Anda di halaman 1dari 17

LANGKAH-LANGKAH DALAM MENYELESAIKAN

MASALAH ETIK MORAL DALAM PRAKTEK


KEBIDANAN

Disusun Oleh:

Kelompok 6
AMALIA RISKA
NOVIE RAMADHANI
MIFTAHUL JANNAH
SAFIRA KEMALA PUTRI

DOSEN PENGAMPU
ZEVA JUWITA, S.SiT, M.K.M

AKADEMI KEBIDANAN DARUSSALAM


KOTA LHOKSEUMAWE
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Langkah-langkah penyelesaian
masalah etik moral dalam praktik kebidanan.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah Langkah-langkah penyelesaian


masalah etik moral dalam praktik kebidanan. ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Lhokseumawe, November 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Masalah-masalah Etik Moral Yang Mungkin Terjadi Dalam

Praktek Bidan..................................................................................... 3

2.2 Langkah-langkah Penyelesaian Masalah........................................... 4

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ....................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 14

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


369/Mengkes/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan, didalamnya
terdapat Kode Etik Bidan Indonesia. Deskripsi kode etik bidan Indonesia adalah
merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal
suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang
memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam segala bidang


berpengaruh terhadap meningkatnya kritis masyarakat terhadap mutu pelayanan
kesehatan terutama pelayanan kebidanan. Menjadi tantangan bagi profesi bidan
untuk mengembangkan kompetensi dan profesionalisme dalam menjalankan
praktik kebidanan serta dalam memberikan pelayanan berkualitas.

Sikap etis profesional bidan akan mewarnai dalam setiap langkahnya,


termasuk dalam mengambil keputusan dalam merespon situasi yang muncul
dalam usaha. Pemahaman tentang etika dan moral menjadi bagian yang
fundamental dan sangat penting dalam memberikan asuhan kebidanan.

Dengan senantiasa menghormati nilai-nilai pasien. Etika merupakan suatu


pertimbangan yang sistematis tentang perilaku benar atau salah, kebajikan atau
kejahatan yang berhubungan dengan perilaku. Etika berfokus pada prinsip dan
konsep yang membimbing manusia berfikir dan bertindak dalam kehidupannya
dilandasi nilai-nilai yang dianutnya.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja masalah-masalah etik moral yang mungkin terjadi dalam


praktik kebidanan?
2. Apa saja Langkah-langkah dalam penyelesaian masalah-masalah etik
moral yang terjadi dalam praktik kebidanan?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Masalah-masalah Etik Moral Yang Mungkin Terjadi Dalam Praktek


Bidan

1. Tuntutan etik adalah hal penting dalam kebidanan karena:

a. Bertanggung jawab atas keputusan yang dibuat.


b. Bertanggung jawab atas keputusan yang diambil.

2. Untuk menjalankan praktik kebidanan dengan baik dibutuhkan:

a. Pengetahuan klinik yang baik.


b. Pengetahuan yang up to date.
c. Memahami issue etik dalam pelayanan kebidanan.

3. Harapan Bidan dimasa depan:

a. Bidan dikatakan profesional, apabila menerapkan etika dalam


menjalankan praktik kebidanan (Daryl Koehn, Ground of
Profesional Ethis, 1994).
b. Dengan memahami peran bidan tanggungjawab profesionalisme
bidan terhadap pasien atau klien akan meningkat
c. Bidan berada dalam posisi baik memfasilitasi klien dan
membutuhkan peningkatan pengetahuan tentang etika untuk
menerapkan dalam strategi praktik kebidanan.

2.2 Langkah-langkah Penyelesaian Masalah

1. Pengkajian

3
Hal pertama yang perlu diketahui bidan adalah perlu mendengar kedua sisi
dengan menjadi pendengar yang berempati. Target tahap ini adalah terkumpulnya
data dari seluruh pengambil keputusan, dengan bantuan pertanyaan yaitu:

a. Apa yang menjadi fakta medik?


b. Apa yang menjadi fakta psikososial?
c. Apa yang menjadi keinginan klien?
d. Apa nilai yang menjadi konflik?
e. Perencanaan

Untuk merencanakan dengan tepat dan berhasil, setiap orang yang


terlibat dalam pengambilan keputusan harus masuk dalam proses.
Thomson and Thomson (1985) mendaftarkan 3 (tiga) hal yang
sangat spesifik namun terintegrasi dalam perencanaan, yaitu:

1) Tentukan tujuan dari treatment.


2) Identifikasi pembuat keputusan.
3) Daftarkan dan beri bobot seluruh opsi/pilihan.

