6. Pengambilan data
7. Kematian
8. Kerahasiaan
9. Aborsi
10. AIDS
11. In-Vitro fertilization
B. Issue Moral
Isu moral adalah merupakan topik yang penting berhubungan dengan
benar dan salah dalam kehidupan sehari-hari, sebagai contoh nilai-nilai yang
berhubungan dengan kehidupan orang sehari hari menyangkut kasus abortus,
euthanasia, keputusan untuk terminasi kehamilan.
Isu moral juga berhubungan dengan kejadian luar biasa dalam kehidupan
sehari-hari, seperti menyangkut konflik, perang, dsb.
Isu Moral
Masyarakat
dst
Opini a
Opini b
Konflik Moral
Dilema Moral
A. ISSUE ETIK DAN MORAL
1. Pengertian
Isu adalah masalah pokok yang berkembang di masyarakat atau suatu lingkungan yang belum
tentu benar, serta membutuhkan pembuktian.
Isu adalah topic yang menarik untuk didiskusikan dan sesuatu yang memungkinkan orang
untuk mengemukakan pendapat yang bervariasi.
Isu muncul dikarenakan adanya perbedaan nilai.
Etik merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalm
menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah dan apakah pernyataan itu baik atau
buruk.
Moral adalah keyakinan individu bahwa sesuatu adalah mutlak baik, atau buruk walaupun
situasi berbeda. Teori moral mencoba menformulasikan suatu prosedur dan mekanisme untuk
pemecahan masalah etik
Issue etik dalam pelayanan kebidanan merupakan topik yang penting yang berkembang di
masyarakat tentang nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan yang berhubungan
dengan segala aspek kebidanan yang menyangkut baik dan buruknya.
Issue moral adalah topik yang penting berhubungan dengan benar dan salah dalam kehidupan
sehari – hari.
Bila dilihat dari sumber dan sifatnya, ada moral keagamaan dan moral sekuler yaitu :
a. Moral keagamaan kiranya telah jelas bagi semua orang, sebab untuk hal ini orang tiggal
mempelajari ajaran-ajaran agama yang dikehendaki di bidang moral.
b. Moral sekuler merupakan moral yang tidak berdasarkan pada ajaran agama dan hanya
bersifat duniawi semata-mata.
2. Contoh Issue Etik Dalam Kehidupan Sehari - Hari
a. Persetujuan dalam proses melahirkan.
1) Memilih atau mengambil keputusan dalam persalinan
2) Kegagalan dalam proses persalinan
3) Pelaksanan USG dalam kehamilan
4) Konsep normal pelayanan kebidanan
5) Bidan dan pendidikan seks
b. Contoh masalah etik yang berhubungan dengan teknologi
1) Perawatan intensif pada bayi
2) Skreening bayi
3) Transplantasi organ
4) Teknik reproduksi dan kebidanan.
c. Contoh masalah etik yang berhubungan dengan profesi
1) Pengambilan keputusan dan penggunaan etik
2) Otonomi bidan dan kode etik professional
3) Etik dalam penelitian kebidanan
4) Penelitian tentang masalah kebidanan yang sensitif
d. Biasanyan beberapa contoh mengenai isu etik dalam pelayananan kebidanan adalah
berhubungan dengan masalah-masalah sebagai berikut:
1) Agama / kepercayaan
2) Hubungan dengan pasien
3) Hubungan dokter dengan bidan
4) Kebenaran
5) Pengambilan keputusan
6) Pengambilan data
7) Kematian Kerahasiaan
8) Aborsi
9) AIDS
10) In_Vitro fertilization
3. Contoh Issue Moral
Moral merupakan pengetahuan atau keyakian tentang adanya hal yang baik dan buruk yang
mempengaruhi siakap seseorang. Kesadaran tentang adanya baik buruk berkembang pada
diri seseorang seiring dengan pengaruh lingkungan, pendidikan, sosial budaya, agama, dll.
Hal ini yang disebut kesadaran moral. Isu moral dalam pelayanan kebidanan merupakan
topik yang penting yang berhubungan dengan benar dan salah dalam kehidupan sehari-hari
yang ada kaitannya dengan pelayanan kebidanan.
Beberapa contoh isu moral dalam kehidupan sehari-hari:
a. Kasus abortus
b. Euthanansia
c. Keputusan untuk terminasi kehamilan
d. Isu moral juga berhubungan dengan kejadian luar biasa dalam kehidupan sehari-hari, seperti
yang menyangkut konflik dan perang
B. DILEMA
Suatu keadaan dimana dihadapkan pada dua alternative pilihan, yang kelihatannya sama atau
hampir sama dan membutuhkan pemecahan masalah. Dilema muncul karena terbentur pada
konflik moral, pertentangan batin, atau pertentangan antara nilai-nilai yang diyakini bidan
dengan kenyataan yang ada
1. ABORSI
Aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mencapai viabilitas dengan usia
kehamilan < 22 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram.
Aborsi dan Kehamilan tidak diinginkan (KTD) merupakan permasalahan yang terabaikan
dibanyak negara berkembang, termasuk Indonesia. Sebagai tenaga kesehatan yang menyatu
dengan masyarakat, bidan sering didatangi oleh perempuan dengan masalah ini. Penyebab
terjadinya aborsi dan KTD : korban perkosaan, pengetahuan yang kurang tentang kesehatan
reproduksi, hingga kegagalan kontrasepsi. Menghadapi masalah tersebut bidan harus
berperang antara keinginan menolong dengan hati nurani yang bertentangan, belum lagi
hukum yang melarang tindakan aborsi.
Menolak atau tidak peduli pada perempuan yang mengalami permasalahan dengan KTD
seringkali berdampak fatal. Banyak kejadian yang menyebabkan perempuan cari jalan pintas
dengan melakukan aborsi tidak aman. Aborsi tidak aman bisa dilakukan oleh perempuan itu
sendiri, orang lain yang tidak memiliki keterampilan medis, tenaga kesehatan yang tidak
memenuhi standar kemampuan dan kewenangan.
Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu :
a. Aborsi Spontan / Alamiah : berlangsung tanpa tindakan. Kebanyakan disebabkan karena
kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.
b. Aborsi Buatan / Sengaja : pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 28 minggu
sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun pelaksana
aborsi.
c. Aborsi Terapeutik / Medis : pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi
medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi
menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu
maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang
dan tidak tergesa-gesa.
Beberapa hal yang bisa dilakukan oleh bidan untuk turut andil, upaya untuk menurunkan
kematian ibu dengan aborsi :
a. Mencegah terjadinya KTD dengan cara :
1) melakukan advokasi kemasyarakat tentang isu - isu kespro
2) consent inform kepada klien kontrasepsi
b. Melakukan konseling pada perempuan dengan masalah KTD, tanpa sikap menghakimi
c. Sampaikan informasi yang diperlukan, misalnya :
1) Prosedur aborsi yang aman, kemungkinan efek samping
2) Macam aborsi tidak aman dan dampaknya
3) Resiko dari setiap keputusan yang diambil klien
4) Cara mencegah KTD dikemudian hari
d. Untuk kasus - kasus tertentu (KTD akibat perkosaan) / klien tetap memutuskan ingin
mengakhiri kehamilannya, rujuk klien kepada tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan
keterampilan untuk tindakan aborsi yang aman.
2. EUTHANASIA
a. Pengertian
Euthanasia berasal dari Bahasa Yunani yaitu : ευθανασία -ευ, eu yang artinya "baik", dan
θάνατος, thanatos yang berarti kematian) adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau
hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit
yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.
Aturan hukum mengenai masalah ini berbeda-beda di tiap negara dan seringkali berubah
seiring dengan perubahan norma-norma budaya maupun ketersediaan perawatan atau
tindakan medis. Di beberapa negara, eutanasia dianggap legal, sedangkan di negara-negara
lainnya dianggap melanggar hukum. Oleh karena sensitifnya isu ini, pembatasan dan
prosedur yang ketat selalu diterapkan tanpa memandang status hukumnya.
b. Kategori Euthanasia
Bila ditinjau dari cara pelaksanaannya, eutanasia dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :
1) Eutanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan secara sengaja yang
dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat atau mengakhiri
hidup seorang pasien. Eutanasia agresif dapat dilakukan dengan pemberian suatu senyawa
yang mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan. Salah satu contoh senyawa
mematikan tersebut adalah tablet sianida.
2) Eutanasia non agresif, kadang juga disebut eutanasia otomatis (autoeuthanasia) digolongkan
sebagai eutanasia negatif, yaitu kondisi dimana seorang pasien menolak secara tegas dan
dengan sadar untuk menerima perawatan medis meskipun mengetahui bahwa penolakannya
akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan tersebut diajukan secara resmi
dengan membuat sebuah "codicil" (pernyataan tertulis tangan). Eutanasia non agresif pada
dasarnya adalah suatu praktik eutanasia pasif atas permintaan pasien yang bersangkutan.
3) Eutanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan eutanasia negatif yang tidak
menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan seorang
pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan memberhentikan pemberian bantuan medis yang
dapat memperpanjang hidup pasien secara sengaja. Beberapa contohnya adalah dengan tidak
memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan, tidak
memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat, meniadakan tindakan operasi
yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat
penghilang rasa sakit seperti morfin yang disadari justru akan mengakibatkan kematian.
Tindakan eutanasia pasif seringkali dilakukan secara terselubung oleh kebanyakan rumah
sakit.
Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga medis maupun pihak keluarga
yang menghendaki kematian seseorang, misalnya akibat keputusasaan keluarga karena
ketidaksanggupan menanggung beban biaya pengobatan. Pada beberapa kasus keluarga
pasien yang tidak mungkin membayar biaya pengobatan, akan ada permintaan dari pihak
rumah sakit untuk membuat "pernyataan pulang paksa". Meskipun akhirnya meninggal,
pasien diharapkan meninggal secara alamiah sebagai upaya defensif medis.
c. Euthanasia Ditinjau dari Sudut Pemberian Izin
Ditinjau dari sudut pemberian izin maka eutanasia dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :
1) Eutanasia di luar kemauan pasien: yaitu suatu tindakan eutanasia yang bertentangan dengan
keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan eutanasia semacam ini dapat disamakan
dengan pembunuhan.
2) Eutanasia secara tidak sukarela: Eutanasia semacam ini adalah yang seringkali menjadi
bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga. Hal
ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil
suatu keputusan misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien (seperti pada kasus
Terri Schiavo). Kasus ini menjadi sangat kontroversial sebab beberapa orang wali mengaku
memiliki hak untuk mengambil keputusan bagi si pasien.
3) Eutanasia secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun hal ini juga
masih merupakan hal kontroversial.
d. Euthanasia Ditinjau Dari Sudut Tujuan
Beberapa tujuan pokok dari dilakukannya eutanasia antara lain yaitu :
1) Pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing)
2) Eutanasia hewan
3) Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk lain daripada eutanasia agresif
secara sukarela
4. TRANSPLANTASI
a. Pengertian
Transplantasi organ adalah transplantasi atau pemindahan seluruh atau sebagian organ dari
satu tubuh ke tubuh yang lain, atau dari suatu tempat ke tempat yang lain pada tubuh yang
sama. Transplantasi ini ditujukan untuk menggantikan organ yang rusak atau tak befungsi
pada penerima dengan organ lain yang masih berfungsi dari donor. Donor organ dapat
Teknik transplantasi dimungkinkan untuk memindahkan suatu organ atau jaringan tubuh
manusia yang masih berfungsi baik, baik dari orang yang masih hidup maupun yang sudah
Dalam penyembuhan suatu penyakit, adakalanya transplantasi tidak dapat dihindari dalam
melakukan transplantasi. Upaya transplantasi mulai diminati oleh para penderita dalam upaya
penyembuhan yang cepat dan tuntas. Untuk mengembangkan transplantasi sebagai salah satu
cara penembuhan suatu penyakit tidak dapat bagitu saja diterima masyarakat luas.
Pertimbangan etik, moral, agama, hukum, atau sosial budaya ikut mempengaruhinya.
1) Autotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh
2) Homotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke
3) Heterotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari suatu spesies ke tubuh
spesies lainnya.
1) Donor Hidup
Adalah orang yang memberikan jaringan / organnya kepada orang lain ( resepien ). Sebelum
memutuskan untuk menjadi donor, seseorang harus mengetahui dan mengerti resiko yang
dihadapi, baik resiko di bidang medis, pembedahan, maupun resiko untuk kehidupannya lebih
lanjut sebagai kekurangan jaringan / organ yang telah dipindahkan. Disamping itu, untuk
menjadi donor, sesorang tidak boleh mengalami tekanan psikologis. Hubungan psikis dan
omosi harus sudah dipikirkan oleh donor hidup tersebut untuk mencegah timbulnya masalah.
2) Jenazah dan donor mati
Adalah orang yang semasa hidupnya telah mengizinkan atau berniat dengan sungguh –
sungguh untuk memberikan jaringan / organ tubuhnya kepada yang memerlukan apabila ia
telah meninggal kapan seorang donor itu dapat dikatakan meninggal secara wajar, dan
apabila sebelum meninggal, donor itu sakit, sudah sejauh mana pertolongan dari dokter yang
merawatnya. Semua itu untuk mencegah adanya tuduhan dari keluarga donor atau pihak lain
bahwa tim pelaksana transplantasi telah melakukan upaya mempercepat kematian seseorang
Kesepakatan keluarga donor dan resipien sangat diperlukan untuk menciptakan saling
pengertian dan menghindari konflik semaksimal mungkin atau pun tekanan psikis dan emosi
di kemudian hari. Dari keluarga resepien sebenarnya hanya dituntut suatu penghargaan
kepada donor dan keluarganya dengan tulus. Alangkah baiknya apabila dibuat suatu
ketentuan untuk mencegah tinmulnya rasa tidak puas kedua belah pihak.
4) Resipien
Adalah orang yang menerima jaringan / organ orang lain. Pada dasarnya, seorang penderita
mempunyai hak untuk mendapatkan perawatan yang dapat memperpanjang hidup atau
meringankan penderitaannya. Seorang resepien harus benar – benar mengerti semua hal yang
dijelaskan oleh tim pelaksana transplantasi. Melalui tindakan transplantasi diharapkan dapat
memberikan nilai yang besar bagi kehidupan resepien. Akan tetapi, ia harus menyadari
bahwa hasil transplantasi terbatas dan ada kemungkinan gagal. Juga perlu didasari bahwa jika
ia menerima untuk transplantasi berarti ia dalam percobaan yang sangat berguna bagi
Untuk melakukan suatu transplantasi, tim pelaksana harus mendapat parsetujuan dari donor,
resepien, maupun keluarga kedua belah pihak. Ia wajib menerangkan hal – hal yang mungkin
akan terjadi setelah dilakukan transplantasi sehingga gangguan psikologis dan emosi di
kemudian hari dapat dihindarkan. Tnaggung jawab tim pelaksana adalah menolong pasien
dan mengembangkan ilmu pengetahuan untuk umat manusia. Dengan demikian, dalam
6) Masyarakat
tim pelaksana dengan cara cendekiawan, pemuka masyarakat, atau pemuka agama diperlukan
unutk mendidik masyarakat agar lebih memahami maksud dan tujuan luhur usaha
transplantasi. Dengan adanya pengertian ini kemungkinan penyediaan organ yang segera
Pada saat ini peraturan perundang – undangan yang ada adalah Peraturan Pemerintah No. 18
tahun 1981, tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat
1) Pasal 10
Transplantasi alat untuk jaringan tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan ketentuan
– ketentuan yaitu harus dengan persetujuan tertulis penderita dan keluarganya yang trdekat
Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata
dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan pernyataan tertulis keluarga
terdekat.
3) Pasal 15
Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia diberikan oleh
calon donor hidup, calon donor yang bersngkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang
merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai sifat operasi, akibat – akibat dan
kemungkinan – kemungkinan yang dapat terjadi. Dokter yang merawatnya harus yakin benar
bahwa calon donor yang bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan
tersebut.
4) Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas suatu kompensasi
5) Pasal 17
6) Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk
Bayi tabung adalah upaya jalan pintas untuk mempertemukan sel sperma dan sel telur diluar
tubuh (in vitro fertilization). Setelah terjadi konsepsi hasil tersebut dimasukkan kembali ke
dalam rahim ibu atau embrio transfer sehingga dapat tumbuh menjadi janin sebagaimana
Beberapa Negara memperbolehkan donor sperma bukan suami, dan diakui secara legal.
