Anda di halaman 1dari 25

MATA KULIAH BERPIKIR KRITIS

“Pengambilan Keputusan dengan berpikir kritis dan Berpikir


Kreatif”

Disusun Oleh :
LURIKE APRIYANI P05140420007

MEIRISKA EKA SYASMI P05140420008


MELANDA PUSPITA AIDI P05140420009

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU

PROGRAM STUDI PROFESI KEBIDANAN

TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, kelompok 2 diberikan kemudahan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Pengambilan Keputusan dengan
berpikir kritis dan berpikir kreatif”. Meskipun dalam pembuatannya banyak
hambatan yang penulis alami, akhirnya laporan ini dapat terselesaikan tepat
waktu.

juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang senantiasa
mengucap doa, keluarga yang telah memberikan kontribusi ide yang baik, dan
teman-teman yang telah memberikan dukungannya kepada penulis dalam
menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini.

Tentunya ada hal-hal yang menunjang penulis untuk membuat makalah ini
dengan tujuan untuk memberikan informasi dan pengetahuan yang lebih luas
mengenai konsep berpikir kritis untuk pengambilan keputusan di dalam bidang
keperawatan dan diagnosis keperawatan. Oleh karena itu penulis berharap
makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pembaca. Penulis mohon
maaf apabila makalah ini memiliki kekurangan dan penulis menyadari masih
perlu ditingkatkan lagi mutunya. Karena itu, penulis sangat mengharapkan akan
pemberian saran dan kritik yang membangun.

Bengkulu, September 2020


Penyusun

(Kelompok 2)

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii


DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Berpikir Kritis dan Pengambilan Keputusan .......................... 3
B. Perumusan Diagnosis Keperawatan...................................................... 9
C. Konsep Berpikir Kritis dan Pengambilan Keputusan .......................... 16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 20
B. Saran .................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam menjalankan tugasnya, perawat tentu akan dihadapkan pada


suatu kondisi dimana perawat tersebut akan memutuskan tentang kondisi
kesehatan klien atau pasien yang ia tangani. Kondisi kesehatan pasien yaitu
terdiri dari pasien yang sehat dengan pasien yang sakit. Pemikiran kritis
akan sangat dibutuhkan karena menentukan skala kondisi kesehatan pasien
tentu bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan.
Mengambil keputusan secara tergesa-gesa ataupun tidak tepat akan
mempengaruhi kualitas serta kuantitas pelayanan kesehatan pasien. Apabila
sang perawat tidak berhati-hati. Terdapat kemungkinan pasien akan
menerima perawatan yang tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan.
Untuk membantu perawat dalam mendata dan memutuskan kondisi
kesehatan pasien, perawat dibantu dengan sebuah catatan yang disebut
diagnosa. Diagnosa berisi tentang kondisi pasien secara spesifik. Diagnosa
dapat dijadikan sebuah acuan bagi pelayanan yang akan diberikan kepada
pasien agar lebih cepat dan tepat.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana pengambilan keputusan klinis dalam praktik kebidanan?
b. Apa kompetensi berpikir kritis?
c. Apa model-model berpikir kritis?
d. Bagaimana proses keperawatan sebagai kerangka kerja praktik
kebidanan?
e. Apa definisi dari diagnosis kebidanan?
f. Bagaimana berpikir kritis dalam perumusan diagnosis kebidanan?
g. Bagaimana pernyataan diagnosis kebidanan?
h. Apa saja sumber-sumber kesalahan dalam perumusan diagnosis?
i. Apa kelebihan dan keterbatasan diagnosis kebidanan?

1
j. Bagaimana dokumentasi perencanaan asuhan kebidanan?
C. Tujuan Penulisan

Makalah ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas mata kuliah


Berpikir kritis dalam pelayanan Kebidanan, serta menambah wawasan
tentang konsep berpikir kritis dalam praktik keperawatan dan penggunaan
diagnosis keperawatan, agar mahasiswa mengerti serta memahami tentang
bagaimana cara mengambil keputusan klinis dengan didasari pemikiran
kritis dalam proses dan praktik kepbidanan dan sebagai salah satu sarana
penunjang pembelajaran, khususnya kepada mahasiswa kebidanan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Berpikir Kritis dan Pengambilan Keputusan Dalam Kebidanan

1. Pengambilan Keputusan Klinis dalam Praktik Kebidanan

Pengambilan keputusan klinis akan memperlihatkan perbedaan


antara bidan dengan staf teknis, yaitu bidan akan cepat bertindak ketika
kondisi pasien menurun mendeteksi masalahnya dan berinisiatif untuk
memperbaikinya. Benner (1984) berpendapat bahwa pengambilan
keputusan klinis sebagai keputusan yang terdiri atas pemikiran kritis dan
penuh pertimbangan, serta penetapan dari ilmu serta pikiran kritis.

Klien tentu akan memiliki keluhan yang berbeda-beda yang


dipengaruhi oleh kesehatan fisik, gaya hidup, budaya, hubungan
kekerabatan, lingkungan tempat tinggal, hingga pengalaman klien itu
sendiri. Oleh karena itu, perawat tidak bisa langsung mengetahui apa yang
klien butuhkan, melainkan klien tersebut harus menyampaikan keluhan yang
ia punya dan perawat harus banyak bertanya dan memiliki rasa ingin tahu
untuk melihat suatu hal dengan perspektif yang berbeda.

