Anda di halaman 1dari 59

ISU ETIK DAN MORAL DALAM PELAYANAN KESEHATAN

A. Issue Etik dalam Pelayanan Kebidanan


- Isu adalah topik yang menarik untuk didiskusikan dan sesuatu yang
memungkinkan setiap orang mempunyai pendapat.
Pendapat yang timbul akan bervariasi, isu muncul dikarenakan perbedaan nilai-
nilai dan kepercayaan.
- Etik merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan erat dengan nilai manusia
dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah dan apakah
penyelesaiannya baik atau buruk (Jones, 1994).

Dalam praktek kebidanan seringkali bidan dihadapkan pada permasalahan


yang dilematis, artinya pengambilan keputusan sulit berkenaan dengan etik.
Dilema muncul karena terbentur pada konflik moral, pertentangan batin
atau pertentangan antara nilai2 yang diyakini bidan dengan kenyataan yang ada.
Beberapa permasalahan pembahasan etik dalam kehidupan sehari-hari
adalah sebagai berikut:
1. Persetujuan dalam proses melahirkan
2. Memilih atau mengambil keputusan dalam persalianan
3. Kegagalan dalam proses persalinan
4. Pelaksanaan USG dalam kehamilan
5. Konsep normal pelayanan kebidanan
6. Bidan dan pendidikan sex

Beberapa masalah etik yang berhubungan dengan teknologi:


1. Perawatan intensif pada bayi
2. Skreening bayi
3. Transplantasi organ
4. Tehnik reproduksi dalam kebidanan

Etik berhubungan erat dengan profesi yaitu:


1. Pengambilan keputusan dan penggunaan etik
2. Otonomi bidan dan kode etik professional
3. Etik dalam penelitian kebidanan
4. Penelitian tentang masalah kebidanan yang sensitif

Beberapa contoh mengenai isu etik dalam pelayanan kebidanan, adalah


berhubungan dengan:
1. Agama/kepercayaan
2. Hubungan dengan pasien
3. Hubungan dokter dengan bidan
4. Kebenaran
5. Pengambilan keputusan

6. Pengambilan data
7. Kematian
8. Kerahasiaan
9. Aborsi
10. AIDS
11. In-Vitro fertilization

Isu adalah masalah pokok yang berkembang di suatu masyarakat atau


suatu lingkungan yang belum tentu benar, yang membutuhkan pembuktian.

Bidan dituntut berperilaku hati-hati dalam setiap tindakannya dalam


memberikan asuhan kebidanan dengan menampilkan perilaku etis
profesional.

B. Issue Moral
Isu moral adalah merupakan topik yang penting berhubungan dengan
benar dan salah dalam kehidupan sehari-hari, sebagai contoh nilai-nilai yang
berhubungan dengan kehidupan orang sehari hari menyangkut kasus abortus,
euthanasia, keputusan untuk terminasi kehamilan.
Isu moral juga berhubungan dengan kejadian luar biasa dalam kehidupan
sehari-hari, seperti menyangkut konflik, perang, dsb.

C. Dilema dan Konflik Moral


Dilema moral adalah suatu keadaan dimana dihadapkan pada 2 alternatif
pilihan, yang kelihatannya sama atau hampir sama dan membutuhkan pemecahan
masalah.
Banyak kasus yang timbul dalam masyarakat dapat menimbulkan
permasalahan bgi tenaga medis. Permasalahan itu mengakibatkan dilema dalam
tinadakan profesi, karena apabila tenaga medis melakukan tindakan yang tidak
disetujui oleh klien ataupun di luar wewenangnya, hal ini akan dapat
mempengaruhi moral yang mengakibatkan tindakan melanggar hukum.
Dilema moral yang dihadapi seorang bidan dipengaruhi oleh kode etik
profesi dengan batasan-batasan yang menegaskan garis kewenangannya. Kode
etik kebidanan sebenarnya tidak menimbulkan dilema, karena di satu sisi bidan
diminta untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan klien serta berusaha untuk
memenuhi kebutuhan klien, namun bidan juga harus menjamin bahwa tindakannya
tidak akan membahayakan klien.
Ketika mencari solusi harus mengingat akan tanggung jawab profesional
yaitu:
1. Tindakan selalu ditujukan untuk peningkatan kenyamanan, kesejahteraan klien
(keselamatan jiwa).
2. Menjamin bahwa tidak ada tindakan yang menghilangkan sesuatu bagian
(omission), disertai rasa tanggung jawab, memperhatikan kondisi dan keamanan
klien. Serta menghargai hak-hak klien.

Menurut Beauchamp and Childress ada 2 bentuk dilema moral:


1. Bila alternatif tindakan sama kuat
Terdapat alasan yang sama kuat untuk melakukan tindakan atau tidak melakukan
tindakan.
Ex.: episiotomi
2. Bila alternatif tindakan tidak sama kuat
Satu tindakan dianggap “benar” dan tindakan lain dianggap “salah”.
Ex.: seorang remaja yang hamil karena pergaulan bebas ingin menggugurkan
kandungannya.

Bagaimana kita menghadapi dilema?


Yaitu menyelesaikannya dengan menggunakan teori-teori etika dan teori
pengambilan keputusan dalam pelayanan kebidanan.
Konflik moral adalah suatu proses ketika dua pihak atau lebih berusaha
memaksakan tujuannya dengan cara menggagalkan tujuan yang ingin dicapai pihak
lain.
Konflik moral tidaklah sama dengan dilema. Kenyataannya konflik moral
terjadi karena perbedaan antara prinsip moral antar individu. Konflik moral
mendasari dilema moral.
Ada 2 tipe konflik (Johnson):
1. Konflik pada prinsip yang sama.
Ex.: Bila seorang bidan berprinsip menjunjung tinggi autonomi, autonomi siapa yang ia
perjuangkan? Autonomi bidan atau autonomi klien?
Keduanya memiliki kedudukan dan kepentingan yang sama, sehingga sering kali
menimbulkan konflik bagi bidan.
2. Konflik dalam prinsip yang berbeda
Ex.: Dalam kasus ibu yang menolak episiotomi, bidan memiliki konflik antara kewajiban
untuk menghargai hak hidup janin sekaligus menghargai autonomi dan keinginan
ibu.
Penyebab munculnya konflik:
1. Berusaha mencapai tujuan dengan cara memuaskan kebutuhan
2. Mempertahankan nilai-nilai
3. Memaksakan kepentingan
4. Sumber daya yang tidak mencukupi
5. Kurang atau ketiadaan komunikasi antara pihak-pihak berkonflik
6. Kurangnya rasa percaya satu sama lain
7. Saling tidak mengahargai hubungan
8. Kekuasaan terpusat (tidak terbagi secara merata)
9. Kesenjangan antara prinsip moral yang dianut dengan situasi kenyataan yang
dihadapi.

Contoh konflik moral:


a. Aborsi
b. BAyi tabung
c. Sewa rahim
d. Bank sperma
e. Kloning

Untuk mengatasi konflik moral adalah dg cara:


Setiap pihak (nakes dan klien) harus menyadari hak dan kewajibannya serta
mampu menempatkan dirinya dalam porsi yang tepat.
Upaya yang dapat mempertemukan kebutuhan kedua belah pihak tanpa
merugikan salah satu pihak adalah melalui komunikasi interpersonal atau
konseling (KIP/K) antara nakes dengan kliennya. Yang terwujud dalam informed
choice dan informed concent.

- Konflik adalah yang mendasari dilemma


- Jika konflik tidak diselesaikan maka akan timbul dilemma.
- Konflik----- pertentangan
- Contoh konflik:
Pasien yang menderita penyakit tertentu harus dirujuk tetapi pasien tersebut
tidak mempunyai biaya.
- Contoh dilema:
Ibu hamil yang menderita suatu penyakit dihadapkan pada 2 pilihan, yaitu bayi
dilahirkan spontan dengan resiko ibu akan meninggal, pilihan yang kedua bayi
digugurkan denagn harapan agar ibu bisa selamat.

Kerangka pengambilan keputusan dalam asuhan kebidanan memperhatikan


hal-hal sebagai berikut:
1. Bidan harus mempunyai responbility dan accountability.
2. Bidan harus menghargai wanita sebagai individu dan melayani denagn rasa
hormat.
3. Pusat perhatian pelayanan bidan adalah safety and wellbeing mother.
4. Bidan berusaha menyokong pemahaman ibu tentang kesejahteraan dan
menyatakan pilihannya pada pengalaman pada situasi yang aman.
5. Sumber proses pengambilan keputusan dalam kebidanan adalah: knowledge,
ajaran intrinsik, kemampuan berfikir kritis, kemampuan membuat keputusan
klinis yang logis.

Keberagaman pendapat yang mengarah pada dilema moral.

Isu Moral

Masyarakat

Individu a Individu b dst

dst
Opini a
Opini b

Konflik Moral

Dilema Moral
A. ISSUE ETIK DAN MORAL
1. Pengertian
Isu adalah masalah pokok yang berkembang di masyarakat atau suatu lingkungan yang belum
tentu benar, serta membutuhkan pembuktian.
Isu adalah topic yang menarik untuk didiskusikan dan sesuatu yang memungkinkan orang
untuk mengemukakan pendapat yang bervariasi.
Isu muncul dikarenakan adanya perbedaan nilai.
Etik merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalm
menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah dan apakah pernyataan itu baik atau
buruk.
Moral adalah keyakinan individu bahwa sesuatu adalah mutlak baik, atau buruk walaupun
situasi berbeda. Teori moral mencoba menformulasikan suatu prosedur dan mekanisme untuk
pemecahan masalah etik
Issue etik dalam pelayanan kebidanan merupakan topik yang penting yang berkembang di
masyarakat tentang nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan yang berhubungan
dengan segala aspek kebidanan yang menyangkut baik dan buruknya.
Issue moral adalah topik yang penting berhubungan dengan benar dan salah dalam kehidupan
sehari – hari.

Bila dilihat dari sumber dan sifatnya, ada moral keagamaan dan moral sekuler yaitu :
a. Moral keagamaan kiranya telah jelas bagi semua orang, sebab untuk hal ini orang tiggal
mempelajari ajaran-ajaran agama yang dikehendaki di bidang moral.
b. Moral sekuler merupakan moral yang tidak berdasarkan pada ajaran agama dan hanya
bersifat duniawi semata-mata.
2. Contoh Issue Etik Dalam Kehidupan Sehari - Hari
a. Persetujuan dalam proses melahirkan.
1) Memilih atau mengambil keputusan dalam persalinan
2) Kegagalan dalam proses persalinan
3) Pelaksanan USG dalam kehamilan
4) Konsep normal pelayanan kebidanan
5) Bidan dan pendidikan seks
b. Contoh masalah etik yang berhubungan dengan teknologi
1) Perawatan intensif pada bayi
2) Skreening bayi
3) Transplantasi organ
4) Teknik reproduksi dan kebidanan.
c. Contoh masalah etik yang berhubungan dengan profesi
1) Pengambilan keputusan dan penggunaan etik
2) Otonomi bidan dan kode etik professional
3) Etik dalam penelitian kebidanan
4) Penelitian tentang masalah kebidanan yang sensitif
d. Biasanyan beberapa contoh mengenai isu etik dalam pelayananan kebidanan adalah
berhubungan dengan masalah-masalah sebagai berikut:
1) Agama / kepercayaan
2) Hubungan dengan pasien
3) Hubungan dokter dengan bidan
4) Kebenaran
5) Pengambilan keputusan
6) Pengambilan data
7) Kematian Kerahasiaan
8) Aborsi
9) AIDS
10) In_Vitro fertilization
3. Contoh Issue Moral
Moral merupakan pengetahuan atau keyakian tentang adanya hal yang baik dan buruk yang
mempengaruhi siakap seseorang. Kesadaran tentang adanya baik buruk berkembang pada
diri seseorang seiring dengan pengaruh lingkungan, pendidikan, sosial budaya, agama, dll.
Hal ini yang disebut kesadaran moral. Isu moral dalam pelayanan kebidanan merupakan
topik yang penting yang berhubungan dengan benar dan salah dalam kehidupan sehari-hari
yang ada kaitannya dengan pelayanan kebidanan.
Beberapa contoh isu moral dalam kehidupan sehari-hari:
a. Kasus abortus
b. Euthanansia
c. Keputusan untuk terminasi kehamilan
d. Isu moral juga berhubungan dengan kejadian luar biasa dalam kehidupan sehari-hari, seperti
yang menyangkut konflik dan perang

B. DILEMA
Suatu keadaan dimana dihadapkan pada dua alternative pilihan, yang kelihatannya sama atau
hampir sama dan membutuhkan pemecahan masalah. Dilema muncul karena terbentur pada
konflik moral, pertentangan batin, atau pertentangan antara nilai-nilai yang diyakini bidan
dengan kenyataan yang ada
1. ABORSI
Aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mencapai viabilitas dengan usia
kehamilan < 22 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram.
Aborsi dan Kehamilan tidak diinginkan (KTD) merupakan permasalahan yang terabaikan
dibanyak negara berkembang, termasuk Indonesia. Sebagai tenaga kesehatan yang menyatu
dengan masyarakat, bidan sering didatangi oleh perempuan dengan masalah ini. Penyebab
terjadinya aborsi dan KTD : korban perkosaan, pengetahuan yang kurang tentang kesehatan
reproduksi, hingga kegagalan kontrasepsi. Menghadapi masalah tersebut bidan harus
berperang antara keinginan menolong dengan hati nurani yang bertentangan, belum lagi
hukum yang melarang tindakan aborsi.
Menolak atau tidak peduli pada perempuan yang mengalami permasalahan dengan KTD
seringkali berdampak fatal. Banyak kejadian yang menyebabkan perempuan cari jalan pintas
dengan melakukan aborsi tidak aman. Aborsi tidak aman bisa dilakukan oleh perempuan itu
sendiri, orang lain yang tidak memiliki keterampilan medis, tenaga kesehatan yang tidak
memenuhi standar kemampuan dan kewenangan.
Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu :
a. Aborsi Spontan / Alamiah : berlangsung tanpa tindakan. Kebanyakan disebabkan karena
kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.
b. Aborsi Buatan / Sengaja : pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 28 minggu
sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun pelaksana
aborsi.
c. Aborsi Terapeutik / Medis : pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi
medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi
menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu
maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang
dan tidak tergesa-gesa.
Beberapa hal yang bisa dilakukan oleh bidan untuk turut andil, upaya untuk menurunkan
kematian ibu dengan aborsi :
a. Mencegah terjadinya KTD dengan cara :
1) melakukan advokasi kemasyarakat tentang isu - isu kespro
2) consent inform kepada klien kontrasepsi
b. Melakukan konseling pada perempuan dengan masalah KTD, tanpa sikap menghakimi
c. Sampaikan informasi yang diperlukan, misalnya :
1) Prosedur aborsi yang aman, kemungkinan efek samping
2) Macam aborsi tidak aman dan dampaknya
3) Resiko dari setiap keputusan yang diambil klien
4) Cara mencegah KTD dikemudian hari
d. Untuk kasus - kasus tertentu (KTD akibat perkosaan) / klien tetap memutuskan ingin
mengakhiri kehamilannya, rujuk klien kepada tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan
keterampilan untuk tindakan aborsi yang aman.

