyektif:
“Bagaimana perasaan adik ayu setelah berbincang-bincang tentang
penyakit yang adik rasakan? Apakah adik ayu bisa menjelaskan
kembali? Nah betul sekali.”
2) Evaluasi obyektif:
“Nah adik ayu hasil lab dik ayu baik jadi adik ayu bisa cepat
dioperasinya, dan hasil ttv tekanan darah 120/80mmHg. Suhu
36,8°C, nadi 88x/mnt, dan respirasi 20x/menit. Karena dik ay
sudah mengetahui penyebab tentang penyakit dik ayu sekarang jadi
adik tidak oleh khwatir lagi.
b. Tindak lanjut klien
“Jadi, dik ayu sekarang boleh beristirahat dulu sambil menunggu
perawat anastesi menjemput adik untuk operasi.”
c. Kontrak yang akan datang
1) Topik: “nah dik ayu, nanti saya akan kesini lagi untuk melihat
keadaan adik ayu ya?”
2) Tempat: “kita akan bertemu lagi ditempat ini?”
3) Waktu: “baiklah dik ayu, kita akan berbincang-bincang lagi sekitar
30 menit. Saya perisi dulu ya, sampai jumpa”
11

2. Strategi pelaksanaan (SP) komunikasi terapeutik pada orang tua klien


Fase orientasi:
“Selamat pagi/siang/sore, Pak/Bu. Saya suster suci, Siapa nama
Bapak/Ibu? Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini? Bagimana kalau kita
berbincang-bincang tentang penyakit yang diderita anak bapak? Di mana
kita akan berbicara, Pak/Ibu? Di ruangan ini? Baiklah, kita akan berdiskusi
selama kurang lebih 30 menit.”

Fase kerja:
“Bapak/ Ibu, apakah bapak/ibu mengetahui apa yang dimaksud dengan
gangguan penglihatan? Oh tidak, baiklah akan saya jelaskan, selain
benturan gangguan penglihatan dapat terjadi karena kerusakan organ
misalnya kornea, lensa mata, kekeruhan humoris viterius, serta kerusakan
saraf penghantar impuls menuju otak. Semua ini mengakibatkan
penurunan visus hingga dapat menyebabkan kebutaan. Apakah bapak/ibu
paham? Bapak/ibu, saya telah selesai mengambil sample darah anak
bapak/ibu, dan hasilnya normal. Jadi anak bapak/ibu bisa segera dioperasi.
Bapak/ibu jangan khawatir, karena operasi ini akan berjalan dengan lancar.
Saya harap bapak/ibu selalu menemani anak bapak/ibu sampai operasi
dimulai.”

Fase terminasi:
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah tadi kita berbincang-bincang
tentang gangguan penglihatan? Dapatkah Bapak/Ibu jelaskan lagi? Bagus,
Bapak/Ibu sudah memahaminya. Bapak/Ibu Saya akan kesini lagi nantu
untuk melihat kondisi anak Bapak/Ibu. Saya pamit dulu,, Pak/Bu. Sampai
jumpa.”
12

E. Role Play Komunikasi Terapeutik Pada Klien Dengan Gangguan


Penglihatan

NARASI
1 tahun berlalu setelah kejadian tragis yang menimpa gadis berusia 17 tahun yang
mengakibatkan kebutaan pada gadis itu. Pada tanggal 24 November 2015 di pagi
yang cerah keluarga bapak Muhammad telah mendapatkan kabar gembira dari
pihak Rumah Sakit Mounth Elisabeth bahwa sudah ada pendonor mata untuk
putrinya. Bapak muhammad masih menyembunyikan kabar tersebut dari putrinya.
Bapak muhammad mengatakan ke putrinya akan berlibur ke luar negeri.
(Percakapan di dalam pesawat)
Anak : “Ayah, kita mau berlibur kemana?”
Ayah : “Kita akan pergi ke suatu tempat. Dimana tempat itu akan
memberikan perububahan untuk keluarga kita nak?”
Anak : “Hah perubahan? Perubahan apa ayah?” ( terheran)
Ayah : “Nanti ayah kasih tahu kalau kita sudah sampai. Bersabarlah!”
(Tiba di Rumah Sakit Mounth Elisabeth)
Anak : “ayah kita ada dimana sekarang?”
Ayah : “Inilah tempatnya nak, bahwa disini kamu sudah mendapatkan
pendonor mata yang cocok untuk kamu. Jadi kamu sekarang akan
dilakukan operasi mata.”
Anak : “Hah,,, yang benar ayah? Makasih ayah. (Dengan penuh bahagia dan
berdoa) “Terimakasih Tuhan. Sekian lama aku menunggu adanya
pendonor mata yang cocok untukku. Akhirnya engkau telah
mengabulkannya dan sebentar lagi aku bisa melihat”
Ayah : “Iya nak. Ayah juga ikut bahagia”.
Setelah beberapa jam menunggu akhirnya perawat mempersilahkan bapak
muhammad dan putrinya masuk keruangan perawat.
13

FASE ORIENTASI
Perawat : “selamat pagi pak, saya perawat suci yang bertugas pada pagi ini.
Bapak dengan bapak muhammad yang berasal dari surabaya
indonesia?” (teknik broad opening)
Ayah : “iya sus, saya sendiri dan ini putri saya ayu.”
Perawat : “info dari pihak rumah sakit, bahwa anak bapak akan dilakukan
operasi mata besok pukul 09.00 pagi. Sebelumnya, ini ada beberapa
formulir persetujuan dan syarat untuk dilakukan tindakan operasi
kepada putri bapak, silahkan bapak bisa baca dahulu dan bisa
diisi.” (teknik informing)
Ayah : “iya sus, (bapak sedang membaca dan mengisi formulir yang telah
tersedia) “Ini sus sudah selesai, terimakasih sus. Sus, kenapa ya anak
saya bisa buta, padahal waktu kecelakaan dia hanya terbentur sus.”
Perawat : “baik saya akan jelaskan, gangguan penglihatan dapat terjadi karena
kerusakan organ misalnya kornea, lensa mata, kekeruhan humoris
viterius, serta kerusakan saraf penghantar impuls menuju otak. Semua
ini mengakibatkan penurunan visus hingga dapat menyebabkan
kebutaan, akibatnya kemampuan menangkap rangsang ketika
berkomunikasi sangat bergantung pada pendengaran dan
sentuhan.” (teknik informing)
Ayah : “oh seperti itu ya sus? Jadi disaat saya berkomunikasi dengan anak
saya, saya harus menggunakan teknik mendengar dan sentuhan. Iya
sus terimakasih.”
Perawat : “iya pak sama-sama.”
14

Perawat berkomunikasi dengan putri bapak Muhammad dan duduk di depan


putri bapak muhammad.

Perawat : “selamat pagi dik? Perkenalkan saya dengan perawat sucilatul, adik
bisa panggil saya suster suci. Adik dengan adik siapa?” (Sambil
menggenggam tangan anak tersebut) (teknik broad opening)
Anak : “pagi juga suster suci, saya dengan ayu avitha.”
Perawat : “adik suka dipanggil dengan nama siapa?” (teknik broad opening)
Anak : “ayu saja sus.”
Perawat : “wahh nama yang cantik seperti orangnya.”
Anak : “ah suster suci bisa saja.”
Perawat : “adik ayu, bagaimana keadaan adik ayu sekarang?” (teknik broad
opening)
Anak : “ya beginilah sus.”
Perawat : “Maaf adik ayu, keadaan seperti apa yang adik ayu maksud?” (teknik
focussing)
Anak : “sebenarnya saya merasa bahagia, namun disisi lain saya juga merasa
sedih.”
Perawat : (teknik diam)
Anak : ”saya kesal dengan teman-teman saya sus, semenjak kecelakaan yang
menimpa saya, teman-teman saya berubah. Mereka menjauhi saya,
mungkin mereka malu berteman dengan saya apalagi dengan kondisi
saya sepeti ini.”
Perawat : “oh........lalu? (mendengarkan)
Anak : “jadi saya merasa tidak mempunyai teman, sampai-sampai saya
berfikir untuk berhenti kuliah sus, tapi untungnya ayah selalu
menyemangati dan mendukung saya sus.”
Perawat : “iya adik ayu, meskipun keadaan adik ayu seperti ini tapi adik ayu
tidak boleh putus asa dan pesimis dan selalu optimis untuk menjalani
hidup ini. Adik ayu tenang saja, operasi ini adalah jalan terbaik untuk
adik ayu.” (teknik saran)
15