Pemikiran kritis adalah pusat praktik keperawatan profesional karena


hal tersebut membuat seorang perawat terus memperbaiki cara pendekatan
kepada klien dan menerapkan pengetahuan-pengetahuan baru yang
berdasarkan pengalaman dari sebelumnya.

2. Kompetensi Berpikir Kritis

Berpikir mencakup beberapa hal yaitu membuat pendapat, membuat


keputusan, menarik kesimpulan, dan merefleksikan (Gordon, 1995 dalam
Potter dan Perry, 2005). Ketika perawat mengarahkan berpikir ke arah
pemahaman dan menemukan jalan keluar dari masalah kesehatan klien,
prosesnya menjadi bertujuan dan berorientasi pada tujuan. Dalam kaitannya
dengan keperawatan, berpikir kritis adalah reflektif, pemikiran yang masuk

3
akal tentang masalah keperawatan tanpa ada solusi dan difokuskan pada
keputusan apa yang harus diyakini dan dilakukan (Kataoka dan Saylor, 1994
dalam Potter dan Perry, 2005).

Kompetensi berpikir kritis adalah proses kogritif yang digunakan


perawat untuk membuat penilaian keperawatan. Kompetensi merupakan
kemampuan individual yang dibutuhkan untuk mengerjakan suatu tugas
atau pekerjaan yang dilandasi pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja
keras sesuai untuk kerja yang dipersyaratkan.

Ada tiga tipe kompetensi yaitu berpikir kritis umum, berpikir kritis
spesifik dalam situasi klinis, dan berpikir kritis spesifik dalam keperawatan.
Kompetensi berpikir kritis umum mencakup metode ilmiah, pemecahan
masalah, dan pembuatan keputusan. Pemecahan masalah mencangkup
mendapatkan informasi ketika terdapat kesenjangan antara apa yang sedang
terjadi dan apa yang seharusnya terjadi. Dalam pembuatan keputusan,
individu memilih tindakan untuk memenuhi tujuan. Untuk membuat
keputusan, seseorang harus mengkaji semua pilihan, menimbang setiap
pilihan tersebut terhadap serangkaian kriteria, dan kemudian membuat
pilihan akhir (Potter dan Perry, 2005).

Ketika dihadapkan pada suatu keputusan, penting sekali untuk


mengidentifikasi mengapa keputusan diperlukan. Kriteria untuk pembuatan
keputusan harus ditegakkan sehingga pilihan yang tepat dapat dibuat.
Kriteria harus mencangkup hal berikut: Pertama, apa yang akan dicapai?
Kedua, apa yang akan dicapai selanjutnya? Ketiga, apa yang harus
dihindari? Sejalan dengan perawat mempertimbangkan kriteria, terjadi
tingkat pengurutan prioritas. Perawat membuat prioritas dengan
mengaitkannya pada situasi spesifik klien. Agar perawat mampu mengatasi
berbagai masalah kelompok klien yang ada, pembuatan keputusan
berkelanjut sangat penting. Selain itu, manajemen waktu merupakan bagian
dari pembuatan keputusan dan memastikan bahwa waktu perawat digunakan
dengan baik dan bahwa perawat cukup tanggap terhadap kebutuhan klien.

4
Kompetensi berpikir kritis spesifik dalam situasi klinis, mencakup
pertimbangan diagnostik, kesimpulan klinis, dan pembuatan keputusan
klinis. Berpikir kritis spesifik dalam keperawatan mencakup pendekatan
sistematis yang digunakan untuk secara kritis mengkaji dan menelaah
kondisi klien, mengidentifikasi respon klien terhadap masalah kesehatan,
melakukan tindakan yang sesuai, dan mengevaluasi apakah tindakan yang
dilakukan telah efektif. Format untuk proses keperawatan adalah unik untuk
disiplin keperawatan dan memberikan bahasa dan proses yang umum bagi
perawat untuk “ memikirkan semua” masalah klien (Kataoka-Yahiro dan
Saylor, 1994). Proses keperawatan adalah suatu pendekatan sistematik,
komprehensif untuk asuhan keperawatan.

a) Model-Model Berpikir Kritis

Bidan yang profesional tentunya memiliki pemikiran yang kritis


dalam melakukan suatu tindakan. Bidan sebagai bagian dari pemberi
pelayanan kesehatan yaitu member asuhan kebidanan dengan selalu
dituntut untuk berpikir secara kritis dalam berbagai situasi. Berpikir
kritis adalah proses yang didapat melalui pengalaman, rasa ingin tahu
dan belajar terus menerus. Berpikir kritis merupakan tanda atau
standar untuk perawat professional yang kompeten.