Kerahasiaan identitas donor yang bukan suami senantiasa dijaga, untuk menghindarkan
masalah dikemudian hari. Terkait dengan proses bayi tabung, pada tahun 1979, Majelis
Ulama Indonesia (MUI) pernah mengeluarkan fatwanya. Pada intinya, para ulama
menyatakan bahwa bayi tabung diperbolehkan selama sperma yang didonorkan berasal dari
suami yang sah dari si perempuan yang rahimnya hendak digunakan dalam proses bayi
tabung. Hal itu karena memanfaatkan teknologi bayi tabung merupakan hak bagi pasangan
yang berikhtiar untuk memperoleh keturunan. Namun, jika sperma dan rahim yang digunakan
bukan berasal dari pasangan suami istri yang sah, maka hal itu statusnya sama dengan
hubungan kelamin antara lawan jenis di luar pernikahan yang sah. Dengan kata lain, bisa
terjadi rahim seorang perempuan dipinjamkan untuk proses bayi tabung dari embrio seorang
lelaki yang bukan suaminya. Nah, hal itu sama saja dengan perzinaan.
MAKALAH
ISSUE ETIK DAN MORAL DALAM PELAYANAN KESEHATAN
Dosen pengampu : Nining Sulistyowati S.ST
Disusun oleh :
Nabilah Yasmin Fitriani
(M11.02.0021)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wata’ala yang telah mengaruniakan
kepada kita kesehatan, sehingga saya bisa menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Makalah ini membahas tentang “Issue Etik dan Moral dalam Pelayanan Kesehatan”.
Penyusunan makalah ini dapat terwujud atas bimbingan, pengarahan dan bantuan dari
berbagai pihak. Penulis menyampaikan terimakasih kepada ibu Nining Sulistyowati S.ST
selaku dosen pembimbing.
Penulis menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan, karena keterbatasan
kemampuan dan pengalaman kami, untuk itu kami mengharapkan kritik maupun saran yang
bersifat membangun demi perbaikan dan terselesaikannya pembuatan makalah ini.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................ 1
Daftar isi.................................................................................................................. 2
BAB I
A. Issue Etik dan dilema ........................................................................................ 3
B. Isu Moral dan dilema.......................................................................................... 5
C. Pengambilan Keputusan dalam Pelayanan Kebidanan....................................... 6
D. Pengambilan Keputusan yang Etis..................................................................... 7
BAB II
A. Teori- teori Pengambilan Keputusan.................................................................. 9
B. Dimensi Etik dalam Peran Bidan..................................................................... 10
C.Menghadapi masalah etik dan moral dalam pelayanan kebidananan................ 11
BAB III
A. Peraturan dan perundangan – undang yang melandasi tugas fungsi dan praktik
bidan............................................................................................................... 12
Daftar Pustaka....................................................................................................... 16
BAB I
BAB II
4. Teori eudemonisme
Menurut Aristoteles (384-322 SM ) bahwa dalam setiap kegiatannya manusia mengejar suatu
tujuan, ingin mencapai sesuatu yang baik bagi kita. Semua orang akan menyetujui bahwa
tujuan terakhir hidup manusia adalah kebahagian (eudaimonia ). Seseorang mampu mencapai
tujuannya jika mampu menjalankan fungsinya dengan baik, keunggulan manusia adalah akal
dan budi. Manusia mencapai kebahagiaan dengan menjalankan kegiatan yang rasional.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
Black, Tria Murphy, 1995. Issues in Midwifery ; churchill Livingstooe; ediburg Hongkong London
Madrid Melbouurne New York and Tokyo
Kansil, CST, 1991. Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia; Rineka Cipta; Jakarta
Puji Heni ,Wahyuni, 2009. Etika profesi Kebidanan; Fitramaya; Yogyakarta
Bab I Komprehensif
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diperkirakan setiap jam, dua perempuan mengalami kematian karena hamil atau melahirkan
akibat komplikasi pada masa hamil atau persalinan. (Saparinah Sadli, 2010). Di negara
miskin, sekitar 25-50% kematian wanita usia subur disebabkan oleh masalah yang berkaitan
dengan kehamilan, persalinan, dan nifas. WHO memperkirakan di seluruh dunia setiap
tahunnya lebih dari 585.000 meninggal saat hamil atau bersalin. (Depkes RI, 2011)
Menurut WHO pada tahun 2000 Maternal Mortality Rate (MMR) di dunia 400 per
100.000 kelahiran hidup, MMR di negara berkembang 440 per 100.000 kelahiran hidup
sedangkan di negara maju hanya 20 per kelahiran hidup. MMR di Asia 330 per 100.000
kelahiran hidup, Asia Timur 55 per 100.000 kelahiran hidup, Asia Selatan 520 per 100.000
kelahiran hidup, Asia Tenggara 210 per 100.000 kelahiran hidup dan Asia Barat 190 per
100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB)
Indonesia masih tertinggi di Asia. Tahun 2002 kematian ibu melahirkan mencapai 307 per
100.000 kelahiran. Angka ini 65 kali kematian ibu di Singapura, 9,5 kali dari Malaysia.
Bahkan 2,5 kali lipat dari Filipina. Begitu juga dengan AKB Indonesia pada tahun 2002
Berdasarkan Data Dinas Kesehatan DKI, di wilayah DKI Jakarta angka kematian bayi
yang semula 15,2 per 1.000 kelahiran pada tahun 2007 turun menjadi 13,7 per 1.000
kelahiran pada tahun 2008. Begitu juga dengan angka kematian ibu melahirkan, yakni dari 41
per 100.000 kelahiran pada tahun 2007 menjadi 39 per 100.000 kelahiran pada tahun 2008.
Kondisi ini otomatis membuat angka usia harapan hidup meningkat dari 75,8 tahun pada
tahun 2007 menjadi 75,9 tahun pada tahun 2008 (Lenny, 2009).
Berdasarkan data dari Dinkes Kota Tangsel, pada 2011 jumlah AKI dan AKB di Kota
AKB sampai Juni 2011 ini adalah 20 bayi dibandingkan dengan tahun 2010 dan 2009 yang
jumlahnya mencapai 67 dan 72 bayi dalam kurun waktu yang sama. (Radar Banten, 2010)
Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor penentu
angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani
masalah ini. Persoalan kematian yang terjadi lantaran indikasi yang lazim muncul. Yakni
pendarahan, keracunan kehamilan yang disertai kejang- kejang, aborsi, dan infeksi. Namun,
ternyata masih ada faktor lain yang juga cukup penting. Misalnya, pemberdayaan perempuan
yang tak begitu baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan
Ada tiga faktor utama penyebab kematian ibu melahirkan yakni , pendarahan,
hipertensi saat hamil atau pre eklamasi dan infeksi.Pendarahan menempati persentase
tertinggi penyebab kematian ibu ( 28 persen), anemia dan kekurangan energi kronis (KEK)
pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya pendarahan dan infeksi yang merupakan
faktor kematian utama ibu. Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh
kematian ibu disebabkan oleh pendarahan; proporsinya berkisar antara kurang dari 10 persen
sampai hampir 60 persen. Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami
pendarahan pasca persalinan, namun ia akan menderita akibat kekurangan darah yang berat
(anemia berat) dan akan mengalami masala kesehatan yang berkepanjangan. (WHO, 2007).
Persentase tertinggi kedua penyebab kematian ibu yang adalah eklamsia (24 persen),
kejang bisa terjadi pada pasien dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) yang tidak terkontrol
saat persalinan. Hipertensi dapat terjadi karena kehamilan, dan akan kembali normal bila
kehamilan sudah berakhir. Namun ada juga yang tidak kembali normal setelah bayi lahir.
Kondisi ini akan menjadi lebih berat bila hipertensi sudah diderita ibu sebelum hamil. (Profil
Kesehatan Indonesia, 2007), sedangkan persentase tertinggi ketiga penyebab kematian ibu
melahirkan adalah infeksi (11 persen). Salah satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah
disebabkan karena relatif masih rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan.
medis pada tahun 2010. Perbandingan dengan hasil survei SDKI bahwa persalinan yang
ditolong oleh tenaga medis profesional meningkat dari 66 persen dalam SDKI 2002-2003
menjadi 73 persen dalam SDKI 2007. Angka ini relatif rendah apabila dibandingkan dengan
negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand di mana angka pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan hampir mencapai 90%. Apabila dilihat dari proyeksi angka
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan nampak bahwa ada pelencengan dari tahun
2004 dimana angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dibawah dari angka
proyeksi, apabila hal ini tidak menjadi perhatian kita semua maka diperkirakan angka
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 90 % pada tahun 2010 tidak akan
tercapai, konsekuensi lebih lanjut bisa berimbas pada resiko angka kematian ibu meningkat.