2. Implementasi

Selama implementasi, klien atau keluarganya yang menjadi pengambil


keputusan beserta anggota tim kesehatan terlibat mencari kesepakatan putusan
yang dapat diterima dan saling menguntungkan. Harus terjadi komunikasi terbuka
dan kadang diperlukan bernegosiasi. Peran Bidan selama implementasi adalah
menjaga agar komunikasi tak memburuk, karena dilema etis sering kali
menimbulkan efek emosional seperti rasa bersalah, sedih/berduka, marah, dan
emosi kuat yang lain. Pengaruh perasaan ini dapat menyebabkan kegagalan
komunikasi pada para pengambil keputusan. Bidan harus ingat “Saya disini untuk
melakukan yang terbaik bagi klien”.

Bidan harus menyadari bahwa dalam dilema etik tak selalu ada 2 (dua)
alternatif yang menarik, tetapi kadang terdapat alternatif tak menarik, bahkan tak

4
mengenakkan. Sekali tercapai kesepakatan, pengambil keputusan harus
menjalankannya. Kadang kala kesepakatan tak tercapai karena semua pihak tak
dapat didamaikan dari konflik sistem dan nilai. Atau lain waktu, Bidan tak dapat
menangkap perhatian utama klien. Sering kali klien/keluarga mengajukan
permintaan yang sulit dipenuhi, dan di dalam situasi lain permintaan klien dapat
dihormati.

3. Evaluasi

Tujuan dari evaluasi adalah terselesaikannya dilema etis seperti yang


ditentukan sebagai outcome-nya. Perubahan status klien, kemungkinan treatment
medik, dan fakta sosial dapat dipakai untuk mengevaluasi ulang situasi dan akibat
treatment perlu untuk dirubah. Komunikasi diantara para pengambil keputusan
masih harus dipelihara. Dilema etik yang sering ditemukan dalam praktek
kebidanan dapat bersifat personal ataupun profesional.

Dilema menjadi sulit dipecahkan bila memerlukan pemilihan keputusan


tepat diantara dua atau lebih prinsip etis. Sebagai tenaga profesional perawat
kadang sulit karena keputusan yang akan diambil keduanya sama-sama memiliki
kebaikan dan keburukan. Pada saat berhadapan dengan dilema etis juga terdapat
dampak emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan takut saat proses pengambilan
keputusan rasional yang harus dihadapi, ini membutuhkan kemampuan interaksi
dan komunikasi yang baik dari seorang perawat.

Masalah pengambilan keputusan dalam pemberian transplantasi ginjal juga


sering menimbulkan dilema etis karena sangat berhubungan dengan hak asasi
manusia, pertimbangan tingkat keberhasilan tindakan dan keterbatasan sumber-
sumber organ tubuh yang dapat didonorkan kepada orang lain sehingga
memerlukan pertimbangan yang matang. Oleh karena itu sebagai perawat yang
berperan sebagai konselor dan pendamping harus dapat meyakinkan klien bahwa
keputusan akhir dari komite merupakan keputusan yang terbaik.

4. Informed Choice dan Informed Consent

5
Menurut Jhon M. Echols dalam kamus bahasa inggris indonesia tahun
2003 Informed berarti telah diberitahukan, telah disampaikan, telah
diinformasikan. Sedangkan Choice berarti pilihan. Dengan demikian secara
umum Infrmed Choice dapat diartikan memberitahukan atau menjelaskan pilihan-
pilihan yang ada pada klien.

Tujuannya adalah untuk mendorong wanita memilih asuhannya, peran


bidan tidak hanya membuat asuhan dalam menejemen asuhan kebidanan tetapi
juga menjamin bahwa hak wanita untuk memilih asuhan dan keinginannya
terpenuhi. Menurut kode etik bidan internasional tahun 1993, “bidan harus
menghormati hak informed choice ibu dan meningkatkan penerimaan ibu tentang
pilihan dalam asuhan dan tanggung jawabnya tentang hasil dari pilihannya”.
Informasi yang diberikan kepada ibu, tentang pemahaman resiko, manfaat,
keuntungan, dan kemungkinan hasil dari tiap pilihannya. Tetapi sebagian besar
wanita masih sulit untuk membuat keputusan karena alasan social, ekonomi,
kurangnya pendidikan, dan pemahaman masalah kesehatan. Kesulitan bahasa, dan
pehamanan sistem kesehatan yang tersedia dan lain-lain.

Berikut rambu-rambu yang harus di ingat dalam Informed Choice:

a. Informed Choice bukan sekedar mengetahui berbagai pilihan yang


ada, namun juga mengerti benar manfaat dan resiko dari setiap
pilihan yang ditawarkan.
b. Informed choice tidak sama dengan membujuk atau memaksa klien
mengambil keputusan yang menurut orang lain baik (meskipun
dilakukan dengan cara halus).

Menurut Jusuf Hanafiah (1999) Informed consent adalah persetujuan yang


diberikan pasien kepada dokter setelah diberikan penjelasan. Hal ini dilakukan
setiap melakukan tindakan medis sekecil apapun tindakan tersebut. Menurut
Depkes (2002), informed consent dibagi menjadi 2 bentuk yaitu:

6
a. Implied consent, yaitu persetujuan yang dinyatakan secara
langsung.
b. Express consent yaitu persetujuan yang dinyatakan dalam bentuk
tulisan atau ferbal.

Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum


dimintakan persetujuan tindakan kedokteran kepada klien adalah:

a. Dalam keadaan gawat darurat (emergensi), dimana dokter


harus segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.
b. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak
bisa menghadapi situasi dirinya. Ini tercantum dalam Permenkes
No.290/ Menkes/ Per/ III/ 2008.

Menurut Culver and Gert, ada 4 komponen yang harus dipahami pada
suatu consent/persetujuan :

a. Sukarela (voluntariness).
b. Informasi (information).
c. Kompetensi (competence).

Pilihan (choice) berbeda dengan persetujuan (consent), yaitu:

a. Persetujuan atau consent penting dari sudut pandang bidan, karena


berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk
semua prosedur yang akan dilakukan bidan.
b. Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai
penerima jasa asuhan kebidanan, yang memberikan gambaran
pemahaman masalah yang sesungguhnya dan merupakan aspek
otonomi pribadi menentukan ‘pilihannya sendiri’.

7
Agar pilihan dapat dipeluas dan menghindari konflik, maka yang harus
dilakukan adalah:

a. Memberi informasi yang lengkap pada ibu, informasi yang jujur,


tidak bias, dan dapat dipahami oleh ibu, menggunakan alternatif
media ataupun yang lain, sebaiknya tatap muka.
b. Bidan dan tenaga kesehatan lain perlu belajar untuk membantu ibu
menggunakan haknya dan menerima tanggung jawab
keputusan yang diambil. Hal ini dapat diterima secara etika dan
menjamin bahwa tenaga kesehatan sudah memberikan asuhan yang
terbaik dan memastikan ibu sudah diberikan informasi yang
lengkap tentang dampak dari keputusan mereka.
c. Untuk pemegang kebijakan pelayanan kesehatan perlu
merencanakan, mengembangkan sumber daya, memonitor
perkembangan protokol dan petunjuk teknis baik di tingkat daerah,
propinsi, untuk semua kelompok tenaga pemberi pelayanan bagi
ibu.
d. Menjaga fokus asuhan pada ibu dan evidencebased, diharapkan
konflik dapat ditekan serendah mungkin.
e. Tidak perlu takut akan konflik tetapi menganggapnya sebagai
sesuatu kesempatan untuk saling memberi, dan mungkin suatu
penilaian ulang yang objektif, bermitra dengan wanita dari sistem
asuhan dan tekanan positif pada perubahan.

Beberapa jenis pelayanan kebidanan yang dapat diplih oleh pasien, antara
lain:

a. Bentuk pemeriksaan ANC dan screening laboratorium ANC.


b. Tempat melahirkan.
c. Masuk kamar bersalin pada tahap awal persalinan.
d. Didampingi waktu melahirkan.
e. Argumentasi, stimulasi, induksi.

8
f. Mobilisasi atau posisi saat persalinan.
g. Pemakaian analgesia.
h. Episiotomi.
i. Pemecahan ketuban.
j. Penolong persalinan.
k. Keterlibatan suami pada waktu melahirkan.
l. Teknik pemberian minuman pada bayi.
m. Metode kontrasepsi.

Pencegahan konflik etik, meliputi empat hal:

a. Informed Consent.
b. Negosiasi.
c. Persuasi.
d. Komite Etik

Latar belakang diperlukannya informed consent adalah karena Tindakan


medik yang dilakukan bidan, hasilnya penuh dengan ketidak pastina dan
unpredictable (tidak dapat diperhitungkan secara matematik), sebab dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain yang berada di luar kekuasaan bidan, seperti perdarahan
postpartum, shock, asfiksia neo-natorum. Menurut Dr.H.J.J Leenen, bahwa isi dari
informasi adalah diagnosa, terapi, tentang cara kerja, resiko, kemungkinan
perasaan sakit, keuntungan terapi, dan prognosa. Yang berhak memberikan
persetujuan adalah mereka yang dalam keadaan sadar dan sehat mental,
telah berumur 21 tahun atau telah menikah, bagi mereka yang telah berusia lebih
dari 21 tahun tetapi dibawah pengampuan maka persetujuan diberikan oleh wali.
Ibu hamil yang telah melangsungkan perkawinan, berarapun umurnya, menurut
hukum adalah dewasa (cakap), berhak mendapat informasi.

Hak atas persetujuan bilamana ada pertentangan dengan suami maka


pendapat ibu hamil yang diturut karena yang memebrikan persetujuan adalah ibu
hamil sendiri, mengingat akan hak atas alat reproduksi. Pernyataan dalam
informed consent menyatakan kehendak kedua belah pihak, yaitu pasien

9
menyatakan setuju atas tindakan yang dilakukan bidan dan formulir persetujuan
itu ditandatangani oleh kedua belah pihak, maka persetujuan kedua belah pihak
saling mengikat dan tidak dapat dibatalkan oleh salah satu pihak. Ia hanya dapat
dipergunakan sebagai bukti tertulis akan adanya izin atau persetujuan dari pasien
terhadap tindakan yang dilakukan.

Bilamana ada formulir yang ditandatangani pasien atau wali pada


umumnya berbunyi segala akibat dari tindakan akan menjadi tanggung jawab
bidan atau rumah bersalin. Rumusan tersebut secara hukum tidak mempunyai
kekuatan hukum, mengingat seseorang tidak dapat membebaskan diri dari
tanggung jawabnya atas kesalahan yang belum dibuat. Rahasia pribadi yang
diberitahu oleh ibu hamil adalah rahasia yang harus dipegang teguh dan
dirahasiakan bahkan sampai yang bersangkutan meninggal dunia. Hukuman
membuka rahasia jabatan diatur dalam KUHP BAB XVII pasal 322 tentang
membuka rahasia. Informed consent mempunyai dua dimensi, yaitu sebagai
berikut:

a. Dimensi hukum, merupakan perlindungan pasien terhadap bidan


yang berperilaku memaksakan kehendak, memuat:

1) Keterbukaan informasi antara bidan dengan pasien.


2) Informasi yang diberikan harus dimngerti pasien.
3) Memberikan kesempatan pasien untuk memperoleh yang
terbaik.

b. Dimensi etik, mengandung nilai-nilai:

1) Menghargai otonomi pasien.


2) Tidak melakukan intervensi melainkan membantu pasien
bila diminta atau dibutuhkan.
3) bidan menggali keinginan pasien baik secara subjektif atau
hasil pemikiran rasional.

10
Syarat syahnya perjanjian atau consent adalah:

a. Adanya kata sepakat, sepakat dari pihak tanpa paksaan, tipuan


maupun kekeliruan. Dalam hal perjanjian antara bidan dan pasien,
kata sepakat harus diperoleh dari pihak bidan dan pasien setelah
terlebih dahulu bidan memberikan informasi kepada pasien sejelas-
jelasnya.
b. Kecakapan, artinya bahwa seseorang memiliki kecakapan
memberikan persetujuan, jika orang tersebut mampu melakukan
tindakan hukum, dewasa, dan tidak gila
c. Suatu hal tertentu, objek dalam persetujuan antara bidan dan pasien
harus disebutkan dengan jelas dan terperinci. Misalnya dalam
persetujuan ditulis dengan jelas identitas pasien meliputi: nama,
jenis kelamin, alamat, suami atau wali. Kemudian yang terpenting
harus dilampirkan identitas yang memberikan persetujuan.
d. Suatu sebab yang halal, maksudnya adalah isi persetujuan tidak
boleh bertentangan dengan undang-undang, tata tertib, kesusilaan,
norma dan hukum.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Istilah atau kata etika sering kita dengar, baik di ruang kuliah maupun
dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya dalam segi keprofesian tertentu,
tetapi menjadi kata-kata umum yang sering digunakan, termasuk diluar kalangan
cendekiawan. Dalam profesi bidan “etika” lebih dimengerti sebagai filsafat moral.
Berdasarkan pembahasan diatas kita telah mengetahui etika serta nilai dalam
profesi kebidanan. Dengan kita mengetahui nilai etika kebidanan maka dalam
penyerapan dan pembentukan nilai oleh tenaga bidan dapat dilakukan dengan
tepat dan tidak melenceng dari nilai serta kode etik kebidanan.

12
DAFTAR PUSTAKA

IBI. 2005. ETIKA DAN KODE ETIK BIDAN DI INDONESIA, Jakarta:


Gramedia

Reni Heryani, SST, SKM, M. Biomed. 2016. BUKU AJAR ETIKOLEGAL


DALAM PRAKTIK KEBIDANAN UNTUK MAHASISWA
KEBIDANAN EDISI REVISI, Jakarta Timur: TIM

Santi Susanti, S.SiT, M. Kes. 2010. ETIKOLEGAL DALAM PRAKTIK


KEBIDANAN, Jakarta Timur: TIM

13

Anda mungkin juga menyukai