Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN TUTORIAL

BLOK 5.A
SKENARIO 1 : PEDULI WANITA

Tutor : Prof. Dr. Arni Amir, MS

Kelompok :2
Ketua : Windhy Lathifah Arief (1910333008)
Sekretaris Papan : Lulisa Desrama Tasya (1910331011)
Sekretaris Meja : Dian Novita Sari (1910331013)
Anggota : Nur Avivah (1910331001)
Anisa Ulfah (1910332016)
Nur Cintia Dewi (1910333014)
Dwi Putri Cahyani (1910332006)
Rihadatul Aisy (1910333010)
Fatimah Rahman (1910333017)
Nadya Olivia (1910332005)

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2021/2022
MODUL 1
SKENARIO 1 : PEDULI WANITA
Ny. M datang ke klinik Bidan Sindi diantar oleh ibu dan suaminya saat persalinan sudah
memasuki kala 2. Ny. M merupakan wanita dengan keterbatasan pendengaran sehingga untuk
berkomunikasi dibantu oleh keluarga. Bidan menjelaskan beberapa posisi meneran yang dapat
dipilih kliennya. Ny. M memilih posisi semi fowler, walaupun sebelumnya Bidan Sindi sudah
menyarankan untuk mencoba posisi jongkok agar tidak terjadi robekan pada jalan lahir, namun ia
menolak. Ny. M juga ingin ditemani oleh ibunya saat bersalin dan meminta suaminya menunggu
di luar. Dalam memberikan asuhan, Bidan Sindi selalu berpegang teguh pada filosofi “Women
Center Care”, dan selalu berusaha memberikan asuhan terbaik pada setiap perempuan yang
dilayaninya bagaimana pun kondisinya dengan selalu memperhatikan etika, nilai dan keinginan
pasien.
Dari hasil pemeriksaan TFU, didapatkan bahwa TBJ bayi adalah 4000 gram. Setelah
meneran selama 1 jam, bayi Ny. M tidak juga dapat lahir, Bidan mendiagnosa bayi dengan
makrosomia, dan bayi segera dirujuk. Bidan mendiskusikan dengan suami dan keluarganya
terkait tempat rujukan dan memberikan informed consent. Keluarga Ny. M merasa keberatan
dirujuk ke fasilitas layanan kesehatan sekunder karena pertimbangan dana dan menginginkan
bidan yang menolong persalinan. Untuk dapat menyelesaikan masalah ini, Bidan Sindi
menjelaskan bahwa proses persalinan Ny. M harus dilakukan di fasilitas yang lebih lengkap
karena bukan kewenangan bidan.
Bidan menjelaskan dan meyakinkan bahwa ia akan membantu proses rujukan dan
pengurusan administrasinya. Setelah berdiskusi bersama, akhirnya keluarga memutuskan untuk
merujuk Ny. M ke layanan kesehatan sekunder. Petugas segera melakukan pertolongan, namun
bayi Ny. M lahir dengan kondisi asfiksia berat dan harus mendapatkan perawatan khusus. Bidan
Sindi selalu mendampingi ibu dan keluarga dalam kondisi yang sulit tersebut.
Bagaimanakah anda menjelaskan skenario diatas?

STEP I
TERMINOLOGI
1. Semi fowler
Semi fowler adalah sikap atau posisi setengah duduk. Posisi ini membantu
pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari abdomen pada diagfragma.
2. Women Center Care
Women center care adalah asuhan kesehatan yang berpusat pada wanita atau istilah yang
digunakan untuk filosofi asuhan maternitas yang memberi prioritas pada keinginan dan
kebutuhan klien, serta menekankan pentingnya informed choice, kontinuitas perawatan,
keterlibatan klien, efektivitas klinis, respon, dan aksesibilitas.
3. Filosofi
Filosofi adalah pemikiran dengan cakupan yang kompleks yang sistematis.
4. Etika
Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi
studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan
konsep, seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
5. TBJ
TBJ adalah taksiran berat janin untuk menentukan jenis persalinan.
6. TFU
TFU adalah tinggi fundus uteri ukuran untuk menentukan usia kehamilan.
7. Makrosomia
Makrosomia adalah kondisi tubuh janin yang terlalu besar saat berada didalam
kandungan, lalu ketika dilahirkan beratnya bisa mencapai 4 kilogram atau lebih.
8. Informed consent
Informed consent adalah persetujuan tindakan medis terhadap pasien dan penyampaian
informasi kepada pasien.
9. Asfiksia berat
Asfiksia berat adalah bayi yang tidak dapat bernafas secara spontan segera setelah lahir
dengan score APGAR yang hanya 0-3 dari hasil pemeriksaan fisik.
10. Layanan kesehatan sekunder
Layanan kesehatan sekunder adalah pelayanan yang lebih bersifat spesialis dan bahkan
kadang kala pelayanan subspesialis, tetapi masih terbatas dan diperlukan untuk kelompok
masyarakat yang memerlukan perawatan inap yang sudah tidak dapat ditangani oleh
pelayanan kesehatan primer.

STEP II
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Apa saja posisi meneran?
2. Bagaimana kondisi klien saat persalinan memasuki kala 2?
3. Mengapa bidan Sindi berpegang teguh pada women center care?
4. Mengapa posisi semi fowler lebih berpotensi menimbulkan robekan dibandingkan posisi
jongkok?
5. Mengapa bidan harus menjelaskan beberapa posisi dan memberikan klien untuk memilih
sesuai keinginannya?
6. Apa saja etika dalam kebidanan?
7. Mengapa etika harus selalu diperhatikan dalam memberikan pelayanan?
8. Bagaimana filosofi women center care dalam asuhan kebidanan?
9. Bagaimana cara bidan memperlakukan klien dengan keterbatasan?
10. Bagaimana seharusnya sikap bidan jika pendapatnya ditolak klien?
11. Bagaimana etika kebidanan yang diterapkan bidan Sindi kepada Ny. M?
12. Bagaimana nilai dan keinginan pasien dalam menjalankan women center care?
13. Apa saja hak-hak pasien yang harus dipenuhi oleh bidan?
14. Bagaimana etika dan nilai dari profesi bidan?
15. Bagaimana fungsi dan tujuan informed consent?
16. Bagaimana cara melakukan informed consent?
17. Mengapa bidan memberikan informed consent ketika ingin melakukan rujukan?
18. Apa saja kewenangan bidan?
19. Bagaimana peran bidan dalam proses rujukan?
20. Bagaimana pendekatan bidan dalam mengarahkan klien dalam mengambil keputusan?
21. Bagaimana pengaruh pendampingan seorang bidan dalam proses rujukan?

STEP III
HIPOTESA
1. Posisi meneran
Posisi berbaring (litotomi), posisi setengah duduk (semi fowler), posisi miring, posisi
jongkok, posisi berlutut, posisi merangkak, posisi berdiri, dan posisi terlentang (supine)
dapat mempercepat dan mempermudah persalinan.

2. Kondisi klien saat persalinan memasuki kala 2


Saat persalinan memasuki kala 2, klien mengalami fase dilatasi serviks dari pembukaan
10 sampai bayi baru lahir.

3. Alasan bidan Sindi berpegang teguh pada women center care


Women center care merupakan asuhan yang berpusat pada wanita secara berkesimbungan
selama proses kehidupan wanita. Women center care ini sangat sesuai dengan keinginan
ICM (International Confederation of Midwifery) yang tertuang dalam VISI-nya, yaitu :
a. Bidan memberikan asuhan pada wanita yang membutuhkan asuhan kebidanan.
b. Bidan mempunyai otonomi sebagai pemberi asuhan yang menghargai kerja sama
tim dalam memberikan asuhan untuk seluruh kebutuhan wanita dan keluarga.
c. Bidan memegang kunci dalam menentukan asuhan dimasa mendatang, termasuk
pelayanan kesehatan utama pada komunitas untuk seluruh wanita dan keluarga.
d. Bidan bekerja sama dengan wanita dalam memberikan asuhan sesuai dengan
harapan wanita.

4. Alasan posisi semi fowler lebih berpotensi menimbulkan robekan dibandingkan posisi
jongkok
Posisi semi fowler memusatkan pada panggul dan tidak mengikuti arah gravitasi.
Sedangkan pada posisi jongkok, ibu akan memanfaatkan secara maksimal gravitasi dengan
mengikuti bentuk panggul ibu.

5. Alasan bidan harus menjelaskan beberapa posisi dan memberikan klien untuk memilih
sesuai keinginannya
Posisi dalam persalinan adalah posisi yang digunakan untuk persalinan, dimana bidan
akan menjelaskan kepada ibu bersalin dan pendamping tentang kekurangan dan kelebihan
berbagai posisi pada saat persalinan, dimana bertujuan untuk mengurangi rasa sakit pada
saat bersalin dan dapat meneran dengan benar, sehingga mempercepat proses persalinan.
Untuk membantu ibu tetap tenang dan rileks, sedapat mungkin bidan tidak boleh
memaksakan pemilihan posisi yang diinginkan oleh ibu. Sebaliknya, bidan hanya
mendukung ibu dalam pemilihan posisi apapun yang dipilihnya, menyarankan alternatif
hanya apabila tindakan ibu tidak efektif atau membahayakan diri sendiri dan janin.