Kondisi geografis, persebaran penduduk dan sosial budaya merupakan beberapa faktor
kesehatan, dan tentunya disparitas antar daerah akan berbeda satu sama lain. (Depkes, 2007)
Kementrian Kesehatan menunjukan penyebab kematian terbanyak pada kelompok bayi 0-6
hari didominasi gangguan pernafasan (35,9%), prematuritas (32,4%) dan sepsis (12%). Untuk
penyebab utama kematian bayi pada kelompok 7-28 hari yaitu sepsis (20,5%), malformasi
kongenital (18,1 %) dan pneumonia (15,4 %). Penyebab utama kematian bayi pada kelompok
29 hari-11 bulan yaitu Diare (31,4%), penumonia (23,8%) dan meningitis/ensefalitis (9,3 %).
Di lain pihak faktor utama ibu yang berkontribusi terhadap lahir mati dan kematian bayi 0-6
hari adalah hipertensi maternal (23,6 %), komplikasi kehamilan dan kelahiran (17,5%),
ketuban pecah dini dan pendarahan anterpartum masing-masing 12,7 %. (Candra Syafei,
2010)
Sedangkan upaya yang dilakukan MPS (Making Pregnancy Safer) adalah: (a)
Peningkatan cakupan kualitas (Supply side) berupa: Ante Natal Care (ANC, pemeriksaan
kehamilan minimal 4 kali); bersalin pada tenaga kesehatan; kunjungan nifas; penanganan
komplikasi; KB, (b) Pemberdayaan masyarakat (Demand side) berupa: Program Perencanaan
Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K); peningkatan pemanfaatan Buku KIA, (c)
Manajemen berupa: perencanaan program melalui DTPS (District Team Problem Solving);
Upaya Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi serta Akselerasi
Pencapaian MDG 4 dan 5 harus dilakukan secara komprehensif dengan cara melibatkan lintas
program di Dinas Kesehatan, lintas sektor, pemerintah daerah, DPRD, organisasi profesi/
imunisasi pada bayi dan ibu hamil; penanggulangan Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV,
TBC, malaria pada ibu hamil maupun bayi. b) Program Perbaikan Gizi Masyarakat berperan
dalam vitamin A untuk ibu nifas, pencegahan anemia dengan tablet Fe, Pemberian Makanan
Tambahan dan ASI Eksklusif. c) Program Obat dan Perbekalan Kesehatan berperan dalam
penyediaan obat esensial, alat kontrasepsi, obat KIA/KB. d)Pelayanan Medik/ Rujukan
di Rumah Sakit, Unit Transfusi darah (UTD). e) Program Promosi Kesehatan berperan
Program Sumber Daya Kesehatan berperan dalam pembinaan dan distribusi tenaga kesehatan
(bidan, dokter, dokter spesialis kebidanan, dokter spesialis anak). g)Program Penyehatan
Lingkungan berperan dalam menyiapkan masyarakat dalam hal air bersih dan rumah sehat.
h)Program Kebijakan dan Manajemen Pembiayaan Kesehatan berperan dalam hal Jaminan
kesehatan masyarakat.
Organisasi profesi juga sangat besar peranannya dalam upaya ini. Ikatan Bidan
Indonesia (IBI) yang mempunyai banyak anggota bahkan tersebar sampai ke desa-desa.
Pencegahan Komplikasi (P4K), pemanfaatan Buku KIA, ASI eksklusif, dll. (Candra Syafei,
2010)
Berdasarkan hal tersebut diatas maka penulis sebagai mahasiswa Diploma III kebidanan
diwajibkan menerapkan “Asuhan Kebidanan Komperehensif” pada ibu hamil, ibu bersalin,
nifas dan bayi baru lahir dan pada tanggal 21-10-2011 sampai 11-01-2012 di BPS Kristiani
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
komprehensif dari kehamilan, persalinan, nifas dan perawatan bayi baru lahir.
2. Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian mulai dari Kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir
pada Ny. U.
terjadi pada kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir pada Ny. U
4. Mampu mengambil keputusan/ tindakan segara dalam keadaan gawat darurat kebidanan yang
mungkin terjadi pada Kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir pada Ny. U
5. Mampu membuat perencanaan tindakan yang mungkin terjadi pada Kehamilan, persalinan,
7. Mampu mengevaluasi intervensi yang telah dilakukan pada Kehamilan, persalinan, nifas dan
C. Ruang Lingkup
Study kasus ini membahas tentang Manajemen Asuhan kebidanan Komprehensif pada
Ny. U dimulai dari pengawasan antenatal, persalinan, nifas serta perawatan bayi baru lahir
yang dilakukan di Bidan Praktek Swasta Kristiani Rachman Am. Keb pada tanggal 21
Oktober 2011 sampai tanggal 11 Januari 2012 yang ditujukan khusus untuk memberikan
pendokumentasian SOAP.
D. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
Berisikan tentang latar belakang, tujuan, manfaat, ruang lingkup dan sistematika penulisan.
Berisikan tentang membahas dan mengkaji data-data yang telah diperoleh dari hasil
pengkajian terhadap ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir dengan menggunakan 7
BAB IV Pembahasan
Berisikan tentang perbandingan antara hasil laporan kasus yang diuraikan pada
BAB V Penutup
Berisikan ringkasan mengenai penulis yang dilakukan, serta saran- saran mengenai hasil dari
penulisan yang dapat dijadikan masukan untuk laporan kasus yang akan datang
Selasa, 10 Januari 2012
Panggul naegele hanya mempunyai sebuah sayap pada sakrum, sehingga panggul tumbuh
sebagai panggul miring. Pada panggul robertkedua sayap sakrum tidak ada, sehingga panggul sempit
dalam ukuran melintang. Pada split pelvis penyatuan tulang-tulang panggul pada simfisis tidk terjadi
sehingga panggul terbuka kedepan.
Pada panggul asimilasi sakrum terdiri dari 6 os vertebra (asimilasi tinggi) atau os 4 vertebra
(asimilasi rendah). Panggul asimilasi tinggi dapat menimbulkan kesukaran dalam turunnya kepala
janin ke rongga panggul. Dahulu panggul rahitis banyak terdapat pada orang-orang miskin di dunia
barat karena mereka pada masa kanak-kanak menderita rakhitis sebagai akibat kekurangan vitamin
D serta kalsium dalam makanan dan kurang mendapatkan sinar matahari. Jika anak mulai duduk,
tekanan badan dengan panggul dengan tulang-tulang dan sendi-sendi yang lembek karena rakitis
dapat menyebabkan sakrum dengan promotoriumnya bergerak ke depan dan dengan bagian
bawahnya kebelakang; dalam proses ini sakrum mendatar. Ciri pokok panggul rakitis adalah
mengecilnya diameter anteroposterior pada pintu atas panggul. Dewasa ini panggul rakitis dengan
kesempitan yang ekstrim tidak ditemukan lagi. Akan tetapi panggul picak yang ringan karena
ganguan gizi masih terdapat. Demikian pula osteomalasia, suatu penyakit karena gangguan gizi yang
hebat dan karena kekurangan sinar matahari, yang menyebabkan perubahan dalam bentuk-bentuk
tulang termasuk panggul sehingga rongganya mejadi sempit, kini jarang ditemukan.
Tumor tulang panggul yang dapat menimbulkan kesempatan jalan lahir jarang sekali terdapat.
Demikian pulan halnya dengan fraktur tulang panggul yang disebabkan timbulnya kallus, atau karena
kurang sempurna sembuhnya yang dapat mengubah bentuk panggul.
Pada kifosis tulang belakang bagian bawah, sakrum bagaian atas ditekan kebelakang, sedang
sakrum bagian bawah memutar kedepan. Dengan demikian terdapat panggul corong( tunnel pelvis).
Dengan pintu atas panggul yang luas dan dengan bidang-bidang lain menyempit.
Pada skoliosis tulang belakang bagian bbawah, bentuk panggul dipengaruhi oleh perubahan
pada tulang-tulang diatas dan panggul menjadi miriing. Kelainan atau penyakit pada satu kaki yang
diderita sejak lahir atau dalam masa kanak-kanak menyebabkan kaki tersebut tidak dapat digunakan
dengan sempurna, sehingga berat badan harus dipikul oleh kaki yang sehat. Akibatnya panggul
bertumbuh miring( pada pospoliomyelitis masa kanak-kanak).
Diagnosis panggul sempit dan distroporsi sefalopelfik
Pemeriksaan umum kadang-kadang sudah membawa pikiran kearah kemungkinan kesempitan
panggul. Sebagai mana adanya tuberkolosis pada kolumna vertebtra atau pada panggul, luksasio
koksakonginetalis dan poliomielitis dalam anamesis memberi petunjuk penting, demikian pula
ditemukannya kifosis, ankilosis pada artikulasio koksa disebelah kanan atau kiri dan lain-lain pada
pemeriksaan fisik umum memberikan isyarat-isyarat tertentu. Pada wanita yang lebih pendek
daripada ukuran normal bagi bangsanya, kemungkinan panggul kecil perlu diperhatikan pula. Akan
tetapi apap yang dikemukakan diatas tidak dapat diartikan bahwa seorang wanita dengan bentuk
badan normal tidak dapat memiliki panggul dengan ukuran-ukuran yang kurang dari normal, ditinjau
dari satu atau beberapa segi bidang panggul. Dalam hubungan ini beberapa hal perlu mendapat
perhatian. Anamnesis tentang persalinan-persalinan terdahulu dapat memberi petunjuk tentang
keadaan panggul. Apabila persalinan tersebut berjalan lancar dengan dilahirkannya janin dengam
berat badan yang normal, maka kecil kemungkinan bahwa wanita yang bersangkutan menderita
kesempitan panggul yang brarti.
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan cara pemeriksaan yang penting untuk mendpaat
keterangan lebih banyak tentang keadaan panggul. Cara pelaksananan pelvimetri sudah dibahas
dengan lengkap pada fisiologi kehamilan; disini hanya dikemukakan beberapa hal pokok saja.
Pelvimetri luar tidak banyak artinya, kecuali untuk pengukuran pintu bawah panggul, dan dalam
beberapa hal yang khusus sepertio panggul miring. Pelvimetri dalam dengan tangan mempunyai arti
yang penting untuk menilai secara aga kasar pintu atas panggul serta panggul tengah, dan untuk
memberi gambaran yang jelas mengenai pintu bawah panggul. Dengan pelvimetri roengenologik
diperoleh gambaran yang jelas tentang bentuk panggul dan ditemukan angka-angka mengenai
ukuran-ukuran dalam ketiga bidang panggul.
Akan tetapi pemeriksaan ini pada masa kehamilan mengandung bahaya, khususnya bagi janin.
Oleh sebab itu, tidak dapat dipertanggungjawabkan untuk menjalankan pelvimetri roengenologik
secara rutin pada masa kehamilan melainkan harus didasarkan atas indikasi yang nyata, baik dalam
masa antenantal maupun dalam persalinan.
Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam kelangsungan persalinan, tetapi yang tidak
kurang penting adalah hubungan antara ke[pala janin dengan panggul ibu. Besarnya kepala janin
dalam perbandingan dengan luasnya panggul ibu menentukan pakah ada disporposisi sefalopelvik
atau tidak. Masih ada faktor-faktor lain yang ikut menentukan apakah persaliann pervaginam
berlangsung dengan baik atau tidak, akan tetapi faktor-faktor ini baru dapat diketahui pada waktu
persalinan, seperti kekuatan his dan terjadinya moulage kepala janin. Besarnya kepala janin,
khusunya diameter biparietalisnya dapat diukur dengan menggunakan sinar roentgen. Kaan tetapi
sefalometri roengenologik lebih sukar pelaksanaannya dan mengandung bahaya sperti pemeriksaan-
pemeriksaan roengenologik lainnya. Pengukuran diameter biparietalis dengan cara ultrasonik yang
sudah mulai banyak dilakukan memberikan hasil yang cukup memuaskan. Cara ini tidak bahaya
dibandingkan dengan pemeriksaan roengenologik.
Pada hamil tua dengan janin dalam presentasi kepala dapat dinilai agak kasar adanya
disporporsi sefalopelvik dan kemungkinan mengatasinya. Untuk hal ini pemeriksaan dengan tangan
yang satu menekan kepala janin dari atas ke atas rongga panggul, sedang tangan lain yang diletakkan
pada kepala, menentukan apakah bagian ini menonjol di atas simfisis atau tidak. Pemeriksaan yang
lebih sempurna adalah metode muller munro kerr; tangan yang satu memegang kepala janin dan
menekannya ke arah rongga panggul, sedang 2 jari tangan yang lain dimasukkan ke dalam rongga
vagian untuk menentukan sampai berapa jauh kepala kepala mengikuti menekan tersebut.
semetara itu ibu jari tangan yang masuk dalam vagina memeriksa dari luar hubungan atara kepala
dan simfisis.
Distosia karena panggul sempit.
Yang penting dalam Obstetri bukan panggul sempit secara anatomis, lebih penting lagi ialah
panggul sempit secara fungsionil artinya perbandingan antara kepala dan panggul.
Kesempitan panggul dibagi sebagai berikut :
1. Kesempitan pintu atas panggul : Pintu atas panggul dianggap sempit kalau conjugata vera kurang
dari 10 cm, atau kalau diameter transversa kurang dari 12 cm. Conjugata vera dilalui oleh diameter
biparietalis yang berukuran kurang lebih 9,5 cm dan kadang-kadang mencapai 10 cm, maka sudah
jelas bahwa conjugata vera yang kurang 10 cm dapat menimbulkan kesulitan, kesukaran bertambah
lagi kalau kedua ukuran ialah diameter anteroposterior maupun diameter transversa sempit. Sebab-
sebab yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat dibagi sebagai berikut :
- Kelainan karena gangguan pertumbuhan :
a. Panggul sempit keseluruhan : semua ukuran panggul kecil
b. Panggul picak : ukuran muka belakang sempit, ukuran melintang biasa.
c. Panggul sempit picak : semua ukuran kecil, tapi terlebih ukuran muka belakang.
d. Panggul corong : pintu atas panggul biasa, pintu bawah panggul sempit.
e. Panggul belah : simphisis terbuka.
- Kelainan panggul disebabkan kelainan anggota bawah : Coxitis, luxatio, atrofia merupakan salah satu
anggota, menyebabkan panggul sempit miring. Disamping itu mungkin pula ada exostose atau
fraktur dari tulang panggul yang menjadi sebab kelainan panggul.
Pengaruh panggul sempit pada kehamilan dan persalinan : Panggul sempit mempunyai pengaruh
yang besar pada kehamilan maupun persalinan, yaitu sebagai berikut :
a. Pengaruh pada kehamilan
- Dapat menimbulkan retrofleksi uteri gravidi incarcerata.
- Karena kepala tidak dapat turun, maka terutama pada primigravida fundus lebih tinggi dari pada
biasa dan menimbulkan sesak nafas atau gangguan perdarahan darah. Kadang-kadang fundus
menonjol ke depan hingga perut menggantung. Perut yang menggantung pada seorang
primigravida merupakan tanda panggul sempit.
- Kepala tidak turun ke dalam rongga panggul pada bulan terakhir.
- Dapat meimbulkan letak muka, letak sungsang dan letak lintang.
- Biasanya anak seorang ibu dengan panggul sempit lebih kecil dari pada ukuran bayi pukul rata.
b. Pengaruh pada persalinan
- Persalinan lebih lama dari biasa
Karena gangguan pembukaan
Karena banyak waktu dipergunakan untuk moulage kepala anak.
Kelainan pembukaan disebabkan karena ketuban pecah sebelum waktunya, karena bagian
depan kurang menutup pintu atas panggul, selanjutnya setelah ketuban pecah kepala tidak dapat
menekan pada serviks karena tertahan pintu atas panggul.
- Pada panggul sempit sering terjadi kelainan presentasi atau posisi misalnya :
Pada panggul picak sering terjadi letak defleksi supaya diameter bitemporalis yang lebih kecil dari
diameter biparietalis dapat melalui conjugata vera yang sempit itu. Asynklitismus sering juga terjadi,
yang dapat diterangkan dengan “knopfloch mechanismus” (mechanisme lobang kancing).
Pada panggul sempit seluruh kepala anak mengadakan hiperfleksi supaya ukuran-ukuran kepala
yang melalui jalan lahir sekecil-kesilnya.
Pada panggul sempit melintang sutura sagittalis dalam jurusan muka belakang (positio occipitalis
directa) pada pintu atas panggul.
- Dapat terjadi ruptur uteri kalau his menjadi terlalu kuat dalam usaha mengatasi rintangan yang
ditimbulkan oleh panggul yang sempit.
- Sebaliknya jika otot rahim menjadi lelah karena rintangan oleh panggul sempit dapat terjadi infeksi
intrapartum. Infeksi ini tidak saja membahayakan ibu tapi juga dapat menyebabkan kematian anak di
dalam rahim. Kadang-kadang karena infeksi dapat terjadi timpani uteri atau physometra.
- Terjadinya fistel : tekanan yang lama pada jaringan dapat menimbulkan ischaemia yang
menyebabkan nekrose. Nekrose ini menimbulkan fistula vesicovaginalis lebih sering terjadi karena
kandung kencing tertekan antara kepala anak dan simfisis sedangkan rectum jarang tertekan dengan
hebat karena adanya rongga sacrum.
- Ruptur simfisis (simpisiolisis) dapat terjadi : malahan kadang-kadang ruptur dari articukulatio
sacroiliaca. Kalau terjadi simpisiolisis maka pasien mengeluh tentang nyeri di daerah simpisis dan
tidak dapat mengangkat tungkainya.
- Parese kaki dapat menjelma karena tekanan dari kepala pada urat-utar saraf di dalam rongga
panggul, yang paling sering terjadi ialah kelumpuhan N.peroneus.
Persangkaan panggul sempit : Seorang harus ingat akan kemungkinan panggul sempit kalau :
a) Pada primipara kepala anak belum turun setelah minggu ke 36.
b) Pada primipara ada perut menggantung.
c) Pada multipara persalinan yang dulu-dulu sulit.
d) Kelainan letak pada hamil tua.
e) Kelainan bentuk badan (cebol, scoliose, pincang dan lain-lain)
f) Osborn positif.
Prognosa : Prognosa persalinan dengan panggul sempit tergantung pada berbagai faktor antaranya:
- Bentuk panggul
- Ukuran panggul, jadi derajat kesempitan.
- Kemungkinan pergerakan dalam sendi-sendi panggul.
- Besarnya kepala dan kesanggupan moulage kepala.
- Presentasi dan posisi kepala.
- His
Diantara faktor-faktor tersebut di atas yang dapat diukur secara pasti dan sebelum persalinan
berlangsung hanya ukuran-ukuran panggul : karena itu ukuran tersebut sering menjadi dasar untuk
meramalkan jalannya persalinan.
Menurut pengalaman tidak ada anak yang cukup bulan yang dapat lahir dengan selamat
pervaginam kalau CV kurang dari 8,5 cm. Sebaliknya kalau CV 8,5 cm atau lebih persalinan per
vaginam dapat diharapkan berlangsung dengan selamat.
Secara kesimpulan maka kalau :
CV < 8,5 kesempitan berat prognosa buruk
CV 8,5 cm – 10 cm kesempitan ringan prognosa baik
Karena itu maka kalau CV < 8,5 cm dilakukan SC primer (panggul demikian disebut panggul
sempit absolut ). Sebaliknya pada CV antara 8,5 cm – 10 cm hasil persalinan tergantung pada banyak
faktor :
- Riwayat persalinan yang lampau.
- Besarnya, presentasi dan posisi anak.
- Pecahnya ketuban sebelum waktunya memburukkan prognosa
- His
- Lancarnya pembukaan
- Infeksi intrapartum
- Bentuk panggul dan derajat kesempitan.
Karena banyak faktor mempengaruhi hasil persalinan pada panggul dengan CV antara 8,5 cm –
10 cm (sering disebut panggul sempit relatif) maka pada panggul sedemikian dilakukan persalinan
percobaan.
Persalinan Percobaan : Yang disebut persalinan percobaan adalah percobaan untuk persalinan
pervaginam pada wanita-wanita dengan panggul yang relatif sempit. Persalinan percobaan hanya
dilakukan pada letak sungsang, letak dahi, letak muka atau kelainan letak lainnya. Persalinan
percobaan dimulai pada permulaan persalinan dan berakhir setelah kita mendapat keyakinan
bahwa persalinan tidak dapat berlangsung pervaginam atau setelah anak lahir pervaginam.
Persalinan percobaan dikatakan berhasil kalau anak lahir pervaginam secara spontan atau dibantu
dengan ekstraksi (forsep atau vakum) dan anak serta ibu dalam keadaan baik. Kita hentikan
persalinan percobaan kalau :
Pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannya
Keadaan ibu atau anak menjadi kurang baik
Kalau ada lingkaran retraksi yang patologis
Setelah pembukaan lengkap dan pecahnya ketuban, kepala dalam 2 jam tidak mau masuk kedalam
rongga panggul walaupun his cukup baik
Forsep yang gagal
Dalam keadaan-keadaan tersebut diatas dilakukan SC. Kalau SC dilakukan atas indikasi tersebut
dalam golongan dua maka pada persalinan berikutnya tidak ada gunanya untuk melakukan
persalinan percobaan lagi. Dalam istilah inggris ada dua macam persalinan percobaan:
- Trial of labor : serupa dengan persalinan percobaan yang di terangkan diatas.
- Test of labor : sebetulnya merupakan fase terakhir dari trial of labor, karena test of labor mulai pada
pembukaan lengkap dan berakhir dua jam sesudahnya.
Kalau dalam 2 jam setelah pembukaan lengkap kepala turun sampai H-III (station 0) maka test of
labor dikatakan berhasil.
Sekarang test of labor jarang dipergunakan lagi karena:
a) Seringkali pembukaan tidak menjadi lengkap pada persalinan dengan panggul sempit.
b) Kematiaan anak terlalu tinggi dengan percobaan tersebut.
Ukuran-ukuran bidang tengah panggul tidak dapat diperoleh secara klinis, harus diukur secara
rontgenelogis, tetapi kita dapat menduga kesempitan bidang di tengah panggul jika :
- Spina ishiadika sangat menonjol
- Dinding samping panggul konvergen
- Jika diameter antara tuber ischi 8 ½ cm atau kurang.
Prognosa : Kesempitan bidang tengah panggul dapat menimbulkan gangguan putaran paksi.
Jika diameter antara spina 9 cm atau kurang kadang-kadang diperlukan sc
Terapi : Jika persalinan terhenti karena kesempitan bidang tengah panggul maka baiknya
dipergunakan ekstraktor vakum, karena ekstraksi dengan forcep kurang memuaskan berhubung
forcp memperkecil ruangan jalan lahir.
4. Kombinasi kesempitan pintu atas panggul, bidang tengah dan pintu bawah panggul.
Mekanisme persalinan
Diatas sudah diterapkan bahwa kesempitan panggul bukan faktor satu-satunya yang
menentukan apakah persalinan pervaginam akan berlangsung dengan aman atau tidak untuk ibu.
Walaupun demikian penegtahuan tentang ukuran dan bentuk panggul sangat membantu dalam
penilaian jalannya persalinan pada wanita bersangkutan. Kesempitan panggul dapat ditemukan pada
satu bidang atau lebih. Kesempitan pada panggul tengah umumnya juga disertai kesempitan pintu
bawah panggul.
Kesempitan pada pintu atas panggul : Pintu atas panggul dianggap sempit apabila konjugata vera
kurang dari 10cm atau diameter transversa kurang dari 12cm. Kesempitan pada konjugata
vera(panggul picak) umumnya lebih menguntungkan darpada kesempitan pada semua ukuran
(Panggul sempit seluruhnya). Oleh karena pada panggul sempit kemungkinan lebih besar bahwa
kepala tertahan oleh pintu atas panggul, maka dalam hal ini serviks uteri kurang mengalami tekanan
kepala. Hal ini dapat mengakibatkan inersia uteri serta lambannya pendataran dan pembukaan
serviks. Apabila pada panggul sempit pintu atas panggul tidak tertutup dengan sempurna oleh
kepala janin, ketuban bisa pecah pada pembukaan kecil dan ada bahaya pula terjadinya prolapsus
funikuli. Pada panggul picak turunya belakang kepala bisa tertahan dengan akibat terjadinya defleksi
kepala, sedang pada panggul sempit seluruhnya ditemukan rintangan pada semua ukuran; kepala
memasuki rongga panggul dengan hiperfleksi. Selanjutnya moulage keoala jann dapat dipengaruhi
oleh jenis asinklistismus; dalam hal ini asinklitismus anterior lebih menguntungkan dari pada
asinklitismus posterior oleh karena pada mekanisme yang terakhir gerakan os parietale posterior
yang terletak paling bawah tertahan oleh simfisis, sedang pada asinklitismus anterior os parietale
anterior data bergerak lebih leluasa ke belakang.
Kesempitan panggul tengah : Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak
berkonvergensi, foramen iskiadikum mayor cukup luas, dan spina iskiadika tidak menonjol kedalam,
dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala
janin. Ukuran terpentng, yang hanya dapat ditetapkan secara pasti dengan pelvimetri
roentgenologik, ialah distansia interpinarum. Apabila ukuran inu kurang dari 9,5 cm, perlu kita
waspada terhadap kemungkinan kesukaran pada persalinan, apalagi bila diameter sagittalis
posterior pendek pula. Pada panggul tengah yang sempit, lebih serin ditemukan posisi oksipitalis
posterior persisten atau presentasi kepala dalam posisi lintang tetap. (transverse arrest)
1 . Distosia
Definisi
Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan
Distosia karena kelainan jalan lahir ( Passage )
Distosia ini meliputi :
a. Bentuk dan Kelainan Panggul
b. Kelainan jalan lahir lunak ( kelainan Servik )
c. Disproporsi Kepala Panggul ( Cephalo Pelvik Disproportion )
Jenis – jenis panggul
a ) Panggul ginekoid paling ideal, bulat dengan pintu atas yang bundar, atau dengan diameter
transversa yang lebih panjang sedikit dari pada diameter antero posterior dan dengan panggul
tengah serta pintu bawah panggul yang cukup luas
b ) Panggul antropoid agak lonjong seperti telur dengan diameter antero posterior yang lebih
panjang dari pada diameter transversa, dan dengan arkus pubis menyempit sedikit
c ) Panggul android panggul pria, segitiga dengan pintu atas panggul yang berbentuk sebagai
segitiga berhubungan dengan penyempitan ke depan, dengan spina iskiadika menonjol
kedalam dan dengan arkus pubis menyempit
d ) Panggul platipelloid picak , menyempit arah muka belakang dengan diameter antero
posterior yang jelas lebih pendek daripada diameter trasversa pada pintu atas panggul dan
dengan arkus pubis yang luas
Jenis panggul wanita indonesia ( Daka dan Moeljo )
Ginekoid 64,2 %
Antropoid 16,3 %
Platipelloid 13,6 %
Android 2,2 %
Panggul patologik 3 %
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan di Indonesia dewasa ini masih diwarnai oleh rawannya derajat
kesehatan ibu dan anak, terutama pada kelompok yang paling rentan yaitu ibu hamil, ibu
bersalin dan nifas, serta bayi pada masa perinatal, yang ditandai dengan masih tingginya
angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian perinatal (AKP).
Salah satu upaya yang mempunyai dampak relatif cepat terhadap penurunan AKI dan AKP
adalah dengan penyediaan pelayanan kebidanan berkualitas yang dekat dengaan masyarakat
dan di dukung dengan peningkatan jangkauan dan kualitas pelayanan rujukan. Sebanyak 30
% bidan memberikan pelayanan praktek perorangan (IBI 2002) dengan berbagai jenis
pelayanan yang diberikan yaitu pelayanan kontrasepsi suntik 58%, konrasepsi pil, IUD dan
implant 25%, dan pelayanan pada ibu hamil dan bersalin masing 93% dan 66%.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bidan mempunyai peran besar dalam memberikan
pelayanan kesehatan ibu dan anak di masyarakat, menggingat peran besar dalam pelayanan
keluarga berencana dan kesehatan reproduksi tersebut maka berbagai program telah di
laksanakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan bidan praktek swasta agar sesuai dengan
standar pelayanan yang berlaku.
Kegiatan pokok pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh bidan dalam menurunkan
angka kematian ibu dan angka kematian bayi adalah pelayanan antenatal care, pertolongan
persalinan, deteksi dini faktor resiko kehamilan dan peningkatan pelayanan pada neonatal,
kehamilan merupakan suatu proses reproduksi yang memerlukan perawatan khusus
(pemantauan selama kehamilan) agar dapat berlangsung dengan baik karena erat kaitannya
dengan kehidupan ibu maupun janin. Resiko kehamilan bersifat dinamis karena ibu hamil
yang pada mulanya normal secara tiba-tiba dapat menjadi resiko yang dapat menyebabkan
kematian.
Salah satu upaya IBI ialah bekerja sama dengan BKKBN dan departemen kesehatan serta
dukungan dan bantuan teknik dari USAID melalui program STARH (sustaining Teching
Assistance in reproductive program) tahun 2000-2005 dan HSP (health services program)
tahun 2005-2009 mengembangkan program bidan delima untuk menigkatkan kualitas
pelayanan bidan prektek swasta dan pemberian penghargaan bagi mereka yang berprestasi
dalam pelayanan keluarga berencana dalam pelayanan reproduksi.
Pelayanan bidan Indonesia mempunyai akar yang kuat sejak jaman Belanda, dan mengalami
pasang surut sepanjang jaman kemerdekaan terutama ditinjau dari segi penyelengaraan
sebagai institusi yang mempersiapkan bidan sebelum diterjunkan untuk memberikan
pelayanan di masyarakat. Riwayat pendidikan bidan di Indonesia sangat fluktuaktif dan
mengalami pasang surut, dengan sendirinya menghasilkan kinerja pelayanan bidan yang
berfariasi
Bidan merupakan tenaga lini terdepan (front line) harus mampu dan terampil dalam
memberikan pelayanan kebidanan kepada ibu dan bayi baru lahir sesuai dengan asuhan
kebidanan yang ditetapkan, mengacu kepada kewenangan dan kode etik profesi serta
ditunjang dengan sarana dan prasarana yang terstandar. Untuk mendukung peningkatan
keterampilan bidan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas, Departemen kesehatan
telah menyusun berbagai pedoman dan standar asuhan kebidanan sehingga dapat digunakan
sebagai acuan. Seiring dengan itu pula pemerintah dan berbagai pihak di Indonesia terus
mengembangkan pendidikan kebidanan yang berhubungan dengan perkembangan pelayanan
kebidanan baik pendidikan formal maupun non formal. Dan sejak tahun 2000 telah dibentuk
tim pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN) yang dikoordinasi oleh Maternal Neonatal
Health (MNH) yang sampai saat ini telah melatih APN di beberapa propinsi/kabupaten di
Indonesia guna menjawab kebutuhan/tuntutan masyarakat akan pelayanan kebidanan yang
berkualitas (Depkes, 2005).
Kemajuan dunia global yang pesat baik di bidang teknologi, informasi, pengetahuan dan
teknologi kesehatan termasuk kesehatan reproduksi berdampak pada adanya persaingan yang
ketat dalam bidang kesehatan. Tuntutan masyarakat saat ini adalah pelayanan yang
berkualitas, aman, nyaman dan terjangkau. Hal ini mendorong bidan untuk siap, tangap serta
mampu merespon dan mengantisipasi kemajuan zaman dan tuntutan masyarakat.
Disisi lain IBI sebagai organisasi profesi yang dalam tujuan filosofinya melakukan
pembinaan dan pengayongan bagi angotanya juga terus untuk berupaya untuk mencari
trobosan guna tercapainya peningkatan profesionalisme para anggotanya.
Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari system pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri,
kolaborasi dan rujukan.
Dalam praktek kebidanan, pemberian asuhan kebidanan yang berkualitas sangat dibutuhkan.
Kualitas kebidanan ditentukan dengan cara bidan membina hubungan, baik sesama rekan
sejawat ataupun dengan orang yang diberi asuhan. Upaya meningkatkan kualitas pelayanan
kebidanan juga ditentukan oleh ketrampilan bidan untuk berkomunikasi secara efektif dan
melakukan konseling yang baik kepada klien.
Bidan merupakan ujung tombak memberikan pelayanan yang berkuliatas dan sebagai tenaga
kesehatan yang professional, bekerja sebagai mitra masyarakat, khususnya keluarga sebagai
unit terkecilnya, yang berarti bidan memiliki posisi strategis untuk memberikan pelayanan
kesehatan yang bersifat holistik komprehensif (berkesinambungan, terpadu, dan paripurna),
yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam upaya mencapai
terwujudnya paradigma sehat.
Jadi seorang bidan dituntut untuk menjadi individu yang professional dan handal memberikan
pelayanan yang berkualitas karena konsep kerjanya berhubungan dengan nyawa manusia,
disamping harus professional dalam pelayanan, professional berkomunikasi dan juga bidan
juga sabar (telaten) agar pasien merasa aman dan nyaman di saat melakukan pelayanan
kehamilan, persalinan, masa nifas, keluarga berencana dan lain sebagainya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pelayanan adalah suatu kegiatan ataupun urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi secara
langsung antara seseorang dengan orang lain dan menyediakan kepuasan pelanggan.
Kebidanan adalah satu bidang ilmu yang mempelajari keilmuan dan seni yang
mempersiapkan kehamilan, menolong persalinan, nifas dan menyusui, masa interval dan
pengaturan kesuburan, klimakterium dan menopause, bayi baru lahir dan balita, fungsi-fungsi
reproduksi manusia serta memberikan bantuan/dukungan pada perempuan, keluarga dan
komunitasnya. (Rahmawati, 2012)
Komunitas adalah sekolompok orang yang hidup dan saling berinteraksi di dalam daerah
tertentu, masyarakat atau paguyuban. (Rahmawati, 2012)
Pelayanan kebidanan adalah sebuah tugas dan tanggung jawab praktik profesi bidan dalam
sistem pelayanan kesehatan yang bertujuan meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam
rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat. (Suryani, 2011)
Pelayanan Kebidanan Komunitas menurut United Kingdom Central Council for Nursing
Midwifery and Health adalah praktisi bidan yang berbasis komuniti yang harus dapat
memberikan supervise yang dibutuhkan oleh wanita, pelayanan berkualitas, nasihat atau
saran pada kehamilan, persalinan, nifas, dengan tanggung jawab dan memberikan pelayanan
pada ibu hamil dan bayi secara komprehensif.
Sedangkan menurut J.H. Syahlan, SKM, kebidanan komunitas adalah bidan yang bekerja
melayani keluarga dan masyarakat diwilayah tertentu.
1. Ibu
2. Anak
3. Keluarga
4. Masyarakat
Yang menjadi sasaran utama bidan dalam menjalankan tugasnya adalah ibu dan anak dalam
keluarga.
Pelayanan kebidanan adalah integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
bidan yang telah terdaftar (teregistrasi) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau
rujukan. Pelayanan kebidanan merupakan bagian yang integral dari pelayanan kesehatan,
yang diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga, sesuai dengan kewenangan dalam
rangka tercapainya keluarga kecil bahagia dan sejahtera. (Rahmawati, 2012)
Pelayanan kebidanan yang berkualitas adalah pelayanan yang diberikan sesuai tugas dan
tanggung jawab praktik profesi bidan dalam memberikan pelayanan secara komprehensif
untuk meningkatkan kesehatan ibu, anak, kuluarga dan masyarakat yang memberikan
kepuasan pelanggan baik secara mandiri, kolaborasi dan rujukan.
1. Ibu dan bayi sehat, selamat, keluarga bahagia, terjaminnya kehormatan martabat manusia.
2. Saling menghormati penerima asuhan dan pemberi asuhan.
3. Kepuasan ibu, keluarga dan bidan.
4. Adanya kekuatan diri dari wanita dalam menentukan dirinya sendiri.
5. Adanya rasa saling percaya dari wanita sebagai penerima asuhan.
6. Terwujudnya keluarga sejahtera dan berkualitas.
1. Layanan Primer
Layanan kebidanan adalah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab bidan.
1. Layanan Kolaborasi
Layanan Kolaborasi adalah layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim yang
kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu dari sebuah proses kegiatan
pelayanan kesehatan.
1. Layanan Rujukan
Layanan Rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka rujukan ke sistem
layanan yang lebih tinggi atau sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan bidan dalam
menerima rujukan dari dukun yang mendorong persalianan, juga layanan yang dilakukan oleh
bidan ke tempat/fasilitas pelayanan kesehatan lain secara horizontal maupun vertical atau
meningkatkan keaamanan dan kesejahteraan ibu dan bayinya.
Peran bidan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas antara lain adalah sebagai berikut
:
Memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada individu, keluarga kelompok dan
masyarakat tentang penanggulangan masalah kesehatan khususnya yang berhubungan dengan
pihak terkait, kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana.
1. Bersama klien mengkaji kebutuhan akan pendidikan dan penyuluhan kesehatan masyarakat
khususnya dalam bidang kesehatan ibu, anak dan keluraga berencana.
2. Bersama klien pihak terkait meyusun rencana penyuluhan kesehatan masyarakat sesuai
dengan kebutuhan yang telah dikaji, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
3. Menyiapkan alat dan bahan pendidikan dan penyuluhan sesuai dengan rencana yang telah
disusun.
4. Melaksanakan program/rencana pendidikan dan penyuluhan sesuai dengan rencana jangka
pendek dan jangka panjang yang melibatkan unsur-unsur terkait termasuk masyarakat.
5. Bersama klien mengevaluasi hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan masyarakat dan
menggunakannya untuk perbaikan dan meningkatkan program di masa yang akan datang.
6. Mendokumentasikan semua kegiatan dan hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan
masyarakat secara lengkap dan sistematis.
7. Peran bidan sebagai Pelaksana
Bidan harus mengetahui dan menguasai IPTEK untuk melakukan kegiatan, antara laian :
Bidan sebagai pengelola kegiatan kebidanan unit kesehatan ibu dan anak di puskesmas,
polindes, posyandu dan praktik bidan, memimpin dan mengelolah bidan lain atau tenaga
kesehatan yang pendidikannya lebih rendah. Perannya sebagai pengelola anatara lain :
Peran peneliti yang dilakukan oleh bidan dalam bidang kesehatan secara dasarnya bidan
harus mengetahui bagaimana pencatatan, pengelahan dan analisis data. Secara sederhana
bidan dapat memberikan kesimpulan atau hipotesis atau hasil analisisnya. Berdasarkan data
tersebut bidan dapat menyusun rencana atau tindakan sesuai dengan permasalahan yang
ditemukan. Bidan juga harus dapat melaksanakan evaluasi atas tindakan yang dilakukan
tersebut.
Di dalam kategori Evidence Based menurut WHO, pelayanan kebidanan dapat dibagi
menjadi :
- Memberikan dukungan yang konsisten untuk pemberian ASI dan menggalakkan ASI
On Demand
- Memberikan profilaksis vitamin K untuk mencegah pendarahan pada Bayi Baru Lahir
- Harus melibatkan para dokter untuk semua asuhan kehamilan dan persalinan.
- Tidak merujuk kepada spesialis kebidanan dalam asuhan ibu dengan factor risk yang
nyata.
BAB III
3.1 Kesimpulan
Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari system pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri,
kolaborasi dan rujukan.
Dalam praktek kebidanan, pemberian asuhan kebidanan yang berkualitas sangat dibutuhkan.
Kualitas kebidanan ditentukan dengan cara bidan membina hubungan, baik sesama rekan
sejawat ataupun dengan orang yang diberi asuhan. Upaya meningkatkan kualitas pelayanan
kebidanan juga ditentukan oleh keterampilan bidan untuk berkomunikasi secara efektif dan
melakukan konseling yang baik kepada klien.
Bidan merupakan ujung tombak memberikan pelayanan yang berkuliatas dan sebagai tenaga
kesehatan yang professional, bekerja sebagai mitra masyarakat, khususnya keluarga sebagai
unit terkecilnya, yang berarti bidan memiliki posisi strategis untuk memberikan pelayanan
kesehatan yang bersifat holistik komprehensif (berkesinambungan, terpadu, dan paripurna),
yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam upaya mencapai
terwujudnya paradigma sehat.
Jadi seorang bidan dituntut untuk menjadi individu yang professional dan handal memberikan
pelayanan yang berkualitas karena konsep kerjanya berhubungan dengan nyawa manusia,
disamping harus professional dalam pelayanan, professional berkomunikasi dan juga bidan
juga sabar (telaten) agar pasien merasa aman dan nyaman di saat melakukan pelayanan
kehamilan, persalinan, masa nifas, keluarga berencana dan lain sebagainya.
Bidan juga harus mengetahui tujuan pelayanan yang diberikan, sasaran dari asuhan
kebidanan, peran dan fungsinya sebagai pemberi pelayanan kebidanan di komunitas sesuai
Evidence Based yang berlaku, sehingga dapat memberikan pelayanan yang berkualitas yang
dapat memuaskan klien.
3.2 Saran
Bidan diharapkan mampu memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan peran dan
fungsinya berdasarkan etika profesi bidan yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA