BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sikap etis profesional bidan akan mewarnai dalam setiap langkahnya, termasuk dalam mengambil
keputusan dalam merespon situasi yang muncul dalam usaha. Pemahaman tentang etika dan moral
menjadi bagian yang fundamental dan sangat penting dalam memberikan asuhan kebidanan.
dengan senantiasa menghormati nilai-nilai pasien.
Etika merupakan suatu pertimbangan yang sistematis tentang perilaku benar atau salah, kebajikan
atau kejahatan yang berhubungan dengan perilaku. Etika berfokus pada prinsip dan konsep yang
membimbing manusia berfikir dan bertindak dalam kehidupannya dilandasi nilai-nilai yang
dianutnya.
1.2 Rumusan Masalah
2. Apa saja masalah etik dan moral yang mungkin terjadi dalam praktek kebidanan?
3. Apa bedanya issue etik dalam kebidanan dengan issue moral dalam kebidanan?
6. Apa saja langkah-langkah yang dilakukan dalam menyelesaikan masalah dilema etik?
1.3 Tujuan Penulisan
Melalui makalah ini diharapkan sebagai tenaga kesehatan bidan dapat mengetahui apa saja masalah
etik moral yang mungkin terjadi dalam praktik kebidanan sehingga kita tau bagaimana cara
bersikap/etik moral dalam melaksanakan profesi kita dalam berpraktik.
BAB II
PEMBAHASAN
a. Bidan dikatakan profesional, apabila menerapkan etika dalam menjalankan praktik kebidanan
(Daryl Koehn, Ground of Profesional Ethis, 1994)
b. Dengan memahami peran bidan tanggung jawab profesionalisme bidan terhadap pasien atau
klien akan meningkat
c. Bidan berada dalam posisi baik memfasilitasi klien dan membutuhkan peningkatan pengetahuan
tentang etika untuk menerapkan dalam strategi praktik kebidanan
2.1.2.1 Pengkajian
Hal pertama yang perlu diketahui bidan adalah perlu mendengar kedua sisi dengan menjadi
pendengar yang berempati. Target tahap ini adalah terkumpulnya data dari seluruh pengambil
keputusan, dengan bantuan pertanyaan yaitu :
5. Perencanaan
Untuk merencanakan dengan tepat dan berhasil, setiap orang yang terlibat dalam pengambilan
keputusan harus masuk dalam proses. Thomson and Thomson (1985) mendaftarkan 3 (tiga) hal yang
sangat spesifik namun terintegrasi dalam perencanaan, yaitu:
2.1.2.2 Implementasi
Selama implementasi, klien/keluarganya yang menjadi pengambil keputusan beserta anggota tim
kesehatan terlibat mencari kesepakatan putusan yang dapat diterima dan saling menguntungkan.
Harus terjadi komunikasi terbuka dan kadang diperlukan bernegosiasi. Peran Bidan selama
implementasi adalah menjaga agar komunikasi tak memburuk, karena dilema etis sering kali
menimbulkan efek emosional seperti rasa bersalah, sedih/berduka, marah, dan emosi kuat yang lain.
Pengaruh perasaan ini dapat menyebabkan kegagalan komunikasi pada para pengambil keputusan.
Bidan harus ingat “Saya disini untuk melakukan yang terbaik bagi klien”.
Bidan harus menyadari bahwa dalam dilema etik tak selalu ada 2 (dua) alternatif yang menarik,
tetapi kadang terdapat alternatif tak menarik, bahkan tak mengenakkan. Sekali tercapai
kesepakatan, pengambil keputusan harus menjalankannya. Kadang kala kesepakatan tak tercapai
karena semua pihak tak dapat didamaikan dari konflik sistem dan nilai. Atau lain waktu, Bidan tak
dapat menangkap perhatian utama klien. Sering kali klien/keluarga mengajukan permintaan yang
sulit dipenuhi, dan di dalam situasi lain permintaan klien dapat dihormati.
2.1.2.3 Evaluasi
Tujuan dari evaluasi adalah terselesaikannya dilema etis seperti yang ditentukan sebagai outcome-
nya. Perubahan status klien, kemungkinan treatment medik, dan fakta sosial dapat dipakai untuk
mengevaluasi ulang situasi dan akibat treatment perlu untuk dirubah. Komunikasi diantara para
pengambil keputusan masih harus dipelihara.
Dilema etik yang sering ditemukan dalam praktek kebidanan dapat bersifat personal ataupun
profesional. Dilema menjadi sulit dipecahkan bila memerlukan pemilihan keputusan tepat diantara
dua atau lebih prinsip etis. Sebagai tenaga profesional perawat kadang sulit karena keputusan yang
akan diambil keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan. Pada saat berhadapan dengan
dilema etis juga terdapat dampak emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan takut saat proses
pengambilan keputusan rasional yang harus dihadapi, ini membutuhkan kemampuan interaksi dan
komunikasi yang baik dari seorang perawat.
Masalah pengambilan keputusan dalam pemberian transplantasi ginjal juga sering menimbulkan
dilema etis karena sangat berhubungan dengan hak asasi manusia, pertimbangan tingkat
keberhasilan tindakan dan keterbatasan sumber-sumber organ tubuh yang dapat didonorkan
kepada orang lain sehingga memerlukan pertimbangan yang matang. Oleh karena itu sebagai
perawat yang berperan sebagai konselor dan pendamping harus dapat meyakinkan klien bahwa
keputusan akhir dari komite merupakan keputusan yang terbaik.
Menurut Jhon M. Echols dalam kamus bahasa inggris indonesia tahun 2003 Informed berarti telah
diberitahukan, telah disampaikan, telah di informasikan. Sedangkan Choice berarti pilihan. Dengan
demikian secara umum Infrmed Choice dapat diartikan memberitahukan atau menjelaskan pilihan-
pilihan yang ada pada klien.
Tujuannya adalah untuk mendorong wanita memilih asuhannya, peran bidan tidak hanya membuat
asuhan dalam menejemen asuhan kebidanan tetapi juga menjamin bahwa hak wanita untuk memilih
asuhan dan keinginannya terpenuhi.
Menurut kode etik bidan internasional tahun 1993, ”bidan harus menghormati hak informed choice
ibu dan meningkatkan penerimaan ibu tentang pilihan dalam asuhan dan tanggung jawabnya
tentang hasil dari pilihannya”
Informasi yang diberikan kepada ibu, tentang pemahaman resiko, manfaat, keuntungan, dan
kemungkinan hasil dari tiap pilihannya. Tetapi sebagian besar wanita masih sulit untuk membuat
keputusan karena alasan social, ekonomi, kurangnya pendidikan, dan pemahaman masalah
kesehatan. Kesulitan bahasa, dan pehamanan sistem kesehatan yang tersedia dan lain-lain.
1. Informed Choice bukan sekedar mengetahui berbagai pilihan yang ada, namun juga mengerti
benar manfaat dan resiko dari setiap pilihan yang ditawarkan.
2. Informed choice tidak sama dengan membujuk atau memaksa klien mengambil keputusan
yang menurut orang lain baik (meskipun dilakukan dengan cara halus)
Menurut Jusuf Hanafiah (1999) Informed consent adalah persetujuan yang diberikan pasien kepada
dokter setelah diberikan penjelasan. Hal ini dilakukan setiap melakukan tindakan medis sekecil
apapun tindakan tersebut. Menurut
2. Express consent yaitu persetujuan yang dinyatakan dalam bentuk tulisan atau ferbal.
1. Dalam keadaan gawat darurat (emergensi), dimana dokter harus segera bertindak untuk
menyelamatkan jiwa.
2. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi dirinya. Ini
tercantum dalam Permenkes No.290/ Menkes/ Per/ III/ 2008.
Menurut Culver and Gert, ada 4 komponen yang harus dipahami pada suatu consent/persetujuan :
1. Sukarela (voluntariness)
2. Informasi (information)
3. Kompetensi (competence)
4. Keputusan (decision)
2. Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai penerima jasa asuhan kebidanan,
yang memberikan gambaran pemahaman masalah yang sesungguhnya dan merupakan aspek
otonomi pribadi menentukan ‘pilihannya sendiri’
Agar pilihan dapat dipeluas dan menghindari konflik, maka yang harus dilakukan adalah:
1. Memberi informasi yang lengkap pada ibu, informasi yang jujur, tidak bias, dan dapat
dipahami oleh ibu, menggunakan alternatif media ataupun yang lain, sebaiknya tatap muka.
2. Bidan dan tenaga kesehatan lain perlu belajar untuk membantu ibu menggunakan haknya dan
menerima tanggung jawab keputusan yang diambil. Hal ini dapat diterima secara etika dan
menjamin bahwa tenaga kesehatan sudah memberikan asuhan yang terbaik dan memastikan ibu
sudah diberikan informasi yang lengkap tentang dampak dari keputusan mereka.
4. Menjaga fokus asuhan pada ibu dan evidencebased, diharapkan konflik dapat ditekan
serendah mungkin.
5. Tidak perlu takut akan konflik tetapi menganggapnya sebagai sesuatu kesempatan untuk
saling memberi, dan mungkin suatu penilaian ulang yang objektif, bermitra dengan wanita dari
sistem asuhan dan tekanan positif pada perubahan.
Beberapa jenis pelayanan kebidanan yang dapat diplih oleh pasien, antara lain:
2. Tempat melahirkan
7. Pemakaian analgesia
8. Episiotomi
9. Pemecahan ketuban
10. Penolong persalinan
13. Metode kontrasepsi
1. Informed Consent
2. Negosiasi
3. Persuasi
4. Komite Etik
Latar belakang diperlukannya informed consent adalah karena tindakan medik yang dilakukan bidan,
hasilnya penuh dengan ketidak pastian dan unpredictable (tidak dapat diperhitungkan secara
matematik), sebab dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berada di luar kekuasaan bidan, seperti
perdarahan post partum, shock, asfiksia neonatorum.
Menurut Dr.H.J.J Leenen, bahwa isi dari informasi adalah diagnosa, terapi, tentang cara kerja, resiko,
kemungkinan perasaan sakit, keuntungan terapi, dan prognosa. Yang berhak memberikan
persetujuan adalah mereka yang dalam keadaan sadar dan sehat mental, telah berumur 21 tahun
atau telah menikah, bagi mereka yang telah berusia lebih dari 21 tahun tetapi dibawah pengampuan
maka persetujuan diberikan oleh wali. Ibu hamil yang telah melangsungkan perkawinan, berarapun
umurnya, menurut hukum adalah dewasa (cakap), berhak mendapat informasi.
Hak atas persetujuan bilamana ada pertentangan dengan suami maka pendapat ibu hamil yang
diturut karena yang memebrikan persetujuan adalah ibu hamil sendiri, mengingat akan hak atas alat
reproduksi.
Pernyataan dalam informed consent menyatakan kehendak kedua belah pihak, yaitu pasien
menyatakan setuju atas tindakan yang dilakukan bidan dan formulir persetujuan itu ditandatangani
oleh kedua belah pihak, maka persetujuan kedua belah pihak saling mengikat dan tidak dapat
dibatalkan oleh salah satu pihak. Ia hanya dapat dipergunakan sebagai bukti tertulis akan adanya izin
atau persetujuan dari pasien terhadap tindakan yang dilakukan.
Bilamana ada formulir yang ditandatangani pasien atau wali pada umumnya berbunyi segala akibat
dari tindakan akan menjadi tanggung jawab bidan atau rumah bersalin. Rumusan tersebut secara
hukum tidak mempunyai kekuatan hukum, mengingat seseorang tidak dapat membebaskan diri dari
tanggung jawabnya atas kesalahan yang belum dibuat.
Rahasia pribadi yang diberitahu oleh ibu hamil adalah rahasia yang harus dipegang teguh dan
dirahasiakan bahkan sampai yang bersangkutan meninggal dunia. Hukuman membuka rahasia
jabatan diatur dalam KUHP BAB XVII pasal 322 tentang membuka rahasia.
b. tidak melakukan intervensi melainkan membantu pasien bila diminta atau dibutuhkan
c. bidan menggali keinginan pasien baik secara subjektif atau hasil pemikiran rasional
1. Adanya kata sepakat, sepakat dari pihak tanpa paksaan, tipuan maupun kekeliruan. Dalam hal
perjanjian antara bidan dan pasien, kata sepakat harus diperoleh dari pihak bidan dan pasien setelah
terlebih dahulu bidan memberikan informasi kepada pasien sejelas-jelasnya.
2. Kecakapan, artinya bahwa seseorang memiliki kecakapan memberikan persetujuan, jika orang
tersebut mampu melakukan tindakan hukum, dewasa, dan tidak gila
3. Suatu hal tertentu, objek dalam persetujuan antara bidan dan pasien harus disebutkan
dengan jelas dan terperinci. Misalnya dalam persetujuan ditulis dengan jelas identitas pasien
meliputi: nama, jenis kelamin, alamat, suami atau wali. Kemudian yang terpenting harus dilampirkan
identitas yang memberikan persetujuan
4. Suatu sebab yang halal, maksudnya adalah isi persetujuan tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang, tata tertib, kesusilaan, norma dan hukum.
Untuk memahami informed consent, maka digambarkan urutan pelaksanaannya pada bagan alir
sebagai berikut:
PASIEN
BIDAN
INFORMASI
CHOICE/PILIHAN
KEPUTUSAN
CONSENT (PERSETUJUAN)
REFUSAL (MENOLAK)
TINDAKAN PERSALINAN
Alamat ................................................
PERSALINAN
Nomor: ..............
Nama : ........................................................
Pekerjaan : ........................................................
Selaku individu yang meminta bantuan pada fasilitas kesehatan ini, bersama ini saya
menyatakan kesediaanya untuk dilakukan tindakan dan prosedur pertolongan persalinan pada diri
saya.
Apabila dalam keadaan dimana saya tidak mampu untuk memperoleh penjelasan dan
memberi persetujuan maka saya menyerahkan mandat kepada suami atau wali saya, yaitu:
Nama : ........................................................
Alamat : ........................................................
Pekerjaan : ........................................................
Demikian surat persetujuan ini saya buat tanpa paksaaan dari pihak manapun dan agar dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.
........................, .......................
Yang memberi
Bidan, Persetujuan pasien
(...............................) (.............................................)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Istilah atau kata etika sering kita dengar, baik di ruang kuliah maupun dalam kehidupan sehari-hari
tidak hanya dalam segi keprofesian tertentu, tetapi menjadi kata-kata umum yang sering digunakan,
termasuk diluar kalangan cendekiawan. Dalam profesi bidan “etika” lebih dimengerti sebagai filsafat
moral. Berdasarkan pembahasan diatas kita telah mengetahui etika serta nilai dalam profesi
kebidanan. Dengan kita mengetahui nilai etika kebidanan maka dalam penyerapan dan
pembentukan nilai oleh tenaga bidan dapat dilakukan dengan tepat dan tidak melenceng dari nilai
serta kode etik kebidanan
3.2 Saran
Diharapkan tenaga bidan memahami tentang apa itu etika kebidanan sehingga dengan mudah
menyerap dan membetuk nilai etika kebidanan. Sehingga pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat tidak mengecewakan dan tidak ada pihak yang dirugikan
DAFTAR PUSTAKA
- IBI. 2005. ETIKA DAN KODE ETIK BIDAN DI INDONESIA, Jakarta : Gramedia
- Reni Heryani, SST, SKM, M.Biomed. 2016. BUKU AJAR ETIKOLEGAL DALAM PRAKTIK KEBIDANAN
UNTUK MAHASISWA KEBIDANAN EDISI REVISI, Jakarta Timur : TIM
- Santi Susanti, S.SiT, M.Kes. 2010. ETIKOLEGAL DALAM PRAKTIK KEBIDANAN, Jakarta Timur : TIM