6. Etika dalam kebidanan


Terbagi 7 bab, yaitu kewajiban terhadap klien dan masyarakat; kewajiban terhadap
tugasnya; kewajiban terhadap profesinya; kewajiban terhadap diri sendiri; kewajiban
terhadap teman sejawat dan tenaga kesehatan lainnya; kewajiban bidan terhadap bangsa,
negara, dan tanah air; dan kewajiban bidan terhadap teman sejawat.

7. Alasan etika harus selalu diperhatikan dalam memberikan pelayanan


Etika memiliki fungsi penting dalam pelayanan kebidanan, yaitu meningkatkan
pelayanan dan menjamin pelayanan kebidanan, serta mencegah tindakan yang merugikan
orang lain.

8. Filosofi women center care dalam asuhan kebidanan


a. Perawatan yang berfokus pada kebutuhan wanita yang unik, harapan, dan aspirasi
wanita tersebut daripada kebutuhan lembaga-lembaga atau profesi yang terlibat.
b. Memperhatikan hak-hak perempuan untuk menentukan nasib sendiri dalam hal
pilihan, kontrol, dan kontinuitas perawatan dalam bidang kebidanan, meliputi
kebutuhan janin, bayi atau keluarga wanita itu, orang lain yang signifikan, seperti
yang dipercaya dan dipercaya oleh wanita tersebut.
c. Melibatkan peran serta masyarakat melalui semua tahap mulai dari kehamilan,
persalinan, dan setelah kelahiran bayi.

9. Cara bidan memperlakukan klien dengan keterbatasan


Bidan harus menerima klien tersebut dengan keterbatasannya. Untuk perawatan
didiskusikan kepada keluarga dan orang kepercayaan klien.

10. Sikap bidan seharusnya jika pendapatnya ditolak klien


Bidan seharusnya menerima pendapat klien, tidak mengintervensi pendapat klien secara
berlebihan, tetap berusaha mengarahkan, dan menyarankan keputusan terbaik dengan cara
yang bijaksana.

11. Etika kebidanan yang diterapkan bidan Sindi kepada Ny. M


Kompeten dalam melakukan pelayanan; pengambilan keputusan yang bertanggung
jawab; kewajiban terhadap klien dan masyarakat; mengamalkan sumpah jabatan dan
menjunjung tinggi pada harkat martabat wanita; dan mendahulukan kepentingan klien.

12. Nilai dan keinginan pasien dalam menjalankan women center care
Asuhan sayang ibu adalah asuhan yang tidak menimbulkan penderitaan pada ibu dan ibu
memiliki hak otonom dalam mengambil keputusan.

13. Hak-hak pasien yang harus dipenuhi oleh bidan


Hak-hak pasien yang harus dipenuhi oleh bidan, diantaranya hak keselamatan dan
kenyamanan, hak memilih pelayanan, hak privasi dan kerahasiaan, dan hak didampingi
keluarga.
14. Etika dan nilai dari profesi bidan
Menjaga otomoni individu bidan dan klien, mengatur untuk berbuat adil, tindakan dapat
diterima dan alasannya, sehingga menghasilkan tindakan yang benar.

15. Fungsi dan tujuan informed consent


Fungsi dan tujuan informed consent adalah promosi terhadap hak, membantu kelancaran
tindakan medis, mencegah penipuan tindakan, mendorong keputusan rasional, sebagai
tanggung jawab dan tanggung gugat bagi tenaga medis, sebagai bukti pelayanan medis bagi
seorang klien, dan klien akan memahami tujuan dan resiko tindakan yang akan dilakukan.

16. Cara melakukan informed consent


a. Pasien mendapatkan informasi yang cukup mengenai rencana tindakan medis yang
akan dialaminya dan resiko dan keuntungan-keuntungan suatu perawatan dan
alternatifnya.
b. Pasien mempunyai kesempatan bertanya tentang hal-hal seputar medis yang akan
diterimanya tersebut apabila informasi yang diberikan dirasakan masih belum jelas
dan mendapatkan jawaban yang memuaskan.
c. Pasien harus mempunyai waktu yang diperlukan untuk mendiskusikan rencana
dengan keluarga.
d. Pasien bisa menggunakan informasi untuk membantu membuat keputusan yang
terbaik.
e. Pasien mengkomunikasikan keputusan ke tim perawatan bidan.
f. Pasien berhak menolak rencana tindakan medis tersebut.
g. Format yang telah diisi dan ditandatangani adalah suatu dokumen sah yang
mengizinkan bidan untuk melanjutkan perawatan yang telah direncanakan.
h. Proses atau tindakan yang akan dilakukan dan pasien diminta untuk
mempertimbangkan suatu perawatan sebelum pasien setuju akan tindakan tersebut.

17. Alasan bidan memberikan informed consent ketika ingin melakukan rujukan
Informed concent sebagai langkah yang paling penting untuk mencegah terjadinya
konflik dalam masalah etik. Informed concent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien
atau walinya yang berhak terhadap bidan untuk melakukan suatu tindakan kebidanan
terhadap pasien sesudah memperoleh informasi lengkap dan yang dipahaminya mengenai
tindakan itu.

18. Kewenangan bidan


Berdasarkan Permenkes 1664, 2010, kewenangan bidan adalah memberikan pelayanan
ibu, anak, perempuan, dan keluarga berencana.

19. Peran bidan dalam proses rujukan


Peranan bidan sangat diperlukan dikarenakan bidan lebih mengetahui keadaan atau
kondisi ibu dan bayi yang terjadi dalam kasus kegawatdaruratan sebelum dilakukannya
rujukan. Bidan juga berperan dalam melakukan penatalaksanaan dan pemberian obat-obatan
pada ibu dan bayi selama menuju ke tempat rujukan. Dalam hal ini, bidan juga harus menilai
kembali kondisi ibu dan bayi.

20. Pendekatan bidan dalam mengarahkan klien dalam mengambil keputusan


Pendekatan personal sangat membantu seorang bidan untuk memberikan solusi terbaik
pada kliennya.

21. Pengaruh pendampingan seorang bidan dalam proses rujukan


Pendampingan seorang bidan dalam proses rujukan berpengaruh pada kondisi fisik dan
psikologis klien tersebut.

STEP IV
SKEMA

Ny. M partus kala 2


PMB bidan Sindi
(tunarungu)
Bayi Ny. M mengalami
Pengambilan
makrosomia, partus Asuhan
keputusan
macet, dan asfiksia berat

Hukum dalam Women Center Care


Informed
profesi
consent
kebidanan

Rujukan Etika Nilai Keinginan klien

Kode etik

Hak dan Hak dan


kewajiban bidan kewajiban klien

STEP V
LEARNING OBJECTIVE
1. Mahasiswa mampu menjelaskan women center care.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep etika, nilai, dan keinginan pasien dalam
pelayanan kebidanan.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar pengambilan keputusan dalam pelayanan
kebidanan.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan hak-hak dan kewajiban bidan.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan hak dan kewajiban klien.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan isu terkini tentang etik dan moral dalam pelayanan
kebidanan.
7. Mahasiswa mampu menjelaskan rujukan dalam pelayanan kebidanan.
8. Mahasiswa mampu menjelaskan kode etik dalam pelayanan kebidanan.
9. Mahasiswa mampu menjelaskan hukum dalam profesi bidan.
10. Mahasiswa mampu menjelaskan informed consent dan informed choice dalam asuhan
kebidanan.
11. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan kebidanan pada ibu dengan kebutuhan khusus.

STEP VII
SHARING INFORMATION
1. Women Center Care
Pengertian women center care
Women center care adalah asuhan kesehatan yang berpusat pada wanita. Dalam
kebidanan terpusat pada ibu (wanita) adalah suatu konsep yang mencakup hal-hal yang lebih
memfokuskan pada kebutuhan, harapan, dan aspirasi masing-masing wanita dengan
memperhatikan lingkungan sosialnya dari pada kebutuhan institusi atau profesi terkait.

Women center care adalah istilah yang digunakan untuk filosofi asuhan maternitas
yang memberi prioritas pada keinginan dan kebutuhan pengguna, serta menekankan
pentingnya informed choice, kontinuitas perawatan, keterlibatan pengguna, efektivitas
klinis, respon, dan aksesibilitas. Dalam hal ini bidan difokuskan memberikan dukungan pada
wanita dalam upaya memperoleh status yang sama di masyarakat untuk memilih dan
memutuskan perawatan kesehatan dirinya.