Kemampuan untuk berpikir kritis akan meningkatkan praktik


klinik dan mengurangi kesalahan penilaian klinis adalah visi dari
praktik keperawatan (Di Vito- Thomas,2005). Menurut parah ahli
(Potter & Perry, 2005), berpikir kritis adalah suatu proses dimana
seseorang atau individu dituntut untuk menginterfresikan atau
mengevaluasi informasi untuk membuat sebuah penilaian atau
keputusan berdasarkan kemampuan, menerapkan ilmu rasional
terhadap ide- ide, kesimpulan, pendapat, prinsip, pemikiran, masalah,
kepercayaan dan tindakan. Dalam berpikir secara kritis terdapat lima
komponen model yaitu pengetahuan dasar, pengalaman, kompetensi
berpikir kritis, perilaku dan standar.

5
Model-model pemikiran kritis akan menjelaskan bagaimana
menerapkan elemen pemikiran kritis untuk mengkaji klien,
merencanakan tindakan yang akan diambil dan evaluasi hasil yang
didapat. Menerapkan tiap elemen dalam berpikir tentang seorang
klien dapat meningkatkan rasa percaya diri dan menjadi profesional
yang efektif.

Komponen pertama dari model pemikiran kritis adalah


pengetahuan dasar spesifik perawat. Sebagai seorang perawat,
pengetahuan dasar meliputi informasi dan teori dari ilmu dasar, rasa
kemanusiaan, ilmu perilaku dan keperawatan. Perawat yang
menggunakan pengetahuan dasar dengan disiplin ilmu kesehatan pasti
akan memikirkan masalah klien secara holistik. Sebagai contohnya,
pengetahuan luas yang dimiliki seorang perawat akan memperhatikan
segi fisik, psikologi, sosial, moral, etika, dan budaya dalam perawatan
terhadap seorang klien. Kedalaman dan luasnya pengetahuan akan
mempengaruhi kemampuan untuk berpikir kritis dalam menangani
masalah keperawatan.

Komponen kedua dari model pemikiran kritis adalah


pengalaman. Keperawatan merupakan sebuah disiplin ilmu yang
menerapkan praktik. Pengalaman praktik belajar klinik diperlukan
untuk memenuhi keterampilan membuat keputusan klinik (Roche,
2002). Dengan adanya pengalaman klinik seorang perawat akan
belajar mulai dari mengobservasi, merasakan, berbicara kepada klien
dan keluarga serta dapat merefleksikan secara aktif dengan
pengalaman yang telah didapat. Pengalaman akan membuat seorang
perawat mengerti situasi klinis, dapat mengenali pola kesehatan klien
dan memicu timbulnya pemikiran yang inovatif.

Komponen ketiga dari model berpikir kritis adalah kompetensi


proses keperawatan. Dengan menerapkan komponen model berpikir
kritis dalam proses keperawatan, seorang perawat akan menerapkan
pada rasa, kesan, dan data yang berupa fakta yang ditemukan.

6
Komponen keempat adalah perilaku. Perilaku menggambarkan
bagaimana pendekatan seorang pemikir kritis dalam menyelesaikan
sebuah masalah. Perilaku dalam berpikir secara kritis meliputi rasa
percaya diri, mandiri, adil, tanggung jawab, mau mengambil resiko,
disiplin, kreatif, memiliki rasa ingin tahu, integritas dan memiliki
sikap ramah. Jika diaplikasikan seorang perawat yang memiliki sifat
pemikiran kritis dalam praktik keperawatan yaitu perilaku rasa ingin
tahu yang meliputi kemampuan untuk mengenali adanya masalah dan
mencari data untuk mendukung kebenaran dari apa yang anda
pikirkan (Watson dan Gletser, 1980).

Selain itu dengan rasa percaya diri seorang perawat dapat belajar
bagaimana berbicara secara meyakinkan saat memulai perawatan
terhadap pasien dengan mempersiapkan segala sesuatu sebelum
melakukan tindakan keperawatan. Adanya rasa tanggung jawab dan
otoritas seperti merujuk pada aturan dan prosedur untuk melakukan
penanganan terhadap pasien. Perilaku disiplin seperti sistematis dalam
setiap hal dan rasa adil, seorang pemikir kritis dapat mengatasi segala
hal dengan adil.

Komponen kelima dalam berpikir secara kritis adalah memiliki


standar intelektual dan standar profesional (Kataoka Yahiro dan
Saylor, 1994). Seorang perawat yang memiliki standar intelektual
seperti jelas, tepat, spesifik, akurat, relevan, beralasan, konsisten,
logis, dalam, luas, lengkap, signifikan, tercukupi dan adil. Dalam
standar intelektual gunakanlah pemikiran yang kritis terhadap masalah
seorang klien seperti ketepatan, akurasi dan konsistensi untuk
memastikan bahwa keputusan klinis kita benar. Sedangkan standar
profesional untuk pemikiran secara kritis merujuk pada kriteria etik
untuk penilaian keperawatan, kriteria berdasarkan bukti untuk evaluasi
dan kriteria untuk bertanggung jawab secara professional (Paul, 1993).

b) Proses Kebidan sebagai Kerangka Kerja Praktik Kebidanan

7
Proses kebidanan merupakan metode perencanaan dan
pemberian asuhan kebidanan yang rasional dan sistematis secara
individual untuk individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi status kesehatan klien,
masalah kesehatan yang aktual dan menyusun rencana serta intervensi
keperawatan untuk menyelesaikan masalah.

Proses kebidanan memiliki karakteristik yang memungkinkan


respons terhadap perubahan kesehatan klien. Karakteristik ini meliputi
sifat proses kebidanan yang siklis dan dinamis, berfokus pada
penyelesaian masalah, berpusat pada klien, dapat diterapkan secara
universal, dan penggunaan pemikiran yang kritis (Kozier dkk, 2010).

Ada lima fase dalam proses kebidanan diantaranya pengkajian,


analisis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Pengkajian berupa
pengumpulan, pengumpulan, pengaturan, validasi dan dokumentasi
data yang sistematis dan berkesinambungan. Pengkajian kebidanan
harus mencakup persepsi kebutuhan klien, masalah kesehatan,
pengalaman terkait.

Tahap kedua dalam proses kebidanan yaitu diagnosis. Diagnosis


adalah proses analisis dan sintesis data. Pada analisis data dilakukan
perbandingan antara data dan standar, mengelompokkan data dan
mengidentifikasi kesenjangan dan ketidakkonsistenan data. Kemudian
merumuskan pernyataan diagnosis keperawatan dan
mendokumentasikan diagnosis tersebut dalam rencana asuhan
keperawatan. Jika diagnosis telah selesai, maka dilanjutkan dengan
perencanaan.

Perencanaan merupakan cara untuk mencegah atau


menyelasaikan masalah yang teridentifikasi pada klien. Aktivitas pada
proses perencanaan yaitu menetapkan prioritas dan tujuan, memilih
strategi kebidanan dan rencana asuhan kebidanan. Perencanaan ini
melibatkan bidan, klien, individu pendukung, dan pemberi asuhan
lain.

8
Implementasi merupakan fase dimana bidan melaksanakan
intervensi asuhan kebidanan yang direncanakan. Agar berhasil dalam
mengimplementasikan asuhan kebidanan, seorang bidan harus
memiliki keterampilan kognitif, interpersonal, dan teknis. Pada proses
implementasi ini biasanya mengkaji kembali klien, melakukan
supervisi terhadap asuhan yang didelegasikan dan
mendokumentasikan tindakan kebidanan.

Evaluasi adalah fase terakhir dalam proses yang mengukur


tingkat pencapaian tujuan atau hasil. Fase ini juga melakukan
identifikasi terhadap faktor yang mempengaruhi pencapaian baik
positif maupun negatif. Evaluasi ini berjalan kontinu. Aktivitasnya
meliputi membandingkan antara data dan hasil, menarik kesimpulan
tentang suatu masalah, keputusan untuk melanjutkan, memodifikasi
atau mengakhiri rencana asuhan kebidanan.

Oleh karena itu, fase-fase dalam proses keperawatan saling


terkait antara satu dengan yang lainnya. Keberhasilan evaluasi
bergantung pada fase-fase sebelumnya. Hasil akhir yang diharpakn
harus dinyatakan secara konkret. Manfaat dari proses keperawatan ini
adalah agar perawat membantu klien dalam memperoleh persetujuan
mengenai hasil terapi untuk memdapatkan kesehatan yang lebih baik.

B. Perumusan Diagnosis

1. Definisi Diagnosis

Seorang tenaga kesehatan ketika menjalani kewajiban serta


tugasnya, yaitu menyembuhkan orang lain, tentu akan membutuhkan data
mengenai hal-hal yang dibutuhkan klien atau pasien yang ditangani tenaga
kesehatan tersebut. Data-data tersebut disebut diagnosis. Proses diagnoses
adalah hasil analisis data dan identifikasi seorang tenaga kesehatan
berdasarkan respon pasien atau klien terhadap masalah pelayanan (Potter &
Perry, 2009).

Terdapat dua jenis diagnosis kesehatan, yaitu diangnosis medis.


Diagnosis medis adalah identifikasi kondisi penyakit berdasarkan evaluasi

9
tertentu dari tanda fisik, gejala, riwayat medis klien, hasil pemeriksaan, dan
prosedur diagnostik. Dokter diizinkan untuk mengobati penyakit yang
diderita oleh pasien yang dapat digambarkan melalui pernyataan diagnosis
medis pasien tersebut.

Komplikasi fisiologis aktual atau potensial yang dipantau perawat


untuk mendeteksi onset (gejala) perubahan status dari seorang pasien atau
klien disebut Masalah Kolaborasi (Capernito-Moyet, 2005). Ketika masalah
kolaborasi muncul, perawat beserta tenaga kesehatan lain akan bekerja sama
dalam menangani pasien atau klien tersebut. Peran perawat dalam hal itu
adalah menangani masalah kolaborasi seperti pendarahan, infeksi, serta
ritme jantung untuk meminimalisasi komplikasi dengan tindakan-tindakan
yang ditentukan oleh dokter dan perawat itu sendiri.

2. Berpikir Kritis dalam Perumusan Diagnosis Keperawatan

Pertimbangan diagnosis adalah proses penggunaan data pengkajian


tentang klien yang anda kumpulkan untuk menjelaskan secara legal
keputusan klinis yang dalam kasus ini adalah diagnosis keperawatan. Proses
diagnosis berawal dari proses pengkajian dan termasuk definisi dan memilih
dengan cepat diagnosis yang berhubungan. Menurut NANDA- I telah
mengidentifikasi empat tipe diagnosis keperawatan yaitu diagnosis aktual,
diagnosis risiko, diagnosis kesejahteraan, dan diagnosis keperawatan
promosi kesehatan.

Sedangkan diagnosis asuhan kebidanan promosi kesehatan adalah


penilaian klinis terhadap motivasi individu, keluarga atau komunitas serta
keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan dan aktualisasi potensi
kesehatan manusia sebagai ungkapan kesiapan mereka untuk
meningkatkan perilaku kesehatan seperti nutrisi dan olahraga.

Sebagai bidan, perlu menerapkan metode berpikir secara kritis pada


diagnosis keperawatan yang akurat agar tidak terjadi kesalahan dalam
proses diagnosis pengumpulan data, pengelompokkan, interpretasi dan

10
pernyataan diagnosis. Fungsi berpikir secara kritis bagi seorang perawat
adalah Dapat membedakan sejumlah penggunaan dan isu dalam kebidanan

a) Mengidentifikasi dan merumuskan masalah

b) Menganalisis argumen dan isu- isu dalam kesimpulan dan tindakan


yang dilakukan

c) Melaporkan data dan petunjuk yang akurat dalam kebidanan

d) Membuat data asuhan kebidanan yang akurat

e) Merumuskan dan menjelaskan nilai- nilai keputusan dalam kebidanan

f) Dalam membuat keputusan atau pemecahan masalah tidak dilakukan


dengan terburu – buru dengan menerapkan pemikiran yang kritis

g) Mengevaluasi penampilan kinerja bidan dan kesimpulan asuhan


kebidanan.

Jadi, seorang bidan harus menerapkan pemikiran secara kritis


dalam melakukan praktik kebidanan agar lebih fokus pada pemecahan
masalah dan membuat keputusan daripada mengambil tindakan yang
terlalu cepat atau terburu – buru. Dengan pemikiran yang kritis dapat
menginterpretasikan data pengajian klien untuk menentukan diagnosis
keperawatan dan memberikan petunjuk untuk pelayanan kesehatan.

a) Pernyataan Diagnosis Keperawatan

Diagnosis Keperawatan merupakan keputusan klinik tentang


respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah
kesehatan aktual atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan
pengalamannya, perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi
dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga,
menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan
klien (Carpenito, 2000; Gordon, 1976 & NANDA). Secara umum
diagnosa keperawatan yang lazim dipergunakan oleh perawat di
Indonesia adalah diagnosa keperawatan aktual dan diagnosa

11
keperawatan risiko atau risiko tinggi yang dalam perumusannya
menggunakan tiga komponen utama dengan merujuk pada hasil
analisa data, meliputi: problem (masalah), etiologi (penyebab), dan
sign/symptom (tanda/ gejala).

1) Problem (P/masalah), merupakan gambaran keadaan klien


dimana tindakan keperawatan dapat diberikan. Masalah adalah
kesenjangan atau penyimpangan dari keadaan normal yang
seharusnya tidak terjadi.
2) Etiologi (E/penyebab), keadaan ini menunjukkan penyebab
keadaan atau masalah kesehatan yang memberikan arah
terhadap terapi keperawatan. Penyebabnya meliputi : perilaku,
lingkungan, interaksi antara perilaku dan lingkungan.
Unsur-unsur dalam identifikasi etiologi :
i. Patofisiologi penyakit : adalah semua proses penyakit, akut
atau kronis yang dapat menyebabkan / mendukung masalah.
ii. Situasional : personal dan lingkungan (kurang pengetahuan,
isolasi sosial, dll)
iii. Medikasi (berhubungan dengan program
pengobatan/perawatan) : keterbatasan institusi atau rumah
sakit, sehingga tidak mampu memberikan perawatan.
iv. Maturasional :
 Adolesent : ketergantungan dalam kelompok
 Young Adult : menikah, hamil, menjadi orang tua
 Dewasa : tekanan karier, tanda-tanda pubertas.
3) Sign & symptom (S/tanda & gejala), adalah ciri, tanda atau
gejala, yang merupakan informasi yang diperlukan untuk
merumuskan diagnosis keperawatan.
Dalam perumusannya sebuah diagnosa keperawatan dapat
menggunakan 3 komponen (PES) atau 2 komponen (PE) yang
sangat tergantung kepada tipe dari diagnosa keperawatan itu
sendiri. Secara singkat rumusan diagnosa keperawatan dapat
disajikan dalam rumus sebagai berikut:

12
b) Sumber-Sumber Kesalahan dalam Perumusan Diagnosis

Dalam sebuah proses asuhan kebidanan sangat diperlukan


diagnosa . Diagnosa kebidanan adalah pernyataan yang jelas,
singkat, dan pasti tentang masalah pasien serta pengembangan yang
dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan. Dalam
proses diagnosa juga tidak terlepas dari kesalahan. Proses diagnosa
perawat mengandalkan empat bidang yaitu pengkajian dasar data,
menganalisis dan menginterpretasikan data, pengelompokkan data,
dan identifikasi masalah klien. Masing-masing dari keempat bidang
tersebut adalah sumber potensial kesalahan diagnosa.

Kesalahan dalam pengumpulan data terjadi selama proses


pengkajian. Hal ini bisa berupa data yang dikumpulkan tidak
lengkap, dikurangi atau salah interpretasi. Untuk menghindari
kesalahan dalam pengumpulan data sebaiknya sebelum pengkajian,
perawat secara kritis menelaah tingkat kenyamanannya dan
kompetensinya dengan keterampilan wawancara dan pemeriksaan
fisik. Selain itu perawat juga harus menentukan keakuratan data
yang dikumpulkan, untuk meminimalkan resiko ketidakakuratan
dapat meminta bantuan teman kerja yang lebih berpengalaman
dalam menjelaskan penyebab kesalahan.

Kesalahan dalam interpretasi dan analisis data, interpretasi yaitu


petunjuk yang tidak akurat, penggunaan petunjuk yang tidak nyata
atau invalid. Kesalahan ini dapat dihindari jika perawat
mempertimbangkan dengan teliti data hasil identifikasi
permasalahan klien dan menentukan juga mengatur pola
pemeriksaan yang relevan untuk mengetahui, selain itu dalam
mengintepretasi juga sangat penting untuk mempertimbangkan latar
belakang budaya.

Kesalahan dalam pengelompokkan data terjadi saat data


dikelompokkan terlalu cepat, tidak benar, atau tidak dikelompokkan
sama sekali. Kesalahan ini juga terjadi karena penutupan

13
pengelompokkan yang terlalu cepat yang terjadi saat membuat
diagnosis keperawatan sebelum mengelompokkan semua data, dan
yang terakhir yaitu kesalahan dalam pernyataan diagnosis, kesalahan
ini terjadi karena pemilihan label diagnosis yang salah, kejadian
dimana adanya diagnosis lain lebih disukai, kondisi masalah
kolaborasi, kegagalan untuk memvalidasi diagnosis keperawatan
dengan klien dan kegagalan mencari bantuan. Untuk mengurangi
kesalahan ini, pernyataan diagnosis harus menggunakan bahasa yang
sesuai, ringkas, dan tepat yang mencakup penggunaan terminologi
yang tepat yang mencerminkan respon klien terhadap penyakit atau
kondisi.

Kesalahan dalam memilih diagnosis bisa terjadi karena


mengabaikan petunjuk, membuat diagnosa dari atau dasar yang tidak
memadai, memberikan stereotip. Sedangkan kesalahan umum dalam
membuat dan menulis pernyataan diagnosa pasien bisa berupa
pernyataan diagnosa medis bukan diagnosa keperawatan,
menghubungkan masalah dengan situasi yang tidak dapat diubah,
mengacaukan etiologi atau penyebab masalah, menggunakan
prosedur selain dari respon manusia, kurang spesifik pernyataan
diagnosa, membuat asumsi, dan menulis pernyataan yang tidak
bijaksana secara hukum.

Dengan menggunakan keterampilan penentuan diagnosa, tinjau,


dan analisis data dasar untuk mengindentifikasi petunjuk yang
berupa tanda atau gejala yang menunjukkan adanya masalah yang
dapat digambarkan dengan label diagnosa keperawatan disertai
faktor pendukungnya. Dan banyak sumber yang bisa menyebabkan
terjadinya kesalahan dalam diagnosa keperawatan, karena itu dalam
membuat diagnosa sangat dibutuhkan ketelitian dan kecermatan.

c) Kelebihan dan Keterbatasan Diagnosis Keperawatan

Dalam perannya sebagai hasil identifikasi masalah kesehatan


serta kebutuhan pasien, diagnosis keperawatan juga memiliki

14
kelebihan dan keterbatasan tertentu. Kelebihan diagnosis
keperawatan, antara lain;

1) Bagian dari rencana klien tentang perawatan yang ingin


didapatkan
Diagnosis keperawatan merupakan bagian dari rencana klien
tentang perawatan yang ingin didapatkan oleh pasien tersebut
karena diagnosa keperawatan adalah hasil identifikasi kesehatan
pasien yang ditanyakan langsung ke pasien tersebut yang
kemudian akan direncanakan dan diputuskan perawatan-
perawatan apa saja yang akan pasien dapatkan.
2) Merupakan fokus untuk perbaikan kualitas
Dengan begitu, kualitas pelayanan pasien oleh perawat juga
akan membaik seiring dengan terpenuhinya kebutuhan pasien
(Gordon, 1994).
i. Memberikan kontribusi untuk status profesional dari
disiplin
Diagnosis keperawatan memberikan kontribusi untuk status
profesional dari disiplin. Kondisi perkembangan kesehatan
pasien akan lebih terpantau dan penanganan yang dilakukan
juga dapat lebih tepat dengan adanya diagnosis
keperawatan.
3) Menyediakan sarana atau memfasilitasi komunikasi yang efektif
Diagnosis kebidanan memfasilitasi komunikasi yang efektif
karena data yang didapatkan oleh perawat dapat dijadikan bahan
acuan tenaga kesehatan lain tanpa perlu bertanya secara
berulang-ulang kepada pasien yang terlibat. Tindakan bertanya
secara berulang-ulang tentu dapat mengakibatkan waktu
istirahat pasien terganggu, karena itu tindakan tersebut
selayaknya dikurangi.
i. Memberikan metode untuk menyintesis dan
mengkomunikasikan bidan lain tentang pengamatan dan
penilaian kebutuhan kesehatan seorang pasien

15
ii. Memberikan sebuah jalan untuk pengembangan teori dan
keperawatan penelitian
iii. Memungkinkan untuk pemberdayaan dari profesi bidan
iv. Menyediakan sarana untuk asuhan kebidanan individual
v. Memprioritaskan kebutuhan klien.

C. Konsep Berpikir Kreatif dan Pengambilan Keputusan Dalam Kebidanan


1. Definisi
Berpikir kreatif dapat diartikan sebagai suatu kegiatan mental yang
digunakan seorang untuk membangun ide atau gagasan yang baru. Rosi
dalam Mqlcow menyatakan, “berpikir kreatif adalah berpikir untuk
menghasilkan gagasan dan produk baru, melihat suatu pola atau hubungan
baru antara suatu hal dan hal lainnya yang semula tidak tampak, yaitu
menemukan cara-cara baru untuk menemukan gagasan baru dan lebih baik”.
Indikator dari berpikir kreatif adalah : logis, kritis, anlitis, detail,
sistematik, fleksibel, orisinil, elaborasi, terbuka-divergen. Tahapan proses
berpikir kreatif mengalir melalui lima tahap :
a) Tahap persiapan (mendefinisikan masalah, tujuan, atau tantangan)
b) Tahap inkubasi (mencerna fakta-fakta dan mengolahnya dalam pikiran)
c) Tahap iluminasi (tingkat inspirasi dikelola dan dikembangkan sehingga
menjadi suatu hasil)
d) Tahap verifikasi (perbaikan dan penyempurnaan)
e) Tahap aplikasi (mengambil Langkah-langkah untuk menindaklanjuti
solusi tersebut)
2. Indikator-indikator keterampilan berpikir kreatif :
Tahap 1
Menguatkan antisipasi dan harapan :
1) Menghadapi ambiguitas dan ketidakpercayaan
2) Menanyakan harapan dan antisipasi yang kuat
3) Membuat kesadaran untuk memecahkan masalah, kebutuhan mungkin
di masa depan atau menghadapi kesulitan.
4) Membangun ilmu pengetahuan yang ada terhadap pasien

16
5) Menguatkan perhatian tentang masalah atau kebutuhan masa depan
6) Merangsang keingintahuan dan Hasrat untuk mengetahui
7) Mengenali hal yang aneh
8) Membebskan dari set yang terhambat
9) Melihat informasi yang sama dari sudut pandang yang berbeda
10) Merangsang pertanyaan untuk membuat pasien berpikir tentang
informasi dalam cara yang baru
11) Memprediksi dan informasi yang terbatas
12) Tujuan informasi dibuat jelas, menunujukan hubungan pasien yang
diharapkan dan masalah yang ada sekarang dan kedepannya
13) Hanya struktur yang tepat yang diberi kata kunci dan petunjuk
14) Mengambil Langkah selanjutnta diluat dari apa yang diketahui
15) Kesiapan jasmani untuk informasi yang akan di jelaskan

Tahap II
Menggali permasalahan, memperoleh informasi lebih, mengenal harapan
yang sebelumnya tidak diharapka, terus-menerus memupuk harapan baru :
1) Mengutamakan kesadaran terhadap masalah dan kesulitan
2) Menerima keterbatasan denan membangun sebagai tantangan daripada
kesinisan, meningkatkan dengan yang sesuai
3) Mendorong proses pemecahan masalah yang kreatif
4) Melatih proses pemecahan masalah yang kreatif dalam cara yang
sistematis dalam mengahadapi masalah dan informasi
5) Mengelaborasi berdasarkan informasi yang disajikan secara bebas dan
sistematis
6) Menampilkan informasi sebagai pertanyaan yang tidak lengkap dan
dimiliki untuk mengisi kekosongan
7) Mendekatkan elemen nyata yang tidak jelas
8) Mengeksplorasi dan mempelajari masalah dan mencoba
menyelesaikannya
9) Memelihara keterbukaan
10) Membuat hasil yang diprediksikan tidak lengkap

17
11) Memprediksi dari informasi yang terbatas
12) Menyakinkan untuk kejujuran dan realism
13) Mengidentifikasikan dan memberanikan diri menambah kemampuan
baru untuk menemukan informasi
14) Menguatkan dan mengelaborasi menggunakan hal yang
mengherankan
15) Memberi visualisasi

Tahap III

Melakukan sesuatu dengan informasi baru yang sedang dan akan dicari :

1) Bermain dengan keambiguan


2) Kesadaran yang dalam terhadap masalah, kesulitan atau informasi
yang berbeda
3) Mengetahui keunikan masing-masing siswa secara potensial
4) Meningkatkan kepedulian terhadap masalah
5) Menjawab tantangan dari respon yang membangun atau solusi
6) Melihat hubungan yang jelas antara informasi baru dengan karis di
masa depan
7) Melihat koneksi yang jelas antara informasi baru dengan kurir di masa
depan
8) Menerima batasan secara kreatif dan membangun
9) Menggali lebih dalam lagi, menuju ke bawah secara jelas dan dapat
diterima
10) Membuat pemikiran yang divergen (menyebar) secara sah
11) Merinci informasi yang diberikan
12) Berani membuat solusi yang baik, spliso dari benturan konflik, misteri
yang tidak dapat dipecahkan
13) Membutuhkan percobaan
14) Membuat yang umumnya dikenal aneh
15) Menguji daya khayal untuk menemukan solusi dari maslaah yang
nyata
16) Berani membuat proyeksi ke depan

18
17) Menampilkan ketidaksambungan
18) Menciptakan kelucuan/lelucon dan melihat humor dari informasi yang
ditampilkan
19) Berani mengungkapkan pertimbangan yang ditunda dan keguanaan
dari beberapa prosedur yang tertib dari pemecahan masalah
20) Menghubungkan informasi terhadap informasi dalam berbagai disiplin
21) Mencari informasi yang sama dalam cara yang berbeda
22) Mendorong manipulasi dari ide dan atau objek
23) Mendorong banyak hipotensi

Berdasakan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berpikir kretif merupakan


suatu cara atau proses dalam menghasilkan suatu gagasan yang cemerlang
dengan mempertimbangkan siituasi serta kondisi tanpa mengabaikan pola dan
hubungan diantaranya dengan beberapa tahapan yaitu :

1) Tahap persiapan
2) Tahap inkubasi
3) Tahap iluminasi
4) Tahap verifikasi
5) Tahap aplikasi

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengambilan keputusan klinis sebagai keputusan yang terdiri atas


pemikiran kritis dan penuh pertimbangan, serta penetapan dari ilmu serta
pikiran kritis. Klien memiliki keluhan yang berbeda-beda, karena itu,
perawat tidak bisa langsung mengetahui apa yang klien butuhkan,
melainkan perawat harus aktif bertanya kepada pasien.

Kompetensi berpikir kritis adalah proses kogritif yang digunakan


perawat untuk membuat penilaian kebidanan. Kompetensi merupakan
kemampuan individual yang dibutuhkan untuk mengerjakan suatu tugas
atau pekerjaan yang dilandasi pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja
keras sesuai untuk kerja yang dipersyaratkan. Ada tiga tipe kompetensi yaitu
berpikir kritis umum, berpikir kritis spesifik dalam situasi klinis, dan
berpikir kritis spesifik dalam kebidanan.

Dalam berpikir secara kritis terdapat lima komponen model yaitu


pengetahuan dasar, pengalaman, kompetensi berpikir kritis, perilaku dan
standar. Model-model pemikiran kritis akan menjelaskan bagaimana
menerapkan elemen pemikiran kritis untuk mengkaji klien, merencanakan
tindakan yang akan diambil dan evaluasi hasil yang didapat. Menerapkan
tiap elemen dalam berpikir tentang seorang klien dapat meningkatkan rasa
percaya diri dan menjadi profesional yang efektif.

Proses kebidanan merupakan metode perencanaan dan pemberian


asuhan kebidanan yang rasional dan sistematis secara individual untuk
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Tujuannya adalah untuk
mengidentifikasi status kesehatan klien, masalah kesehatan yang aktual dan
menyusun rencana serta intervensi kebidanan untuk menyelesaikan masalah.

20
Ada lima fase dalam proses bidan diantaranya pengkajian, analisis,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

B. Saran

Adapun saran kami sebagai penulis adalah sebagi berikut :

1. Diharapkan pada pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang


membangun bagi penulis.

2. Kritik dan saran diharapkan untuk disampaikan oleh pembaca apabila


ada kekurangan di dalam makalah kami demi kesempurnaan makalah
ini.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ackley, B. J & Ladwig, G. B. (2014). Nursing Diagnosis Handbook : An


Evidence-Based Guide to Planning Care. (Ed. ke-10). ST Louis, MI :
Mosby Elsevier.
Capernito-Moyet, L. J. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. (Terj. Monica
Ester). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
DeLaune, S. C & Ladner, P. K (2011). Fundamental of Nursing : Standards and
Practice, (Ed. ke-4). New York : Delmar.
Doenges, M. E. (1995). Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan. (Terj. I Made Kariasa). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Potter, P. A & Perry, A. G. (1997). Fundamental of Nursing Concept: Buku Ajar
Fundamental Keperawatan, Ed. 4th. Volume 1. United States of America:
Mosby. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik Vol. 1 E/4. Yulianti & Ester. EGC. Jakarta
Potter, P. A & Perry, A. G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses dan Praktis. (Renata Komalasari, et al, Penerjemah). Ed.
Ke-4. Jakarta : EGC
Potter, P. A & Perry, A. G. (2009). Fundamental of Nursing. Vol 1. (Ed. ke-7).
(Terj. Team Salemba Medika bekerja sama dengan dr. Adrina Ferderika).
Jakarta : Salemba Medika.

22

Anda mungkin juga menyukai