2. EUTHANASIA
a. Pengertian
Euthanasia berasal dari Bahasa Yunani yaitu : ευθανασία -ευ, eu yang artinya "baik", dan
θάνατος, thanatos yang berarti kematian) adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau
hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit
yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.
Aturan hukum mengenai masalah ini berbeda-beda di tiap negara dan seringkali berubah
seiring dengan perubahan norma-norma budaya maupun ketersediaan perawatan atau
tindakan medis. Di beberapa negara, eutanasia dianggap legal, sedangkan di negara-negara
lainnya dianggap melanggar hukum. Oleh karena sensitifnya isu ini, pembatasan dan
prosedur yang ketat selalu diterapkan tanpa memandang status hukumnya.
b. Kategori Euthanasia
Bila ditinjau dari cara pelaksanaannya, eutanasia dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :
1) Eutanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan secara sengaja yang
dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat atau mengakhiri
hidup seorang pasien. Eutanasia agresif dapat dilakukan dengan pemberian suatu senyawa
yang mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan. Salah satu contoh senyawa
mematikan tersebut adalah tablet sianida.
2) Eutanasia non agresif, kadang juga disebut eutanasia otomatis (autoeuthanasia) digolongkan
sebagai eutanasia negatif, yaitu kondisi dimana seorang pasien menolak secara tegas dan
dengan sadar untuk menerima perawatan medis meskipun mengetahui bahwa penolakannya
akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan tersebut diajukan secara resmi
dengan membuat sebuah "codicil" (pernyataan tertulis tangan). Eutanasia non agresif pada
dasarnya adalah suatu praktik eutanasia pasif atas permintaan pasien yang bersangkutan.
3) Eutanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan eutanasia negatif yang tidak
menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan seorang
pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan memberhentikan pemberian bantuan medis yang
dapat memperpanjang hidup pasien secara sengaja. Beberapa contohnya adalah dengan tidak
memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan, tidak
memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat, meniadakan tindakan operasi
yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat
penghilang rasa sakit seperti morfin yang disadari justru akan mengakibatkan kematian.
Tindakan eutanasia pasif seringkali dilakukan secara terselubung oleh kebanyakan rumah
sakit.
Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga medis maupun pihak keluarga
yang menghendaki kematian seseorang, misalnya akibat keputusasaan keluarga karena
ketidaksanggupan menanggung beban biaya pengobatan. Pada beberapa kasus keluarga
pasien yang tidak mungkin membayar biaya pengobatan, akan ada permintaan dari pihak
rumah sakit untuk membuat "pernyataan pulang paksa". Meskipun akhirnya meninggal,
pasien diharapkan meninggal secara alamiah sebagai upaya defensif medis.
c. Euthanasia Ditinjau dari Sudut Pemberian Izin
Ditinjau dari sudut pemberian izin maka eutanasia dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :
1) Eutanasia di luar kemauan pasien: yaitu suatu tindakan eutanasia yang bertentangan dengan
keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan eutanasia semacam ini dapat disamakan
dengan pembunuhan.
2) Eutanasia secara tidak sukarela: Eutanasia semacam ini adalah yang seringkali menjadi
bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga. Hal
ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil
suatu keputusan misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien (seperti pada kasus
Terri Schiavo). Kasus ini menjadi sangat kontroversial sebab beberapa orang wali mengaku
memiliki hak untuk mengambil keputusan bagi si pasien.
3) Eutanasia secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun hal ini juga
masih merupakan hal kontroversial.
d. Euthanasia Ditinjau Dari Sudut Tujuan
Beberapa tujuan pokok dari dilakukannya eutanasia antara lain yaitu :
1) Pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing)
2) Eutanasia hewan
3) Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk lain daripada eutanasia agresif
secara sukarela

3. ADOPSI / Pengangkatan anak


Adopsi berasal dari kata “adaptie” dalam bahasa Belanda. Menurut kasus hukum berarti
“Pengangkatan seorang anak untuk anak kandungnya sendiri”. Dalam bahasa Malaysia
dipakai kata adopsi, berarti anak angkat atau mengangkat anak. Sedangkan dalam Bahasa
Inggris, “Edoft” (Adaption), berarti pengangkatan anak atau mengangkat anak. Dalam bahasa
Arab disebut “Tabanni” yang menurut Prof. Mahmud Yunus diartikan dengan “Mengambil
Anak Angkat”.
Sistim Hukum yang Mengatur Adopsi / Pengangkatan Anak
1) Hukum Barat (BW)
Dalam kitab UU Hukum Perdata (KUHP) tidak ditentukan satu ketentuan yang mengatur
masalah adopsi atau anak angkat yang ada hanyalah ketentuan tentang pengangkatan anak di
luar kawin, seperti yang diatur dalam buku BW hal XII bagian ketiga, pasal 280-289, tentang
pengakuan anak diluar kawin. Karena tuntutan masyarakat, maka dikeluarkan oleh
Pemerintah Hindia Belanda : Staats Blad no : 124/1917, khusus pasal 5-15, yg mengatur
masalah adopsi anak / anak angkat.
2) Pasal 8 menyebutkan bahwa ada 4 syarat untuk pengangkatan anak :
a) Persetujuan orang yang mengangkat anak.
b) Jika anak diangkat adalah anak syah dari orangtuanya, diperlukan izin dari orangtuanya itu.
Jika bapaknya sudah wafat dan ibunya kawin lagi, kasus ada persetujuan dari walinya.
c) Jika anak yang diangkat lahir di luar perkawinan, izin diperlukan dari orangtua yang
mengakui sebagai anaknya. Jika anak tidak diakui harus ada persetujuan dari walinya.
d) Jika anak yang akan diangkat sudah berusia 14 tahun, maka persetujuan adalah dari anak
sendiri.

4. TRANSPLANTASI
a. Pengertian
Transplantasi organ adalah transplantasi atau pemindahan seluruh atau sebagian organ dari

satu tubuh ke tubuh yang lain, atau dari suatu tempat ke tempat yang lain pada tubuh yang

sama. Transplantasi ini ditujukan untuk menggantikan organ yang rusak atau tak befungsi

pada penerima dengan organ lain yang masih berfungsi dari donor. Donor organ dapat

merupakan orang yang masih hidup ataupun telah meninggal.

Teknik transplantasi dimungkinkan untuk memindahkan suatu organ atau jaringan tubuh

manusia yang masih berfungsi baik, baik dari orang yang masih hidup maupun yang sudah

meninggal ke tubuh manusia lain.

Dalam penyembuhan suatu penyakit, adakalanya transplantasi tidak dapat dihindari dalam

menyelamatkan nyawa si penderita. Dengan keberhasilan teknik transplantasi dalam usaha


penyembuhan suatu penyakit dan dengan meningkatnya keterampilan dokter – dokter dalam

melakukan transplantasi. Upaya transplantasi mulai diminati oleh para penderita dalam upaya

penyembuhan yang cepat dan tuntas. Untuk mengembangkan transplantasi sebagai salah satu

cara penembuhan suatu penyakit tidak dapat bagitu saja diterima masyarakat luas.

Pertimbangan etik, moral, agama, hukum, atau sosial budaya ikut mempengaruhinya.

Transplantasi ditinjau dari sudut si penerima, dapat dibedakan menjadi :

1) Autotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh

orang itu sendiri.

2) Homotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke

tubuh orang lain.

3) Heterotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari suatu spesies ke tubuh

spesies lainnya.

b. Masalah Etik dan Moral dalam Transplantasi

1) Donor Hidup

Adalah orang yang memberikan jaringan / organnya kepada orang lain ( resepien ). Sebelum

memutuskan untuk menjadi donor, seseorang harus mengetahui dan mengerti resiko yang

dihadapi, baik resiko di bidang medis, pembedahan, maupun resiko untuk kehidupannya lebih

lanjut sebagai kekurangan jaringan / organ yang telah dipindahkan. Disamping itu, untuk

menjadi donor, sesorang tidak boleh mengalami tekanan psikologis. Hubungan psikis dan

omosi harus sudah dipikirkan oleh donor hidup tersebut untuk mencegah timbulnya masalah.
2) Jenazah dan donor mati

Adalah orang yang semasa hidupnya telah mengizinkan atau berniat dengan sungguh –

sungguh untuk memberikan jaringan / organ tubuhnya kepada yang memerlukan apabila ia

telah meninggal kapan seorang donor itu dapat dikatakan meninggal secara wajar, dan

apabila sebelum meninggal, donor itu sakit, sudah sejauh mana pertolongan dari dokter yang

merawatnya. Semua itu untuk mencegah adanya tuduhan dari keluarga donor atau pihak lain

bahwa tim pelaksana transplantasi telah melakukan upaya mempercepat kematian seseorang

hanya untuk mengejar organ yang akan ditransplantasikan.

3) Keluarga donor dan ahli waris

Kesepakatan keluarga donor dan resipien sangat diperlukan untuk menciptakan saling

pengertian dan menghindari konflik semaksimal mungkin atau pun tekanan psikis dan emosi

di kemudian hari. Dari keluarga resepien sebenarnya hanya dituntut suatu penghargaan

kepada donor dan keluarganya dengan tulus. Alangkah baiknya apabila dibuat suatu

ketentuan untuk mencegah tinmulnya rasa tidak puas kedua belah pihak.

4) Resipien

Adalah orang yang menerima jaringan / organ orang lain. Pada dasarnya, seorang penderita

mempunyai hak untuk mendapatkan perawatan yang dapat memperpanjang hidup atau

meringankan penderitaannya. Seorang resepien harus benar – benar mengerti semua hal yang

dijelaskan oleh tim pelaksana transplantasi. Melalui tindakan transplantasi diharapkan dapat

memberikan nilai yang besar bagi kehidupan resepien. Akan tetapi, ia harus menyadari
bahwa hasil transplantasi terbatas dan ada kemungkinan gagal. Juga perlu didasari bahwa jika

ia menerima untuk transplantasi berarti ia dalam percobaan yang sangat berguna bagi

kepentingan orang banyak di masa yang akan datang.

5) Dokter dan tenaga pelaksana lain

Untuk melakukan suatu transplantasi, tim pelaksana harus mendapat parsetujuan dari donor,

resepien, maupun keluarga kedua belah pihak. Ia wajib menerangkan hal – hal yang mungkin

akan terjadi setelah dilakukan transplantasi sehingga gangguan psikologis dan emosi di

kemudian hari dapat dihindarkan. Tnaggung jawab tim pelaksana adalah menolong pasien

dan mengembangkan ilmu pengetahuan untuk umat manusia. Dengan demikian, dalam

melaksanakan tugas, tim pelaksana hendaknya tidak dipengaruhi oleh pertimbangan –

pertimbangan kepentingan pribadi.

6) Masyarakat

Secara tidak sengaja masyarakat turut menentukan perkembangan transplantasi. Kerjasama

tim pelaksana dengan cara cendekiawan, pemuka masyarakat, atau pemuka agama diperlukan

unutk mendidik masyarakat agar lebih memahami maksud dan tujuan luhur usaha

transplantasi. Dengan adanya pengertian ini kemungkinan penyediaan organ yang segera

diperlikan, atas tujuan luhur, akan dapat diperoleh.

c. Transplantasi Ditinjau dari Aspek Hukum

Pada saat ini peraturan perundang – undangan yang ada adalah Peraturan Pemerintah No. 18

tahun 1981, tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat

atau Jaringan Tubuh Manusia. Pokok – pokok peraturan tersebut adalah :

1) Pasal 10

Transplantasi alat untuk jaringan tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan ketentuan

– ketentuan yaitu harus dengan persetujuan tertulis penderita dan keluarganya yang trdekat

setelah penderita meninggal dunia.


2) Pasal 14

Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata

dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan pernyataan tertulis keluarga

terdekat.

3) Pasal 15

Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia diberikan oleh

calon donor hidup, calon donor yang bersngkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang

merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai sifat operasi, akibat – akibat dan

kemungkinan – kemungkinan yang dapat terjadi. Dokter yang merawatnya harus yakin benar

bahwa calon donor yang bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan

tersebut.

4) Pasal 16

Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas suatu kompensasi

material apapun sebagai imbalan transplantasi.

5) Pasal 17

Dilarang memperjual – belikan alat atau jaringan tubuh manusia.

6) Pasal 18

Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk

keadaan dari luar negri


5. BAYI TABUNG

Bayi tabung adalah upaya jalan pintas untuk mempertemukan sel sperma dan sel telur diluar

tubuh (in vitro fertilization). Setelah terjadi konsepsi hasil tersebut dimasukkan kembali ke

dalam rahim ibu atau embrio transfer sehingga dapat tumbuh menjadi janin sebagaimana

layaknya kehamilan biasa. Status bayi tabung ada 3 macam :

1. Inseminasi buatan dengan sperma suami.

2. Inseminasi buatan dengan sperma donor.

3. Inseminasi bautan dengan model titipan.

Beberapa Negara memperbolehkan donor sperma bukan suami, dan diakui secara legal.

Kerahasiaan identitas donor yang bukan suami senantiasa dijaga, untuk menghindarkan

masalah dikemudian hari. Terkait dengan proses bayi tabung, pada tahun 1979, Majelis

Ulama Indonesia (MUI) pernah mengeluarkan fatwanya. Pada intinya, para ulama

menyatakan bahwa bayi tabung diperbolehkan selama sperma yang didonorkan berasal dari

suami yang sah dari si perempuan yang rahimnya hendak digunakan dalam proses bayi

tabung. Hal itu karena memanfaatkan teknologi bayi tabung merupakan hak bagi pasangan

yang berikhtiar untuk memperoleh keturunan. Namun, jika sperma dan rahim yang digunakan

bukan berasal dari pasangan suami istri yang sah, maka hal itu statusnya sama dengan

hubungan kelamin antara lawan jenis di luar pernikahan yang sah. Dengan kata lain, bisa

terjadi rahim seorang perempuan dipinjamkan untuk proses bayi tabung dari embrio seorang

lelaki yang bukan suaminya. Nah, hal itu sama saja dengan perzinaan.
MAKALAH
ISSUE ETIK DAN MORAL DALAM PELAYANAN KESEHATAN
Dosen pengampu : Nining Sulistyowati S.ST

Disusun oleh :
Nabilah Yasmin Fitriani
(M11.02.0021)

PROGRAM STUDY D-III KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MADANI YOGYAKARTA
2011/2012

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wata’ala yang telah mengaruniakan
kepada kita kesehatan, sehingga saya bisa menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Makalah ini membahas tentang “Issue Etik dan Moral dalam Pelayanan Kesehatan”.
Penyusunan makalah ini dapat terwujud atas bimbingan, pengarahan dan bantuan dari
berbagai pihak. Penulis menyampaikan terimakasih kepada ibu Nining Sulistyowati S.ST
selaku dosen pembimbing.
Penulis menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan, karena keterbatasan
kemampuan dan pengalaman kami, untuk itu kami mengharapkan kritik maupun saran yang
bersifat membangun demi perbaikan dan terselesaikannya pembuatan makalah ini.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................................ 1
Daftar isi.................................................................................................................. 2
BAB I
A. Issue Etik dan dilema ........................................................................................ 3
B. Isu Moral dan dilema.......................................................................................... 5
C. Pengambilan Keputusan dalam Pelayanan Kebidanan....................................... 6
D. Pengambilan Keputusan yang Etis..................................................................... 7
BAB II
A. Teori- teori Pengambilan Keputusan.................................................................. 9
B. Dimensi Etik dalam Peran Bidan..................................................................... 10
C.Menghadapi masalah etik dan moral dalam pelayanan kebidananan................ 11
BAB III
A. Peraturan dan perundangan – undang yang melandasi tugas fungsi dan praktik
bidan............................................................................................................... 12
Daftar Pustaka....................................................................................................... 16

BAB I

A. Isue Etik dan Dilema


Etika merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan erat dengan nilai manusia
dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah dan apakah penyelesaiannya baik
atau buruk ( Jones 1994 ). Moral merupakan pengetahuan atau keyakinan tentang adanya hal
yang baik dan buruk serta mempegaruhi sikap seseorang. Kesadaran tentang adanya baik dan
buruk berkembang pada diri seseorang sering dengan pengaruh lingkungan, pendidikan,
sosial budaya, agama, hal inilah yang disebut kesadaran moral atau kecerdasan etik. Moral
juga merupakan keyakinan individu bahwa suatu adalah mutlak baik atau buruk walaupun
situasi berbeda
Kesadaran moral erat kaitanya dengan nilai-nilai, keyakinan seseorang dan pada
prinsipnya semua manusia dewasa tahu akan hal yang baik dan yang buruk, inilah yang
disebut suara hati. Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi berdampak pada
perubahan pola pikir manusia. Masyarakat semakin kritis sehingga terjadi penguatan tuntutan
terhadap mutu pelayanan kebidanan. Mutu pelayanan kebidanan yang baik perlu landasan
komitmen yang kuat dengan basis etik dan moral yang baik.
Dalam praktik kebidanan seringkali bidan dihadapi pada beberapa permasalahan yang
dilematis, artinya pengambilan keputusan yang sulit berkaitan dengan etik. Dilema muncul
karena terbentur pada konflik moral, pertentangan batin atau pertentangan antara nilai-nilai
yang diyakinai bidan dengan kenyataan yang ada.
Beberapa permasalahan pembahasan etik dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai
berikut :
1. Persetujuan dalam proses melahirkan.
2. Pemilih atau mengambil keputusan dalam persalinan.
3. Kegagalan dalam proses persalinan.
4. Pelaksannan USG dalam kehamilan.
5. Konsep normal pelayanan kebidanan.
6. Bidan dan pendidikan sex.
Ada beberapa masalah etik yang berhubungan dengan tekhnologi, contohnya sebagai
berikut :
1. Perawatan intensif pada bayi.
2. Skening bayi.
3. Transplatasi organ.
4. Tehnik reproduksi dan kebidana
Etik berhubungan erat dengan profesi, yaitu :
1. Pengambialan keputusan dan penggunaan etik.
2. Otonomi bidan dan kode etik profesional.
3. Etik dalam penelitian kebidanan.
4. Penelitian tentang masalah kebidanan yang sensitif.
Beberapa contoh mengenai isu etik dalam pelayanan kebidanan adalah berhubungan
dengan :
1. Agama/kepercayaan
2. Hubungan dengan pasien
3. Hubungan dokter dengan bidan.
4. Kebenaran.
5. Pengambialan keputusan.
6. Pengambilan data.
7. Aborsi
8. AIDS.
9. In-vitro fertilization.

Contoh bentuk issue etik yang berhubungan dengan kebidanan


1. Issue etik yang terjadi antara Bidan dengan keluarga
2. Issue etik yang terjadi antara bidan dengan Pasien
3. Issue etik yang terjadi antara Bidan dengan Masyarakat
4. Issue etik yang terjadi antara Bidan dengan Teman sejawat
5. Issue etik yang terjadi antara Bidan dengan Tim kesehatan lainya
6. Issue etik yang terjadi antara Bidan dengan Organisasi Profesi
Perlu juga disadari bahwa dalam pelayanan kebidanan seringkali muncul masalah atau
isu dimasyarakat yang berkaitan dengan etik dan moral, dilema serta konflik yang dihadapi
bidan sebagai praktisi kebidanan. Isu adalah masalah pokok yang berkembang
dimasyarakatatau suatu lingkungan yang belum tentu benar, serta membutuhkan pembuktian.
Bidan dituntut berperilaku hati-hati dalam setiap tindakannya dalam memberikan asuhan
kebidanan dengan menampilkan perilaku yang etis profesional.
Isu adalah topik yang menarik untuk didiskusikan dan suatu yang memungkinkan
setiap orang mempunyai pendapat. Pendapat yang timbul akan bervariasi, isu muncul
dikarenakan adanya perbedaan nilai-nilai dan kepercayaan.

B. Isu Moral dan Dilema Moral


Isu Moral adalah merupakan topik yang penting berhubungan dengan benar dan salah
dalam kehidupan sehari-hari, sebagai contoh nilai-nilai yang berhubungan dengan kehidupan
orang sehari-hari menyangkut kasus abortus euthansia, keputusan untuk terminasi kehamilan.
Isu Moral juga berhubungan dengan kejadian yang luar biasa dalam kehiduapan sehari-hari
seperti menyangkutkonflik malpraktik perang dsb. Dilema moral menuruta Campbell adalah
suatu keadaan dimana dihadapkan pada dua alternatif pilihan, yang kelihatanya sama atau
hampir sama dan membutuhkan pemecahan masalah. Ketika mencari solusi atau pemecahan
masalah harus mengigat akan tanggung jawab profesional yaitu :
1. Tindakan selalu ditunjukan untuk peningkatan kenyamanan, kesejahteraan pasien atau klien.
2. Menjamin bahwa tindakan yang menghilangkan sesuatu bagian(omission), disertai rasa
tanggung jawab, memperhatikan kondisi dan keaamanan pasien atau klien.
C. Pengambilan Keputusan dalam Pelayanan Kebidanan
Menurut George R. Terry, pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif yang
ada. Terdapat lima hal pokok dalam pengambilan hal keputusan, yaitu :
1. Instuisi, berdasarkan perasaan, lebih subjektif dan mudah terpengaruh.
2. Pengalaman, mewarnai pengetahuan praktis, seringnya terpapar suatu kasus meningkatkan
kemampuan mengambil keputusan terhadap suatu kasus.
3. Fakta, keputusan lebih riil, valid dan baik.
4. Wewenang, lebih bersifat rutinitas.
5. Rasional, keputusan bersifat objektif, transparan konsisten.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan :


1. Posisi atau kedudukan.
2. masalah : terstruktur, tidak terstruktur, rutin, insidentil.
3. Situasi : faktor konstan, faktor tidak konstan.
4. Kondisi, faktor-faktor yang menentukan daya gerak.
5. Tujuan, antara atau objektif.

Kerangka pengambilan keputusan dalam asuhan kebidanan memperhatikan hal-hal


sebagai berikut :
1. Bidan harus mempunyai responsbility dan accountability.
2. Bidan harus menghargai wanita sebagai individu dan melayani dengan rasa hormat.
3. Pusat perhatian pelayanan bidan adalah safety and wellbeing mother.
4. Bidan berusaha menyokong pemahaman ibu tentang kesejahteraan dan menyatakan pilihanya
pada pengalaman situasi yang aman.
5. Sumber proses pengambilan keputusan dalam kebidanan adalah : knowledge, ajaran
intrinsik, kemampuan berfikir kritis, kemampuan membuat membuat keputusan klinis yang
logis.

D. Pengambialan Keputusan yang etis


1. Ciri keputusan yang etis, meliputi ;
a. Mempunyai pertimbangan benar salah.
b. sering menyangkut pilihan yang sukar.
c. tidak mungkin dielakan.
d. dipengaruhi oleh norma, situasi, iman, lingkungan sosial.
2. Situasi
a. Mengapa kita perlu mengerti situasi :
1. Untuk menerapkan norma-norma terhadap situasi.
2.Untuk melakukan perbuatan yang tepat dan berguna.
3. Untuk mengetahui masalah-masalah yang perlu diperhatikan.
b. Kesulitan-kesuliatan dalam mengerti situasi :
1. Kerumitan situasi dan keterbatasan pengetahuan kita.
2. Pengertian kita terhadap situasi sering dipengaruhi oleh kepentingan, prasangka dan
faktor-faktor subjektif lain.
c. Bagaimana kita memperbaiki pengertian kita tentang situasi :
1. Melakukan penyelidikan yang memadai.
2. Menggunakan sarana ilmiah dan keterangan para ahli.
3. Memperluas pandangan tentang situasi.

BAB II

A. Teori-teori Pengambilan Keputusan


1. Teori Utilitarisme
Teori ini mengutamakan adanya konsekuensi kepercayaan adanya kegunaan. Dipercaya
bahwa semua manusia mempunyai perasaan menyenangkan dan perasaan sakit. Prinsip
umum dalam utilitarisme didasari bahwa tindakan moral menghasilkan kebahagian yang
besar bila menghasilkan jumlah atau angka yang besar.
2. Teori deontology
Menurut immanuel Kant (1724-1804), sesuatu dikatakan baik dalam arti sesungguhnya
adalah kehendak yang baik, kesehatan, kekayaan, kepandaian adalah baik, jika digunakan
dengan baik oleh kehendak manusia, tetapi jika digunakan dengan kehendak yang jahat, akan
menjadi jelek sekali. Kehendak menjadi baik jika bertindak karena kewajiban.
Menurut W.D Ross semua kewajiban berlaku langsung pada diri kita. Kewajiban untuk
mengatakan kebenaran merupakan kewajiban utama, termasuk kewajiban kesetiaan, ganti
rugi, terima kasih, keadilan, berbuat baik,dsb.
3. Teori hedonisme
Menurut Aristippos (433-355 Sm), sesuai kodratnya setiap manusia mencari kesenangan dan
menghindari ketidaksenangan. Akan tetapi ada batas untuk mencari kesenangan. Hal yang
penting adalah menggunakan kesenangan dengan baik, dan tidak terbawa oleh kesenangan.
Menurut Epikuros (341-270 SM0 dalam menilai kesenangan (hedone) tidak hanya kesengan
dari inderawi, tetapi kebebasan dari rasa nyeri, kebebasan dari keresahan jiwa juga. Apapun
tujuan terakhir dari kehidupan manusia adalah kesenangan.

4. Teori eudemonisme
Menurut Aristoteles (384-322 SM ) bahwa dalam setiap kegiatannya manusia mengejar suatu
tujuan, ingin mencapai sesuatu yang baik bagi kita. Semua orang akan menyetujui bahwa
tujuan terakhir hidup manusia adalah kebahagian (eudaimonia ). Seseorang mampu mencapai
tujuannya jika mampu menjalankan fungsinya dengan baik, keunggulan manusia adalah akal
dan budi. Manusia mencapai kebahagiaan dengan menjalankan kegiatan yang rasional.

B. Dimensi Etik dalam Peran Bidan


Peran bidan secar menyeluruh meliputi beberapa aspek : praktis, penasehat, konselor,
teman, pendidik dan peneliti atau garis besarnya adalah plaksana, pengelola, pendidik dan
peneliti dalam pelayanan kebidanan.
Menurut United Kingdom Central Council (UKCC) 1999, tanggung jawab bidan meliputi :
1. Mempertahankan dan meningkatkan keamanan ibu dan bayi.
2. Menyediakan pelayanan yang berkualitas dan informasi dan nasehat yang tidak biasa yang
didasrkan pada evidence based.
3. Mendidk dan melatih calon bidan untuk dapat berkerjasama dalam profesi dan memberikan
pelayanan dengan memiliki tanggung jawab yang sama,termasuk dengan teman sejawatnya
atau kolega, sehingga bagaiman agar fit for practice and fit for purpose (menguntungkan
untuk praktik dan menguntungkan untuk tujan)

Dimensi kode etik meliputi :


1. Antara anggota profesi dan klien
2. Antara anggota profesi dan sistem kesehatan.
3. Antara profesi dan profesi kesehatan.
4. Sesama anggota profesi.
Prinsif kode etik, terdiri dari :
1. Menghargai otonomi.
2. Melakukan tindakan yang benar.
3. Mencegah tindakan yang dapat merugikan.
4. Memperlakukan manusia dengan adil.
5. Menjelaskan dengan benar.
6. Menepati jani yang telah disepakati.
7. Menjaga kerahasiaan.

C. Menghadapi masalah etik dan moral dalam pelayanan kebidanan


Tuntutan bahwa etik adalah hal penting dalam kebidanan salah satunya adalah karena
bidan merupakan profesi yang bertanggung jawab terhadap keputusan yang dibuat
berhubungan dengan klien serta harus mempunyai tanggung jawab moral terhadap keputusan
yang diambil. Untuk dapat menjalankan praktik kebidanan dengan baik tidak hanya
dibutuhkan pengetahuan klinik yang baik, serta pengetahuan yang up to date, tetapi bidan
juga harus mempunyai pemahaman isu etik dalam pelayanan kebidanan.
Menurut Dary 1 Koehn dalam The Ground of Professional Ethics (1994), Bahwa
bidan dikatakan profesional bila menerapkan etika dalam menjalankan praktik kebidanan .
Dengan memahami peran sebagai bidan akan meningkatkan tanggung jawab profesionlnya
kepada pasien atau klien. Bidan berada pada posisi yang baik, yaitu mempasilitasi pilihan
klien dan membutuhkan peningkatan pengetahuan tentang etika untuk menerapakan dalam
strategi praktik kebidanan.
Dari bagan aliran diatas menunjukan alur yang senantiasa berurutan, pada tahap
pertama bidan dengan pasien dihubungkan dengan suatu dialog, forum informasi ,kemudian
terjadi pilihan (choice) dan pengambilan keputusan
1. Menyetujui, sehingga menandatagani from persetujuan,
2. Menolak, dengan menandatagani form penolakan,
sehingga baik persetujuan maupun penolakan sebaiknya dituangkan secara tertulis,
jika terjadi permasalahan, maka secara hukum bidan mempunyai kekutan hukum karena
mempunyai bukti tertulis, jika terjadi permasalahan, maka secar hukum bidan mempunyai
kekuatan, karena mempunyai bukti tertulis yang menunjukan bahwa prosedur pemberian
informasi telah dilalui dan keputusan ada ditangan klien untuk menyetujui atau menolak. Hal
ini sesuai hak pasien untuk menentukan diri sendiri, yaitu pasien berhak menerima atau
menolak tindakan atas dirinya setelah diberi penjelasan secara jelasnya. Akhirnya bahwa
manfaat informed consent adalah untuk mengurangi kejadian malpraktek dan agar bidan
lebih berhati-hati dan alur pemberian informasi benar-benar dilakukan dalam memberikan
pelayanan kesehatan dan untuk megatasi masalah etik moral yang mungkin terjadi dalam
pelayanan kebidanan.

BAB III

A. Peraturan dan perundangan – undang yang melandasi tugas fungsi dan


praktik bidan
Hukum kesehatan adalah rangkaian peraturan perundang-undangan dalam bidang
kesehatan yang mengatur tentang pelayanan medik dan sarana medik. Perumusan hukum
kesehatan mengandung pokok-pokok pengertian sebagai berikut :
a. Kesehatan menurut WHO, adalah keadaan yang meliputi kesahatan badan, jiwa dan sosial,
bukan hanya keadaanbebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Adapun istilah kesehatan
dalam undang-undang kesehatan No.23 Tahun 1992 adalah keadaan sejahtera well being
badan, jiwa dan sosial, yang memungkinkan seseorang hidup produksi secara ekonomi dan
sosial.
b. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang
dilakukan oleh pemerintahan dan masyarakat.
c. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.
d. Tenaga kesehatan meliputi ytenaga kesehatan sarjana, sarjana muda. Adapun yang dimaksud
tenaga kesehatan adalah tenaga kesehatan pada tingkatsarjana dan sarjan muda. Dibidang
kebidanan dalam bidan yang terdiri dari diploma III dan IV kebidanan.
e. Sarana medik meliputi Rumah sakit umum, Rumah sakit khusus, rumah bersalin, praktik
berkelompok, balai pengobatan/ klinik dan sarana lain yang ditetapkan Menteri Kesehatan.

Sumber hukum formal adalah :


1. Perundang-undagan
2. Kebiasaan
3. Traktat
4. Yurisprudensi
5. Doktrin
Macam-macam hukum
1. Hukum perdata dan hukum publik
2. Hukum material dan hukum formal
3. Hukum perdata, pidana, tatanegara/tata usaha negara, dan hukum internasional.
Beberapa contoh peraturan perundanagn-undangan dan undang-undang yang terkait
dalam praktik bidan :
1. KEPMENKES RI NO.900/MENKES/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek
bidan.
Merupakan revisi dari pemkes No.572/Menkes/per VI/1996 yang mengatur tentang registrasi
dan praktik bidan. Kepmenkes ini terdiri dari bab dan 47 pasal.
a. Bab I Ketentuan umum
b. Bab II Pelaporan dan registrasi.
c. Bab III Masa bakti.
d. Bab IV Perizinan.
e. Bab V Praktik Bidan
f. Bab VI Pencatatan dan pelaporan.
g. Bab VII Pejabat yang berwenanag mengeluarkan dan mencabut izin praktik.
h. Bab VIII Pembinaan dan pengawasan.
i. Bab IX Sanksi.
j. Bab X Ketentuan peraliahan.
k. Bab XI Ketentuan penutup.
2. Undang-undang tentang aborsi
Abortus secara medis adalah keluarnya hasil konsepsi sebelum jani mampu hidup
diluar rahim yaitu sebelum 20 minggu. Aborsi juga berarti penghentian kehamilan setelah
tertanamnya ovum yang telah dibuahi dalam rahim sebelum usia janin mencapai 20 minggu.
Macam-macam abortus :
a. Abortus spontaneous, yang terjadi tanpa disengaja.
b. Abortus provokatus, dilakukan dengan sengaja atau dibuat. Ada dua macam abortus
provokartus , yaitu
1. Abortus provaktus therapiticus.
2. Abortus provocatus kriminalis.
Penguguran kandungan merupakan tindakan pidana kejahatan terhadap kemanusiaan. Tidak
ada batas umum kehamilan yang boleh digugurkan.
Dasar hukum abortus adalah sebagai berikut :
a. KUHP Bab XIX 299
1.KHUP pasal 299 ayat 1, ayat 2, ayat 3 Mengambil keuntungan dari pengguguran kandungan
sebagai mata pencarian / profesi pidana paling lama 4 tahun atauhaknya untuk melakukan
mata pencaraian itu dicabut.
2. KHUP pasal 346 : Mengugurkan atau mematika kandungan atau menyuruh orang lain untuk
itu pidana paling lama 4 Tahun.
3. KHUP pasal 347 : Mengugurkan atau mematika tanpa persetujuan pidana penjara 12 tahun
4. KHUP pasal 348 : Sengaja menggurkan kandungan dengan persetujuan pidana penjara
5,6tahun
5. KHUP pasal 349 : seorang dokter / bida dan apoteker yang membantu melakukan kejahatan
maka pidana tersebut di emban 1/3 dan dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian
dalam mana kejahatan dilakukan.
b. Undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992
1. Pasal 15 ayat 1
2. Pasal 15 ayat 2
3. Pasal 15 ayat 3
4. Pasal 80 ayat 1
5. Pasal 66 ayat 2
6. Pasal 66 ayat 3
3. Undang-undang tentang bayi tabung
Bayi tabung adalah upaya jalan pintas untuk mempertemukan sel sperma damn sel
telur tubuh (In Vitro Fertilization ). Setelah terjadi konsepsi hasil tersebut dimasukan kembali
kedalam rahim ibu atau embrio transfer sehingga dapat tumbuh menjadi janin sebagaimana
layaknya kehamilan biasa.
Status bayi tabung ada tiga macam :
a. Inseminasi buatan dengan sperma suami.
b. Inseminasi buatan dengan sperma donor.
c. Inseminasi buatan dengan model titipan.
Dasar hukum pelaksanaan bayi tabung di Indonesia adalah Undang-undang kesehatan No. 23
Tahun 1992.
a. Pasal 16 ayat 1 dan ayat 2
b. Pasal 192 UU No.36 tahun 2009 : Setiap orangdengan sengaja memperjual belikan
atau jaringan tubuh dengan dalih apapun (tujuan komersil ) pidana penjar paling lama 10 th
dan denda paling banyak 1 milyar rupiah.
4. Undang- Undang tentang adopsi
Adopsi diartikan perbuatan hukum dimana seseorang yang cakap mengangkat seseorang
anak orang lain menjadi anak sahnya. Apabila anak tersebut mau diambil oleh orang lain,
maka sebaiknya mengikuti prosedur hukum adopsi.
Ada tiga macam hukum perdata, yaitu :
a. Perdata barat
b. Perdata adat
c. Perdata sesuai agama.
5. PERMENKES 749a TAHUN 1989, Tentang rekam medis
Rekam medis harus disimpan dengan baik dan dijaga kerahasianya. Apabila pasien
meninggal dunia maka rekam medis tidak boleh diberikan kepada keluarga pasien, kecuali
diminta oleh kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.
6. Peraturan yang terkait dengan peraktek bidan
*. UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
* UU Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
* UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
7. Ketentuan Pidana dalam UU Kesehatan dalam BAB XX Pasal 190 s/d 201
8. UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, Pasal 75 ayat 2, Pasal 76, dan pasal 194

DAFTAR PUSTAKA

Black, Tria Murphy, 1995. Issues in Midwifery ; churchill Livingstooe; ediburg Hongkong London
Madrid Melbouurne New York and Tokyo
Kansil, CST, 1991. Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia; Rineka Cipta; Jakarta
Puji Heni ,Wahyuni, 2009. Etika profesi Kebidanan; Fitramaya; Yogyakarta

Bab I Komprehensif

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mortalitas dan morbiditas merupakan masalah besar di negara berkembang.

Diperkirakan setiap jam, dua perempuan mengalami kematian karena hamil atau melahirkan

akibat komplikasi pada masa hamil atau persalinan. (Saparinah Sadli, 2010). Di negara

miskin, sekitar 25-50% kematian wanita usia subur disebabkan oleh masalah yang berkaitan

dengan kehamilan, persalinan, dan nifas. WHO memperkirakan di seluruh dunia setiap

tahunnya lebih dari 585.000 meninggal saat hamil atau bersalin. (Depkes RI, 2011)

Menurut WHO pada tahun 2000 Maternal Mortality Rate (MMR) di dunia 400 per

100.000 kelahiran hidup, MMR di negara berkembang 440 per 100.000 kelahiran hidup

sedangkan di negara maju hanya 20 per kelahiran hidup. MMR di Asia 330 per 100.000

kelahiran hidup, Asia Timur 55 per 100.000 kelahiran hidup, Asia Selatan 520 per 100.000

kelahiran hidup, Asia Tenggara 210 per 100.000 kelahiran hidup dan Asia Barat 190 per

100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB)

Indonesia masih tertinggi di Asia. Tahun 2002 kematian ibu melahirkan mencapai 307 per

100.000 kelahiran. Angka ini 65 kali kematian ibu di Singapura, 9,5 kali dari Malaysia.

Bahkan 2,5 kali lipat dari Filipina. Begitu juga dengan AKB Indonesia pada tahun 2002

sebesar 45 per 1000 kelahiran hidup. (CH Maulina, 2010)

Berdasarkan Data Dinas Kesehatan DKI, di wilayah DKI Jakarta angka kematian bayi

yang semula 15,2 per 1.000 kelahiran pada tahun 2007 turun menjadi 13,7 per 1.000

kelahiran pada tahun 2008. Begitu juga dengan angka kematian ibu melahirkan, yakni dari 41

per 100.000 kelahiran pada tahun 2007 menjadi 39 per 100.000 kelahiran pada tahun 2008.

Kondisi ini otomatis membuat angka usia harapan hidup meningkat dari 75,8 tahun pada

tahun 2007 menjadi 75,9 tahun pada tahun 2008 (Lenny, 2009).
Berdasarkan data dari Dinkes Kota Tangsel, pada 2011 jumlah AKI dan AKB di Kota

Tangsel mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tercatat jumlah

AKB sampai Juni 2011 ini adalah 20 bayi dibandingkan dengan tahun 2010 dan 2009 yang

jumlahnya mencapai 67 dan 72 bayi dalam kurun waktu yang sama. (Radar Banten, 2010)

Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor penentu

angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani

masalah ini. Persoalan kematian yang terjadi lantaran indikasi yang lazim muncul. Yakni

pendarahan, keracunan kehamilan yang disertai kejang- kejang, aborsi, dan infeksi. Namun,

ternyata masih ada faktor lain yang juga cukup penting. Misalnya, pemberdayaan perempuan

yang tak begitu baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan

masyarakat dan politik, kebijakan juga berpengaruh.

Ada tiga faktor utama penyebab kematian ibu melahirkan yakni , pendarahan,

hipertensi saat hamil atau pre eklamasi dan infeksi.Pendarahan menempati persentase

tertinggi penyebab kematian ibu ( 28 persen), anemia dan kekurangan energi kronis (KEK)

pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya pendarahan dan infeksi yang merupakan

faktor kematian utama ibu. Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh

kematian ibu disebabkan oleh pendarahan; proporsinya berkisar antara kurang dari 10 persen

sampai hampir 60 persen. Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami

pendarahan pasca persalinan, namun ia akan menderita akibat kekurangan darah yang berat

(anemia berat) dan akan mengalami masala kesehatan yang berkepanjangan. (WHO, 2007).

Persentase tertinggi kedua penyebab kematian ibu yang adalah eklamsia (24 persen),

kejang bisa terjadi pada pasien dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) yang tidak terkontrol

saat persalinan. Hipertensi dapat terjadi karena kehamilan, dan akan kembali normal bila

kehamilan sudah berakhir. Namun ada juga yang tidak kembali normal setelah bayi lahir.

Kondisi ini akan menjadi lebih berat bila hipertensi sudah diderita ibu sebelum hamil. (Profil
Kesehatan Indonesia, 2007), sedangkan persentase tertinggi ketiga penyebab kematian ibu

melahirkan adalah infeksi (11 persen). Salah satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah

disebabkan karena relatif masih rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan.

Departemen Kesehatan menetapkan target 90 persen persalinan ditolong oleh tenaga

medis pada tahun 2010. Perbandingan dengan hasil survei SDKI bahwa persalinan yang

ditolong oleh tenaga medis profesional meningkat dari 66 persen dalam SDKI 2002-2003

menjadi 73 persen dalam SDKI 2007. Angka ini relatif rendah apabila dibandingkan dengan

negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand di mana angka pertolongan persalinan

oleh tenaga kesehatan hampir mencapai 90%. Apabila dilihat dari proyeksi angka

pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan nampak bahwa ada pelencengan dari tahun

2004 dimana angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dibawah dari angka

proyeksi, apabila hal ini tidak menjadi perhatian kita semua maka diperkirakan angka

pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 90 % pada tahun 2010 tidak akan

tercapai, konsekuensi lebih lanjut bisa berimbas pada resiko angka kematian ibu meningkat.

Kondisi geografis, persebaran penduduk dan sosial budaya merupakan beberapa faktor

penyebab rendahnya aksesibilitas terhadap tenaga pertolongan persalinan oleh tenaga

kesehatan, dan tentunya disparitas antar daerah akan berbeda satu sama lain. (Depkes, 2007)

Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) terakhir yang dilaksanakan

Kementrian Kesehatan menunjukan penyebab kematian terbanyak pada kelompok bayi 0-6

hari didominasi gangguan pernafasan (35,9%), prematuritas (32,4%) dan sepsis (12%). Untuk

penyebab utama kematian bayi pada kelompok 7-28 hari yaitu sepsis (20,5%), malformasi

kongenital (18,1 %) dan pneumonia (15,4 %). Penyebab utama kematian bayi pada kelompok

29 hari-11 bulan yaitu Diare (31,4%), penumonia (23,8%) dan meningitis/ensefalitis (9,3 %).

Di lain pihak faktor utama ibu yang berkontribusi terhadap lahir mati dan kematian bayi 0-6

hari adalah hipertensi maternal (23,6 %), komplikasi kehamilan dan kelahiran (17,5%),
ketuban pecah dini dan pendarahan anterpartum masing-masing 12,7 %. (Candra Syafei,

2010)

Sedangkan upaya yang dilakukan MPS (Making Pregnancy Safer) adalah: (a)

Peningkatan cakupan kualitas (Supply side) berupa: Ante Natal Care (ANC, pemeriksaan

kehamilan minimal 4 kali); bersalin pada tenaga kesehatan; kunjungan nifas; penanganan

komplikasi; KB, (b) Pemberdayaan masyarakat (Demand side) berupa: Program Perencanaan

Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K); peningkatan pemanfaatan Buku KIA, (c)

Manajemen berupa: perencanaan program melalui DTPS (District Team Problem Solving);

PWS-KIA (Pemantauan Wilayah Setempat-Kesehatan Ibu dan Anak). Juga dengan

penyediaan tenaga kesehatan, sarana, alat dan obat yang berkualitas.

Upaya Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi serta Akselerasi

Pencapaian MDG 4 dan 5 harus dilakukan secara komprehensif dengan cara melibatkan lintas

program di Dinas Kesehatan, lintas sektor, pemerintah daerah, DPRD, organisasi profesi/

keagamaan/ kemasyarakatan, swasta, LSM maupun donor.

