Anda di halaman 1dari 16

LANGKAH-LANGKAH PENYELESAIAN MASALAH ETIK

MORAL DALAM PRAKTIK KEBIDANAN


Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Hukum Kebidanan
Dosen pengampu Ibu Beti Sartika, S.ST., M.Kes

Oleh:
Kelompok 1

Ainun Nurrosmania
Ai Puryanti
Wina Aprilianti
Anisah

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN


POLTEKES YAPKESBI SUKABUMI
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Langkah-langkah penyelesaian masalah
etik moral dalam praktik kebidanan.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah Langkah-langkah penyelesaian
masalah etik moral dalam praktik kebidanan. ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Sukabumi, Desember 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Tujuan .................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Masalah-masalah etik moral yang mungkin terjadi dalam praktik
kebidanan ............................................................................................. 2
B. Langkah-Langkah Penyelesaian Masalah ............................................ 2
1. Pengkajian ...................................................................................... 2
2. Implementasi .................................................................................. 3
3. Informed Choice dan Informed Consent ........................................ 4
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 12
B. Saran ..................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
369/Mengkes/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan, didalamnya
terdapat Kode Etik Bidan Indonesia. Deskripsi kode etik bidan Indonesia
adalah merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal
dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif
suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan
pengabdian profesi.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam segala bidang
berpengaruh terhadap meningkatnya kritis masyarakat terhadap mutu
pelayanan kesehatan terutama pelayanan kebidanan. Menjadi tantangan bagi
profesi bidan untuk mengembangkan kompetensi dan profesionalisme dalam
menjalankan praktik kebidanan serta dalam memberikan pelayanan
berkualitas.
Sikap etis profesional bidan akan mewarnai dalam setiap langkahnya,
termasuk dalam mengambil keputusan dalam merespon situasi yang muncul
dalam usaha. Pemahaman tentang etika dan moral menjadi bagian yang
fundamental dan sangat penting dalam memberikan asuhan kebidanan.
dengan senantiasa menghormati nilai-nilai pasien.
Etika merupakan suatu pertimbangan yang sistematis tentang perilaku
benar atau salah, kebajikan atau kejahatan yang berhubungan dengan
perilaku. Etika berfokus pada prinsip dan konsep yang membimbing manusia
berfikir dan bertindak dalam kehidupannya dilandasi nilai-nilai yang
dianutnya.
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui langkah-
langkah penyelesaian masalah etik moral dalam praktik kebidanan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Masalah-masalah Etik Moral Yang Mungkin Terjadi Dalam Praktek


Bidan
1. Tuntutan etik adalah hal penting dalam kebidanan karena :
a. Bertanggung jawab atas keputusan yang dibuat
b. Bertanggung jawab atas keputusan yang diambil
2. Untuk menjalankan praktik kebidanan dengan baik dibutuhkan :
a. Pengetahuan klinik yang baik
b. Pengetahuan yang up to date
c. Memahami issue etik dalam pelayanan kebidanan
3. Harapan Bidan dimasa depan :
a. Bidan dikatakan profesional, apabila menerapkan etika dalam
menjalankan praktik kebidanan (Daryl Koehn, Ground of
Profesional Ethis, 1994)
b. Dengan memahami peran bidan tanggung jawab profesionalisme
bidan terhadap pasien atau klien akan meningkat
c. Bidan berada dalam posisi baik memfasilitasi klien dan
membutuhkan peningkatan pengetahuan tentang etika untuk
menerapkan dalam strategi praktik kebidanan

B. Langkah-langkah Penyelesaian Masalah


1. Pengkajian
Hal pertama yang perlu diketahui bidan adalah perlu mendengar
kedua sisi dengan menjadi pendengar yang berempati. Target tahap ini
adalah terkumpulnya data dari seluruh pengambil keputusan, dengan
bantuan pertanyaan yaitu :
a. Apa yang menjadi fakta medik ?
b. Apa yang menjadi fakta psikososial ?
c. Apa yang menjadi keinginan klien ?

2
d. Apa nilai yang menjadi konflik ?
e. Perencanaan
Untuk merencanakan dengan tepat dan berhasil, setiap orang yang
terlibat dalam pengambilan keputusan harus masuk dalam proses.
Thomson and Thomson (1985) mendaftarkan 3 (tiga) hal yang sangat
spesifik namun terintegrasi dalam perencanaan, yaitu:
a. Tentukan tujuan dari treatment.
b. Identifikasi pembuat keputusan
c. Daftarkan dan beri bobot seluruh opsi/pilihan.

2. Implementasi
Selama implementasi, klien/keluarganya yang menjadi pengambil
keputusan beserta anggota tim kesehatan terlibat mencari kesepakatan
putusan yang dapat diterima dan saling menguntungkan. Harus terjadi
komunikasi terbuka dan kadang diperlukan bernegosiasi. Peran Bidan
selama implementasi adalah menjaga agar komunikasi tak memburuk,
karena dilema etis sering kali menimbulkan efek emosional seperti rasa
bersalah, sedih/berduka, marah, dan emosi kuat yang lain. Pengaruh
perasaan ini dapat menyebabkan kegagalan komunikasi pada para
pengambil keputusan. Bidan harus ingat “Saya disini untuk melakukan
yang terbaik bagi klien”.
Bidan harus menyadari bahwa dalam dilema etik tak selalu ada 2
(dua) alternatif yang menarik, tetapi kadang terdapat alternatif tak
menarik, bahkan tak mengenakkan. Sekali tercapai kesepakatan,
pengambil keputusan harus menjalankannya. Kadang kala kesepakatan
tak tercapai karena semua pihak tak dapat didamaikan dari konflik sistem
dan nilai. Atau lain waktu, Bidan tak dapat menangkap perhatian utama
klien. Sering kali klien/keluarga mengajukan permintaan yang sulit
dipenuhi, dan di dalam situasi lain permintaan klien dapat dihormati.

3
3. Evaluasi
Tujuan dari evaluasi adalah terselesaikannya dilema etis seperti
yang ditentukan sebagai outcome-nya. Perubahan status klien,
kemungkinan treatment medik, dan fakta sosial dapat dipakai untuk
mengevaluasi ulang situasi dan akibat treatment perlu untuk dirubah.
Komunikasi diantara para pengambil keputusan masih harus dipelihara.
Dilema etik yang sering ditemukan dalam praktek kebidanan dapat
bersifat personal ataupun profesional. Dilema menjadi sulit dipecahkan
bila memerlukan pemilihan keputusan tepat diantara dua atau lebih
prinsip etis. Sebagai tenaga profesional perawat kadang sulit karena
keputusan yang akan diambil keduanya sama-sama memiliki kebaikan
dan keburukan. Pada saat berhadapan dengan dilema etis juga terdapat
dampak emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan takut saat proses
pengambilan keputusan rasional yang harus dihadapi, ini membutuhkan
kemampuan interaksi dan komunikasi yang baik dari seorang perawat.
Masalah pengambilan keputusan dalam pemberian transplantasi
ginjal juga sering menimbulkan dilema etis karena sangat berhubungan
dengan hak asasi manusia, pertimbangan tingkat keberhasilan tindakan
dan keterbatasan sumber-sumber organ tubuh yang dapat didonorkan
kepada orang lain sehingga memerlukan pertimbangan yang matang.
Oleh karena itu sebagai perawat yang berperan sebagai konselor dan
pendamping harus dapat meyakinkan klien bahwa keputusan akhir dari
komite merupakan keputusan yang terbaik.

4. Informed Choice dan Informed Consent


Menurut Jhon M. Echols dalam kamus bahasa inggris indonesia
tahun 2003 Informed berarti telah diberitahukan, telah disampaikan, telah
di informasikan. Sedangkan Choice berarti pilihan. Dengan demikian
secara umum Infrmed Choice dapat diartikan memberitahukan atau
menjelaskan pilihan-pilihan yang ada pada klien.

4
Tujuannya adalah untuk mendorong wanita memilih asuhannya,
peran bidan tidak hanya membuat asuhan dalam menejemen asuhan
kebidanan tetapi juga menjamin bahwa hak wanita untuk memilih asuhan
dan keinginannya terpenuhi.
Menurut kode etik bidan internasional tahun 1993, ”bidan harus
menghormati hak informed choice ibu dan meningkatkan penerimaan ibu
tentang pilihan dalam asuhan dan tanggung jawabnya tentang hasil dari
pilihannya”
Informasi yang diberikan kepada ibu, tentang pemahaman resiko,
manfaat, keuntungan, dan kemungkinan hasil dari tiap pilihannya. Tetapi
sebagian besar wanita masih sulit untuk membuat keputusan karena
alasan social, ekonomi, kurangnya pendidikan, dan pemahaman masalah
kesehatan. Kesulitan bahasa, dan pehamanan sistem kesehatan yang
tersedia dan lain-lain.
Berikut rambu-rambu yang harus di ingat dalam Informed Choice :
a. Informed Choice bukan sekedar mengetahui berbagai pilihan yang
ada, namun juga mengerti benar manfaat dan resiko dari setiap
pilihan yang ditawarkan.
b. Informed choice tidak sama dengan membujuk atau memaksa klien
mengambil keputusan yang menurut orang lain baik (meskipun
dilakukan dengan cara halus)

Menurut Jusuf Hanafiah (1999) Informed consent adalah


persetujuan yang diberikan pasien kepada dokter setelah diberikan
penjelasan. Hal ini dilakukan setiap melakukan tindakan medis sekecil
apapun tindakan tersebut. Menurut
Depkes (2002),informed consent dibagi menjadi 2 bentuk yaitu:
a. Implied consent, yaitu persetujuan yang dinyatakan secara langsung.
b. Express consent yaitu persetujuan yang dinyatakan dalam bentuk
tulisan atau ferbal.

5
Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum
dimintakan persetujuan tindakan kedokteran kepada klien adalah:
a. Dalam keadaan gawat darurat (emergensi), dimana dokter harus
segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.
b. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa
menghadapi situasi dirinya. Ini tercantum dalam Permenkes No.290/
Menkes/ Per/ III/ 2008.
Menurut Culver and Gert, ada 4 komponen yang harus dipahami
pada suatu consent/persetujuan :
a. Sukarela (voluntariness)
b. Informasi (information)
c. Kompetensi (competence)
d. Keputusan (decision)

Pilihan (choice) berbedadengan persetujuan (consent), yaitu:


a. Persetujuan atau consent penting dari sudut pandang bidan, karena
berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk
semua prosedur yang akan dilakukan bidan
b. Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai
penerima jasa asuhan kebidanan, yang memberikan gambaran
pemahaman masalah yang sesungguhnya dan merupakan aspek
otonomi pribadi menentukan ‘pilihannya sendiri’
Agar pilihan dapat dipeluas dan menghindari konflik, maka yang
harus dilakukan adalah:
1) Memberi informasi yang lengkap pada ibu, informasi yang jujur,
tidak bias, dan dapat dipahami oleh ibu, menggunakan alternatif
media ataupun yang lain, sebaiknya tatap muka.
2) Bidan dan tenaga kesehatan lain perlu belajar untuk membantu ibu
menggunakan haknya dan menerima tanggung jawab keputusan
yang diambil. Hal ini dapat diterima secara etika dan menjamin
bahwa tenaga kesehatan sudah memberikan asuhan yang terbaik dan

6
memastikan ibu sudah diberikan informasi yang lengkap tentang
dampak dari keputusan mereka.
3) Untuk pemegang kebijakan pelayanan kesehatan perlu
merencanakan, mengembangkan sumber daya, memonitor
perkembangan protokol dan petunjuk teknis baik di tingkat daerah,
propinsi, untuk semua kelompok tenaga pemberi pelayanan bagi ibu.
4) Menjaga fokus asuhan pada ibu dan evidencebased, diharapkan
konflik dapat ditekan serendah mungkin.
5) Tidak perlu takut akan konflik tetapi menganggapnya sebagai
sesuatu kesempatan untuk saling memberi, dan mungkin suatu
penilaian ulang yang objektif, bermitra dengan wanita dari sistem
asuhan dan tekanan positif pada perubahan.
Beberapa jenis pelayanan kebidanan yang dapat diplih oleh pasien,
antara lain:
1) Bentuk pemeriksaan ANC dan screening laboratorium ANC
2) Tempat melahirkan
3) Masuk kamar bersalin pada tahap awal persalinan
4) Didampingi waktu melahirkan
5) Argumentasi, stimulasi, induksi
6) Mobilisasi atau posisi saat persalinan
7) Pemakaian analgesia
8) Episiotomi
9) Pemecahan ketuban
10) Penolong persalinan
11) Keterlibatan suami pada waktu melahirkan
12) Teknik pemberian minuman pada bayi
13) Metode kontrasepsi
Pencegahan konflik etik, meliputi empat hal:
a. Informed Consent
b. Negosiasi
c. Persuasi

7
d. Komite Etik
Latar belakang diperlukannya informed consent adalah karena
tindakan medik yang dilakukan bidan, hasilnya penuh dengan ketidak
pastian danunpredictable (tidak dapat diperhitungkan secara matematik),
sebab dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berada di luar kekuasaan
bidan, seperti perdarahan post partum, shock, asfiksia neonatorum.
Menurut Dr.H.J.J Leenen, bahwa isi dari informasi adalah diagnosa,
terapi, tentang cara kerja, resiko, kemungkinan perasaan sakit,
keuntungan terapi, dan prognosa. Yang berhak memberikan persetujuan
adalah mereka yang dalam keadaan sadar dan sehat mental, telah
berumur 21 tahun atau telah menikah, bagi mereka yang telah berusia
lebih dari 21 tahun tetapi dibawah pengampuan maka persetujuan
diberikan oleh wali. Ibu hamil yang telah melangsungkan perkawinan,
berarapun umurnya, menurut hukum adalah dewasa (cakap), berhak
mendapat informasi.
Hak atas persetujuan bilamana ada pertentangan dengan suami maka
pendapat ibu hamil yang diturut karena yang memebrikan persetujuan
adalah ibu hamil sendiri, mengingat akan hak atas alat reproduksi.
Pernyataan dalam informed consent menyatakan kehendak kedua
belah pihak, yaitu pasien menyatakan setuju atas tindakan yang
dilakukan bidan dan formulir persetujuan itu ditandatangani oleh kedua
belah pihak, maka persetujuan kedua belah pihak saling mengikat dan
tidak dapat dibatalkan oleh salah satu pihak. Ia hanya dapat dipergunakan
sebagai bukti tertulis akan adanya izin atau persetujuan dari pasien
terhadap tindakan yang dilakukan.
Bilamana ada formulir yang ditandatangani pasien atau wali pada
umumnya berbunyi segala akibat dari tindakan akan menjadi tanggung
jawab bidan atau rumah bersalin. Rumusan tersebut secara hukum tidak
mempunyai kekuatan hukum, mengingat seseorang tidak dapat
membebaskan diri dari tanggung jawabnya atas kesalahan yang belum
dibuat.

8
Rahasia pribadi yang diberitahu oleh ibu hamil adalah rahasia yang
harus dipegang teguh dan dirahasiakan bahkan sampai yang
bersangkutan meninggal dunia. Hukuman membuka rahasia jabatan
diatur dalam KUHP BAB XVII pasal 322 tentang membuka rahasia.
Informed consent mempunyai dua dimensi, yaitu sebagai berikut:
1. Dimensi hukum, merupakan perlindungan pasien terhadap bidan
yang berperilaku memaksakan kehendak, memuat:
a. keterbukaan informasi antara bidan dengan pasien
b. informasi yang diberikan harus dimngerti pasien
c. memberikan kesempatan pasien untuk memperoleh yang terbaik
2. Dimensi etik, mengandung nilai-nilai:
a. menghargai otonomi pasien
b. tidak melakukan intervensi melainkan membantu pasien bila
diminta atau dibutuhkan
c. bidan menggali keinginan pasien baik secara subjektif atau hasil
pemikiran rasional
Syarat syahnya perjanjian atau consent adalah:
1. Adanya kata sepakat, sepakat dari pihak tanpa paksaan, tipuan
maupun kekeliruan. Dalam hal perjanjian antara bidan dan pasien,
kata sepakat harus diperoleh dari pihak bidan dan pasien setelah
terlebih dahulu bidan memberikan informasi kepada pasien sejelas-
jelasnya.
2. Kecakapan, artinya bahwa seseorang memiliki kecakapan
memberikan persetujuan, jika orang tersebut mampu melakukan
tindakan hukum, dewasa, dan tidak gila
3. Suatu hal tertentu, objek dalam persetujuan antara bidan dan pasien
harus disebutkan dengan jelas dan terperinci. Misalnya dalam
persetujuan ditulis dengan jelas identitas pasien meliputi: nama, jenis
kelamin, alamat, suami atau wali. Kemudian yang terpenting harus
dilampirkan identitas yang memberikan persetujuan

9
4. Suatu sebab yang halal, maksudnya adalah isi persetujuan tidak
boleh bertentangan dengan undang-undang, tata tertib, kesusilaan,
norma dan hukum.

10
CONTOH INFORMED CONSENT DALAM
TINDAKAN PERSALINAN

Bidan Praktik Swasta .........................


Alamat ................................................
Telp .....................Fax .........................
Kode Pos ............................................

PERSETUJUAN TINDAKAN PERTOLONGAN


PERSALINAN
Nomor: ..............
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : ........................................................
Tempat/Tanggal Lahir : ........................................................
Alamat : ........................................................
Kartu Identitas : ........................................................
Pekerjaan : ........................................................
Selaku individu yang meminta bantuan pada fasilitas kesehatan ini, bersama ini saya
menyatakan kesediaanya untuk dilakukan tindakan dan prosedur pertolongan persalinan pada diri
saya.
Apabila dalam keadaan dimana saya tidak mampu untuk memperoleh penjelasan dan
memberi persetujuan maka saya menyerahkan mandat kepada suami atau wali saya, yaitu:
Nama : ........................................................
Tempat/Tanggal Lahir : ........................................................
Alamat : ........................................................
Kartu Identitas : ........................................................
Pekerjaan : ........................................................
Demikian surat persetujuan ini saya buat tanpa paksaaan dari pihak manapun dan agar
dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
........................, .......................
Yang memberi
Bidan, Persetujuan pasien

(...............................) (.............................................)

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Istilah atau kata etika sering kita dengar, baik di ruang kuliah maupun
dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya dalam segi keprofesian tertentu,
tetapi menjadi kata-kata umum yang sering digunakan, termasuk diluar
kalangan cendekiawan. Dalam profesi bidan “etika” lebih dimengerti sebagai
filsafat moral. Berdasarkan pembahasan diatas kita telah mengetahui etika
serta nilai dalam profesi kebidanan. Dengan kita mengetahui nilai etika
kebidanan maka dalam penyerapan dan pembentukan nilai oleh tenaga bidan
dapat dilakukan dengan tepat dan tidak melenceng dari nilai serta kode etik
kebidanan.

B. Saran
Diharapkan tenaga bidan memahami tentang apa itu etika kebidanan
sehingga dengan mudah menyerap dan membetuk nilai etika kebidanan.
Sehingga pelayanan yang diberikan kepada masyarakat tidak mengecewakan
dan tidak ada pihak yang dirugikan

12
DAFTAR PUSTAKA

IBI. 2005. ETIKA DAN KODE ETIK BIDAN DI INDONESIA, Jakarta :


Gramedia

Reni Heryani, SST, SKM, M.Biomed. 2016. BUKU AJAR ETIKOLEGAL


DALAM PRAKTIK KEBIDANAN UNTUK MAHASISWA KEBIDANAN
EDISI REVISI, Jakarta Timur : TIM

Santi Susanti, S.SiT, M.Kes. 2010. ETIKOLEGAL DALAM PRAKTIK


KEBIDANAN, Jakarta Timur : TIM

13

Anda mungkin juga menyukai