Ayah : “nah dengerin itu nak, apa yang dikatakan suster suci itu benar. Kamu
jangan merasa minder ataupun putus asa.”
Anak : “iya ayah.”
Perawat : “dik ayu apa yang sedang adik pikirkan? Saya lihat dari ekspresi
wajah adik sepertinya adik marah dengan saya.” (teknik membagi
persepsi)
Anak : “tidak sus, saya hanya merasa bersalah dengan diri saya dan ayah
saya.”
Ayah : “iya anakku, jangan merasa salah sendiri.”
Anak : “iya ayah.”
Perawat : “nah adik ayu sekarang saya akan melakukan pengambilan sample
darah untuk pemeriksaan laboratorium, untuk persyaratan sebelum
dilakukan tindakan operasi besok pagi.” (teknik informing)
Anak : “iya sus.”
Perawat : “perawat meninggalkan pasien untuk mengambil alat pengambilan
darah.”

FASE KERJA
Perawat : “permisi dik ayu, saya kembali lagi untuk mengambil darah dik ayu,
apakah dik ayu bersedia?”(teknik broad opening)
Anak : “iya sus, silahkan.”
Perawat : “Adik nanti akan terasa sedikit sakit, tetapi saya akan melakukannya
dengan cepat adik”(teknik refleksi)
Anak : “Iya suster”
Perawat : (perawat mengambil sample darah) “Nah sudah selesai dik, apa yang
adik pikirkan sekarang? Kenapa adik ayu saya lihat cemas?”
Anak : “saya takut sus, ini adalah operasi pertama saya. Saya benar-benar
takut.”
Perawat : “dik ayu tenang saja, jangan takut, semua tim yang ikut dalam operasi
nanti adalah tim yang sudah professional dan sering menangani
16

masalah seperti dik ayu. Sebaiknya dik ayu sekarang rileks dan tetap
berdoa ya, agar operasi ini berjalan lancar.”(teknik refleksi)
Anak : “iya suster.”
Ayah : “sus, kapan hasil labnya keluar?”
Perawat : “mungkin nanti sore pak, jika sudah keluar saya akan memberi tahu
bapak.”(teknik informing)
Ayah : “iya sus terimakasih.”

FASE TERMINASI
Perawat : “Bagaimana perasaannya adik ayu sekarang?”(teknik broad
opening)
Anak : “Saya sudah lebih tenang sekarang setelah suster tadi
memberi penjelasan”
Perawat : “Iya dik, dik ayu, karena saya sudah selesai mengambil sample darah
dik ayu, saya tinggal dulu ya. Besok sekitar jam 06.00 saya akan
kembali lagi di tempat ini, nanti akan ada suster lain yang akan
memeriksa dik ayu. Sebelum saya tinggalkan,apakah ada dik ayu
tanyakan?”
Anak : “tidak sus.”
Perawat : “iya adik ayu sekarang bisa beristirahat.” Bapak muhammad juga
bisa beristirahat disini, sampai jumpa.
Ayah : “iya suster.”
Keesokan harinya, pagi yang cerah di rumah sakit mounth elizabet singapura.

FASE ORIENTASI
Perawat : “selamat pagi dik ayu? Apakah masih ingat dengan saya?” (teknik
broad opening)
(sambil memegang tangan pasien dan tersenyum)
Anak : “pagi juga, ini dengan, dengan.. suster suci iya?”
Perawat : “betul sekali, bagaimana dik ayu apakah bisa tidur nyenyak?”
17

Anak : “tidak sus, saya tidak bisa tidur karena saya kepikiran dengan
operasinya.”
Perawat : “oh jadi dik ayu tidak bisa tidur karena kepikiran dengan operasi?”
(teknik restarting)
Anak : “iya sus, saya benar-benar takut.”
Perawat : “nah dik ayu, jangan takut, katanya pingin sembuh, nanti sebelum
operasi adik bisa berdoa ya?” (teknik saran)
Anak : “iya suster.”

FASE KERJA
Perawat : “dik ayu saya kesini untuk memeriksa suhu dan tensi dik ayu untuk
mengetahui keadaan dik ayu sekarang agar nanti operasinya bisa
berjalan lancar.” (teknik inforing)
Anak : “iya suster, silahkan.”
Perawat : (melakukan pemeriksaan tekanan darah, suhu, nadi, respirasi). Nah
sudah selesai dik ayu, sekarang adik ayu bisa beristirahat dan
menunggu jadwal operasinya ya?”
Ayah : “sus, hasil lab yang kemarin bagaimana?”
Perawat : “oh iya pak, hasilnya bagus, jadi putri bapak bisa segera dilakukan
operasi.”
Ayah : “iya sus, kalau hasil pemeriksaannya tadi sus, apakah baik-baik saja?”
Perawat : “dari pemeriksaan saya tadi didapatkan tekanan darahnya 120/80
mmHg, suhunya 36,8° C, Nadi 88x/menit, dan Respirasinya
20x/menit pak, semua dalam batas normal, jadi bapak tidak perlu
khawatir.”
Ayah : “iya sus terimakasih.”
18

FASE TERMINASI
Perawat : “bapak, apakah bapak masih ingat kenapa putri bapak bisa buta?”
(teknik klarifikasi)
Ayah : “iya sus, masih. Selain terbentur, gangguan penglihatan dapat terjadi
karena kerusakan organ misalnya kornea, lensa mata, kekeruhan
humoris viterius, serta kerusakan saraf penghantar impuls menuju
otak. Semua ini mengakibatkan penurunan visus hingga dapat
menyebabkan kebutaan, akibatnya kemampuan menangkap rangsang
ketika berkomunikasi sangat bergantung pada pendengaran
dan sentuhan.”
Perawat : “betul sekali, nah pak saya pamit permisi dulu ya pak? Bapak bisa
menemani putri bapak disini sambil menunggu perawat ruang operasi
menjumput putri bapak kesini.”
Ayah : “baiklah sus.”
Perawat : “adik, suster tinggal dulu ya, adik istirahat dulu disini sambil
menunggu operasinya, ingat adik ayu berdoa agar nanti operasinya
berjalan lancar dan cepat selesai.” (teknik saran)
Anak : “iya sus, terimakasih banyak suster suci.”
Perawat : “sama-sama dik ayu.”
Sembari menunggu operasi, bapak Muhammad dan putrinya beristirahat di
ruangan tersebut.
SEKIAN
19

BAB 3
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan penjelasan pada bab 2 dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Klien yang mengalami gangguan penglihatan bisa terjadi akibat adanya
kerusakan organ penglihatan sehingga komunikasi yang dilakukan harus
mengoptimalkan fungsi pendengaran dan sentuhan karena fungsi
penglihatan sedapat mungkin harus digantikan oleh informasi yang dapat
ditransfer melalui indra yang lain. Selain itu perlu menggunakan strategi
dan memperhatikan hal-hal tertentu agar komunikasi yang terjadi dapat
berjalan lancar.
2. Pada klien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling
sering digunakan adalah media visual. Kondisi visual menjadi sangat
penting bagi klien, sehingga dalam melakukan komunikasi, upayakan
supaya sikap dan gerakan dapat ditangkap oleh indra visualnya.
3. Gangguan wicara dapat terjadi akibat kerusakan organ lingual, kerusakan
pita suara, ataupun gangguan persyarafan. Berkomunikasi dengan klien
dengan gangguan wicara memerlukan kesabaran supaya pesan dapat
dikirim dan ditangkap dengan benar. Klien yang mengalami gangguan
wicara umumnya telah belajar berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa isyarat atau menggunakan tulisan dan gambar.
4. Penerapan strategi pelaksanaan pada klien dengan gangguan fisik yaitu
gangguan penglihatan dapat diberikan kepada klien itu sendiri dan
diberikan kepada orang tua klien.
20

B. Saran
Berdasarkan uraian pada bab 2, penulis mengusulkan saran kepada pihak
terkait sebagai berikut.
Ketika berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan fisik seperti
gangguan penglihatan, pendengaran dan wicara diperlukan pemahaman dan
kesabaran terhadap klien serta perlu strategi komunikasi dan
mempertimbangkan media yang digunakan yang disesuaikan dengan kondisi
klien, agar pesan tetap dapat diterima.
21

DAFTAR PUSTAKA

Huda, Isnayni. 2012. Komunikasi pada Klien dengan Gangguan.


http://isnaynihuda.blogspot.co.id. Diunduh 6 Juni 2016. Pukul 16.00
WITA.
Liwu Fllora. 2015. Penerapan Komunikasi Terapeutik pada Pasien dengan
Gangguan Penglihatan. https://flloraliwu.wordpress.com. Diunduh 6 Juni
2016. Pukul 16.00 WITA.

Anda mungkin juga menyukai