Contoh keterlibatan lintas program adalah: a) Program P2M berperan dalam

imunisasi pada bayi dan ibu hamil; penanggulangan Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV,

TBC, malaria pada ibu hamil maupun bayi. b) Program Perbaikan Gizi Masyarakat berperan

dalam vitamin A untuk ibu nifas, pencegahan anemia dengan tablet Fe, Pemberian Makanan

Tambahan dan ASI Eksklusif. c) Program Obat dan Perbekalan Kesehatan berperan dalam

penyediaan obat esensial, alat kontrasepsi, obat KIA/KB. d)Pelayanan Medik/ Rujukan

berperan dalam penyiapan PONEK (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif)

di Rumah Sakit, Unit Transfusi darah (UTD). e) Program Promosi Kesehatan berperan

dalam menyebarluasan informasi kesehatan kepada masyarakat melalui berbagai media. f)

Program Sumber Daya Kesehatan berperan dalam pembinaan dan distribusi tenaga kesehatan

(bidan, dokter, dokter spesialis kebidanan, dokter spesialis anak). g)Program Penyehatan
Lingkungan berperan dalam menyiapkan masyarakat dalam hal air bersih dan rumah sehat.

h)Program Kebijakan dan Manajemen Pembiayaan Kesehatan berperan dalam hal Jaminan

kesehatan masyarakat.

Organisasi profesi juga sangat besar peranannya dalam upaya ini. Ikatan Bidan

Indonesia (IBI) yang mempunyai banyak anggota bahkan tersebar sampai ke desa-desa.

Diharapkan dapat menjadi perpanjangan tangan Dinas Kesehatan dalam menyebarluaskan

informasi kepada anggotanya. Misalnya tentang Program Perencanaan Persalinan dan

Pencegahan Komplikasi (P4K), pemanfaatan Buku KIA, ASI eksklusif, dll. (Candra Syafei,

2010)

Berdasarkan hal tersebut diatas maka penulis sebagai mahasiswa Diploma III kebidanan

diwajibkan menerapkan “Asuhan Kebidanan Komperehensif” pada ibu hamil, ibu bersalin,

nifas dan bayi baru lahir dan pada tanggal 21-10-2011 sampai 11-01-2012 di BPS Kristiani

Rachman, Am. Keb.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mampu menerapkan dan melakukan Manajemen Asuhan Kebidanan secara

komprehensif dari kehamilan, persalinan, nifas dan perawatan bayi baru lahir.

2. Tujuan Khusus

1. Mampu melakukan pengkajian mulai dari Kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir

pada Ny. U.

2. Mampu menginterpretasikan data dasar/ menganalisa masalah pada Kehamilan, persalinan,

nifas dan bayi baru lahir pada Ny. U


3. Mampu mengidentifikasi diagnosa/ masalah yang mungkin

terjadi pada kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir pada Ny. U

4. Mampu mengambil keputusan/ tindakan segara dalam keadaan gawat darurat kebidanan yang

mungkin terjadi pada Kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir pada Ny. U

5. Mampu membuat perencanaan tindakan yang mungkin terjadi pada Kehamilan, persalinan,

nifas dan bayi baru lahir pada Ny. U

6. Mampu mengimplementasikan rencana tindakan yang mungkin terjadi pada Kehamilan,

persalinan, nifas dan bayi baru lahir pada Ny. U

7. Mampu mengevaluasi intervensi yang telah dilakukan pada Kehamilan, persalinan, nifas dan

bayi baru lahir pada Ny. U

C. Ruang Lingkup

Study kasus ini membahas tentang Manajemen Asuhan kebidanan Komprehensif pada

Ny. U dimulai dari pengawasan antenatal, persalinan, nifas serta perawatan bayi baru lahir

yang dilakukan di Bidan Praktek Swasta Kristiani Rachman Am. Keb pada tanggal 21

Oktober 2011 sampai tanggal 11 Januari 2012 yang ditujukan khusus untuk memberikan

pelayanan secara komprehensif dengan menggunakan metode 7 langkah varney dan

pendokumentasian SOAP.

D. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan

Berisikan tentang latar belakang, tujuan, manfaat, ruang lingkup dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Teori


Berisikan tentang teori yang menujang kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir.

Manajemen Askeb ANC, Manajemen Askeb Persalinan, Manajemen Askeb Nifas,

Manajemen Askeb BBL.

BAB III Tinjauan Kasus

Berisikan tentang membahas dan mengkaji data-data yang telah diperoleh dari hasil

pengkajian terhadap ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir dengan menggunakan 7

langkah Varney dan SOAP.

BAB IV Pembahasan

Berisikan tentang perbandingan antara hasil laporan kasus yang diuraikan pada

bab sebelumnya dengan teori pada tinjauan pustaka.

BAB V Penutup

Berisikan ringkasan mengenai penulis yang dilakukan, serta saran- saran mengenai hasil dari

penulisan yang dapat dijadikan masukan untuk laporan kasus yang akan datang
Selasa, 10 Januari 2012

Distosia Kelainan Panggul

Distosia Karena Kelainan Panggul


 Jenis kelainan panggul
Menurut Cadwell dan Moloy berdasarkan penyelidikan roentgenologik dan anatomik, panggul-
panggul menurut morfologinya dibagi menjadi 4 jenis pokok. Jenis-jenis ini dengan ciri-ciri
pentingnya:
1. Panggul ginekoid : Pintu atas panggul yang bundar, atau dengan diameter transfersa yang lebih
panjang sedikit daripada diameter anteoposterior dan dengan panggul tengah serta pintu bawah
panggul yang cukup luas.
2. Panggul antropoid : Dengan diamneter anteroposterior yang lebih panjang dari pada diameter
transversa, dan dengan arkus pubis menyempit sedikit.
3. Panggul android : Pintu atas panggul yang berbentuk sebagai segitiga berhubungan dengan
penyempitan ke depan, dengan spina isiadika menonjol ke dalam den dengan arkus pubuis
menyempit.
4. Panggul platipelloid : Diameter anteroposterior yang jelas lebih pendek dari pada diameter
transversa pada pintu atas panggul dan dengan arkus pubis yang luas.
Oleh Cadwell dan Moloy dijelaskan pula bahwa jenis-jenis pokok seperti gambaran diatas tidak
seberapa sering terdapat. Yang lebih sering ditemukan adalah panggul-panggul dengan ciri-ciri jenis
yang satu di bagian belakang dan ciri-ciri jenis yang lain di bagian depan. Berhubungan dengan
pengaruh faktor-faktor ras dan sosial ekonomi, frekuensi dan ukuran-ukuran jenis-jenis panggul
berbeda-beda di antara berbagai bangsa. Dengan demikian standar ukuran panggul normal pada
seorang wanita Eropa berlainan dengan standar panggul wanita normal Asia Tenggara.
Pada panggul dengan ukuran normal, apapun jenis pokoknya, kelahiran pervaginam janin
dengan berat badan yang normal tidak akan mengalami kesukaran. Akan tetapi karena pengaruh
gizi, lingkungan atau hal-hal lain ukuran-ukuran panggul dapat menjadi lebih kecil darp pada standar
normal, sehingga bisa terjadi kesulitan dalam persalian pervaginam. Terutama kelainan pada
panggul android dapat menimbulkan distosia yang sukar diatasi. Disamping panggul-panggul karena
ukuran-ukuran pada jenis pokok tersebut diatas kurang normal, terdapat pula panggul-panggul
sempit yang lain, yang umumnya juga disertai perubahan dalam bentuknya.
Menurut klasifikasinya yang dianjurkan oleh Munro kerr yang diubah sedikit, panggul-panggul
yang terakhir ini dapat digolongkan sebagai berikut.
 Perubahan bentuk karena kelainan pertumbuhan intrauterin : Panggul naegele, panggul robert, split
pelvis, panggul asimilasi.
 Perubahan bentuk karena penyakit dan tulang-tulang panggul atau sendi panggul : Rakitis,
osteomalasia, neoplasma, fraktur, atrofi, karies, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka, sendi
sakrokoksigea.
 Perubahan bentuk karena peruabahan tulang belakang: Kifosis, skoliosis, spondilolistesis.
 Peruabahan bentuk karena penyakit kaki: Koksitis, luksasio, koksa, atrofi atau kelumpuhan satu kaki.

Panggul naegele hanya mempunyai sebuah sayap pada sakrum, sehingga panggul tumbuh
sebagai panggul miring. Pada panggul robertkedua sayap sakrum tidak ada, sehingga panggul sempit
dalam ukuran melintang. Pada split pelvis penyatuan tulang-tulang panggul pada simfisis tidk terjadi
sehingga panggul terbuka kedepan.
Pada panggul asimilasi sakrum terdiri dari 6 os vertebra (asimilasi tinggi) atau os 4 vertebra
(asimilasi rendah). Panggul asimilasi tinggi dapat menimbulkan kesukaran dalam turunnya kepala
janin ke rongga panggul. Dahulu panggul rahitis banyak terdapat pada orang-orang miskin di dunia
barat karena mereka pada masa kanak-kanak menderita rakhitis sebagai akibat kekurangan vitamin
D serta kalsium dalam makanan dan kurang mendapatkan sinar matahari. Jika anak mulai duduk,
tekanan badan dengan panggul dengan tulang-tulang dan sendi-sendi yang lembek karena rakitis
dapat menyebabkan sakrum dengan promotoriumnya bergerak ke depan dan dengan bagian
bawahnya kebelakang; dalam proses ini sakrum mendatar. Ciri pokok panggul rakitis adalah
mengecilnya diameter anteroposterior pada pintu atas panggul. Dewasa ini panggul rakitis dengan
kesempitan yang ekstrim tidak ditemukan lagi. Akan tetapi panggul picak yang ringan karena
ganguan gizi masih terdapat. Demikian pula osteomalasia, suatu penyakit karena gangguan gizi yang
hebat dan karena kekurangan sinar matahari, yang menyebabkan perubahan dalam bentuk-bentuk
tulang termasuk panggul sehingga rongganya mejadi sempit, kini jarang ditemukan.
Tumor tulang panggul yang dapat menimbulkan kesempatan jalan lahir jarang sekali terdapat.
Demikian pulan halnya dengan fraktur tulang panggul yang disebabkan timbulnya kallus, atau karena
kurang sempurna sembuhnya yang dapat mengubah bentuk panggul.
Pada kifosis tulang belakang bagian bawah, sakrum bagaian atas ditekan kebelakang, sedang
sakrum bagian bawah memutar kedepan. Dengan demikian terdapat panggul corong( tunnel pelvis).
Dengan pintu atas panggul yang luas dan dengan bidang-bidang lain menyempit.
Pada skoliosis tulang belakang bagian bbawah, bentuk panggul dipengaruhi oleh perubahan
pada tulang-tulang diatas dan panggul menjadi miriing. Kelainan atau penyakit pada satu kaki yang
diderita sejak lahir atau dalam masa kanak-kanak menyebabkan kaki tersebut tidak dapat digunakan
dengan sempurna, sehingga berat badan harus dipikul oleh kaki yang sehat. Akibatnya panggul
bertumbuh miring( pada pospoliomyelitis masa kanak-kanak).
 Diagnosis panggul sempit dan distroporsi sefalopelfik
Pemeriksaan umum kadang-kadang sudah membawa pikiran kearah kemungkinan kesempitan
panggul. Sebagai mana adanya tuberkolosis pada kolumna vertebtra atau pada panggul, luksasio
koksakonginetalis dan poliomielitis dalam anamesis memberi petunjuk penting, demikian pula
ditemukannya kifosis, ankilosis pada artikulasio koksa disebelah kanan atau kiri dan lain-lain pada
pemeriksaan fisik umum memberikan isyarat-isyarat tertentu. Pada wanita yang lebih pendek
daripada ukuran normal bagi bangsanya, kemungkinan panggul kecil perlu diperhatikan pula. Akan
tetapi apap yang dikemukakan diatas tidak dapat diartikan bahwa seorang wanita dengan bentuk
badan normal tidak dapat memiliki panggul dengan ukuran-ukuran yang kurang dari normal, ditinjau
dari satu atau beberapa segi bidang panggul. Dalam hubungan ini beberapa hal perlu mendapat
perhatian. Anamnesis tentang persalinan-persalinan terdahulu dapat memberi petunjuk tentang
keadaan panggul. Apabila persalinan tersebut berjalan lancar dengan dilahirkannya janin dengam
berat badan yang normal, maka kecil kemungkinan bahwa wanita yang bersangkutan menderita
kesempitan panggul yang brarti.
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan cara pemeriksaan yang penting untuk mendpaat
keterangan lebih banyak tentang keadaan panggul. Cara pelaksananan pelvimetri sudah dibahas
dengan lengkap pada fisiologi kehamilan; disini hanya dikemukakan beberapa hal pokok saja.
Pelvimetri luar tidak banyak artinya, kecuali untuk pengukuran pintu bawah panggul, dan dalam
beberapa hal yang khusus sepertio panggul miring. Pelvimetri dalam dengan tangan mempunyai arti
yang penting untuk menilai secara aga kasar pintu atas panggul serta panggul tengah, dan untuk
memberi gambaran yang jelas mengenai pintu bawah panggul. Dengan pelvimetri roengenologik
diperoleh gambaran yang jelas tentang bentuk panggul dan ditemukan angka-angka mengenai
ukuran-ukuran dalam ketiga bidang panggul.
Akan tetapi pemeriksaan ini pada masa kehamilan mengandung bahaya, khususnya bagi janin.
Oleh sebab itu, tidak dapat dipertanggungjawabkan untuk menjalankan pelvimetri roengenologik
secara rutin pada masa kehamilan melainkan harus didasarkan atas indikasi yang nyata, baik dalam
masa antenantal maupun dalam persalinan.
Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam kelangsungan persalinan, tetapi yang tidak
kurang penting adalah hubungan antara ke[pala janin dengan panggul ibu. Besarnya kepala janin
dalam perbandingan dengan luasnya panggul ibu menentukan pakah ada disporposisi sefalopelvik
atau tidak. Masih ada faktor-faktor lain yang ikut menentukan apakah persaliann pervaginam
berlangsung dengan baik atau tidak, akan tetapi faktor-faktor ini baru dapat diketahui pada waktu
persalinan, seperti kekuatan his dan terjadinya moulage kepala janin. Besarnya kepala janin,
khusunya diameter biparietalisnya dapat diukur dengan menggunakan sinar roentgen. Kaan tetapi
sefalometri roengenologik lebih sukar pelaksanaannya dan mengandung bahaya sperti pemeriksaan-
pemeriksaan roengenologik lainnya. Pengukuran diameter biparietalis dengan cara ultrasonik yang
sudah mulai banyak dilakukan memberikan hasil yang cukup memuaskan. Cara ini tidak bahaya
dibandingkan dengan pemeriksaan roengenologik.
Pada hamil tua dengan janin dalam presentasi kepala dapat dinilai agak kasar adanya
disporporsi sefalopelvik dan kemungkinan mengatasinya. Untuk hal ini pemeriksaan dengan tangan
yang satu menekan kepala janin dari atas ke atas rongga panggul, sedang tangan lain yang diletakkan
pada kepala, menentukan apakah bagian ini menonjol di atas simfisis atau tidak. Pemeriksaan yang
lebih sempurna adalah metode muller munro kerr; tangan yang satu memegang kepala janin dan
menekannya ke arah rongga panggul, sedang 2 jari tangan yang lain dimasukkan ke dalam rongga
vagian untuk menentukan sampai berapa jauh kepala kepala mengikuti menekan tersebut.
semetara itu ibu jari tangan yang masuk dalam vagina memeriksa dari luar hubungan atara kepala
dan simfisis.
 Distosia karena panggul sempit.
Yang penting dalam Obstetri bukan panggul sempit secara anatomis, lebih penting lagi ialah
panggul sempit secara fungsionil artinya perbandingan antara kepala dan panggul.
Kesempitan panggul dibagi sebagai berikut :
1. Kesempitan pintu atas panggul : Pintu atas panggul dianggap sempit kalau conjugata vera kurang
dari 10 cm, atau kalau diameter transversa kurang dari 12 cm. Conjugata vera dilalui oleh diameter
biparietalis yang berukuran kurang lebih 9,5 cm dan kadang-kadang mencapai 10 cm, maka sudah
jelas bahwa conjugata vera yang kurang 10 cm dapat menimbulkan kesulitan, kesukaran bertambah
lagi kalau kedua ukuran ialah diameter anteroposterior maupun diameter transversa sempit. Sebab-
sebab yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat dibagi sebagai berikut :
- Kelainan karena gangguan pertumbuhan :
a. Panggul sempit keseluruhan : semua ukuran panggul kecil
b. Panggul picak : ukuran muka belakang sempit, ukuran melintang biasa.
c. Panggul sempit picak : semua ukuran kecil, tapi terlebih ukuran muka belakang.
d. Panggul corong : pintu atas panggul biasa, pintu bawah panggul sempit.
e. Panggul belah : simphisis terbuka.

- Kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya.


a. Panggul rachitis : panggul picak, panggul sempit, seluruh panggul sempit picak dan lain-=lain.
b. Panggul osteomalaci : panggul sempit melintang.
c. Radang articulatio sacroiliaca : panggul sempit miring.

- Kelainan panggul disebabkan kelainan tulang-belakang.


a. Kiphose di daerah tulang pinggang menyebabkan panggul corong.
b. Scoliose di daerah tulang punggung menyebabkan panggul sempit miring.

- Kelainan panggul disebabkan kelainan anggota bawah : Coxitis, luxatio, atrofia merupakan salah satu
anggota, menyebabkan panggul sempit miring. Disamping itu mungkin pula ada exostose atau
fraktur dari tulang panggul yang menjadi sebab kelainan panggul.

 Pengaruh panggul sempit pada kehamilan dan persalinan : Panggul sempit mempunyai pengaruh
yang besar pada kehamilan maupun persalinan, yaitu sebagai berikut :
a. Pengaruh pada kehamilan
- Dapat menimbulkan retrofleksi uteri gravidi incarcerata.
- Karena kepala tidak dapat turun, maka terutama pada primigravida fundus lebih tinggi dari pada
biasa dan menimbulkan sesak nafas atau gangguan perdarahan darah. Kadang-kadang fundus
menonjol ke depan hingga perut menggantung. Perut yang menggantung pada seorang
primigravida merupakan tanda panggul sempit.
- Kepala tidak turun ke dalam rongga panggul pada bulan terakhir.
- Dapat meimbulkan letak muka, letak sungsang dan letak lintang.
- Biasanya anak seorang ibu dengan panggul sempit lebih kecil dari pada ukuran bayi pukul rata.
b. Pengaruh pada persalinan
- Persalinan lebih lama dari biasa
 Karena gangguan pembukaan
 Karena banyak waktu dipergunakan untuk moulage kepala anak.
Kelainan pembukaan disebabkan karena ketuban pecah sebelum waktunya, karena bagian
depan kurang menutup pintu atas panggul, selanjutnya setelah ketuban pecah kepala tidak dapat
menekan pada serviks karena tertahan pintu atas panggul.

- Pada panggul sempit sering terjadi kelainan presentasi atau posisi misalnya :
 Pada panggul picak sering terjadi letak defleksi supaya diameter bitemporalis yang lebih kecil dari
diameter biparietalis dapat melalui conjugata vera yang sempit itu. Asynklitismus sering juga terjadi,
yang dapat diterangkan dengan “knopfloch mechanismus” (mechanisme lobang kancing).
 Pada panggul sempit seluruh kepala anak mengadakan hiperfleksi supaya ukuran-ukuran kepala
yang melalui jalan lahir sekecil-kesilnya.
 Pada panggul sempit melintang sutura sagittalis dalam jurusan muka belakang (positio occipitalis
directa) pada pintu atas panggul.
- Dapat terjadi ruptur uteri kalau his menjadi terlalu kuat dalam usaha mengatasi rintangan yang
ditimbulkan oleh panggul yang sempit.
- Sebaliknya jika otot rahim menjadi lelah karena rintangan oleh panggul sempit dapat terjadi infeksi
intrapartum. Infeksi ini tidak saja membahayakan ibu tapi juga dapat menyebabkan kematian anak di
dalam rahim. Kadang-kadang karena infeksi dapat terjadi timpani uteri atau physometra.
- Terjadinya fistel : tekanan yang lama pada jaringan dapat menimbulkan ischaemia yang
menyebabkan nekrose. Nekrose ini menimbulkan fistula vesicovaginalis lebih sering terjadi karena
kandung kencing tertekan antara kepala anak dan simfisis sedangkan rectum jarang tertekan dengan
hebat karena adanya rongga sacrum.
- Ruptur simfisis (simpisiolisis) dapat terjadi : malahan kadang-kadang ruptur dari articukulatio
sacroiliaca. Kalau terjadi simpisiolisis maka pasien mengeluh tentang nyeri di daerah simpisis dan
tidak dapat mengangkat tungkainya.
- Parese kaki dapat menjelma karena tekanan dari kepala pada urat-utar saraf di dalam rongga
panggul, yang paling sering terjadi ialah kelumpuhan N.peroneus.

 Pengaruh pada anak :


- Partus yang lama misalnya yang lebih lama dari 20 jam atau kala II yang lebih dari 3 jam sangat
menambah kematian perinatal apalagi kalau ketuban pecah sebelum waktunya.
- Prolapsus foeniculi dapat menimbulkan kematian anak.
- Moulage yang kuat dapat menimbulkan perdarahan otak, terutama kalau diameter biparietal
berkurang lebih dari ½ cm. Selain dari itu mungkin pada tengkorak terdapat tanda-tanda tekanan,
terutama pada bagian yang melalui promontorium (os parietale) malahan dapat terjadi fractur
impressi.

 Persangkaan panggul sempit : Seorang harus ingat akan kemungkinan panggul sempit kalau :
a) Pada primipara kepala anak belum turun setelah minggu ke 36.
b) Pada primipara ada perut menggantung.
c) Pada multipara persalinan yang dulu-dulu sulit.
d) Kelainan letak pada hamil tua.
e) Kelainan bentuk badan (cebol, scoliose, pincang dan lain-lain)
f) Osborn positif.
 Prognosa : Prognosa persalinan dengan panggul sempit tergantung pada berbagai faktor antaranya:
- Bentuk panggul
- Ukuran panggul, jadi derajat kesempitan.
- Kemungkinan pergerakan dalam sendi-sendi panggul.
- Besarnya kepala dan kesanggupan moulage kepala.
- Presentasi dan posisi kepala.
- His

Diantara faktor-faktor tersebut di atas yang dapat diukur secara pasti dan sebelum persalinan
berlangsung hanya ukuran-ukuran panggul : karena itu ukuran tersebut sering menjadi dasar untuk
meramalkan jalannya persalinan.
Menurut pengalaman tidak ada anak yang cukup bulan yang dapat lahir dengan selamat
pervaginam kalau CV kurang dari 8,5 cm. Sebaliknya kalau CV 8,5 cm atau lebih persalinan per
vaginam dapat diharapkan berlangsung dengan selamat.
Secara kesimpulan maka kalau :
CV < 8,5 kesempitan berat prognosa buruk
CV 8,5 cm – 10 cm kesempitan ringan prognosa baik

Karena itu maka kalau CV < 8,5 cm dilakukan SC primer (panggul demikian disebut panggul
sempit absolut ). Sebaliknya pada CV antara 8,5 cm – 10 cm hasil persalinan tergantung pada banyak
faktor :
- Riwayat persalinan yang lampau.
- Besarnya, presentasi dan posisi anak.
- Pecahnya ketuban sebelum waktunya memburukkan prognosa
- His
- Lancarnya pembukaan
- Infeksi intrapartum
- Bentuk panggul dan derajat kesempitan.

Karena banyak faktor mempengaruhi hasil persalinan pada panggul dengan CV antara 8,5 cm –
10 cm (sering disebut panggul sempit relatif) maka pada panggul sedemikian dilakukan persalinan
percobaan.

 Persalinan Percobaan : Yang disebut persalinan percobaan adalah percobaan untuk persalinan
pervaginam pada wanita-wanita dengan panggul yang relatif sempit. Persalinan percobaan hanya
dilakukan pada letak sungsang, letak dahi, letak muka atau kelainan letak lainnya. Persalinan
percobaan dimulai pada permulaan persalinan dan berakhir setelah kita mendapat keyakinan
bahwa persalinan tidak dapat berlangsung pervaginam atau setelah anak lahir pervaginam.
Persalinan percobaan dikatakan berhasil kalau anak lahir pervaginam secara spontan atau dibantu
dengan ekstraksi (forsep atau vakum) dan anak serta ibu dalam keadaan baik. Kita hentikan
persalinan percobaan kalau :
 Pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannya
 Keadaan ibu atau anak menjadi kurang baik
 Kalau ada lingkaran retraksi yang patologis
 Setelah pembukaan lengkap dan pecahnya ketuban, kepala dalam 2 jam tidak mau masuk kedalam
rongga panggul walaupun his cukup baik
 Forsep yang gagal
Dalam keadaan-keadaan tersebut diatas dilakukan SC. Kalau SC dilakukan atas indikasi tersebut
dalam golongan dua maka pada persalinan berikutnya tidak ada gunanya untuk melakukan
persalinan percobaan lagi. Dalam istilah inggris ada dua macam persalinan percobaan:
- Trial of labor : serupa dengan persalinan percobaan yang di terangkan diatas.
- Test of labor : sebetulnya merupakan fase terakhir dari trial of labor, karena test of labor mulai pada
pembukaan lengkap dan berakhir dua jam sesudahnya.
Kalau dalam 2 jam setelah pembukaan lengkap kepala turun sampai H-III (station 0) maka test of
labor dikatakan berhasil.
Sekarang test of labor jarang dipergunakan lagi karena:
a) Seringkali pembukaan tidak menjadi lengkap pada persalinan dengan panggul sempit.
b) Kematiaan anak terlalu tinggi dengan percobaan tersebut.

2. Kesempitan bidang tengah panggul


Bidang tengah panggul terbentang antara pinggir bawah simpisis dan spina ossis ischi dan
memotong sakrum kira-kira pada pertemuan ruas sakral ke empat dan kelima. Ukuran yang
terpenting dari bidang ini ialah :
1 Diameter transversa( diameter antar spina) 10 ½ cm
2 Diameter anteroposterior dari pinggir 11 ½ cm
bawah simpisis kepertemuan ruas sakral 4 dan 5
3 Diameter sagitalis posterior dari 5cm
pertengahan garis antar spina kepertemuan sakral
4 dan 5

Dikatakan bahwa bidang tengah panggul itu sempit jika :


a. Jumlah diameter transversa dan diameter sagitalis posterior 13,5 atau kurang (10,5 cm + 5 cm = 15,5
cm).
b. Diameter antara spina kurang 9cm.

Ukuran-ukuran bidang tengah panggul tidak dapat diperoleh secara klinis, harus diukur secara
rontgenelogis, tetapi kita dapat menduga kesempitan bidang di tengah panggul jika :
- Spina ishiadika sangat menonjol
- Dinding samping panggul konvergen
- Jika diameter antara tuber ischi 8 ½ cm atau kurang.

Prognosa : Kesempitan bidang tengah panggul dapat menimbulkan gangguan putaran paksi.
Jika diameter antara spina 9 cm atau kurang kadang-kadang diperlukan sc
Terapi : Jika persalinan terhenti karena kesempitan bidang tengah panggul maka baiknya
dipergunakan ekstraktor vakum, karena ekstraksi dengan forcep kurang memuaskan berhubung
forcp memperkecil ruangan jalan lahir.

3. Kesempitan pintu bawah panggul.


Pintu bawah panggul terdiri atas dua segitiga dengan jarak antar tuberum sebagai dasar
bersamaan.
Ukuran-ukuran yang penting ialah :
a) Diameter transversa (diameter antar tuberum) 11 cm
b) Diameter antero posterior dari pinggir bawah symphyse ke ujung os sacrum 11 ½ cm
c) Diameter sagitalis posterior dari pertengahan diameter antar tuberum ke ujung os sacrum 7 ½ cm
Pintu bawah panggul dikatakan sempit kalau jarak antara tubera ossis ischii 8 atau kurang. Kalau
jarak ini berkurang dengan sendirinya arcus pubis dapat dipergunakan untuk menentukan
kesempitan pintu bawah panggul
Kalau segitiga depan dibatasi oleh arcus pubis, maka segitiga belakang tidak mempunyai batas
tulang sebelah samping. Karena itu jelaslah bahwa kalau jarak antar tuberum sempit kepala akan
dipaksa keluar sebelah belakang dan mungkin tidaknya persalinan tergantung pada besarnya segitiga
belakang.
Lahirnya kepala pada segitiga yang belakang biasanya menimbulkan robekan perineum yang
besar.
Maka menurut thoms dystosia dapat terjadi kalau jumlah ukuran antar tuberum dan diameter
sagitalis posterior < 15 cm (normal 11 cm + 7,5 cm = 18,5 cm).
Kalau pintu bawah panggul sempit biasanya bidang tengah panggul juga sempit. Kesempitan
pintu bawah panggul dapat menyebabkan gangguan putaran paksi. Kesempitan pintu bawah
panggul jarang memaksa kita melakukan SC biasanya dapat diselesaikan dengan forceps dan dengan
episiotomy yang cukup luas.

Hubungan antara kepala dengan pintu bawah panggul


A. Pintu bawah pangul normal, anak lahir spontan
B. Pintu bawah panggul sempit, tetapi diameter sagitalis posterior cukup sehingga anak dapat lahir, tapi
agak kebelakang
C. Pintu bawah panggul sempit, juga diameter sagitalis posteriornya, sehingga anak tak dapat lahir

4. Kombinasi kesempitan pintu atas panggul, bidang tengah dan pintu bawah panggul.

 Mekanisme persalinan
Diatas sudah diterapkan bahwa kesempitan panggul bukan faktor satu-satunya yang
menentukan apakah persalinan pervaginam akan berlangsung dengan aman atau tidak untuk ibu.
Walaupun demikian penegtahuan tentang ukuran dan bentuk panggul sangat membantu dalam
penilaian jalannya persalinan pada wanita bersangkutan. Kesempitan panggul dapat ditemukan pada
satu bidang atau lebih. Kesempitan pada panggul tengah umumnya juga disertai kesempitan pintu
bawah panggul.
 Kesempitan pada pintu atas panggul : Pintu atas panggul dianggap sempit apabila konjugata vera
kurang dari 10cm atau diameter transversa kurang dari 12cm. Kesempitan pada konjugata
vera(panggul picak) umumnya lebih menguntungkan darpada kesempitan pada semua ukuran
(Panggul sempit seluruhnya). Oleh karena pada panggul sempit kemungkinan lebih besar bahwa
kepala tertahan oleh pintu atas panggul, maka dalam hal ini serviks uteri kurang mengalami tekanan
kepala. Hal ini dapat mengakibatkan inersia uteri serta lambannya pendataran dan pembukaan
serviks. Apabila pada panggul sempit pintu atas panggul tidak tertutup dengan sempurna oleh
kepala janin, ketuban bisa pecah pada pembukaan kecil dan ada bahaya pula terjadinya prolapsus
funikuli. Pada panggul picak turunya belakang kepala bisa tertahan dengan akibat terjadinya defleksi
kepala, sedang pada panggul sempit seluruhnya ditemukan rintangan pada semua ukuran; kepala
memasuki rongga panggul dengan hiperfleksi. Selanjutnya moulage keoala jann dapat dipengaruhi
oleh jenis asinklistismus; dalam hal ini asinklitismus anterior lebih menguntungkan dari pada
asinklitismus posterior oleh karena pada mekanisme yang terakhir gerakan os parietale posterior
yang terletak paling bawah tertahan oleh simfisis, sedang pada asinklitismus anterior os parietale
anterior data bergerak lebih leluasa ke belakang.
 Kesempitan panggul tengah : Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak
berkonvergensi, foramen iskiadikum mayor cukup luas, dan spina iskiadika tidak menonjol kedalam,
dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala
janin. Ukuran terpentng, yang hanya dapat ditetapkan secara pasti dengan pelvimetri
roentgenologik, ialah distansia interpinarum. Apabila ukuran inu kurang dari 9,5 cm, perlu kita
waspada terhadap kemungkinan kesukaran pada persalinan, apalagi bila diameter sagittalis
posterior pendek pula. Pada panggul tengah yang sempit, lebih serin ditemukan posisi oksipitalis
posterior persisten atau presentasi kepala dalam posisi lintang tetap. (transverse arrest)

DISTOSIA KELAINAN JALAN LAHIR

1 . Distosia
Definisi
Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan
Distosia karena kelainan jalan lahir ( Passage )
Distosia ini meliputi :
a. Bentuk dan Kelainan Panggul
b. Kelainan jalan lahir lunak ( kelainan Servik )
c. Disproporsi Kepala Panggul ( Cephalo Pelvik Disproportion )
Jenis – jenis panggul
a ) Panggul ginekoid paling ideal, bulat dengan pintu atas yang bundar, atau dengan diameter
transversa yang lebih panjang sedikit dari pada diameter antero posterior dan dengan panggul
tengah serta pintu bawah panggul yang cukup luas
b ) Panggul antropoid agak lonjong seperti telur dengan diameter antero posterior yang lebih
panjang dari pada diameter transversa, dan dengan arkus pubis menyempit sedikit
c ) Panggul android panggul pria, segitiga dengan pintu atas panggul yang berbentuk sebagai
segitiga berhubungan dengan penyempitan ke depan, dengan spina iskiadika menonjol
kedalam dan dengan arkus pubis menyempit
d ) Panggul platipelloid picak , menyempit arah muka belakang dengan diameter antero
posterior yang jelas lebih pendek daripada diameter trasversa pada pintu atas panggul dan
dengan arkus pubis yang luas
Jenis panggul wanita indonesia ( Daka dan Moeljo )
Ginekoid 64,2 %
Antropoid 16,3 %
Platipelloid 13,6 %
Android 2,2 %
Panggul patologik 3 %

a. Bentuk dan kelainan panggul


Kelainan bentuk panggul yang tidak normal Ginekoid, misalnya panggul jenis Naegele,
Rachitis, Scoliosis, Kyiphosis dan Robert
Perubahan bentuk karena kelainan pertumbuhan intrauterin, misalnya panggul Naegele,
Robert, Split pelvis dan Asimilasi
Perubahan bentuk karena penyakit pada tulang-tulang panggul dan sendi panggul misalnya
panggul Rakitis, Osteomalasia, Neoplasma, Fraktur, Atrofi, Karies, Nekrosis, penyakit pada
sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea
Perubahan bentuk karena penyakit tulang belakang misalnya Kiposis, Skoliosis dan
Spondilolistesis
Perubahan bentuk karena penyakit kaki misalnya Koksitis, Luksasio koksa, Atropi atau
kelumpuhan satu kaki
• Panggul Naegele hanya mempunyai sebuah sayap pada sakrum , sehingga panggul tumbuh
sebagai panggul miring
• Panggul Robert kedua sayap sakrum tidak ada, sehingga panggul sempit dalam ukuran
melintang
• Panggul rakitis akibat kekurangan vitamin D serta kalsium dalam makanan dan kurang
mendapat sinar matahari
• Osteomalasia karena gangguan gizi yang hebat dan juga kekuranagn sianar matahari , yang
menyebabkan perubahan bentuk tulang sehingga rongganya menjadi sempit
• Kifosis tulang belakang bagian bawah , sakrum bagian atas ditekan kebelakang , sedang
sakrum bagian bawah memutar kedepan. Dengan demikian terdapat panggul corong dengan
pintu atas panggul yang luas dan bidang – bidang lain menyempit
• Skoliosis tulang belakang bagian bawah , bentuk panggul dipengaruhi oleh perubahan pada
tulang – tulang diatas dan panggul menjadi miring

Kelainan ukuran panggul yaitu panggul sempit


Panggul disebut sempit apabila ukurannya 1 – 2 cm kurang dari ukuran normal. Kesempitan
panggul biasa pada :
Kesempitan pada pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila konjugata vera kurang dari 10 cm , atau diameter
transversa kurang dari 12 cm, oleh karena pada panggul sempit kemungkinan lebih besar
bahwa kepala tertahan oleh pintu atas panggul, maka dalam hal ini serviks uteri kurang
mengalami tekanan kepala.
Kesempitan panggul tengah
Apabila ukuran inikurang dari 9,5 cm, perlu kita waspada terhadap kemungkinan kesukaran
pada persalinan. Pada panggul tengah yang sempit , lebih sering ditemukan posisi oksipitalis
posterior persisten atau presentasi kepala dalam posisi lintang tetap
Kesempitan pintu bawah panggul
Kalau diameter transversa dan diameter sagitalis posterior kurang dari 15 cm, timbul
kemacetan pada kelahiran janin ukuran biasa. Kesempitan outlet dapat menyebabkan perineal
ruptur yang hebat, karena arkus pubis sempit kepala janin terpaksa melalui ruangan belakang.
b. Kelainan jalan lahir lunak
Adalah kelainan servik uteri, vagina , selaput dara dan keadaan lain pada jalan lahir lunak
1. kelainan servik
adalah terhalangnya kemajuan persalinan disebabkan kelainan pada serviks uteri. Walaupun
his normal dan baik, kadang – kadang pembukaan serviksjadi macet karena ada kelainan
yang menyebabkan serviks tidak mau membuka.
Ada 4 jenis kelainan pada serviks uteri :

Serviks kaku ( Rigid Cerviks )


Serviks gantung ( hanging Cerviks )
Servik konglumer ( Conglumeratio servicis )
Edema serviks
1. Serviks kaku ( Rigid Cervix )
Suatu keadaan dimana seluruh serviks kaku. Keadaan ini sering di jumpai pada primigravida
tua, atau karena adanya parut-parut bekas luka atau bekas infeksi atau pada karsinoma
servisis
Kejang atau kaku serviks di bagi 2 :
a. Primer : mungkin disebabkan oleh rasa takut atau pada primigravida tua atau psikis.
b. Sekunder : oleh karena luka – luka dan infeksi yang sembuh dan meninggalkan parut
Diagnosis
Diagnosis distosia persalinan karena serviks kaku dibuat bahwa pada his yang baik dan
normal pada kala 1 menambah pembukaan, setelah dilakukan beberapa kali pemeriksaan
dalam waktu yang tertentu. Juga pada pemeriksaan terasa serviks tegang dan kaku
Penanganan
Kalau diagnosa memang serviks kaku dan setelah pemberian obat – obatan seperti valium
dan pethidin tidak merubah sifat kekakuan tindakan kita adalah melakukan seksio sesarea
2. Serviks gantung ( Hanging Serviks )
Adalah suatu keadaan di mana ostium uteri eksternum dapat terbuka lebar, sedangkan ostium
uteri internum tidak mau membuka. Serviks akan tergantung seperti corong. Bila dalam
observasi keadaan tetap begitu dan tidak ada kemajuan pada pembukaan ostium uteri
internum, maka pertolongan yang tepat adalah secsio sesarea
3. Serviks konglumer ( Conglumeratio Serviks )
Adalah suatu keadaan dimana ostium uteri internum dapat terbuka sampai lengkap,
sedangkan ostium uteri eksternum tidak mau membuka. Dalam hal ini servik dapat menjadi
tipis , namun ostium uteri eksternum tidak membuka atau hanya terbuka 5 cm.
Penanganan tergantung pada keadaan turunnya kepala janin
Ostium uteri eksternum di coba melebarkan pembukaannya secara digital atau memakai
dilatator
Ostium uteri eksternum diperlebar dengan sayatan menurut duhrssen ( Duhrssen incision )
seperti dibawah ini. Sayatan masing – masing selebar 1-2 cm dengan demekian pembukaan
menjadi lengkap ( 10 cm ) dan partus dapat dipimpin atau diselesaikan dengan ekstraksi
vakum atau forseps.
Edema serviks
Bila dijumpai edema yang hebat dari serviks disertai hematoma dan nekrosis ini merupakan
tanda adanya obstruksi. Bila syarat-syarat untuk ekstraksi vakum atau forseps tidak dipenuhi
penderita ditolong dengan seksio sesarea.
c. Cephalo Pelvik Disproporsi
Adalah kelainan jalan lahir karena perbedaan perbandingan antar panggul ibu dengan dengan
kepala janin dan berarti bayi tidak dapat dilahirkan per vaginam.
Etiologi
Penyebab disproporsi kepala panggul berasal dari :
1. Pada ibu
a. kesempitan pintu atas panggul ( pelvis inlet )
b. kesempitan mid pelvis
c. kesempitan pitu bawah panggul ( outlet )
2. Pada janin
kelainan ukuran , bentuk dan besar janin

DAFTAR PUSTAKA

Mochtar, Rustam . 1990. Synopsis obstetric. Jakarta : EGC


Wiknojosastro, Hanifa. 1992. Ilmu kebidanan. Jakarta : Yayasan bina pustaka sarwono
prawiharjo.

« “PENDIDIKAN KESEHATAN/ PROMOSI KESEHATAN DALAM UPAYA MERUBAH CARA


PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI”
“ PANDANGAN ETIKA DAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG EUTHANASIA ” »
Sep 2

“PELAYANAN KEBIDANAN YANG BERKUALITAS”


oleh fatmanadia pada 2 September 2012

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan di Indonesia dewasa ini masih diwarnai oleh rawannya derajat
kesehatan ibu dan anak, terutama pada kelompok yang paling rentan yaitu ibu hamil, ibu
bersalin dan nifas, serta bayi pada masa perinatal, yang ditandai dengan masih tingginya
angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian perinatal (AKP).

Salah satu upaya yang mempunyai dampak relatif cepat terhadap penurunan AKI dan AKP
adalah dengan penyediaan pelayanan kebidanan berkualitas yang dekat dengaan masyarakat
dan di dukung dengan peningkatan jangkauan dan kualitas pelayanan rujukan. Sebanyak 30
% bidan memberikan pelayanan praktek perorangan (IBI 2002) dengan berbagai jenis
pelayanan yang diberikan yaitu pelayanan kontrasepsi suntik 58%, konrasepsi pil, IUD dan
implant 25%, dan pelayanan pada ibu hamil dan bersalin masing 93% dan 66%.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bidan mempunyai peran besar dalam memberikan
pelayanan kesehatan ibu dan anak di masyarakat, menggingat peran besar dalam pelayanan
keluarga berencana dan kesehatan reproduksi tersebut maka berbagai program telah di
laksanakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan bidan praktek swasta agar sesuai dengan
standar pelayanan yang berlaku.
Kegiatan pokok pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh bidan dalam menurunkan
angka kematian ibu dan angka kematian bayi adalah pelayanan antenatal care, pertolongan
persalinan, deteksi dini faktor resiko kehamilan dan peningkatan pelayanan pada neonatal,
kehamilan merupakan suatu proses reproduksi yang memerlukan perawatan khusus
(pemantauan selama kehamilan) agar dapat berlangsung dengan baik karena erat kaitannya
dengan kehidupan ibu maupun janin. Resiko kehamilan bersifat dinamis karena ibu hamil
yang pada mulanya normal secara tiba-tiba dapat menjadi resiko yang dapat menyebabkan
kematian.

Salah satu upaya IBI ialah bekerja sama dengan BKKBN dan departemen kesehatan serta
dukungan dan bantuan teknik dari USAID melalui program STARH (sustaining Teching
Assistance in reproductive program) tahun 2000-2005 dan HSP (health services program)
tahun 2005-2009 mengembangkan program bidan delima untuk menigkatkan kualitas
pelayanan bidan prektek swasta dan pemberian penghargaan bagi mereka yang berprestasi
dalam pelayanan keluarga berencana dalam pelayanan reproduksi.

Pelayanan bidan Indonesia mempunyai akar yang kuat sejak jaman Belanda, dan mengalami
pasang surut sepanjang jaman kemerdekaan terutama ditinjau dari segi penyelengaraan
sebagai institusi yang mempersiapkan bidan sebelum diterjunkan untuk memberikan
pelayanan di masyarakat. Riwayat pendidikan bidan di Indonesia sangat fluktuaktif dan
mengalami pasang surut, dengan sendirinya menghasilkan kinerja pelayanan bidan yang
berfariasi

Bidan merupakan tenaga lini terdepan (front line) harus mampu dan terampil dalam
memberikan pelayanan kebidanan kepada ibu dan bayi baru lahir sesuai dengan asuhan
kebidanan yang ditetapkan, mengacu kepada kewenangan dan kode etik profesi serta
ditunjang dengan sarana dan prasarana yang terstandar. Untuk mendukung peningkatan
keterampilan bidan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas, Departemen kesehatan
telah menyusun berbagai pedoman dan standar asuhan kebidanan sehingga dapat digunakan
sebagai acuan. Seiring dengan itu pula pemerintah dan berbagai pihak di Indonesia terus
mengembangkan pendidikan kebidanan yang berhubungan dengan perkembangan pelayanan
kebidanan baik pendidikan formal maupun non formal. Dan sejak tahun 2000 telah dibentuk
tim pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN) yang dikoordinasi oleh Maternal Neonatal
Health (MNH) yang sampai saat ini telah melatih APN di beberapa propinsi/kabupaten di
Indonesia guna menjawab kebutuhan/tuntutan masyarakat akan pelayanan kebidanan yang
berkualitas (Depkes, 2005).

Kemajuan dunia global yang pesat baik di bidang teknologi, informasi, pengetahuan dan
teknologi kesehatan termasuk kesehatan reproduksi berdampak pada adanya persaingan yang
ketat dalam bidang kesehatan. Tuntutan masyarakat saat ini adalah pelayanan yang
berkualitas, aman, nyaman dan terjangkau. Hal ini mendorong bidan untuk siap, tangap serta
mampu merespon dan mengantisipasi kemajuan zaman dan tuntutan masyarakat.

Disisi lain IBI sebagai organisasi profesi yang dalam tujuan filosofinya melakukan
pembinaan dan pengayongan bagi angotanya juga terus untuk berupaya untuk mencari
trobosan guna tercapainya peningkatan profesionalisme para anggotanya.

Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari system pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri,
kolaborasi dan rujukan.
Dalam praktek kebidanan, pemberian asuhan kebidanan yang berkualitas sangat dibutuhkan.
Kualitas kebidanan ditentukan dengan cara bidan membina hubungan, baik sesama rekan
sejawat ataupun dengan orang yang diberi asuhan. Upaya meningkatkan kualitas pelayanan
kebidanan juga ditentukan oleh ketrampilan bidan untuk berkomunikasi secara efektif dan
melakukan konseling yang baik kepada klien.

Bidan merupakan ujung tombak memberikan pelayanan yang berkuliatas dan sebagai tenaga
kesehatan yang professional, bekerja sebagai mitra masyarakat, khususnya keluarga sebagai
unit terkecilnya, yang berarti bidan memiliki posisi strategis untuk memberikan pelayanan
kesehatan yang bersifat holistik komprehensif (berkesinambungan, terpadu, dan paripurna),
yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam upaya mencapai
terwujudnya paradigma sehat.

Jadi seorang bidan dituntut untuk menjadi individu yang professional dan handal memberikan
pelayanan yang berkualitas karena konsep kerjanya berhubungan dengan nyawa manusia,
disamping harus professional dalam pelayanan, professional berkomunikasi dan juga bidan
juga sabar (telaten) agar pasien merasa aman dan nyaman di saat melakukan pelayanan
kehamilan, persalinan, masa nifas, keluarga berencana dan lain sebagainya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelayanan Kebidanan Komunitas

2.1.1 Definisi Pelayanan Kebidanan Komunitas

Pelayanan adalah suatu kegiatan ataupun urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi secara
langsung antara seseorang dengan orang lain dan menyediakan kepuasan pelanggan.

Kebidanan adalah satu bidang ilmu yang mempelajari keilmuan dan seni yang
mempersiapkan kehamilan, menolong persalinan, nifas dan menyusui, masa interval dan
pengaturan kesuburan, klimakterium dan menopause, bayi baru lahir dan balita, fungsi-fungsi
reproduksi manusia serta memberikan bantuan/dukungan pada perempuan, keluarga dan
komunitasnya. (Rahmawati, 2012)

Komunitas adalah sekolompok orang yang hidup dan saling berinteraksi di dalam daerah
tertentu, masyarakat atau paguyuban. (Rahmawati, 2012)

Pelayanan kebidanan adalah sebuah tugas dan tanggung jawab praktik profesi bidan dalam
sistem pelayanan kesehatan yang bertujuan meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam
rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat. (Suryani, 2011)
Pelayanan Kebidanan Komunitas menurut United Kingdom Central Council for Nursing
Midwifery and Health adalah praktisi bidan yang berbasis komuniti yang harus dapat
memberikan supervise yang dibutuhkan oleh wanita, pelayanan berkualitas, nasihat atau
saran pada kehamilan, persalinan, nifas, dengan tanggung jawab dan memberikan pelayanan
pada ibu hamil dan bayi secara komprehensif.

Sedangkan menurut J.H. Syahlan, SKM, kebidanan komunitas adalah bidan yang bekerja
melayani keluarga dan masyarakat diwilayah tertentu.

2.1.2 Sasaran Pelayanan Kebidanan Komunitas

Kelompok masyarakat di komunitas merupakan sasaran bidan community, yang meliputi :

1. Ibu
2. Anak
3. Keluarga
4. Masyarakat

Yang menjadi sasaran utama bidan dalam menjalankan tugasnya adalah ibu dan anak dalam
keluarga.

2.2 Pelayanan Kebidanan Berkualitas

2.2.1 Definisi Pelayanan Kebidanan Berkualitas

Pelayanan kebidanan adalah integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
bidan yang telah terdaftar (teregistrasi) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau
rujukan. Pelayanan kebidanan merupakan bagian yang integral dari pelayanan kesehatan,
yang diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga, sesuai dengan kewenangan dalam
rangka tercapainya keluarga kecil bahagia dan sejahtera. (Rahmawati, 2012)

Pelayanan kebidanan yang berkualitas adalah pelayanan yang diberikan sesuai tugas dan
tanggung jawab praktik profesi bidan dalam memberikan pelayanan secara komprehensif
untuk meningkatkan kesehatan ibu, anak, kuluarga dan masyarakat yang memberikan
kepuasan pelanggan baik secara mandiri, kolaborasi dan rujukan.

2.2.2 Tujuan Pelayanan Kebidanan yang Berkualitas

Tujuan pelayanan kebidanan yang berkualitas antara lain :

1. Ibu dan bayi sehat, selamat, keluarga bahagia, terjaminnya kehormatan martabat manusia.
2. Saling menghormati penerima asuhan dan pemberi asuhan.
3. Kepuasan ibu, keluarga dan bidan.
4. Adanya kekuatan diri dari wanita dalam menentukan dirinya sendiri.
5. Adanya rasa saling percaya dari wanita sebagai penerima asuhan.
6. Terwujudnya keluarga sejahtera dan berkualitas.

2.2.3 Sasaran Pelayanan Kebidanan Berkualitas


Sasaran pelayanan kebidanan adalah individu, keluarga dan masyarakat yang meliputi
upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan pelayanan kebidanan dapat
dibedakan menjadi :

1. Layanan Primer

Layanan kebidanan adalah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab bidan.

1. Layanan Kolaborasi

Layanan Kolaborasi adalah layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim yang
kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu dari sebuah proses kegiatan
pelayanan kesehatan.

1. Layanan Rujukan

Layanan Rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka rujukan ke sistem
layanan yang lebih tinggi atau sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan bidan dalam
menerima rujukan dari dukun yang mendorong persalianan, juga layanan yang dilakukan oleh
bidan ke tempat/fasilitas pelayanan kesehatan lain secara horizontal maupun vertical atau
meningkatkan keaamanan dan kesejahteraan ibu dan bayinya.

2.2.4 Peran Bidan dalam memberikan Pelayanan yang Berkualitas

Peran bidan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas antara lain adalah sebagai berikut
:

1. Peran bidan sebagai Pendidik

Memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada individu, keluarga kelompok dan
masyarakat tentang penanggulangan masalah kesehatan khususnya yang berhubungan dengan
pihak terkait, kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana.

1. Bersama klien mengkaji kebutuhan akan pendidikan dan penyuluhan kesehatan masyarakat
khususnya dalam bidang kesehatan ibu, anak dan keluraga berencana.
2. Bersama klien pihak terkait meyusun rencana penyuluhan kesehatan masyarakat sesuai
dengan kebutuhan yang telah dikaji, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
3. Menyiapkan alat dan bahan pendidikan dan penyuluhan sesuai dengan rencana yang telah
disusun.
4. Melaksanakan program/rencana pendidikan dan penyuluhan sesuai dengan rencana jangka
pendek dan jangka panjang yang melibatkan unsur-unsur terkait termasuk masyarakat.
5. Bersama klien mengevaluasi hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan masyarakat dan
menggunakannya untuk perbaikan dan meningkatkan program di masa yang akan datang.
6. Mendokumentasikan semua kegiatan dan hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan
masyarakat secara lengkap dan sistematis.
7. Peran bidan sebagai Pelaksana

Bidan harus mengetahui dan menguasai IPTEK untuk melakukan kegiatan, antara laian :

1. Bimbingan terhadap kelompok remaja masa pranikah.


2. Pemeliharaan kesehatan bumil, nifas dan masa interval dalam keluarga.
3. Pertolongan persalinan di rumah.
4. Tindakan pertolongan pertama pada kasus kegawatdaruratan obstetri di keluarga.
5. Pemeliharaan kesehatan kelompok wanita dengan gangguan reproduksi di keluarga.
6. Pemeliharaan kesehatan anak balita.
7. Peran bidan sebagai Pengelola

Bidan sebagai pengelola kegiatan kebidanan unit kesehatan ibu dan anak di puskesmas,
polindes, posyandu dan praktik bidan, memimpin dan mengelolah bidan lain atau tenaga
kesehatan yang pendidikannya lebih rendah. Perannya sebagai pengelola anatara lain :

1. Mengembangkan pelayanan dasar kesehatan terutama pelayanan kebidanan untuk individu


keluarga kelompok khusus dan masyarakat diwilayah kerja dengan melibatkan
masyarakat/klien.
2. Berpartisifasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan sektor lain di wilayah
kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun bayi, keder kesehatan dan tenaga
kesehatan lain yang berada dibawah bimbingan dalam wilayah kerjanya.

1. Peran bidan sebagai Peneliti

Peran peneliti yang dilakukan oleh bidan dalam bidang kesehatan secara dasarnya bidan
harus mengetahui bagaimana pencatatan, pengelahan dan analisis data. Secara sederhana
bidan dapat memberikan kesimpulan atau hipotesis atau hasil analisisnya. Berdasarkan data
tersebut bidan dapat menyusun rencana atau tindakan sesuai dengan permasalahan yang
ditemukan. Bidan juga harus dapat melaksanakan evaluasi atas tindakan yang dilakukan
tersebut.

2.3 Issu Kesehatan di Komunitas tentang Pelayanan Kebidanan yang Berkualitas

Di dalam kategori Evidence Based menurut WHO, pelayanan kebidanan dapat dibagi
menjadi :

1. Pelayanan atau asuhan yang terbukti bermanfaat

- Memperbaiki letak Sungsang pada kehamilan 37 minggu

- Melakukan manajemen aktif kala III

- Memberikan support psikologi dan emosinal dalam persalinan

- Memberikan kebebasan dalam pemilihan posisi persalinan

- Memberikan MGSO4 lebih efektif dari pada antikonvulsi

- Memberikan dukungan yang konsisten untuk pemberian ASI dan menggalakkan ASI
On Demand

2. Pelayanan atau asuhan yang mungkin bermanfaat

- Melakukan USG (Ultrasonografi)


- Mengukur TFU (Tnggi Fundus Uteri)

- Memberikan kebebasan dalam pilihan siapa pendamping persalinan

- Memberikan kebebasan dalam memilih tempat persalinan

- Memberikan informasi yang hendak diketahui ibu

- Mengusap dan menenangkan ibu yang kesakitan saat berkontraksi

- Memberikan Oksitosisin untuk merawat Pendarahan Post Partum

- Menghangatkan bayi segera setelah lahir

- Memberikan profilaksis vitamin K untuk mencegah pendarahan pada Bayi Baru Lahir

- Kontak dini ibu dan bayi

3. Pelayanan atau asuhan yang dipertimbangkan antara bermanfaat dan merugikan

- USG pada kehamilan awal secara rutin

- Obat narkotika untuk mengurangi sakit persalinan

- Pemecahan ketuban awal pada partus spontan

- Sistem “risk scoring” secara formal

4. Pelayanan atau asuhan yang tidak diketahui efektif

- Mengurangi garam dalam makanan untuk mencegah terjadinya preeklampsia

- Memberikan tambahan kalsium, magnesium dan zinc

- Istirahat ditempat tidur bagi ibu yang mengalami preeclampsia

- Seksio Cesarea efektif untuk Sungsang

- Pemecahan ketuban secara rutin untuk deteksi adanya mekoneum

- Penghisapan dalam pada

5. Pelayanan atau asuhan yang tidak bermanfaat

- Harus melibatkan para dokter untuk semua asuhan kehamilan dan persalinan.

- Tidak merujuk kepada spesialis kebidanan dalam asuhan ibu dengan factor risk yang
nyata.

- Odema sebagai indikasi preeclampsia


- Memberikan kalsium untuk kejang betis

- Menghalangi ibu makan dan minum saat partus

- Infus rutin saat persalinan

- Menggunakan masker sewaktu melakukan pemeriksaan dalam

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari system pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri,
kolaborasi dan rujukan.

Dalam praktek kebidanan, pemberian asuhan kebidanan yang berkualitas sangat dibutuhkan.
Kualitas kebidanan ditentukan dengan cara bidan membina hubungan, baik sesama rekan
sejawat ataupun dengan orang yang diberi asuhan. Upaya meningkatkan kualitas pelayanan
kebidanan juga ditentukan oleh keterampilan bidan untuk berkomunikasi secara efektif dan
melakukan konseling yang baik kepada klien.

Bidan merupakan ujung tombak memberikan pelayanan yang berkuliatas dan sebagai tenaga
kesehatan yang professional, bekerja sebagai mitra masyarakat, khususnya keluarga sebagai
unit terkecilnya, yang berarti bidan memiliki posisi strategis untuk memberikan pelayanan
kesehatan yang bersifat holistik komprehensif (berkesinambungan, terpadu, dan paripurna),
yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam upaya mencapai
terwujudnya paradigma sehat.

Jadi seorang bidan dituntut untuk menjadi individu yang professional dan handal memberikan
pelayanan yang berkualitas karena konsep kerjanya berhubungan dengan nyawa manusia,
disamping harus professional dalam pelayanan, professional berkomunikasi dan juga bidan
juga sabar (telaten) agar pasien merasa aman dan nyaman di saat melakukan pelayanan
kehamilan, persalinan, masa nifas, keluarga berencana dan lain sebagainya.

Bidan juga harus mengetahui tujuan pelayanan yang diberikan, sasaran dari asuhan
kebidanan, peran dan fungsinya sebagai pemberi pelayanan kebidanan di komunitas sesuai
Evidence Based yang berlaku, sehingga dapat memberikan pelayanan yang berkualitas yang
dapat memuaskan klien.

3.2 Saran
Bidan diharapkan mampu memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan peran dan
fungsinya berdasarkan etika profesi bidan yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

 Rahmawati, Titik. 2012. Dasar-dasar Kebidanan. PT Prestasi Pustakaraya : Jakarta


 Suryani, Evi Sri. 2011. Konsep Kebidanan. Nuha Madika : Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai