Anda di halaman 1dari 7

NAMA : ARTITA MAWARNI

NIM : 19014
TINGKAT :2B
MATA KULIAH : KOMUNIKASI KEPERAWATAN

TUGAS
1. Buat Resume tentang Komunikasi pada pasien gangguan fisik dan gangguan jiwa !
Komunikasi Pada Pasien Gangguan Fisik dan Gangguan Jiwa

A. Komunikasi Pada Pasien Gangguan Fisik


Gangguan fisik adalah suatu keadaan dimana seseorang mempunyai kekurangan
pada anggota tubuh atau terganggunya sistem organ dalam tubuh, sensorik, dan motorik
pada tubuh. Gangguan fisik dan kesehatan dapat terjadi sebelum lahir, dan sesudah lahir.
Pada masa sebelum lahir, dapat disebabkan oleh : infeksi atau penyakit, kelainan
kandungan bayi dalam kandungan terkena radiasi, atau ibu mengalami trauma
(kecelakaan). Pada saat lahir, kerusakan otak bayi dapat disebabkan oleh : proses
kelahiran yang terlalu lama, pemakaian alat bantu kelahiran, dan pemakaian anastesi yang
berlebihan. Pada masa sesudah lahir, hal-hal yang dapat menyebabkan kecacatan antara
lain : kecelakaan.trauma pada kepala, amputasi, infeksi/penyakit yang menyerang otak,
dan malnutrisi.
1) Pasien dengan Gangguan Pendengaran. Pada pasien dengan gangguan pendengaran,
media komunikasi yang paling sering digunakan ialah media visual. Pasien menangkap
pesan bukan dari suara yang dikeluarkan orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak
bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat penting bagi pasien ini sehingga
dalam melakukan komunikasi, diusahakan supaya sikap dan gerakan kita dapat ditangkap
oleh indra visual si pasien. Teknik-teknik komunikasi yang dapat digunakan pada pasien
dengan gangguan pendengaran, antara lain:
 Orientasikan kehadiran kita dengan cara menyentuh pasien atau memposisikan
diri di hadapan yang terlihat oleh pasien.
 Gunakan bahasa dan kalimat yang sederhana dan bicaralah dengan perlahan untuk
memudahkan pasien membaca gerak bibir kita.
 Usahakan berbicara dengan posisi tepat di hadapan atau di depan pasien dan
pertahankan sikap tubuh dan mimik wajah yang lazim.
 Jangan melakukan pembicaraan ketika kita sedang mengunyah sesuatu, misalnya
permen karet.
 Bila mungkin gunakan bahasa pantomim dengan gerakan yang sederhana dan
wajar.
 Jika diperlukan gunakanlah bahasa jari atau jika kita menguasai bahasa isyarat,
dapat menggunakannya.
 Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah sampaikan pesan
dalam bentuk tulisan, gambar atau simbol yang mudah dimengerti.
2) Pasien dengan Gangguan Penglihatan. Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena
kerusakan organ, maupun bawaan dari lahir. Gangguan penglihatan karena kerusakan
organ misalnya: kornea, lensa mata, kekeruhan humor viterius, maupun kerusakan
kornea, serta kerusakan saraf penghantar impuls menuju otak. Akibat kerusakan visual,
kemampuan menangkap rangsang ketika berkomunikasi sangat bergantung pada
pendengaran dan sentuhan. Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan harus
mengoptimalkan fungsi pendengaran dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat
mungkin harus digantikan oleh informasi yang dapat ditransfer melalui indra yang lain.
Berikut adalah teknik-teknik yang diperhatikan selama berkomunikasi dengan pasien
yang mengalami gangguan penglihatan:
 Sedapat mungkin pengobat mengambil posisi yang dapat dilihat pasien bila pasien
mengalami kebutaan parsial atau total.
 Sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran kita ketika berada di dekat
pasien.
 Sedapat mungkin pengobat mengambil posisi yang dapat dilihat pasien bila pasien
mengalami kebutaan parsial atau total.
 Sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran kita ketika berada di dekat
pasien.
3) Pasien dengan gangguan Wicara. Gangguan wicara dapat terjadi akibat kerusakan
organ lingual, kerusakan pita suara, ataupun gangguan persarafan. Berkomunikasi dengan
pasien dengan gangguan wicara memerlukan kesabaran supaya pesan dapat dikirim dan
ditangkap dengan benar pasien yang mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan tulisan atau
gambar. Pada saat berkomunikasi dengan pasien gangguan wicara, hal – hal berikut perlu
di perhatikan:
 Pengobat benar – benar dapat memperhatikan mimik dan gerak bibir pasien.
 Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang kembali kata-
kata yang diucapkan pasien.
 Mengendalikan pembicaraan sehingga pasien menjadi lebih rileks dan komunikasi
menjadi lebih pelan.
 Memperhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat diterima dengan
baik.
 Gunakan bahasa isyarat, tulisan, gambar atau simbol bila diperlukan.
4) Pasien dengan keadaan tidak sadar. Ketidaksadaran mengakibatkan fungsi sensorik
dan motorik pasien mengalami penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar tidak
dapat diterima pasien dan pasien tidak dapat merespons kembali stimulus tersebut.
Keadaaan tidak sadar dapat terjadi akibat gangguan organik pada otak, trauma otak yang
berat, syok, pingsan, kondisi tidur dan narkose, ataupun gangguan berat yang terkait
dengan penyakit tertentu. Seringkali timbul pertanyaan tentang perlu tidaknya pengobat
berkomunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan kesadaran ini. Bagaimanapun,
secara etika penghargaan terhadap nilai nilai kemanusiaan mengharuskan penerapan
komunikasi pada pasien dengan gangguan kesadaran. Pada saat berkomunikasi dengan
pasien dengan gangguan kesadaran, hal hal berikut perlu diperhatikan:
 Berhati – hati ketika melakukan pembicaraan verbal dekat pasien karena ada
keyakinan bahwa organ pendengaran merupakan organ terakhir yang mengalami
penurunan dan penerimaan rangsang pada individu yang tidak sadar dan yang
menjadi pertama kali berfungsi pada waktu sadar. Maka perawat harus berhati –
hati tidak mengatakan sesuatu pada pasien yang tidak sadar atau pada dalam jarak
pendengaran pasien. Jaga selalu untuk tidak mengatakan hal – hal yang tidak akan
mereka katakan pada pasien yang sepenuhnya sadar.
 Ambil asumsi bahwa pasien dapat mendengar pembicaraan kita. Usahakan
mengucapkan kata dengan menggunakan nada normal dan memperhatikan materi
ucapan yang kita sampaikan di dekat klien.
 Ucapkan kata – kata sebelum menyentuh pasien . Sentuhan diyakini dapat
menjadi salah satu bentuk komunikasi yang sangat efektif pada pasien dengan
penurunan kesadaran.
 Upayakan untuk mempertahankan lingkungan sekitar pasien setenang mungkin
untuk membantu pasien pada komunikasi yang dilakukan.
5) Pasien dengan gangguan perkembangan. Berbagai kondisi dapat mengakibatkan
gangguan perkembangan kognitif pada pasien, antara lain akibat penyakit : retardasi
mental, syndrome down, ataupun situasi sosial, misal, pendidikan yang rendah,
kebudayaan primitif, dan sebagainya. Dalam berkomunikasi dengan klien yang
mengalami gangguan kematangan kognitif, sebaiknya kita memperhatikan prinsip
komunikasi bahwa komunikasi dilakukan dengan pendekatan komunikasi efektif, yaitu
mengikuti kaidah sesuai kemampuan audience (capability of audience) dengan demikian
komunikasi dapat berlangsung lebih efektif. Cara – cara berkomunikasi dengan pasien
yang mengalami gangguan kematangan kognitif / perkembangan kognitif :
 Berbicaralah dengan menggunakan tema yang jelas dan terbatas.
 Hindari menggunakan istilah yang membingungkan pasien, usahakan
menggunakan kata pengganti yang lebih mudah dimengerti dengan menggunakan
contoh atau gambar dan simbol yang mudah dimengerti oleh pasien.
 Berbicaralah dengan menggunakan nada yang relatif datar dan Nada tinggi
seringkali di terima oleh pasien sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan.
 Selalu lakukan pengulangan dan tanyakan kembali pesan yang diutarakan untuk
memastikan kembali maksud pesan sudah diterima dengan baik oleh pasien.
 Berhati – hatilah dalam menggunakan teknik komunikasi non verbal karena dapat
menimbulkan interprestasi yang berbeda pada pasien dan menimbulkam sesuatu
yang tidak di inginkan.

B. Komunikasi Pada Pasien Gangguan Jiwa


Gangguan jiwa adalah gangguan pada otak yang ditandai oleh terganggunya emosi,
proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera). Gangguan jiwa ini
menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita dan keluarganya (Stuart & Sundeen,
1998). Gangguan jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, ras, agama,
maupun status sosial dan ekonomi. Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa
membutuhkan sebuah dasar pengetahuan tentang ilmu komunikasi yang benar, ide yang
mereka lontarkan terkadang melompat, fokus terhadap topik bisa saja rendah,
kemampuan menciptakan dan mengolah kata – kata bisa saja kacau balau. Ada beberapa
trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa:
 Pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik meminta klien
berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan perawat, pasien halusinasi terkadang
menikmati dunianya dan harus sering harus dialihkan dengan aktivitas fisik.
 Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement
 Pada pasien yang sering menarik diri harus sering dilibatkan dalam aktivitas atau
kegiatan yang bersama – sama ajari dan contohkan cara berkenalan dan berbincang
dengan pasien lain, beri penjelasan manfaat berhubungan dengan orang lain dan
akibatnya jika dia tidak mau berhubungan, dll.
Referensi :
 Afnuhazi, N.R. (2015).Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa. Yogyakarta,
Gosyen Publishing.
 Damaiyanti, M. (2010) Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan. Bandung,
Refika Aditama

2. Buat SP Komunikasi Terapeutik pada pasien gangguan fisik ! (Pra interaksi - Fase
Orientasi - Fase Kerja - Fase Terminasi)
Penerapan Strategi Pelaksanaan (SP) Komunikasi Terapeutik pada Klien dengan
Gangguan Penglihatan
Strategi pelaksanaan pada klien dengan gangguan penglihatan dapat diberikan
kepada klien itu sendiri dan diberikan kepada orang tua klien.
1) Strategi pelaksanaan (SP) komunikasi terapeutik pada klien dengan gangguan
penglihatan
Pra Interaksi
Melakukan persiapan sebelum berkomunikasi dengan pasien. Terlebih dahulu
mencari informasi tentang pasien. Setelah itu merancang strategi untuk
pertemuan pertama dengan pasien.
Fase orientasi:
a. Salam terapeutik. “Selamat pagi dik? Saya suster Artita yang bertugas
pada pagi ini. Siapa nama adik?”
b. Evaluasi/validasi. “Bagaimana perasaan adik hari ini? Apakah adik ayu
bisa tidur dengan nyenyak?”
c.  Kontrak :
a) Topik: “Bagimana kalau kita berbincang-bincang tentang penyakit
yang adik alami ini? Dan akibat adik merasa takut dan khwatir?”
b)  Tempat : “Di mana kita akan berbicara dik ayu? Di ruangan ini?”
c) Waktu : “Baiklah, kita akan berdiskusi selama kurang lebih 30
menit ya dik ayu.”
Fase kerja:
“Nah dik ayu belum mengetahui tentang penyebab buta yang dialami dik ayu
kan?, baiklah saya akan menjelaskan tentang penyebab buta yang dik ayu alami
sekarang, karena kepala dik ayu dulu waktu kecelakaan itu terkena benturan selain
itu gangguan penglihatan dapat terjadi karena kerusakan     organ misalnya
kornea, lensa mata, kekeruhan humoris viterius, serta kerusakan saraf       
penghantar impuls menuju otak. Semua ini mengakibatkan penurunan visus
hingga        dapat menyebabkan kebutaan. Apakah dik ayu sudah paham dengan
penjelasan saya? Bagus sekali, tapi sekarang dik ayu sudah mendapatkan
pendonor mata, sebentar lagi dik ayu bisa melihat. Disini dokter anastesi sudah
menjadwalkan operasi dik ayu, dik ayu tidak usah khwatir. Karena operasi ini
jalan terbaik untuk dik ayu dan pastinya operasinya akan berjalan lancar. Oh iya,
sebelum dilakukan operasi, saya akan mengambil sample darah dik ayu untuk
pemeriksaan laboratorium ya? Nah sudah selesai, sekarang saya akan memeriksa
tanda-tanda vital dik ayu. Permisa ya dik? Dik ayu, bagaimana perasaan dik ayu
sekarang? Kenapa? Masih takut? Iya nanti sebelum operasi dik ayu ingat berdoa
ya, semoga operasinya berjalan dengan lancar.”
Fase terminasi:
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
a) Evaluasi subyektif:“Bagaimana perasaan adik ayu setelah
berbincang-bincang tentang penyakit yang adik rasakan?
Apakah adik ayu bisa menjelaskan kembali? Nah betul sekali.”
b) Evaluasi obyektif: “Nah adik ayu hasil lab dik ayu baik jadi
adik ayu bisa cepat dioperasinya, dan hasil ttv tekanan darah
120/80mmHg. Suhu 36,8°C, nadi 88x/mnt, dan respirasi
20x/menit. Karena dik ay sudah mengetahui penyebab tentang
penyakit dik ayu sekarang jadi adik tidak oleh khwatir lagi.
b. Tindak lanjut klien
“Jadi, dik ayu sekarang boleh beristirahat dulu sambil menunggu
perawat anastesi menjemput adik untuk operasi.”

c. Kontrak yang akan datang


a) Topik: “nah dik ayu, nanti saya akan kesini lagi untuk melihat
keadaan adik ayu ya?”
b)  Tempat: “kita akan bertemu lagi ditempat ini?”
c)  Waktu: “baiklah dik ayu, kita akan berbincang-bincang lagi
sekitar 30 menit. Saya perisi dulu ya, sampai jumpa”

Anda mungkin juga menyukai