Anda di halaman 1dari 10

Pengambilan Keputusan Dalam Menghadapi Dilema Etik / Moral Dalam

Pelayanan Kebidanan Dan Aspek Hukum Dalam Praktek Kebidanan

Pengambilan keputusan dalam menghadapi dilema etik / moral dalam pelayanan


kebidanan
a. Teori pengambilan keputusan
Teori – teori pengambilan keputusan
 Teori Utilitarisme
Teori utilitarisme mengutamakan adanya konsekuensi kepercayaan adanya kegunaan.
Dipercaya bahwa semua manusia mempunyai perasaan menyenangkan dan perasaan sakit.
Ketika keputusan dibuat seharusnya memaksimalkan kesenangan dan meminimalkan
ketidaksenangan. Prinsip umum dari utilitarisme adalah didasarkan bahwa tindakan moral
menghasilkan kebahagiaan yang besar bila menghasilkan jumlah atau angka yang besar . Ada
2 bentuk teori utilitarisme :
a) Utilitarisme berdasarkan tindakan
Setiap tindakan ditujukan untuk keuntungan yang akan menghasilkan hasil atau
tindakan yang lebih besar.
b) Ultilitarisme berdasarkan aturan
Modifikasi antara utilitarisme tindakan dan aturan moral, aturan yang baik akan
menghasilkan keuntungan yang maksimal.

 Teori Deontology
Menurut Immanuel Kant: sesuatu dikatakan baik dalam arti sesungguhnya adalah
kehendak yang baik, kesehatan, kekayaan, kepandaian adalah baik. Jika digunakan dengan
baik oleh kehendak manusia, tetapi jika digunakan dengan kehendak yang jahat akan menjadi
jelek sekali. Kehendak menjadi baik jika bertindak karena kewajiban . Kalau seseorang
bertindak karena motif tertentu atau keinginan tertentu berarti disebut tindakan yang tidak
baik. Bertindak sesuai kewajiban disebut legalitas. Menurut W.D Ross (1877-1971) setiap
manusia mempunyai intuisi akan kewajiban. Semua kewajiban berlaku langsung pada diri
kita. Kewajiban untuk mengatakan kebenaran merupakan kewajiban utama termasuk
kewajiban kesetiaan, ganti rugi, terima kasih, keadilan dan berbuat baik.
Contoh : bila berjanji harus ditepati, bila meminjam harus dikembalikan. Dengan
memahami kewajiban akan terhindar dari keputusan yang menimbulkan konflik atau dilema.

 Teori Hedonisme
Menurut Aristippos (433-355 SM) sesuai kodratnya setiap manusia mencari kesenangan
dan menghindari ketidaksenangan. Akan tetapi, ada batas untuk mencari kesenangan. Hal
yang penting adalah menggunakan kesenangan dengan baik dan tidak terbawa oleh
kesenangan. Menurut epikuros(341-270 SM) dalam menilai kesenangan (hedone) tidak hanya
kesenangan indrawi tetapi kebebasan dan rasa nyeri, kebebasan dari keresahan jiwa juga. Apa
tujuan terakhir dari kehidupan manusia adalah kesenangan. Menurut john locke (1632-1704),
kita sebut baik bila meningkatkan kesenangan dan sebaliknya dinamakan jahat kalau
mengurangi kesenangan atau menimbulkan ketidaksenangan.

 Teori Eudemonisme
Menurut Filosof Yunani Aristoteles (384-322 SM) , bahwa dalam setiap kegiatannya
manusia mengejar suatu tujuan, ingin mencapai sesuatu yang baik bagi kita. Seringkali kita
mencari tujuan untuk mencapai suatu tujuan yang lain lagi. Semua orang akan menyetujui
bahwa tujuan terakhir hidup manusia adalah kebahagiaan (eudaimonia). Seseorang mampu
mencapai tujuannya jika mampu menjalankan fungsinya dengan baik, keunggulan manusia
adalah akal dan budi. Manusia mencapai kebahagiaan dengan menjalankan kegiatan yang
rasional. Ada dua macam keutamaan, yaitu :
a)Keutamaan intelektual
b) Keutamaan moral

1. Pengertian
Proses pengambilan keputusan merupakan bagian dasar dan integral dalam praktik
suatu profesi dan keberadaannya sangat penting karena akan menentukan tindakan
selanjutnya.
Menurut Daryl Koehn (1994) bidan dikatakan profesional bila dapat menerapkan
etika dalam menjalankan praktik. Bidan ada dalam posisi baik yaitu memfasilitasi pilihan
klien dan membutuhkan peningkatan pengetahuan tentang etika untuk menetapkan dalam
strategi praktik kebidanan.
Menurut George R.Terry, pengambilan keputusan adalah memilih alternatif yang
ada. Ada 5 hal pokok dalam pengambilan keputusan:
 Intuisi berdasarkan perasaan lebih subyektif dan mudah terpengaruh
 Pengalaman mewarnai pengetahuan praktis. Seringnya terpapar suatu kasus
meningkatkan kemampuan mengambil keputusan terhadap suatu kasus
 Fakta, keputusan lebih riil, valid dan baik.
 Wewenang lebih bersifat rutinitas
 Rasional, keputusan bersifat obyektif, trasparan, konsisten.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan :
 Posisi/kedudukan
 Masalah, terstruktur, tidak terstruktur
 Situasi
 Kondisi
 Tujuan

2. Teknik pengambilan keputusan


Sistem pengambilan keputusan merupakan bagian dasar dan integral dalam praktek suatu
profesi. Keberadaan yang sangat penting karena akan menentukan tindakan selanjutnya.
Keterlibatan bidan dalam proses pengambilan keputusan sangat penting karena dipengaruhi
oleh 2 hal :
 Pelayanan ”one to one” : Bidan dan klien yang bersifat sangat pribadi dan bidan bisa
memenuhi kebutuhan.
 Meningkatkan sensitivitas terhadap klien bidan berusaha keras untuk memenuhi
kebutuhan.

a. Kerangka pengambilan keputusan dalam asuhan kebidanan memperhatikan hal-hal


sebagai berikut:
 Bidan harus mempunyai responsibility dan accountability.
 Bidan harus menghargai wanita sebagai individu dan melayani dengan rasa hormat.
 Pusat perhatian pelayanan bidan adalah safety and wellbeing mother.
 Bidan berusaha menyokong pemahaman ibu tentang kesejahteraan dan menyatakan
pilihannya pada pengalaman situasi yang aman.
 Sumber proses pengambilan keputusan yang lainnya adalah :
a) Knowledge
b) Ajaran intrinsic
c) Kemampuan berfikir kritis
d) Kemampuan membuat keputusan klinis yang logis
Tingginya angka kematian ibu dan bayi di Indonesia pada umumnya disebabkan oleh
3 keterlambatan yaitu :
 Terlambat mengenali tanda – tanda bahaya kehamilan sehingga terlambat untuk memulai
pertolongan
 Terlambat tiba di fasilitas pelayanan kesehatan
 Terlambat mendapat pelayanan setelah tiba di tempat pelayanan.

b. Bentuk pengambilan keputusan :


 Strategi : dipengaruhi oleh kebijakan organisasi atau pimpinan, rencana dan masa depan,
rencana bisnis dan lain-lain.
 Cara kerja : yang dipengaruhi pelayanan kebidanan di dunia, klinik, dan komunitas.
 Individu dan profesi : dilakukan oleh bidan yang dipengaruhi oleh standar praktik
kebidanan.

c. Pendekatan tradisional dalam pengambilan keputusan :


 Mengenal dan mengidentifikasi masalah
 Menegaskan masalah dengan menunjukan hubungan antara masa lalu dan sekarang.
 Memperjelas hasil prioritas yang ingin dicapai.
 Mempertimbangkan pilihan yang ada.
 Mengevaluasi pilihan tersebut.
 Memilih solusi dan menetapkan atau melaksanakannya.

d. Faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan


 Faktor fisik, didasarkan pada rasa yang dialami oleh tubuh sepeti rasa sakit, tidak,
nyaman dan kenikmatan.
 Emosional, didasarkan pada perasaan atau sikap.
 Rasional, didasarkan pada pengetahuan
 Praktik, didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan dalam
melaksanakannya.
 Interpersonal, didasarkan pada pengaruh jarnigan sosial yang ada
 Struktural, didasarkan pada lingkup sosial, ekonomi dan politik.

e. Dasar pengambilan keputusan :


 Ketidak sanggupan ( bersifat segera)
 Keterpaksaaan karena suatu krisis yang menuntut sesuatu untuk segera dilakukan.

f. Pengambilan keputusan yang etis, ciri – ciri :


 Mempunyai pertimbangan yang benar atau salah
 Sering menyangkut pilihan yang sukar
 Tidak mungkin dielakkan
 Dipengaruhi oleh norma, situasi, iman dan lingkungan sosial
Situasi diperlukan untuk menerapkan norma-norma terhadap situasi, supaya
melakukan perbuatan yang tepat dan berguna serta untuk mengetahui masalah-masalah yang
perlu diperhatikan.
Kesulitan-kesulitan dalam mengartikan situasi :
 Kerumitan situasi dan keterbatasan pengetahuan kita
 Pengertian kita terhadap situasi sering dipengaruhi oleh kepentingan, prasangka dan
faktor – faktor subjektif lain

Bagaimana kita memperbaiki pengertian kita tentang situasi :


 Melakukan penyelidikan yang memadai
 Menggunakan sarana ilmiah dan keterangan para ahli
 Memperluas pandangan tentang situasi
 Kepekaan terhadap pekerjaan
 Kepekaan terhadap kebutuhan orang lain

g. Tips pengambilan keputusan dalam keadaan kritis :


 Identifikasi dan tegaskan apa masalahnya baik oleh sendiri atau dengan orang lain.
 Tetapkan hasil apa yang diinginkan.
 Uji kesesuaian dari setiap solusi yang ada.
 Pilih solusi yang lebih baik.
 Laksanakan tindakan tanpa ada keterlambatan.

Pengambilan keputusan klinis adalah keputusan yang diambil berdasarkan kebutuhan


dan masalah yang dihadapi klien sehingga semua tindakan yang dilakukan bidan dapat
mengatasi permasalahan yang dihadapi klien yang bersifat emergensi, antisipasi atau rutin.
Pengambilan keputusan klinis tergantung :
 Pengetahuan
 Latihan Praktek
 Pengalaman
Pengambilan keputusan klinis yang benar dan tepat :
 Menghindari pekerjan atau tindakan rutin yang tidak sesuai dengan kebutuhan klien
 Meningkatkan efektitivitas dan efesiensi pelayanan yang diberikan
 Membiasakan bidan berfikir dan bertindak sesuai standar
 Memberikan kepuasan pelanggan
Ada 2 hal dalam kasus emergensi dan menghadapi situasi panik :
 Mempertimbangkan satu solusi berdasarkan pengalaman dimasa lampau
 Meninjau simpanan pengetahuan yang relevan dengan keadaan tersebut

3. Teknik menghadapi dilema etik moral


Empat tingkatan kerja pertimbangan moral dalam pengambilan keputusan ketika
menghadapi dilema etik :
 Tingkatan I
Keputusan dan tindakan : Bidan merefleksikan pada pengalaman atau pengalaman
rekan kerja.

 Tingkat II
Peraturan : berdasarkan kaidah kejujuran ( berkata benar ), privasi , kerahasiaan dan
kesetiaan ( menepati janji ). Bidan sangat familiar, tidak meninggalkan kode etik dan
panduan praktek profesi.
 Tingkat III
Ada 4 prinsip etik yang digunakan dalam perawatan praktek kebidanan :
1) Antonomy, memperhatikan penguasaan diri, hak kebebasan dan pilihan individu.
2) Beneticence, memperhatikan peningkatan kesejahteraan klien, selain itu berbuat terbaik
untuk orang lain.
3) Non maleticence, tidak melakukan tindakan yang menimbulkan penderitaan apapun
kerugian pada orang lain.
4) Justice, memperhatikan keadilan, pemerataan beban dan keuntungan. ( Beaucamo &
Childrens 1989 dan Richard, 1997)

 Tingkat IV
Teori pengambilan keputusan yaitu teori utilitarisme, teori deontology, teori hedonism,
teori eudemonisme

B. Menghadapi masalah etik


a. Masalah etik moral yang mungkin terjadi dalam praktek kebidanan
a) Pengertian masalah
Masalah adalah suatu kendala atau persoalan yang harus dipecahkan dengan kata lain
masalah merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan suatu yang diharapkan dengan
baik agar tercapai tujuan dengan hasil yang maksimal.
Masalah etik merupakan kesenjangan yang terjadi antara seorang tenaga kesehatan
dengan orang lain baik dari segi etika maupun moral sehingga membutuhkan penyelesaian
dan harus dipecahkan agar tercapai tujuan yang diharapkan.
Etika merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalam
menghargai suatu tindakan. Sedangkan moral adalah mengenai apa yang dianggap baik atau
buruk dimasyarakat dalam kurun waktu tertentu.

b) Bentuk masalah etik


Langkah-langkah penyelesaian masalah :
1. Melakukan penyelidikan yang memadai
2. Menggunakan sarana ilmiah dan keterangan para ahli
3. Memperluas pandangan tentang situasi
4. Kepekaan terhadap pekerjaan
5. Kepekaan terhadap kebutuhan orang lain

Masalah etik moral yang mungkin terjadi dalam praktek kebidanan :


1. Tuntutan bahwa etik adalah hal penting dalam kebidanan karena :
 Bertanggung jawab terhadap keputusan yang dibuat
 Bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil
2. Untuk dapat menjalankan praktik kebidanan dengan baik dibutuhkan :
 Pengetahuan klinik yang baik
 Pengetahuan yang up to date
 Memahami issue etik dalam pelayanan kebidanan
3. Harapan bidan dimasa depan :
 Bidan dikatakan profesional apabila menerapkan etika dalam menjalankan praktik
kebidanan (Daryl Koehn ,Ground of Profesional Ethis,1994)
 Dengan memahami peran bidan → tanggung jawab profesionalisme terhadap pasien atau
klien akan meningkat
 Bidan berada dalam posisi baik → memfasilitasi klien dan membutuhkan peningkatan
pengetahuan tentang etika untuk menerapkan dalam strategi praktik kebidanan

c) Cara menghadapi masalah etik


1. Informed consent
Pesetujuan yang diberikan pasien atau walinya yang berhak terhadap bidan untuk
melakukan suatu tindakan kebidanan kepada pasien setelah memperoleh informasi lengkap
dan dipahami mengenai tindakan yang akan dilakukan. Informed consent merupakan suatu
proses. Secara hukum informed consent berlaku sejak tahun 1981 PP No.8 tahun 1981.
Informed consent bukan hanya suatu formulir atau selembar kertas tetapi bukti
jaminan informed consent telah terjadi. Merupakan dialog antara bidan dan pasien di dasari
keterbukaan akal pikiran dengan bentuk birokratisasi penandatanganan formulir. Informed
consent berarti pernyataan kesediaan atau pernyataan setelah mendapat informasi secukupnya
sehingga setelah mendapat informasi sehingga yang diberi informasi sudah cukup mengerti
akan segala akibat dari tindakan yang akan dilakukan terhadapnya sebelum ia mengambil
keputusan. Berperan dalam mencegah konflik etik tetapi tidak mengatasi masalah etik,
tuntutan. Pada intinya adalah bidan harus berbuat yang terbaik bagi pasien atau klien.
 Dimensi informed consent
1) Dimensi hukum, merupakan perlindungan terhadap bidan yang berperilaku memaksakan
kehendak, memuat :
 Keterbukaan informasi antara bidan dengan pasien
 Informasi yang diberikan harus dimengerti pasien
 Memberi kesempatan pasien untuk memperoleh yang terbaik
2) Dimensi etik, mengandung nilai – nilai :
 Menghargai otonomi pasien
 Tidak melakukan intervensi melainkan membantu pasien bila diminta atau dibutuhkan
 Bidan menggali keinginan pasien baik secara subyektif atau hasil pemikiran rasional

 Syarat sahnya perjanjian atau consent (KUHP 1320)


1) Adanya kata sepakat
Sepakat dari pihak bidan maupun klien tanpa paksaan, tipuan maupun kekeliruan
setelah diberi informasi sejelas – jelasnya.
2) Kecakapan
Artinya seseorang memiliki kecakapan memberikan persetujuan, jika orang itu
mampu melakukan tindakan hukum, dewasa dan tidak gila.
Bila pasien seorang anak yang berhak memberikan persetujuan adalah orangtuanya,
pasien dalam keadaan sakit tidak dapat berpikir sempurna sehingga ia tidak dapat
memberikan persetujuan untuk dirinya sendiri, seandainya dalam keadaan terpaksa tidak ada
keluarganya dan persetujuan diberikan oleh pasien sendiri dan bidan gagal dalam melakukan
tindaknnya maka persetujuan tersebut dianggap tidak sah.
Contoh kasus :
Bila ibu dalam keadaan inpartu mengalami kesakitan hebat maka ia tidak dapat
berpikir dengan baik, maka persetujuan tindakan bidan dapat diberikan oleh suaminya. Bila
tidak ada keluarga atau suaminya dan bidan memaksa ibu untuk memberikan persetujuan
melakukan tindakan dan pada saat pelaksanaan tindakan tersebut gagal maka persetujuan
dianggap tidak sah.

3) Suatu hal tertentu


Obyek persetujuan antara bidan dan pasien harus disebutkan dengan jelas dan terinci.
Contoh :
Dalam persetujuan ditulis dengan jelas identitas pasien meliputi nama, jenis kelamin,
alamat, nama suami atau wali. Kemudian yang terpenting harus dilampirkan identitas yang
membuat persetujuan

4) Suatu sebab yang halal


Isi persetujuan tidak boleh bertentangan dengan undang – undang, tata tertib,
kesusilaan, norma dan hukum
Contoh :
Abortus provocatus pada seorang pasien oleh bidan meskipun mendapatkan
persetujuan si pasien dan persetujuan telah disepakati kedua belah pihak tetapi dianggap tidak
sah sehingga dapat dibatalkan demi hukum

 Segi hukum informed consent


Pernyataan dalam informed consent menyatakan kehendak kedua belah pihak yaitu pasien
menyatakan setuju atas tindakan yang dilakukan bidan dan formulir persetujuan
ditandatangani kedua belah pihak maka persetujuan tersebut mengikat dan tidak dapat
dibatalkan oleh salah satu pihak.
Informed consent tidak meniadakan atau mencegah diadakannya tuntutan dimuka
pengadilan atau membebaskan RS atau RB terhadap tanggungjawabnya bila ada kelalaian.
Hanya dapat digunakan sebagai bukti tertulis adan adanya izin atau persetujuan dari pasien
terhadap diadakannya tindakan.
Formulir yang ditandatangani pasien atau wali pada umumnya berbunyi segala akibat dari
tindakan akan menjadi tanggung jawab pasien sendiri dan tidak menjadi tanggung jawab
bidan atau rumah bersalin. Rumusan tersebut secara hukum tidak mempunyai kekuatan
hukum, mengingat seseorang tidak dapat membebaskan diri dari tanggung jawabnya atas
kesalahan yang belum dibuat.

 Masalah yang lazim terjadi pada informed consent


Pengertian kemampuan secara hukum dari orang yang akan menjalani tindakan, serta
siapa yang berhak menandatangani.
Masalah wali yang sah. Timbul apabila pasien atauibu tidak mampu secar hukum untuk
menyatakan persetujuannya.
Masalah informasi yang diberikan, seberapa jauh informasi dianggap telah dijelaskan
dengan cukup jelas, tetapi juga tidak terlalu rinci sehingga dianggap menakut – nakuti.
Dalam memberikan informasi apakah diperlukan saksi apabila diperlukan apakah saksi
perlu menanda tanagani form yang ada. Bagaimana menentukan saksi ?
Dalam keadaan darurat misal kasus perdarahan pada bumil dan kelaurga belum bisa
dihubungi, dalam keadaan begini siapa yang berhak memberikan persetujuan, sementara
pasien perlu segera ditolong.

2. Informed choice
Informed choice adalah membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan tentang
alternatif asuhan yang akan dialaminya.
Menurut kode etik kebidanan internasionl (1993) bidan harus menghormati hak
informed choice ibu dan meningkatkan penerimaan ibu tentang pilihan dalam asuhan dan
tanggung jawabnya terhadap hasil dari pilihannya.
Definisi informasi dalam konteks ini meliputi : informasi yang sudah lengkap
diberikan dan dipahami ibu, tentang pemahaman resiko, manfaat, keuntungan dan
kemungkinan hasil dari tiap pilihannya.

Pilihan (choice) berbeda dengan persetujuan (consent) :


 Persetujuan atau consent penting dari sudut pandang bidan karena berkaitan dengan
aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua prosedur yang akan dilakukan bidan
 Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai penerima jasa asuhan
kebidanan, yang memberikan gambaran pemahaman masalah yang sesungguhnya dan
menerapkan aspek otonomi pribadi menentukan “ pilihannya” sendiri.
Bagaimana pilihan dapat diperluas dan menghindari konflik
Memberi informai yang lengkap pada ibu, informasi yang jujur dan dapat dipahami
oleh ibu, menggunakan alternatif media ataupun yang lain sebaiknya tatap muka.
Bidan dan tenaga kesehatan lain perlu belajar untuk membantu ibu menggunakan
haknya dan menerima tanggungjawab keputusan yang diambil.
Hal ini dapat diterima secara etika dan menjamin bahwa tenaga kesehatan sudah
memberikan asuhan yang terbaik dan memastikan ibu sudah diberikan informasi yang
lengkap tentang dampak dari keputusan mereka.
Untuk pemegang kebijakan pelayanan kesehatan perlu merencanakan,
mengembangkan sumber daya, memonitor perkembangan protokol dan petunjuk teknis baik
di tingkat daerah, propinsi untuk semua kelompok tenaga pemberi pelayanan bagi ibu.
Menjaga fokus asuhan pada ibu dan evidence based, diharapkan konflik dapat ditekan
serendah mungkin.
Tidak perlu takut akan konflik tetapi mengganggapnya sebagai suatu kesempatan
untuk saling memberi dan mungkin suatu penilaian ulang yang obyektif bermitra dengan
wanita dari sistem asuhan dan tekanan positif pada perubahan.

C. Aspek hukum dalam praktek kebidanan


a. Hukum
1. Pengertian
Hukum adalah himpunan petunjuk atas kaidah atau norma yang mengatur tata tertib
dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu harus di taati oleh masyarakat yang bersangkutan.
Hukum adalah aturan di dalam masyarakat tertentu. Hukum di lihat dari isinya terdiri dari
norma atau kaidah tentang apa yang boleh dilakukan dan tidak, dilarang atau diperbolehkan.
Hukum memiliki pengertian yang beragam karena memiliki ruang lingkup dan aspek yg
luas. Hukum dapat diartikan sebgai ilmu pengetahuan, disiplin, kaidah, tata hukum, petugas
atau hukum, keputusan penguasa, proses pemerintahan, sikap dan tindakan yang teratur dan
juga sebagai suatu jalinan nilai-nilai. Hukum juga merupakan bagian dari norma yaitu norma
hukum.

2. Tujuan hukum
 Dapat menyelesaikan sengketa yang timbul antara tenaga kesehatan terhadap pasien atau
keluarga pasien sebagai pihak ketiga sebagaimana kita ketahui akhir-akhir ini banyak
tuduhan terhadap para tenaga kesehatan dalam melaksanakan profesinya kadang hanya
masalah sepele dapat diangkat kemeja hijau.
 Dalam situasi seperti ini hukum kesehatan sangat diperlukan, sebagai acuan bagi
penyelesaian sengketa yang terjadi lebih-lebih kita negara Indonesia mengaut asas legalitas
karena sebagai negara hukum
 Dapat menjaga ketertiban dalam masyarakat
 Dapat membantu merekayasa masyarakat dalam hal pandangan bahwa sebenarnya
tenaga kesehatan adalah manusia biasa dan meluruskan pandangan serta sikap bagi para
tenaga kesehatan yang kerap merasa kebal hukum dan tidak dapat disentuh pengadilan.

3. Manfaat hukum
 Adanya kebutuhan tenaga kesehatan akan perlindungan hukum
 Adanya kebutuhan pasien akan perlindungan hukum
 Adanya pihak ketiga akan perlindungan hukum
 Adanya kebutuhan dan kebebasan warga masyarakat untuk menentukan kepentinganya
serta identifikasi kewajiban dari pemerintah
 Adanya kebutuhan akan keterarahan
 Adanya kebutuhan tingkat kualitas pelayanan kesehatan
 Adanya kebutuhan akan pengendalian biaya kesehatan
 Adanya kebutuhan pengaturan biaya jasa pelayanan kesehatan dan keahlian

b. Disiplin hukum
1. Pengertian
Disiplin hukum adalah suatu sistem ajaran tentang hukum. Ilmu hukum merupakan satu
bagian dari disiplin hukum.
Suatu disiplin adalah sistem ajaran mengenai kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi.
Dalam hal ini hukum dalam arti disiplin melihat hukum sebagai gejala dan kenyataan yang
ada di tengah masyarakat. Apabila pembicaraan dibatasi pada disiplin hukum, maka secara
umum disiplin hukum menyangkut ilmu hukum, politik hukum dan filsafat hukum.
 Ilmu Hukum, intinya merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha menelaah hukum.
 Politik Hukum, mencakup kegiatan-kegiatan mencari dan memilih nilai-nilai dan
menerapkan nilai-nilai tersebut bagi hukum dalam mencapai tujuannya.
 Filsafat Hukum, adalah perenungan dan perumusan nilai-nilai, juga mencakup
penyesuaian nilai-nilai, misalnya penyerasian antara ketertiban dengan ketentraman, antara
kebendaan dengan keakhlakan, dan antara kelanggengan dengan pembaharuan.
Disiplin hukum merupakan sistem ajaran yang menyangkut kenyataan atau gejala-gejala
hukum yang ada dan “hidup” di tengah pergaulan. Disiplin dibedakan antara disiplin analitis
dan disiplin perspektif.
 Disiplin analitis merupakan sistem ajaran yang menganalisa, memahami dan
menjelaskan gejala-gejala yang dihadapi. Contohnya : Sosiologi, Psikologi, Ekonomi, dll.
 Disiplin Perspektif merupakan sistem-sistem ajaran yang menentukan apakah yang
seyogyanya atau seharusnya dilakukan di dalam menghadapi kenyataan-kenyataan tertentu.
Contohnya adalah : Hukum, Filsafat, dll.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa disiplin hukum merupakan disiplin perspektif
yang berusaha menentukan apakah yang seyogyanya, seharusnya dan patut dilakukan dalam
menghadapi kenyataan.
2. Tujuan
 Memberikan kewenangan
 Menjamin perlindungan hukum
 Meningkatkan profesionalisme

Anda mungkin juga menyukai