PENDAHULUAN
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Agama/ kepercayaan
Di rumah sakit pastinya perawat akan bertemu dengan klien dari berbagai
jenis agama/ kepercayaan. Perbedaan ini nantinya dapat membuat perawat dan
klien memiliki cara pandang yang berbeda dalam menyelesaikan masalah.
3
a. Berkata jujur atau tidak
Terkadang muncul masalah-masalah yang sulit untuk dikatakan kepada
klien mengingat kondisi klien. Tetapi perawat harus mampu mengatakan
kepada klien tentang masalah kesehatan klien.
b. Kepercayaan klien
Rasa percaya harus dibina antara perawat dengan klien.tujuannya adalah
untuk mempercepat proses penyembuhan klien.
c. Membagi perhatian
Perawat juga harus memberikan perhatiannya kepada klien.tetapi perawat
harus memperhatikan tingkat kebutuhan klien.keadaan darurat harus
diutamakan terlebih dahulu. Tidak boleh memandang dari sisi faktor
ekonomi sosial,suku, budaya ataupun agama.
d. Pemberian informasi kepada klien
Perawat berperan memberikan informasi kepada klien baik itu tentang
kesehatan klien, biaya pengobatan dan juga tindak lanjut pengobatan
3. Hubungan perawat dengan dokter
a. Perbedaan pandangan dalam pemberian praktik pengobatan
b. Terjadi ketidaksetujuan tentang siapa yang berhak melakukan praktik
4. Pengambilan keputusan
Dalam pengambilan keputusan yang etis, seorang perawat tergantung pada
pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Terkadang saat berhadapan
dengan dilema etik terdapat juga dampak emosional seperti rasa marah, frustrasi,
dan takut saat proses pengambilan keputusan rasional yang harus dihadapi.
Dalam hal ini dibutuhkan kemampuan interaksi dan komunikasi yang baik dari
seorang perawat.
B. Prinsip moral dalam menyelesaiakan dilema etik keperawatan
1. Otonomi
Otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan
memutuskan. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan
membuat keputusan sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau
pilihan yang dihargai.
2. Keadilan
4
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang
lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan.
3. Kejujuran
Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan
kebenaran. mengatakan yang sebenarnya kepada pasien tentang segala sesuatu
yang berhubungan dengan keadaan dirinya salama menjalani perawatan.
4. Kerahasiaan
Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah informasi klien dijaga privasinya.
Yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca
dalam rangka pengobatan klien. Tak seorangpun dapat memperoleh
informasi kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuannya.
Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikannya pada teman atau
keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus dicegah.
Dilema etika juga merupakan situasi yang dihadapi seseorang dimana keputusan
mengenai perilaku yang layak harus di buat. (Arens dan Loebbecke, 1991: 77). Untuk
itu diperlukan pengambilan keputusan untuk menghadapi dilema etika tersebut.
5
Enam pendekatan dapat dilakukan orang yang sedang menghadapi dilema
tersebut, yaitu:
Pada dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan dapat
menimbulkan stress pada perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi
banyak rintangan untuk melakukannya. Dilema etik biasa timbul akibat nilai-nilai
perawat, klien atau lingkungan tidak lagi menjadi kohesif sehingga timbul
pertentangan dalam mengambil keputusan. Menurut Thompson & Thompson (1981
) dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang
memuaskan atau situasi dimana alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan
sebanding.
Kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh para ahli dan pada
dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan / Pemecahan masalah
secara ilmiah, antara lain:
6
2. Kerangka pemecahan dilema etik (kozier & erb, 2004 )
a. Mengembangkan data dasar.
Untuk melakukan ini perawat memerukan pengumpulan informasi sebanyak
mungkin meliputi :
(1) Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan bagaimana keterlibatannya
(2) Apa tindakan yang diusulkan
(3) Apa maksud dari tindakan yang diusulkan
(4) Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan yang
diusulkan.
b. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut.
c. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan
dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut.
d. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil
keputusan yang tepat
e. Mengidentifikasi kewajiban perawat
f. Membuat keputusan
3. Model Murphy dan Murphy
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan
b. Mengidentifikasi masalah etik
c. Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
d. Mengidentifikasi peran perawat
e. Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin
dilaksanakan
f. Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap alternatif
keputusan
g. Memberi keputusan
h. Mempertimbangkan bagaimanan keputusan tersebut hingga sesuai dengan
falsafah umum untuk perawatan klien
i. Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan
menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan
berikutnya.
4. Langkah-langkah menurut Purtilo dan Cassel ( 1981)
Purtilo dan cassel menyarankan 4 langkah dalam membuat keputusan etik
7
a. Mengumpulkan data yang relevan
b. Mengidentifikasi dilema
c. Memutuskan apa yang harus dilakukan
d. Melengkapi tindakan
5. Langkah-langkah menurut Thompson & Thompson ( 1981)
a. Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan yang
diperlukan, komponen etis dan petunjuk individual
b. Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi situasi
c. Mengidentifikasi Issue etik
d. Menentukan posisi moral pribadi dan professional
e. Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang terkait.
f. Mengidentifikasi konflik nilai yang ada
8
apakah ia akan mengatakan hal ini secara terbuka atau diam, karena diancam akan
dibuka rahasia yang dimilikinya bila melaporkan hal tersebut pada orang lain.
4. Keinginan terhadap pengetahuan yang bertentangan dengan falsafah agama,
politik, ekonomi dan ideologi
Contoh masalahnya : seorang pasien yang memilih penghapusan dosa daripada
berobat ke dokter.
5. Terapi ilmiah konvensional melawan terapi tidak ilmiah dan coba-coba
Contoh masalahnya : di Irian Jaya, sebagian masyarakat melakukan tindakan
untuk mengatasi nyeri dengan daun-daun yang sifatnya gatal. Mereka percaya
bahwa pada daun tersebut terdapat miang yang dapat melekat dan menghilangkan
rasa nyeri bila dipukul-pukulkan dibagian tubuh yang sakit.
9
2. Menghadapi penolakan pasien terhadap Tindakan keperawatan atau
pengobatan
Masalah ini sering juga terjadi, apalagi pada saat ini banyak bentuk-bentuk
pengobatan sebagai alternative tindakan. Dan berkembangnya tehnologi yang
memungkinkan orang untuk mencari jalan sesuai dengan kondisinya. Penolakan
pasien menerima pengobatan dapat saja terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa
factor, seperti pengetahuan, tuntutan untuk dapat sembuh cepat, keuangan, social
dan lain-lain.
Penolakan atas pengobatan dan tindakan asuhan keperawatan merupakan hak
pasien dan merupakan hak outonmy pasien, pasien berhak memilih, menolak
segala bentuk tindakan yang mereka anggap tidak sesuai dengan dirinnya, yang
perlu dilakukan oleh perawat adalah menfasilitasi kondisi ini sehingga tidak
terjadi konflik sehingga menimbulkan masalah-masalah lain yang lebih tidak
etis.
3. Masalah antara peran merawat dan mengobati
Berbagai teori telah dijelaskan bahwa secara formal peran perawat adalah
memberikan asuhan keperawatan, tetapi dengan adanya berbagai factor sering
kali peran ini menjadai kabur dengan peran mengobati. Masalah antara peran
sebagai perawat yang memberikan asuhan keperawatan dan sebagai tenaga
kesehatan yang melakuka pengobatan banyak terjadi di Indonesia, terutama oleh
perawat yang ada didaerah perifer (puskesmas) sebagai ujung tombak pelayanan
kesehatan kepada masyarakat.
Dari hasil penelitian, Sciortio (1992) menyatakan bahwa pertentangan antara
peran formal perawat dan pada kenyataan dilapangan sering timbul dan ini
bukan saja masalah Nasional seperti di Indonesia, tetapi juga terjadi di Negara-
negara lain.Walaupun tidak diketahui oleh pemerintah, pertentangan ini
mempunyai implikasi besar. Antara pengetahuan perawat yang berhubungan
dengan asuhan keperawatan yang kurang dan juga kurang aturan-aturan yang
jelas sebagai bentuk perlindungan hukum para pelaku asuhan keperawatan hal
inisemakin tidak jelas penyelesaiannya.
10
4. Berkata Jujur atau Tidak jujur
Didalam memberikan asuhan keperawatan langsung sering kali perawat tidak
merasa bahwa, saat itu perawat berkata tidak jujur. Padahal yang dilakukan
perawat adalah benar (jujur) sesuai kaedah asuhan keperawatan.
Sebagai contoh: sering terjadi pada pasien yang terminal, saat perawat ditanya
oleh pasien berkaitan dengan kondisinya, perawat sering menjawab “tidak apa-
apa ibu/bapak, bapak/ibu akan baik, suntikan ini tidak sakit”. Dengan bermaksud
untuk menyenangkan pasien karena tidak mau pasiennya sedih karena
kondisinya dan tidak mau pasien takut akan suntikan yang diberikan, tetapi
didalam kondisi tersebut perawat telah mengalami dilema etik. Bila perawat
berkata jujur akan membuat sedih dan menurunkan motivasi pasien dan bila
berkata tidak jujur, perawat melanggar hak pasien.
5. Tanggung jawab terhadap peralatan dan barang
Dalam bahasa Indonesia dikenal istilah menguntil atau pilfering, yang berarti
mencuri barang-barang sepele/kecil. Sebagai contoh: ada pasien yang sudah
meninggal dan setalah pasien meninggal ada barang-barang berupa obat-obatan
sisa yang belum dipakai pasien, perawat dengan seenaknya membereskan obat-
obatan tersebut dan memasukan dalam inventarisasi ruangan tanpa seijin
keluarga pasien.
Hal ini sering terjadi karena perawat merasa obat-obatan tersebut tidak ada
artinya bagi pasien, memang benar tidak artinya bagi pasien tetapi bagi keluarga
kemungkinan hal itu lain. Yang penting pada kondisi ini adalah komunikasi dan
informai yang jelas terhadap keluarga pasien dan ijin dari keluarga pasien itu
merupakan hal yang sangat penting, Karena walaupun bagaimana keluarga harus
tahu secara pasti untuk apa obat itu diambil.
Perawat harus dapat memberikan penjelasan pada keluarga dan orang lain
bahwa menggambil barang yang seperti kejadian diatas tidak etis dan tidak
dibenarkan karena setiap tenaga kesehatan mempunyai tanggung jawab terhadap
peralatan dan barang ditempat kerja.
1) Malpraktek
11
Balck’s law dictionary mendefinisikan malpraktek sebagai ” kesalahan
profesional atau kurangnya keterampilan tidak masuk akal "kegagalan atau
satu layanan render profesional untuk melatih bahwa tingkat keterampilan
dan pembelajaran umum diterapkan dalam semua keadaan masyarakat oleh
anggota terkemuka rata bijaksana profesi dengan hasil dari cedera, kerugian
atau kerusakan kepada penerima layanan tersebut atau mereka yang berhak
untuk bergantung pada mereka ".
Bila dilihat dari definisi diatas maka malpraktek dapat terjadi karena
tindakan yang disengaja (intentional) seperti pada misconduct tertentu,
tindakan kelalaian (negligence), ataupun suatu kekurang-
mahiran/ketidakkompetenan yang tidak beralasan (Sampurno, 2005).
Malpraktek dapat dilakukan oleh profesi apa saja, tidak hanya dokter,
perawat. Profesional perbankan dan akutansi adalah beberapa profesi yang
dapat melakukan malpraktek.
2) Neglience (Kelalaian)
Kelalaian adalah segala tindakan yang dilakukan dan dapat melanggar
standar sehingga mengakibatkan cidera/kerugian orang lain (Sampurno,
2005).
Negligence, dapat berupa Omission (kelalaian untuk melakukan
sesuatu yang seharusnya dilakukan) atau Commission (melakukan sesuatu
secara tidak hati-hati). (Tonia, 1994).
Dapat disimpulkan bahwa kelalaian adalah melakukan sesuatu yang
harusnya dilakukan pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak dilakukan atau
melakukan tindakan dibawah standar yang telah ditentukan. Kelalaian
praktek keperawatan adalah seorang perawat tidak mempergunakan tingkat
ketrampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan yang lazim dipergunakan
dalam merawat pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan
yang sama.
a. Jenis-jenis kelalaian
Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005), sebagai berikut:
1. Malfeasance : yaitu melakukan tindakan yang menlanggar hukum
atau tidak tepat/layak. Misal: melakukan tindakan keperawatan tanpa
indikasi yang memadai/tepat.
12
2. Misfeasance : yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang
tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat. Misal: melakukan
tindakan keperawatan dengan menyalahi prosedur
3. Nonfeasance : Adalah tidak melakukan tindakan keperawatan yang
merupakan kewajibannya. Misal: Pasien seharusnya dipasang
pengaman tempat tidur tapi tidak dilakukan. Sampurno (2005),
menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau sikap tenaga kesehatan
dianggap lalai, bila memenuhi empat (4) unsur, yaitu:
(a) Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan
atau untuk tidak melakukan tindakan tertentu terhadap pasien
tertentu pada situasi dan kondisi tertentu.
(b) Dereliction of the duty ataupenyimpanagan kewajiban.
(c) Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh
pasien sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan yang
diberikan oleh pemberi pelayanan.
(d) Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata,
dalam hal ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara
penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang setidaknya
menurunkan “Proximate cause”.
b. Dampak Kelalaian
Kelalaian yang dilakukan oleh perawat akan memberikan dampak yang
luas, tidak saja kepada pasien dan keluarganya, juga kepada pihak Rumah
Sakit, Individu perawat pelaku kelalaian dan terhadap profesi. Selain
gugatan pidana, juga dapat berupa gugatan perdata dalam bentuk ganti
rugi. (Sampurna, 2005).
Bila dilihat dari segi etika praktek keperawatan, bahwa kelalaian
merupakan bentuk dari pelanggaran dasar moral praktek keperawatan
baik bersifat pelanggaran autonomy, justice, nonmalefence, dan lainnya.
(Kozier, 1991) dan penyelesainnya dengan menggunakan dilema etik.
Sedangkan dari segi hukum pelanggaran ini dapat ditujukan bagi pelaku
baik secara individu dan profesi dan juga institusi penyelenggara
pelayanan praktek keperawatan, dan bila ini terjadi kelalaian dapat
13
digolongan perbuatan pidana dan perdata (pasal 339, 360 dan 361
KUHP).
3) Liability (Liabilitas)
Liabilitas adalah tanggungan yang dimiliki oleh seseorang terhadap
setiap tindakan atau kegagalan melakukan tindakan. Perawat profesional,
seperti halnya tenaga kesehatan lain mempunyai tanggung jawab terhadap
setiap bahaya yang timbulkan dari kesalahan tindakannya. Tanggungan yang
dibebankan perawat dapat berasal dari kesalahan yang dilakukan oleh
perawat baik berupa tindakan kriminal kecerobohan dan kelalaian.
15
Dari Segi Langkah Penyelesaian:
3. Strategi : dengan melakukan
Srategi dan a. Mengkaji situasi
rounde ( Bioetics Rounds )
Penyelesaian b. Mendiagnosa masalah etik
yang melibatkan perawat
Ma salah moral
dengan dokter. Rounde ini
c. Membuat tujuan dan
tidak difokuskan untuk
rencana pemecahan
menyelesaikan masalah etis
d. Melaksanakan rencana
tetapi untuk melakukan diskusi
e. Mengevaluasi hasil
secara terbuka tentang
Dengan prinsip dan metode:
kemungkinan terdapat
a. otonomi
permasalahan etis.
b. Keadilan
c. Kejujuran Metode Pendekatan:
16
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
3.1 KASUS
Suatu hari ada seorang bapak-bapak dibawa oleh keluarganya ke salah satu Rumah Sakit di
kota Surakarta dengan gejala demam dan diare kurang lebih selama 6 hari. Selain itu bapak-
bapak tersebut (Tn. A) menderita sariawan sudah 3 bulan tidak sembuh-sembuh, dan berat
badannya turun secara berangsur-angsur. Semula Tn. A badannya gemuk tapi 3 bulan terakhir
ini badannya kurus dan telah turun 10 Kg dari berat badan semula. Tn. A ini merupakan
seorang sopir truk yang sering pergi keluar kota karena tuntutan kerjaan bahkan jarang
pulang, kadang-kadang 2 minggu sekali bahkan sebulan sekali.
Tn. A masuk UGD kemudian dari dokter untuk diopname di ruang penyakit dalam karena
kondisi Tn. A yang sudah sangat lemas. Keesokan harinya dokter yang menangani Tn. A
melakukan visit kepada Tn. A, dan memberikan advice kepada perawatnya untuk dilakukan
pemeriksaan laboratorium dengan mengambil sampel darahnya. Tn. A yang ingin tahu sekali
tentang penyakitnya meminta perawat tersebut untuk segera memberi tahu penyakitnya
setelah didapatkan hasil pemeriksaan. Sore harinya pukul 16.00 WIB hasil pemeriksaan telah
diterima oleh perawat tersebut dan telah dibaca oleh dokternya. Hasilnya mengatakan bahwa
Tn. A positif terjangkit penyakit HIV/AIDS. Kemudian perawat tersebut memanggil keluarga
Tn. A untuk menghadap dokter yang menangani Tn. A. Bersama dokter dan seijin dokter
tersebut, perawat menjelaskan tentang kondisi pasien dan penyakitnya. Keluarga terlihat
kaget dan bingung. Keluarga meminta kepada dokter terutama perawat untuk tidak
memberitahukan penyakitnya ini kepada Tn. A. Keluarga takut Tn. A akan frustasi, tidak
mau menerima kondisinya dan dikucilkan dari masyarakat.
Perawat tersebut mengalami dilema etik dimana satu sisi dia harus memenuhi permintaan
keluarga namun di sisi lain perawat tersebut harus memberitahukan kondisi yang dialami oleh
Tn. A karena itu merupakan hak pasien untuk mendapatkan informasi.
17
Kasus diatas menjadi suatu dilema etik bagi perawat dimana dilema etik itu
didefinisikan sebagai suatu masalah yang melibatkan dua ( atau lebih ) landasan moral
suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan suatu kondisi
dimana setiap alternatif tindakan memiliki landasan moral atau prinsip. Pada dilema
etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan dapat menimbulkan
kebingungan pada tim medis yang dalam konteks kasus ini khususnya pada perawat
karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk
melakukannya. Menurut Thompson & Thompson (1981) dilema etik merupakan suatu
masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau situasi dimana
alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan sebanding. Untuk membuat
keputusan yang etis, seorang perawat harus bisa berpikir rasional dan bukan
emosional.
Perawat tersebut berusaha untuk memberikan pelayanan keperawatan yang
sesuai dengan etika dan legal yaitu dia menghargai keputusan yang dibuat oleh pasien
dan keluarga. Selain itu dia juga harus melaksanakan kewajibannya sebagai perawat
dalam memenuhi hak-hak pasien salah satunya adalah memberikan informasi yang
dibutuhkan pasien atau informasi tentang kondisi dan penyakitnya. Hal ini sesuai
dengan salah satu hak pasien dalam pelayanan kesehatan menurut American Hospital
Assosiation dalam Bill of Rights. Memberikan informasi kepada pasien merupakan
suatu bentuk interaksi antara pasien dan tenaga kesehatan. Sifat hubungan ini penting
karena merupakan faktor utama dalam menentukan hasil pelayanan kesehatan.
Keputusan keluarga pasien yang berlawanan dengan keinginan pasien tersebut maka
perawat harus memikirkan alternatif-alternatif atau solusi untuk mengatasi
permasalahan tersebut dengan berbagai konsekuensi dari masing-masing alternatif
tindakan.
Dalam pandangan Etika penting sekali memahami tugas perawat agar mampu
memahami tanggung jawabnya. Perawat perlu memahami konsep kebutuhan dasar
manusia dan bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan dasar tersebut tidak
hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan fisiknya atau psikologisnya saja, tetapi
semua aspek menjadi tanggung jawab perawat. Etika perawat melandasi perawat
dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut. Dalam pandangan etika keperawatan,
perawat memilki tanggung jawab (responsibility) terhadap tugas-tugasnya.
18
Penyelesaian kasus dilema etik seperti ini diperlukan strategi untuk
mengatasinya karena tidak menutup kemungkinan akan terjadi perbedaan pendapat
antar tim medis yang terlibat termasuk dengan pihak keluarga pasien. Jika perbedaan
pendapat ini terus berlanjut maka akan timbul masalah komunikasi dan kerjasama
antar tim medis menjadi tidak optimal. Hal ini jelas akan membawa dampak
ketidaknyamanan pasien dalam mendapatkan pelayanan keperawatan. Berbagai model
pendekatan bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah dilema etik ini antara lain
model dari Megan, Kozier dan Erb, model Murphy dan Murphy, model Levine-ariff
dan Gron, model Curtin, model Purtilo dan Cassel, dan model Thompson dan
thompson.
Berdasarkan pendekatan model Megan, maka kasus dilema etik perawat yang
merawat Tn. A ini dapat dibentuk kerangka penyelesaian sebagai berikut :
1. Mengkaji situasi
Dalam hal ini perawat harus bisa melihat situasi, mengidentifikasi masalah/situasi
dan menganalisa situasi. Dari kasus diatas dapat ditemukan permasalahan atau
situasi sebagai berikut :
a. Tn. A menggunakan haknya sebagai pasien untuk mengetahui penyakit yang
dideritanya sekarang sehingga Tn. A meminta perawat tersebut memberikan
informasi tentang hasil pemeriksaan kepadanya.
b. Rasa kasih sayang keluarga Tn. A terhadap Tn. A membuat keluarganya
berniat menyembunyikan informasi tentang hasil pemeriksaan tersebut dan
meminta perawat untuk tidak menginformasikannya kepada Tn. A dengan
pertimbangan keluarga takut jika Tn. A akan frustasi tidak bisa menerima
kondisinya sekarang
c. Perawat merasa bingung dan dilema dihadapkan pada dua pilihan dimana
dia harus memenuhi permintaan keluarga, tapi disisi lain dia juga harus
memenuhi haknya pasien untuk memperoleh informasi tentang hasil
pemeriksaan atau kondisinya.
2. Mendiagnosa Masalah Etik Moral
Berdasarkan kasus dan analisa situasi diatas maka bisa menimbulkan
permasalahan etik moral jika perawat tersebut tidak memberikan informasi kepada
Tn. A terkait dengan penyakitnya karena itu merupakan hak pasien untuk
mendapatkan informasi tentang kondisi pasien termasuk penyakitnya.
19
3. Membuat Tujuan dan Rencana Pemecahan
Alternatif-alternatif rencana harus dipikirkan dan direncanakan oleh perawat
bersama tim medis yang lain dalam mengatasi permasalahan dilema etik seperti
ini. Adapun alternatif rencana yang bisa dilakukan antara lain :
a. Perawat akan melakukan kegiatan seperti biasa tanpa memberikan
informasi hasil pemeriksaan/penyakit Tn. A kepada Tn. A saat itu juga,
tetapi memilih waktu yang tepat ketika kondisi pasien dan situasinya
mendukung.
Hal ini bertujuan supaya Tn. A tidak panic yang berlebihan ketika
mendapatkan informasi seperti itu karena sebelumnya telah dilakukan
pendekatan-pendekatan oleh perawat. Selain itu untuk alternatif rencana
ini diperlukan juga suatu bentuk motivasi/support sistem yang kuat dari
keluarga. Keluarga harus tetap menemani Tn. A tanpa ada sedikitpun
perilaku dari keluarga yang menunjukkan denial ataupun perilaku
menghindar dari Tn. A. Dengan demikian diharapkan secara perlahan,
Tn. A akan merasa nyaman dengan support yang ada sehingga perawat
dan tim medis akan menginformasikan kondisi yang sebenarnya.
Ketika jalannya proses sebelum diputuskan untuk memberitahu Tn. A
tentang kondisinya dan ternyata Tn. A menanyakan kondisinya ulang,
maka perawat tersebut bisa menjelaskan bahwa hasil pemeriksaannya
masih dalam proses tim medis.
Alternatif ini tetap memiliki kelemahan yaitu perawat tidak segera
memberikan informasi yang dibutuhkan Tn. A dan tidak jujur saat itu
walaupun pada akhirnya perawat tersebut akan menginformasikan yang
sebenarnya jika situasinya sudah tepat. Ketidakjujuran merupakan suatu
bentuk pelanggaran kode etik keperawatan.
b. Perawat akan melakukan tanggung jawabnya sebagai perawat dalam
memenuhi hak-hak pasien terutama hak Tn. A untuk mengetahui
penyakitnya, sehingga ketika hasil pemeriksaan sudah ada dan sudah
didiskusikan dengan tim medis maka perawat akan langsung
menginformasikan kondisi Tn. A tersebut atas seijin dokter.
Alternatif ini bertujuan supaya Tn. A merasa dihargai dan dihormati
haknya sebagai pasien serta perawat tetap tidak melanggar etika
20
keperawatan. Hal ini juga dapat berdampak pada psikologisnya dan
proses penyembuhannya. Misalnya ketika Tn. A secara lambat laun
mengetahui penyakitnya sendiri atau tahu dari anggota keluarga yang
membocorkan informasi, maka Tn. A akan beranggapan bahwa tim
medis terutama perawat dan keluarganya sendiri berbohong kepadanya.
Dia bisa beranggapan merasa tidak dihargai lagi atau berpikiran bahwa
perawat dan keluarganya merahasiakannya karena ODHA (Orang
Dengan HIV/AIDS) merupakan “aib” yang dapat mempermalukan
keluarga dan Rumah Sakit. Kondisi seperti inilah yang mengguncangkan
psikis Tn. A nantinya yang akhirnya bisa memperburuk keadaan Tn. A.
Sehingga pemberian informasi secara langsung dan jujur kepada Tn. A
perlu dilakukan untuk menghindari hal tersebut.
21
Denial atau penolakan adalah sesuatu yang wajar ketika
seseorang sedang mendapatkan permasalahan yang membuat dia
tidak nyaman. Perawat harus tetap melakukan pendekatan-
pendekatan secara psikis untuk memotivasi Tn. A. Perawat juga
meminta keluarga untuk tetap memberikan support sistemnya dan
tidak menunjukkan perilaku mengucilkan Tn. A tersebut. Hal ini
perlu proses adaptasi sehingga lama kelamaan Tn. A diharapkan
dapat menerima kondisinya dan mempunyai semangat untuk
sembuh.
4. Melaksanakan Rencana
Alternatif-alternatif rencana tersebut harus dipertimbangkan dan didiskusikan
dengan tim medis yang terlibat supaya tidak melanggar kode etik keperawatan.
Sehingga bisa diputuskan mana alternatif yang akan diambil. Dalam mengambil
keputusan pada pasien dengan dilema etik harus berdasar pada prinsip-prinsip
moral yang berfungsi untuk membuat secara spesifik apakah suatu tindakan
dilarang, diperlukan atau diizinkan dalam situasi tertentu ( John Stone, 1989 ),
yang meliputi :
a. Autonomy / Otonomi
Pada prinsip ini perawat harus menghargai apa yang menjadi keputusan
pasien dan keluarganya tapi ketika pasien menuntut haknya dan
keluarganya tidak setuju maka perawat harus mengutamakan hak Tn. A
tersebut untuk mendapatkan informasi tentang kondisinya.
b. Benefesience / Kemurahan Hati
Prinsip ini mendorong perawat untuk melakukan sesuatu hal atau tindakan
yang baik dan tidak merugikan Tn. A. Sehingga perawat bisa memilih
diantara 2 alternatif diatas mana yang paling baik dan tepat untuk Tn. A
dan sangat tidak merugikan Tn. A
c. Justice / Keadilan
Perawat harus menerapkan prinsip moral adil dalam melayani pasien. Adil
berarti Tn. A mendapatkan haknya sebagaimana pasien yang lain juga
mendapatkan hak tersebut yaitu memperoleh informasi tentang
penyakitnya secara jelas sesuai dengan konteksnya/kondisinya.
d. Nonmaleficience / Tidak merugikan
22
Keputusan yang dibuat perawat tersebut nantinya tidak menimbulkan
kerugian pada Tn. A baik secara fisik ataupun psikis yang kronis nantinya.
e. Veracity / Kejujuran
Perawat harus bertindak jujur jangan menutup-nutupi atau membohongi
Tn. A tentang penyakitnya. Karena hal ini merupakan kewajiban dan
tanggung jawab perawat untuk memberikan informasi yang dibutuhkan
Tn. A secara benar dan jujur sehingga Tn. A akan merasa dihargai dan
dipenuhi haknya.
f. Fedelity / Menepati Janji
Perawat harus menepati janji yang sudah disepakati dengan Tn. A sebelum
dilakukan pemeriksaan yang mengatakan bahwa perawat bersdia akan
menginformasikan hasil pemeriksaan kepada Tn. A jika hasil
pemeriksaannya sudah selesai. Janji tersebut harus tetap dipenuhi
walaupun hasilnya pemeriksaan tidak seperti yang diharapkan karena ini
mempengaruhi tingkat kepercayaan Tn. A terhadap perawat tersebut
nantinya.
g. Confidentiality / Kerahasiaan
Perawat akan berpegang teguh dalam prinsip moral etik keperawatan yaitu
menghargai apa yang menjadi keputusan pasien dengan menjamin
kerahasiaan segala sesuatu yang telah dipercayakan pasien kepadanya
kecuali seijin pasien.
5. Mengevaluasi Hasil
Alternatif yang dilaksanakan kemudian dimonitoring dan dievaluasi sejauh
mana Tn. A beradaptasi tentang informasi yang sudah diberikan. Jika Tn. A masih
23
denial maka pendekatan-pendekatan tetap terus dilakukan dan support sistem tetap
terus diberikan yang pada intinya membuat pasien merasa ditemani, dihargai dan
disayangi tanpa ada rasa dikucilkan.
BAB IV
PENUTUP
24
4.1 KESIMPULAN
Berbagai permasalahan etik dapat terjadi dalam tatanan klinis yang
melibatkan interaksi antara klien dan perawat. Permasalahan bisa menyangkut
penentuan antara mempertahankan hidup dengan kebebasan dalam menentukan
kematian, upaya menjaga keselamatan klien yang bertentangan dengan kebebasan
menentukan nasibnya, dan penerapan terapi yang tidak ilmiah dalam mengatasi
permasalah klien. Dalam membuat keputusan terhadap masalah etik, perawat
dituntut dapat mengambil keputusan yang menguntungkan pasien dan diri perawat
dan tidak bertentang dengan nilai-nilai yang diyakini klien. Pengambilan
keputusan yang tepat diharapkan tidak ada pihak yang dirugikan sehingga semua
merasa nyaman dan mutu asuhan keperawatan dapat dipertahankan.
4.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
25
Dalami, Ermawati, dkk. 2010. Etika Keperawatan. CV Trans Info Media: Jakarta
26