Dalam praktik kebidanan, women center care adalah sebuah konsep yang
menyiratkan hal, seperti :
a. Perawatan yang berfokus pada kebutuhan wanita yang unik, harapan, dan aspirasi
wanita tersebut daripada kebutuhan lembaga-lembaga atau profesi yang terlibat.
b. Memperhatikan hak-hak perempuan untuk menentukan nasib sendiri dalam hal pilihan,
kontrol, dan kontinuitas perawatan dalam bidang kebidanan.
c. Meliputi kebutuhan janin, bayi atau keluarga wanita itu, orang lain yang signifikan,
seperti yang diidentifikasi dan dipercaya oleh wanita tersebut.
d. Melibatkan peran serta masyarakat, melalui semua tahap mulai dari kehamilan,
persalinan, dan setelah kelahiran bayi.
e. Melibatkan kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya bila diperlukan.
f. ‘Holistik’ dalam hal menangani masalah sosial wanita, emosional, fisik, psikologis,
kebutuhan spritual, dan budaya.

Women center care ini sangat sesuai dengan keinginan ICM (International
Confederation of Midwifery) yang tertuang dalam VISI-nya, yaitu :
a. Bidan memberikan asuhan pada wanita yang membutuhkan asuhan kebidanan.
b. Bidan mempunyai otonomi sebagai pemberi asuhan yang menghargai kerja sama tim
dalam memberikan asuhan untuk seluruh kebutuhan wanita dan keluarga.
c. Bidan memegang kunci dalam menentukan asuhan dimasa mendatang, termasuk
pelayanan kesehatan utama pada komunitas untuk seluruh wanita dan keluarga.
d. Bidan bekerja sama dengan wanita dalam memberikan asuhan sesuai dengan harapan
wanita.

Women center care harus mencakup :


a. Sebuah filosofi yang menegaskan kekuatan perempuan itu sendiri, kekuatan dan
keterampilan, dan komitmen untuk mempromosikan persalinan fisiologis dan kelahiran.
b. Kebidanan yang dipimpin perawatan kehamilan normal, kelahiran, dan periode  l.
c. Layanan yang direncanakan dan disediakan dekat dengan perempuan dan masyarakat
dimana mereka tinggal atau bekerja.
d. Terintegrasi perawatan di batas-batas sektor akut dan primer.
e. Sebuah perspektif kesehatan masyarakat yang mempertimbangkan faktor sosial dan
lingkungan yang lebih luas, berkomitmen sumber daya untuk perawatan kesehatan
preventif, dan bertujuan untuk mengurangi kesenjangan kesehatan dan sosial.
f. Maximised kontinuitas perawatan dan perawat dengan satu-ke-satu perawatan
kebidanan selama persalinan.
g. Fokus pada kehamilan dan persalinan sebagai awal dari kehidupan keluarga, bukan
hanya sebagai episode klinis terisolasi dengan memperhitungkan penuh makna dan
nilai-nilai setiap wanita membawa pengalamannya keibuan.
h. Pendanaan struktur dan komitmen yang mengakui hasil seumur hidup kesehatan ibu dan
bayi.
i. Keterlibatan pengguna yang melampaui tokenistik untuk mengembangkan kemitraan
yang nyata antara wanita dan bidan.
j. Keluarga berpusat perawatan yang memfasilitasi pengembangan percaya diri dan orang
tua yang efektif.
k. Memperkuat kepemimpinan kebidanan dalam rangka untuk mempromosikan
keunggulan profesional dan memaksimalkan kontribusi pelayanan maternitas ke agenda
kesehatan masyarakat yang lebih luas.
l. Cukup membayar dan keluarga ramah kondisi kerja bagi semua bidan.

Bentuk women center care


Terpusat pada ibu memiliki sifat holistik (menyeluruh) dalam membahas kebutuhan
dan ekspektasi, sosial, emosional, fisik, psikologis, spiritual, dan kebudayaan ibu. Bentuk-
bentuk women center care di Indonesia merupakan progam untuk menurunkan angka
kematian ibu yang merujuk pada progam sedunia yang didukung oleh WHO, yaitu :
a. Safe Motherhood
b. The Mother Friendly Movement tahun 1996 yang diterjemahkan sebagai Gerakan
Sayang Ibu (GSI)
c. Live Saving Skill
d. Komunikasi Inter Personal dan konseling
e. Asuhan Persalinan Dasar (APD) yang kemudian berkembang menjadi Asuhan
Persalinan Normal (APN) tahun 2000
f. Making Pregnancy Safer (MPS) tahun 2000
g. IBI mengeluarkan standar asuhan kebidanan dan usulan peningkatan
pendidikan kebidanan dari D1, D3, D4, S2

Untuk dapat memberikan asuhan yang baik terhadap ibu nifas dan menyusui, bidan
harus menerapkan hal-hal sebagai berikut :
a. Melakukan intervensi minimal.
b. Memberikan asuhan yang komprehensif.
c. Memberikan asuhan yang sesuai kebutuhan.
d. Melakukan segala tindakan yang sesuai dengan standar, wewenang, otonomi, dan
kompetensi.
e. Memberikan informed consent.
f. Memberikan asuhan yang aman, nyaman, logis, dan berkualitas.
g. Menerapkan Asuhan Sayang Ibu.

Prinsip asuhan yang berpusat pada perempuan (women center care)


a. Pilihan
1) Jika dan kapan akan hamil
2) Prosedur yang akan dilakukan
3) Kontrasepsi
4) Pemberi layanan dan fasilitas kesehatan yang ingin digunakan

b. Akses layanan yang mudah diakses, maksudnya :


1) Dapat terjangkau (harga atau pembiayaan)
2) Dilakukan dalam jangka waktu yang sesuai
3) Bisa diakses dengan mudah oleh masyarakat setempat
4) Menghargai dan kerahasiaan dijamin

c. Kualitas
1) Berikan informasi dan konseling untuk mendukung pilihan yang berdasarkan
kesadaran penuh
2) Berikan layanan yang sesuai dengan kebutuhan individu dan situasi sosialnya,
termasuk untuk perempuan muda dan yang belum menikah
3) Gunakan metode dan protokol asuhan kebidanan yang direkomendasikan (yang
sudah terstandar)
4) Berikan metode dan layanan kontrasepsi yang diinginkan Kualitas-Lanj
5) Tawarkan layanan kesehatan reproduksi lain yang terkait
6) Pastikan kerahasiaan atau konfidesialitas, privasi, dan interaksi yang menghormati
7) Menjamin layanan yang bebas stigma, bebas diskriminatif, dan non-judgmental
8) Menjamin rasa nyaman, aman, dan menghargai (respectful)
9) Layanan diberikan secara komprehensif dan menggunakan teknologi tepat guna

Penerapan women center care pada pelayanan kebidanan


a) Dukungan untuk perempuan membuat pilihan, bidan mendukung perempuan untuk
membuat pilihan-pilihan untuk dirinya dengan cara :
1) Berikan informasi yang lengkap dan akurat
2) Tawarkan pasien untuk ajukan pertanyaan dan menyampaikan kekhawatiran
3) Akui hak pasien atau perempuan untuk membuat pilihan, tanpa melihat umur, status
pernikahan ataupun karakteristik lainnya
b) Dukungan pemenuhan hak pasien atau perempuan
1) Miliki rasa empati dan hormat untuk semua perempuan, tanpa melihat umur
ataupun status pernikahan
2) Pertahankan interaksi dan komunikasi yang positif
3) Hormati privasi dan kerahasiaan
4) Patuh pada proses yang sukarela dan berbasiskan consent atau izin
5) Memberikan asuhan sesuai dengan kompetensi, kode etik, standar profesi, standar
pelayanan, dan SOP yang ada
6) Sikap dan kepercayaan pemberi layanan kesehatan akan mempengaruhi kualitas
layanan yang diberikan
7) Klarifikasi nilai direkomendasikan untuk membantu pemberi layanan memisahkan
bias personal dari sikap dan perilaku profesional mereka

2. Konsep etika, nilai, dan keinginan pasien dalam pelayanan kebidanan


Konsep etika dalam pelayanan kebidanan
Pengertian etika
Kata ”etika” dalam bahasa Yunani adalah ”ethos” (tunggal) yang berarti kebiasaan,
tingkah laku manusia, adab, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara berfikir, serta ”ta etha”
(jamak), yang berarti adab kebiasaan. Dalam bahasa Inggris, ”ethics”, berarti ukuran tingkah
laku atau perilaku manusia yang baik, tindakan yang tepat yang harus dilaksanakan oleh
manusia sesuai dengan moral pada umumnya.

Pengertian etika dalam pelayanan kebidanan


Etika dalam pelayanan kebidanan merupakan isu utama di berbagai tempat, dimana
sering terjadi karena kurang pemahaman para praktisi pelayanan kebidanan terhadap etika.
Etika adalah penerapan dari proses dan teori filsafat moral pada situasi nyata yang berpusat
pada prinsip dasar dan konsep bahwa manusia dalam berfikir dan tindakannya didasari oleh
nilai-nilai.

Etika dibagi menjadi 2, yaitu :


a. Etika deskriptif
Etika deskriptif ialah yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional, sikap
dan pola perilaku manusia, dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai
suatu yang bernilai.

b. Etika normatif
Etika normatif merupakan bagian terpenting dari etika dan bidang, dimana
berlangsung diskusi-diskusi menarik tentang masalah moral. Etika normatif membahas
ukuran baik buruk tindakan manusia yang dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
1) Etika umum : membahas berbagai hal yang berhubungan dengan kondisi manusia
untuk bertindak etis dalam mengambil kebijakan berdasarkan teori dan prinsip
moral.
2) Etika khusus : terbagi atas 3, yaitu etika sosial, etika individu, dan etika terapan.

Fungsi etika dalam pelayanan kebidanan


a. Menjaga otonomi dari setiap individu, khususnya bidan dan klien
b. Menjaga melakukan tindakan kebaikan dan mencegah tindakan yang merugikan
c. Menjaga privasi
d. Mengatur manusia berbuat adil
e. Mengetahui suatu tindakan itu dapat diterima dan apa alasannya
f. Mengarahkan pada pola pikir dalam bertindak atau menganalisis suatu masalah
g. Menghasilkan tindakan yang benar
h. Mendapatkan informasi tentang hal yang sebenarnya
i. Memberikan petunjuk terhadap tingkah laku manusia antara baik, buruk, benar, dan
salah
j. Pengaturan hal-hal yang bersifat abstrak
k. Memfasilitasi proses pemecahan masalah etik
l. Mengatur hal-hal yang bersifat praktik
m. Mengatur tata cara pergaulan, baik didalam tata tertib masyarakat, maupun tata cara
didalam organisasi profesi
n. Mengatur sikap dan tindak tanduk orang dalam menjalankan tugas profesinya yang
biasa disebut kode etik profesi

Konsep nilai dalam pelayanan kebidanan


Pengertian nilai
Nilai merupakan sesuatu yang baik, sesuatu yang menarik, sesuatu yang dicari,
sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang disukai, dan sesuatu yang diinginkan.

Dalam membantu pemecahan masalah, bidan menggunakan dua pendekatan dalam


asuhan kebidanan, yaitu :
a. Pendekatan berdasarkan prinsip
Pendekatan berdasarkan prinsip sering dilakukan dalam etika kedokteran atau
kesehatan untuk menawarkan bimbingan tindakan khusus. Menurut Beauchamp
Childress, menyatakan ada empat pendekatan prinsip dalam etika kesehatan, yaitu :
1) Tindakan sebaiknya mengarah sebagai penghargaan terhadap kapasitas otonomi
setiap orang
2) Menghindarkan berbuat suatu kesalahan
3) Dengan murah hati memberikan sesuatu yang bermanfaat dengan segala
konsekuensinya
4) Keadilan menjelaskan tentang manfaat dan resiko yang dihadapi. Dilema etik
muncul ketika ketaatan terhadap prinsip menimbulkan penyebab konflik dalam
bertindak

b. Pendekatan berdasarkan asuhan


Bidan memandang care atau asuhan sebagai dasar dan kewajiban moral.
Hubungan bidan dengan pasien merupakan pusat pendekatan berdasarkan asuhan,
dimana memberikan perhatian khusus kepada pasien. Perspektif asuhan memberikan
arah dengan cara bagaimana bidan dapat berbagi waktu untuk duduk bersama dengan
pasien atau sejawat merupakan suatu kebahagiaan bila didasari etika. Perspektif asuhan,
meliputi :
1) Berpusat pada hubungan interpersonal dalam asuhan
2) Meningkatkan penghormatan dan penghargaan terhadap martabat klien atau ibu
sebagai manusia
3) Mau mendegarkan dan mengolah saran-saran dari orang lain sebagai dasar yang
mengarah pada tanggung jawab profesional
4) Mengingat kembali arti tanggung jawab moral yang meliputi kebajikan, seperti
kebaikan, kepedulian, empati, perasaan kasih sayang menerima kenyataan

Nilai-nilai yang sesuai dengan kode etik profesi adalah :


a. Menghargai martabat individu tanpa prasangka
b. Melindungi seseorang dalam hal privasi
c. Bertanggung jawab untuk segala tindakannya

Nilai-nilai yang sangat diperlukan oleh bidan :


a. Kejujuran
b. Lemah lembut
c. Ketepatan setiap tindakan
d. Menghargai orang lain

Konsep keinginan pasien dalam pelayanan kebidanan


Pelayanan kebidanan tergantung bagaimana struktur sosial budaya masyarakat dan
termasuk kondisi sosial ekonomi dan sosial demografi. Keadilan dalam pelayanan dimulai
dari pemenuhan kebutuhan klien sesuai, sumber daya pelayanan kebidanan untuk
meningkatkan pelayanan kebidanan, dan keterjangkauan tempat pelayanan. Pelayanan
kebidanan, meliputi aspek biopsikososial spiritual dan kultural. Pasien memerlukan bidan
yang mempunyai karakter semangat melayani, simpati, empati, ikhlas, dan memberi
kepuasan.

Dimensi kepuasan pasien meliputi 2 hal :


a. Kepuasan mengacu penerapan kode etik dan standar pelayanan profesi.
b. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kebidanan.

3. Konsep dasar pengambilan keputusan dalam pelayanan kebidanan


Pengertian pengambilan keputusan dalam pelayanan kebidanan
Pengambilan keputusan dalam pelayanan kebidanan adalah suatu pendekatan yang
sistematis terhadap hakikat suatu masalah dengan pengumpulan fakta-fakta dan data, serta
menentukan alternatif yang matang untuk mengambil suatu tindakan yang tepat dalam
praktik kebidanan.

Bentuk pengambilan kebijakan dalam kebidanan


a. Strategi pengambilan keputusan yang dipengaruhi oleh kebijakan organisasi atau
pimpinan, fungsi pelayanan, dan lain-lain.
b. Cara kerja pengambilan keputusan dengan proses pengambilan keputusan yang
dipengaruhi pelayanan kebidanan klinik dan komunitas, strategi pengambilan
keputusan, dan alternatif yang tersedia.
c. Pengambilan keputusan individu dan profesi yang dipengaruhi standar praktik
kebidanan dan peningkatan kualitas kebidanan.
d. Kerangka pengambilan keputusan dalam asuhan kebidanan :
1) Bidan harus mempunyai responsibility dan accountability
2) Bidan harus menghargai wanita sebagai individu dan melayani dengan rasa hormat
3) Pusat perhatian pelayanan bidan adalah safety and wellbeing mother
4) Bidan berusaha menyokong pemahaman ibu tentang kesejahteraan dan menyatakan
pilihannya pada pengalaman situasi yang aman
5) Sumber proses pengambilan keputusan dalam kebidanan adalah knowledge, ajaran
intrinsik, kemampuan berfikir kritis, dan kemampuan membuat keputusan klinis
yang logis

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan


a. Faktor internal
Faktor internal dari diri manajer sangat memepengaruhi proses pengambilan
keputusan. Faktor internal, meliputi keadaan emosional, fisik, personal karakteristik,
kultural, sosial, latar belakang, filosofi, pengalaman masa lalu, minat, pengetahuan, dan
sikap pengambilan keputusan yang dimiliki.

b. Faktor eksternal
Faktor eksternal, termasuk kondisi lingkungan waktu. 3 (tiga) faktor penting
tentang keterlibatan bidan dalam proses pengambilan keputusan :
1) Menunjang pelayanan one-to-one, yaitu pelayanan antara bidan dan klien yang
disertai rasa saling percaya, terutama dalam menyelesaikan masalah yang bersifat
pribadi.
2) Meningkatkan sensitivitas terhadap klien, yaitu bidan dapat memahami dan
mengerti kebutuhan klien, sehingga bidan berupaya keras memenuhi kebutuhan
tersebut.
3) Perawatan berfokus ibu (women center care) dan asuhan total (total care), sehingga
bidan dapat memberi perawatan yang berfokus pada klien secara menyeluruh.

Strategi membantu klien dalam pengambilan keputusan


a. Membantu klien meninjau kemungkinan pilihannya.
b. Membantu klien dalam mempertimbangkan keputusan pilihan.
c. Membantu klien mengevaluasi pilihan.
d. Membantu klien menyusun rencana kerja.

Hal-hal yang perlu ditekankan kepada klien dalam pengambilan keputusan


a. Hati-hati dan bersikap bijaksana karena pengambilan keputusan dibuat setelah klien
diberi informasi cukup untuk menimbang pilihan sesuai dengan situasinya.
b. Bantu klien dalam pengambilan keputusan dengan memberikan saran yang sesuai
dengan riwayat kesehatannya, keinginan, pribadi, dan situasinya.
c. Keputusan merupakan hak dan menjadi tanggung jawab klien.
d. Konseling bukan proses informasi, melainkan informasi setelah konselor memperoleh
data atau informasi tentang keadaan dan kebutuhan klien.

4. Hak-hak dan kewajiban bidan


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2019 tentang Kebidanan
Bidan dalam melaksanakan praktik kebidanan berhak :
a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan
kompetensi, kewenangan, dan mematuhi kode etik, standar profesi, standar pelayanan
profesi, dan standar prosedur operasional.
b. Memperoleh informasi yang benar, jelas, jujur, dan lengkap dari klien dan/atau
keluarganya.
c. Menolak keinginan klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode etik, standar
profesi, standar pelayanan, standar prosedur operasional, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
d. Menerima imbalan jasa atas pelayanan kebidanan yang telah diberikan.
e. Memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan standar.
f. Mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan profesi.

Bidan dalam melaksanakan praktik kebidanan berkewajiban :


a. Memberikan pelayanan kebidanan sesuai dengan kompetensi, kewenangan, dan
mematuhi kode etik, standar profesi, standar pelayanan profesi, standar prosedur
operasional.
b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan lengkap mengenai tindakan kebidanan
kepada klien dan/atau keluarganya sesuai kewenangannya.
c. Memperoleh persetujuan dari klien atau keluarganya atas tindakan yang akan diberikan.
d. Merujuk klien yang tidak dapat ditangani ke dokter atau fasilitas pelayanan kesehatan.
e. Mendokumentasikan asuhan kebidanan sesuai dengan standar.
f. Menjaga kerahasiaan kesehatan klien.
g. Menghormati hak klien.
h. Melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari dokter sesuai dengan kompetensi
bidan.
i. Melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
j. Meningkatkan mutu pelayanan kebidanan.
k. Mempertahankan dan meningkatkan pengetahuan dan/atau keterampilannya melalui
pendidikan dan/atau pelatihan.
l. Melakukan pertolongan gawat darurat.

5. Hak dan kewajiban klien


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2019 tentang Kebidanan
Dalam praktik kebidanan, klien berhak :
a. Memperoleh pelayanan kebidanan sesuai dengan kompetensi, kode etik, standar profesi,
standar pelayanan, dan standar operasional prosedur.
b. Memperoleh inforrnasi secara benar dan jelas mengenai kesehatan klien, termasuk
resume isi rekam medis jika diperlukan.
c. Meminta pendapat bidan lain.
d. Memberi persetujuan atau penolakan tindakan kebidanan yang akan dilakukan.
e. Memperoleh jaminan kerahasiaan kesehatan klien.
(1) Pengungkapan rahasia kesehatan klien hanya dilakukan atas dasar :
a) Kepentingan kesehatan klien.
b) Permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum.
c) Persetujuan klien sendiri.
d) Ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengungkapan rahasia kesehatan klien sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terbatas pada tindakan yang dilakukan oleh bidan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengungkapan rahasia kesehatan klien diatur
dalam Peraturan Menteri.

Dalam praktik kebidanan, klien berkewajiban :


a. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi kesehatannya.
b. Mematuhi nasihat dan petunjuk bidan.
c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di fasilitas pelayanan kesehatan.
d. Memberi imbalan jasa atas pelayanan kebidanan yang diterima.
6. Isu terkini tentang etik dan moral dalam pelayanan kebidanan
Isu etik dalam pelayanan kebidanan
Pengertian
Isu merupakan suatu masalah yang berkembang di lingkungan masyarakat yang
belum dapat dipastikan kebenaran dan membutuhkan suatu pembuktian. Isu etik dalam
pelayanan kebidanan merupakan topik penting yang berkembang didalam masyarakat
tentang nilai manusia dalam menghargai satu tindakan yang berhubungan dengan segala
aspek kebidanan yang menyangkut baik dan buruknya. Dalam praktik kebidanan sering kali
bidan dihadapkan pada beberapa masalah yang dilematis, maksudnya situasi pengambilan
keputusan yang sulit dan berkaitan dengan etis.

Beberapa permasalahan etik dalam kehidupan sehari-hari, yaitu :


a. Persetujuan dalam proses melahirkan
b. Memilih atau mengambil keputusan dalam persalinan
c. Kegagalan dalam proses persalinan
d. Pelaksanaan USG dalam kehamilan
e. Konsep normal pelayanan kebidanan
f. Bidan dan pendidikan seks

Ada beberapa masalah etik yang berhubungan dengan tekhnologi, contohnya :


a. Perawatan intensif pada bayi
b. Skrining bayi
c. Transplantasi organ
d. Teknik reproduksi dan kebidanan

Etik yang berhubungan erat dengan profesi, yaitu :


a. Pengambilan keputusan dan penggunaan etik
b. Otonomi bidan dan kode etik profesional
c. Etik dalam pelayanan kebidanan
d. Penelitian tentang masalah kebidanan yang sensitif

Beberapa contoh mengenai isu etik dalam pelayanan kebidanan adalah yang
berhubungan dengan :
a. Agama atau kepercayaan
b. Hubungan dengan pasien
c. Hubungan dokter dengan bidan
d. Kebenaran
e. Pengambilan keputusan
f. Pengambilan data
g. Kematian
h. Kerahasiaan
i. Aborsi
j. AIDS
k. In-vitro vertilization

Contoh bentuk isu etik yang berhubungan dengan kebidanan


a. Isu etik yang terjadi antara bidan dengan klien, keluarga, masyarakat
Isu etik yang terjadi antara bidan dengan klien, keluarga, masyarakat mempunyai
hubungan erat dengan nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan. Seorang bidan
dikatakan profesional jika mempunyai kekhususan sesuai dengan peran dan fungsinya
yang bertanggung jawab menolong persalinan. Dengan demikian, penyimpangan etik
mungkin saja akan terjadi dalam praktik kebidanan. Dalam hal ini, bidan yang praktik
mandiri menjadi pekerja yang bebas mengontrol dirinya sendiri. Situasi ini akan besar
sekali pengaruhnya terhadap kemungkinan terjadinya peyimpangan etik. (Ristica dkk,
2014 : 45)

b. Isu etik yang terjadi antara bidan dengan teman sejawat


Isu etik yang terjadi antara bidan dengan teman sejawat adalah perbedaan sikap
etika yang terjadi pada bidan dengan sesama bidan, sehingga menimbulkan
kesalahpahaman. (Ristica dkk, 2014 : 48)

c. Isu etik bidan dengan tenaga kesehatan lainnya


Isu etik bidan dengan tenaga kesehatan lainnya adalah perbedaan sikap etika
yang terjadi pada bidan dengan tenaga kesehatan lainnya, sehingga menimbulkan
kesalahpahaman. (Ristica dkk, 2014 : 48-49)

d. Isu etik yang terjadi antara bidan dan organisasi profesi


Isu etik yang terjadi antara bidan dan organisasi profesi adalah suatu topik
masalah yang menjadi bahan pembicaraan antara bidan dengan organisasi profesi karena
terjadinya suatu hal-hal yang menyimpang dan aturan-aturan yang telah ditetapkan
(Ristica dkk, 2014 : 49)

e. Isu etik dan dilema


Isu etik adalah topik yang cukup penting untuk dibicarakan, sehingga mayoritas
individu akan mengeluarkan opini terhadap masalah tersebut sesuai dengan asas ataupun
nilai yang berkenaan dengan akhlak nilai benar salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat. Dilema etik adalah situasi yang menghadapkan individu pada dua pilihan
dan tidak satupun dari pilihan itu dianggap sebagai jalan keluar yang tepat.

Isu moral dalam pelayanan kebidanan


Pengertian
Moral merupakan pengetahuan atau keyakian tentang adanya hal yang baik dan
buruk yang mempengaruhi sikap seseorang. Kesadaran tentang adanya baik buruk
berkembang pada diri seseorang seiring dengan pengaruh lingkungan, pendidikan, sosial
budaya, agama, dan lain-lain. Hal ini yang disebut kesadaran moral. Isu moral dalam
pelayanan kebidanan merupakan topik yang penting yang berhubungan dengan benar dan
salah dalam kehidupan sehari-hari yang ada kaitannya dengan pelayanan kebidanan.

Beberapa contoh isu moral dalam kehidupan sehari-hari :


a. Kasus abortus.
b. Euthanansia.
c. Keputusan untuk terminasi kehamilan.
d. Isu moral juga berhubungan dengan kejadian luar biasa dalam kehidupan sehari-hari,
seperti yang menyangkut konflik dan perang.

7. Rujukan dalam pelayanan kebidanan


Pengertian rujukan dalam pelayanan kebidanan
Rujukan dalam pelayanan kebidanan merupakan kegiatan pengiriman orang sakit
dari unit kesehatan yang kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap, berupa rujukan kasus
patologis pada kehamilan, persalinan, dan nifas masuk didalamnya, pengiriman kasus
masalah reproduksi lainnya, seperti kasus ginekologi atau kontrasepsi yang memerlukan
penanganan spesialis. Termasuk juga didalamnya pengiriman bahan laboratorium. Jika
penderita telah sembuh dan hasil laboratorium telah selesai, kembalikan, dan kirimkan ke
unit semula, jika perlu disertai dengan keterangan yang lengkap (surat balasan).

Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari :


a. Rujukan internal
Rujukan internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan
didalam institusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas pembantu) ke
puskesmas induk.

b. Rujukan eksternal
Rujukan eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang
pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmas rawat
inap), maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah).

Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari :


a. Rujukan medik
Rujukan medik adalah rujukan pelayanan yang terutama, meliputi upaya
penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk pasien
puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke
rumah sakit umum daerah. Jenis rujukan medik :
1) Transfer of patient
Konsultasi penderita untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan
operatif, dan lain-lain.
2) Transfer of specimen
Pengiriman bahan untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap.
3) Transfer of knowledge or personel.
Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk meningkatkan mutu
layanan pengobatan setempat. Pengiriman tenaga-tenaga ahli ke daerah untuk
memberikan pengetahuan dan keterampilan melalui ceramah, konsultasi penderita,
diskusi kasus, dan demonstrasi operasi (transfer of knowledge). Pengiriman petugas
pelayanan kesehatan daerah untuk menambah pengetahuan dan keterampilan
mereka ke rumah sakit yang lebih lengkap atau rumah sakit pendidikan, juga
dengan mengundang tenaga medis dalam kegiatan ilmiah yang diselenggarakan
tingkat provinsi atau institusi pendidikan (transfer of personel).

b. Rujukan kesehatan
Rujukan kesehatan adalah hubungan dalam pengiriman dan pemeriksaan bahan
ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Rujukan ini umumnya berkaitan dengan
upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif).
Contohnya merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik konsultasi gizi (pojok gizi
puskesmas) atau pasien dengan masalah kesehatan kerja ke klinik sanitasi puskesmas
(pos Unit Kesehatan Kerja).

Tata laksana rujukan dapat berlangsung antara lain :


a. Internal antar petugas di satu Rumah Sakit.
b. Antara Puskesmas Pembantu dan Puskesmas.
c. Antara masyarakat dan Puskesmas.
d. Antara satu Puskesmas dan Puskesmas lainnya.
e. Antara Puskesmas dan Rumah Sakit, laboratorium atau fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya.
f. Internal antara bagian atau unit pelayanan di dalam satu Rumah Sakit.
g. Antar Rumah Sakit, laboratorium atau fasilitas pelayanan lain dan Rumah Sakit.

Langkah-langkah rujukan
a. Menentukan kegawatdaruratan penderita
1) Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih, ditemukan penderita yang tidak dapat
ditangani sendiri oleh keluarga atau kader atau dukun bayi, maka segera dirujuk ke
fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat, oleh karena itu mereka belum tentu
dapat menerapkan ke tingkat kegawatdaruratan.
2) Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas. Tenaga kesehatan
yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus dapat menentukan
tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawabnya, mereka harus menentukan kasus mana yang boleh ditangani
sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk.

b. Menentukan tempat rujukan


Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang
mempunyai kewenangan dan terdekat, termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan tidak
mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita.

c. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga

d. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju


1) Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk.
2) Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan selama
dalam perjalanan ke tempat rujukan.
3) Meminta petunjuk dan cara penanganan untuk menolong penderita bila penderita
tidak mungkin dikirim.

e. Persiapan penderita, yaitu BAKSOKUDA

f. Pengiriman penderita

g. Tindak lanjut penderita :


1) Untuk penderita yang telah dikembalikan.
2) Penderita yang memerlukan tindakan lanjut, tetapi tidak melapor, harus kunjungan
rumah.

8. Kode etik dalam pelayanan kebidanan


Pengertian kode etik dalam pelayanan kebidanan
Kode etik kebidanan merupakan suatu pernyataan komprehensif profesi yang
menuntut bidan melaksanakan praktik kebidanan, baik yang berhubungan dengan
kesejahteraan keluarga, teman sejawat, profesi, dan dirinya. Penetapan kode etik kebidanan
harus dilakukan dalam Kongres Ikatan Bidan Indonesia (IBI).

Dasar pembentukan kode etik bidan


Kode etik bidan pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disahkan dalam Kongres
Nasional IBI X tahun 1988. Petunjuk pelaksanaan kode etik bidan disahkan dalam Rapat
Kerja Nasional (RAKERNAS) IBI tahun 1991. Kode etik bidan sebagai pedoman dalam
berperilaku, disusun berdasarkan pada penekanan keselamatan klien.
Kode etik bidan berisi tujuh bab dan dibedakan menjadi beberapa bagian, antara
lain :
Bab I Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)
a. Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan sumpah
jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
b. Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya, menjunjung tinggi harkat dan
martabat kemanusian yang utuh, dan memelihara citra bidan.
c. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa berpedoman pada peran, tugas,
dan tanggung jawabnya sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga, dan masyarakat.
d. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, mendahulukan kepentingan klien,
menghormati hak klien, dan menghormati nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
e. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa mendahulukan kepentingan klien,
keluarga, dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan
berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
f. Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan
tugasnya dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat
kesehatannya secara optimal.

Bab II Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)


a. Setiap bidan senantiasa memberi pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga, dan
masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan
klien, keluarga, dan masyarakat.
b. Setiap bidan berhak memberi pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam
mengambil keputusan dalam tugasnya, termasuk keputusan mengadakan konsultasi
dan/atau rujukan.
c. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan/atau dipercayakan
kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan
kepentingan klien.

Bab III Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2 butir)
a. Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan
suasana kerja yang serasi.
b. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati, baik terhadap
sejawat, maupun tenaga kesehatan lainnya.

Bab IV Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir)


a. Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan
menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberi pelayanan yang bermutu kepada
masyarakat.
b. Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan
profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan
sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.

Bab V Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir)


a. Setiap bidan harus memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya
dengan baik.
b. Setiap bidan harus berusaha secara terus-menerus untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Bab VI Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa, bangsa, dan tanah air (2 butir)
a. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-
ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB
dan kesehatan keluarga, serta masyarakat.
b. Setiap bidan melalui profesinya, berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya
kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu jangkauan pelayanan.

Bab VII Penutup (1 butir)


a. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa menghayati dan
mengamalkan Kode Etik Bidan Indonesia.

9. Hukum dalam profesi bidan


Hubungan hukum perundang-undangan dan hukum yang berlaku dengan tenaga
kesehatan adalah “klien sebagai penerima jasa kesehatan mempunyai hubungan timbal balik
dengan tenaga kesehatan yang dalam hal ini adalah pemberi jasa”. Hubungan timbal balik
ini mempunyai dasar hukum yang merupakan peraturan pemerintah. Klien sebagai penerima
jasa kesehatan dan tenaga kesehatan sebagai pemberi jasa sama-sama mempunyai hak dan
kewajiban.

Bidan sebagai suatu tenaga profesional diatur oleh kebijakan dalam suatu negara. Di
Indonesia, ada beberapa kebijakan, baik itu Undang-Undang hingga SK pemerintah
setempat yang mengatur praktik kebidanan.

Peraturan perundang-undangan yang melandasi praktik kebidanan di Indonesia


a. Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Tugas dan Tanggung Jawab Tenaga
Kesehatan.
b. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 900/Menkes/SK/VII/2002
tentang Registrasi dan Praktik Bidan.
c. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/Menkes/SK/III/2007
tentang Standar Profesi Bidan.
d. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor HK.02.02/Menkes/149/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.
e. Permenkes RI No. 1464/Menkes/SK/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan.
f. Undang-Undang Nomor 4 tahun 2019 tentang Kebidanan disahkan oleh Presiden Joko
Widodo pada tanggal 13 Maret 2019. Undang-Undang 4/2019 tentang Kebidanan
diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 56 dan
Penjelasan atas UU No. 4 tahun 2019 tentang Kebidanan dalam Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6325 oleh Menkumham Yasonna H. Laoly pada
tanggal 15 Maret 2019 di Jakarta.

Filosofi kebidanan berdasarkan Kepmenkes RI No. 369/Menkes/SK/III/2007


a. Keyakinan tentang kehamilan dan persalinan : hamil dan persalinan merupakan suatu
proses alamiah dan bukan suatu penyakit.

b. Keyakinan tentang perempuan : setiap perempuan adalah pribadi yang unik, mempunyai
hak, kebutuhan, dan keinginan masing-masing. Oleh sebab itu, perempuan harus
berpartisipasi aktif dalam setiap asuhan yang diterimanya.

c. Keyakinan mengenai fungsi profesi dan manfaatnya : fungsi utama profesi bidan adalah
mengupayakan kesejahteraan ibu dan bayinya, proses fisiologis harus dihargai,
didukung, dan dipertahankan. Bila timbul penyulit, dapat menggunakan teknologi tepat
guna dan rujukan efektif untuk memastikan kesejahteraan perempuan dan janin atau
bayinya.

d. Keyakinan tentang pemberdayaan dan membuat keputusan : perempuan harus


diberdayakan untuk mengambil keputusan tentang kesehatan diri dan keluarganya
melalui kemunikasi, informasi, dan edukasi (KIE), serta konseling. Pengambilan
keputusan merupakan tanggung jawab bersama antara perempuan, keluarga, dan
pemberi asuhan.

e. Keyakinan tentang tujuan asuhan : untuk menyelamatkan ibu dan bayi (mengurangi
kesakitan dan kematian). Asuhan kebidanan berfokus pada :
1) Pencegahan dan promosi kesehatan yang bersifat holistik, diberikan dengan cara
kreatif dan flexible, suportif, dan peduli.
2) Bimbingan, monitor, dan pendidikan berpusat pada perempuan.
3) Asuhan berkesinambungan sesuai keinginan dan tidak otoriter, serta menghormati
pilihan perempuan.

f. Keyakinan tentang kolaborasi dan kemitraan : praktik kebidanan dilakukan dengan


menempatkan perempuan sebagai partner dengan pemahaman holistik terhadap
perempuan sebagai salah satu kesatuan fisik, psikis, emosional, sosial, budaya, spiritual
yang unik merupakan suatu kesatuan jasmani dan rohani yang utuh dan tidak ada
individu yang sama.

g. Keyakinan profesi, bidan mempunyai pandangan hidup Pancasila : seorang menganut


filosofis yang mempunyai keyakinan didalam dirinya bahwa semua manusia adalah
mahkluk bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual yang unik merupakan suatu kesatuan
jasmani dan rohani yang utuh dan tidak ada individu yang sama.

h. Bidan meyakini bahwa setiap individu berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang
aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan dan perbedaan kebudayaan. Setiap
individu berhak menentukan nasib sendiri dan mendapatkan informasi yang cukup dan
untuk berperan di segala aspek pemeliharaan kesehatannya.

i. Setiap individu berhak untuk dilahirkan secara sehat. Untuk itu, maka setiap wanita usia
subur, ibu hamil, melahirkan, dan bayinya berhak mendapatkan pelayanan yang
berkualitas.

j. Pengalaman melahirkan anak merupakan tugas perkembangan keluaraga yang


membutuhkan persiapan sampai anak menginjak masa-masa remaja.

k. Keluarga-keluarga yang berada dalam suatu wilayah atau daerah membentuk


masyarakat kumpulan dan masyarakat Indonesia terhimpun dalam suatu kesatuan
Bangsa Indonesia. Manusia terbentuk karena adanya interaksi antara manusia dan
budaya dalam suatu lingkungan yang bersifat dinamis mempunyai tujuan dan nilai-nilai
yang teroganisir.

Konsep pengaturan profesionalisme bidan, yaitu adanya nilai-nilai keadilan dalam


pengaturan profesionalisme bidan. Hal ini dapat mewujudkan profesionalisme bidan yang
berkeadilan. Keadilan dalam pelayanan kebidanan memberikan kedudukan pada bidan setara
dengan profesi tenaga kesehatan lainnya. Bidan sebagai pemberi jasa layanan kesehatan
tidak hanya bekerja sendiri, tetapi sebagai bagian dari tenaga kesehatan lainnya.

Hal yang perlu dilakukan untuk mewujudkan keadilan dalam regulasi kebidanan
a. Melakukan penyempurnaan atau revisi regulasi kebidanan agar bersifat dinamis yang
mampu beradaptasi dengan kepentingan semua pihak, terutama bagi profesi bidan itu
sendiri.
b. Memberikan sosialisasi kepada bidan-bidan, baik praktik mandiri bidan, bidan di RS,
maupun institusi kebidanan terkait hukum kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan
profesi kebidanan.
c. Melakukan diseminasi hukum kesehatan dilingkungan pendidikan formal, maupun non
formal dengan nilai-nilai keadilan.
d. Memasukkan materi etikolegal dalam praktik kebidanan yang mencerminkan nilai
keadilan dalam setiap kurikulum pendidikan bidan dan pendidikan kesehatan.
e. Melakukan koordinasi dengan stakeholders dalam cakupan hukum kesehatan, mulai dari
aspek penyusunan, pelaksanaan, maupun penegakan hukumnya, baik dari tingkat pusat,
maupun daerah.
f. Melakukan pembinaan kesadaran akan hukum yang mencerminkan nilai keadilan
kepada semua pihak yang berkaitan dengan pelayanan kebidanan.

10. Informed consent dan informed choice dalam asuhan kebidanan


Informed consent dalam asuhan kebidanan
Pengertian informed consent
Informed consent adalah persetujuan dari pasien atau keluarganya terhadap tindakan
medik yang akan dilakukan terhadap dirinya atau keluarganya setelah mendapat penjelasan
yang adekuat dari dokter atau tenaga medis.

Tujuan informed consent


Tujuan informed consent, yaitu untuk melindungi pasien dari tindakan medis yang
dilakukan tanpa sepengetahuannya, tindakan medis yang sebenarnya tidak diperlukan, dan
secara medik tidak ada dasar pembenarannya, tindakan medis yang bertentangan dengan hak
asasi pasien dan standar profesi medis, penyalahgunaan alat canggih yang berbiaya tinggi
yang sebenarnya tidak perlu. Selain itu, bertujuan untuk melindungi dokter atau tenaga
kesehatan terhadap suatu kegagalan karena prosedur medik modern tidak tanpa risiko dan
pada setiap tindakan medik melekat suatu risiko.

Bentuk informed consent


a. Implied consent
Yaitu persetujuan yang dianggap telah diberikan, walaupun tanpa pernyataan
resmi, yaitu pada keadaan emergency yang mengancam jiwa pasien, maka tindakan
penyelamatan kehidupan tidak memerlukan persetujuan tindakan medik.

b. Expressed consent
Yaitu persetujuan tindakan medik yang diberikan secara explisit, baik secara
lisan, maupun tertulis. Sekalipun bentuk persetujuan secara tersirat dapat dibenarkan,
namun akan lebih baik bila persetujuan klien dinyatakan dalam bentuk tertulis karena
hal ini dapat menjadi bukti yang lebih kuat di masa mendatang bila dibutuhkan.

Fungsi informed consent


a. Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia.
b. Promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri.
c. Membantu kelancaran tindakan medis, sehingga diharapkan dapat mempercepat proses
pemulihan.
d. Untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati pasien (rangsangan
pada profesi medis untuk instrospeksi atau evaluasi diri), sehingga dapat mengurangi
efek samping pelayanan yang diberikan.
e. Menghindari penipuan oleh dokter.
f. Mendorong diambil keputusan yang lebih rasional.
g. Mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatan.
h. Sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan kesehatan
(keterlibatan masyarakat).
i. Meningkatkan mutu pelayanan.

Unsur informed consent


a. Keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh tenaga kesehatan.
b. Kompetensi pasien dalam memberikan persetujuan.
c. Kesukarelaan (tanpa paksaan atau tekanan) dalam memberikan persetujuan.

Formulir informed consent merupakan suatu perjanjian pelaksanaan tindakan medik


antara tenaga kesehatan dengan pasien atau keluarganya yang dapat dijadikan alat bukti yang
sah apabila terjadi perselisihan antara pihak rumah sakit dengan pasien atau keluarganya.
Formulir harus sudah sesuai dengan syarat-syarat sahnya perjanjian karena dalam informed
consent sudah tercantum pihak-pihak yang melakukan perjanjian tentang kecakapan pihak
pasien dan pelayanan tindakan medik. Isi informed consent meliputi :
a. Alasan perlunya tindakan medik.
b. Sifat tindakan : eksperimen atau non-eksperimen.
c. Tujuan tindakan medik.
d. Risiko.
e. Persetujuan atau penolakan medik diberikan untuk tindakan medik yang dinyatakan
secara spesifik.
f. Persetujuan atau penolakan medik diberikan tanpa paksaan.
g. Persetujuan atau penolakan medik diberikan oleh seseorang yang sehat mental dan
memang berhak memberikan dari segi hukum.
h. Setelah cukup diberikan informasi dan penjelasan yang diperlukan.
i. Informasi dan penjelasan yang diberikan terkait dengan penerapan persetujuan tindakan
medik, yaitu :
1) Tujuan dan prospek keberhasilan.
2) Tata cara tindakan medik.
3) Risiko tindakan medik.
4) Komplikasi yang mungkin terjadi.
5) Alternatif tindakan medik yang lain.
6) Prognosis penyakit bila tindakan dilakukan.
7) Diagnosis.
Informed choice dalam asuhan kebidanan
Pengertian informed choice
Informed choice, yaitu membuat pilihan setelah mendapat penjelasan tentang
alternatif asuhan yang akan dialaminya.

Hal yang harus diingat dalam informed choice


a. Informed choice bukan sekedar mengetahui berbagai pilihan, namun mengerti manfaat
dan risiko dari pilihan yang ditawarkan.
b. Informed choice tidak sama dengan membujuk atau memaksa klien mengambil
keputusan yang menurut orang lain baik (meskipun dilakukan secara halus).

Peran bidan dalam informed choice


Setelah memberikan informasi mengenai berbagai pilihan yang ada, bidan harus
memberikan kesempatan kepada klien dan keluarganya untuk memikirkan atau
mempertimbangkan semua pilihan tersebut. Bidan harus menjamin bahwa hak wanita untuk
memilih asuhan dan keinginannya terpenuhi. Hal ini sejalan dengan kode etik Internasional
bidan yang dinyatakan oleh International Confederation of Midwives (ICM) 1993 bahwa
bidan harus menghormati hak wanita setelah mendapatkan penjelasan dan mendorong
wanita untuk menerima tanggung jawab untuk hasil dari pilihannya.

Sebagai seorang bidan dalam memberikan informed choice kepada klien harus :
a. Memperlakukan klien dengan baik.
b. Berinteraksi dengan nyaman.
c. Memberikan informasi objektif, mudah dimengerti, dan diingat, serta tidak berlebihan.
d. Membantu klien mengenali kebutuhannya dan membuat pilihan yang sesuai dengan
kondisinya.
e. Mendorong wanita memilih asuhannya.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses informed choice


a. Bidan harus terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.
b. Bidan wajib memberikan informasi secara rinci dan jujur, serta dimengerti klien.
c. Bidan harus belajar untuk membantu klien melatih diri dalam menggunakan haknya dan
menerima tanggung jawab untuk keputusan yang mereka ambil.
d. Asuhan berpusat pada klien.
e. Tidak perlu takut pada konflik, tetapi menganggapnya sebagai suatu kesempatan untuk
saling memberi dan mungkin melakukan penilaian ulang yang objektif, bermitra dengan
klien, dan suatu tekanan positif terhadap perubahan.

Beberapa jenis pelayanan kebidanan yang dapat dipilih oleh klien


a. Tempat melahirkan dan kelas perawatan.
b. Masuk kamar bersalin pada tahap awal persalinan.
c. Pendamping waktu melahirkan.
d. Metoda monitor denyut jantung janin.
e. Percepatan persalinan atau augmentasi.
f. Diet selama proses persalinan.
g. Mobilisasi selama proses persalinan.
h. Pemakaian obat penghilang sakit.
i. Metode pengurangan rasa sakit.
j. Pemecahan ketuban secara rutin.
k. Posisi ketika melahirkan.
l. Episiotomi.
m. Keterlibatan suami waktu bersalin.
n. Pemeriksaan laboratorium dan screening antenatal.
o. Pilihan pemakaian alat kontrasepsi.

Cara menghindari konflik, sehingga pilihan dapat diperluas


a. Memberi informasi yang lengkap pada ibu, informasi yang jujur, tidak bias, dan dapat
dipahami oleh ibu, menggunakan alternatif media ataupun yang lain, sebaiknya tatap
muka.

b. Bidan dan tenaga kesehatan lain perlu belajar untuk membantu ibu menggunakan
haknya dan menerima tanggung jawab keputusan yang diambil. Hal ini dapat diterima
secara etika dan menjamin bahwa tenaga kesehatan sudah memberikan asuhan yang
terbaik dan memastikan ibu sudah diberikan informasi yang lengkap tentang dampak
dari keputusan mereka.

c. Untuk pemegang kebijakan pelayanan kesehatan perlu merencanakan, mengembangkan


sumber daya, memonitor perkembangan protokol dan petunjuk teknis, baik di tingkat
daerah, maupun provinsi untuk semua kelompok tenaga pemberi pelayanan bagi ibu.

d. Menjaga fokus asuhan pada ibu dan evidence based, diharapkan konflik dapat ditekan
serendah mungkin.

e. Tidak perlu takut akan konflik, tetapi menganggapnya sebagai suatu kesempatan untuk
saling memberi dan mungkin suatu penilaian ulang yang objektif, bermitra dengan
wanita dari sistem asuhan, dan tekanan positif pada perubahan.

11. Asuhan kebidanan pada ibu dengan kebutuhan khusus


Klien dengan penyandang disabilitas
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang
Disabilitas, salah satu hak bagi penyandang disabilitas adalah memiliki hak atas kesehatan
reproduksi. Secara umum, pelayanan KIA yang diberikan bagi penyandang disabilitas tidak
berbeda dengan non disabilitas.

Cara berinteraksi dengan klien disabilitas


a. Berbicara dengan wajah saling menatap.
b. Jaga jarak pandang dengan klien.
c. Gerakkan bibir dengan jelas.
d. Gunakan ekspresi wajah dan bahasa tubuh, jika klien tidak mengetahui apa yang
dimaksud.

Pelayanan kesehatan masa persalinan pada penyandang disabilitas


a. Promotif
1) Peningkatan pemahaman bagi penyandang disabilitas dan keluarga atau
pendamping tentang kehamilan (tanda bahaya kehamilan), persalinan, nifas, KBPP,
dan manajemen laktasi.
2) Memberikan konseling persalinan kepada pendamping, maupun penyandang
disabilitas bahwa harus dilakukan oleh tenaga kesehatan dan di fasilitas pelayanan
kesehatan.
3) Pengenalan dan pemanfaatan buku KIA.

b. Preventif
1) Persalinan pada penyandang disabilitas dilaksanakan sesuai keadaan klinis pasien
atau sesuai hasil pemeriksaan pada saat masa kehamilan.
2) Konseling kesehatan ibu dan anak.
3) Mengenali tanda awal persalinan, seperti perut mulas secara teratur, keluar lendir
bercampur darah dari jalan lahir atau keluar cairan ketuban.

Pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan (nifas) pada penyandang disabilitas


a. Promotif
1) Pelayanan masa nifas pada penyandang disabilitas dilaksanakan dengan melibatkan
keluarga atau pendamping atau care giver, setelah sebelumnya dilaksanakan
konseling oleh petugas kesehatan.
2) Peningkatan pemahaman bagi penyandang disabilitas dan pendamping mengenai
pentingnya ASI eksklusif bagi bayi dan anjuran untuk menyusui sampai usia 2
tahun (dapat dilakukan sejak ANC).
3) Pengenalan dan pemanfaatan buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

b. Preventif
1) Fasilitasi manajemen laktasi bagi penyandang disabilitas untuk memerah,
penyimpanan, dan pengiriman ASI (apabila bayi dititipkan ke keluarga), melalui
penyediaan fasilitas alat perah (breast pump), botol ASI, kulkas atau lemari
pendingin, dan lain sebagainya.
2) Konseling kesehatan ibu dan anak.

Klien dengan gangguan pendengaran


Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum berkomunikasi dengan klien dengan
gangguan pendengaran
a. Periksa adanya bantuan pendengaran dan kacamata.
b. Kurangi kebisingan.
c. Dapatkan perhatian klien sebelum memulai pembicaraan.
d. Berhadapan dengan klien, dimana ia dapat melihat mulut bidan.
e. Bicara pada volume suara normal-jangan teriak.
f. Susun ulang kalimat bidan, jika klien salah mengerti.
g. Sediakan penerjemah bahasa isyarat jika diindiksikan

Teknik-teknik komunikasi yang dapat digunakan klien dengan gangguan pendengaran


a. Orientasikan kehadiran bidan dengan cara menyentuh klien atau memposisikan diri
didepan klien.
b. Usahakan menggunakan bahasa yang sederhana dan bicaralah dengan perlahan untuk
memudahkan klien membaca gerak bibir bidan.
c. Usahakan berbicara dengan posisi tepat didepan klien dan pertahankan sikap tubuh dan
mimik wajah yang lazim.
d. Tunggu sampai bidan secara langsung didepan klien, bidan memiliki perhatian klien
tersebut, dan bidan cukup dekat dengan klien sebelum bidan mulai berbicara.
e. Gunakan bahasa pantomim bila memungkinkan dengan gerakan sederhana dan
perlahan.
f. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila bidan bisa dan diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, K. H Endah Widhi. 2016. Konsep Kebidanan dan Etikolegal Dalam Praktik Kebidanan.
Jakarta Selatan : Pusdik SDM Kesehatan Kemenkes RI.
Patimah, Siti, dkk. 2016. Praktikum Konsep Kebidanan dan Etika Legal dalam Praktik
Kebidanan. Jakarta : Kemenkes RI.
Eryati, Darwin. 2014. Etika Profesi Kesehatan. Yogyakarta : CV Budi Utama.
Kurnia, Hesti. 2011. Patnership Bidan dan Perempuan dalam Pelayanan Kebidanan. Yogyakarta
: Nuha Medika.
Marimba Hanum. 2018. Etika dan Kode Etik Profesi Kebidanan. Yogyakarta : Mitra Cendikia
Press.
Jusuf Hanafiah. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan Edisi 4. EGC : Jakarta.
Wello Basri. 2015. Etika Profesi dan Hukum Kebidanan. Jakarta : Pelita Pustaka.
Soumokil, Marcia. 2020. Peran Bidan dalam Implementasi Women Centered Care (Asuhan yang
Berpusat pada Perempuan). Jakarta Selatan : Pusdik SDM Kesehatan.

Triwibowo, Cecep. 2014. Etika dan Hukum Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Wahyuningsih, Heni Puji. 2018. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Jakarta : Kementrian
Kesehatan RI.

Astri Hidayat, Mufdillah. 2009. Catatan Kuliah Konsep Kebidanan Plus Materi Bidan Delima.
Yogyakarta : Mitra Cendikia.

Muchtar, Masrudi. 2015. Etika Profesi dan Hukum Kesehatan. Banjarmasin : Pustaka Baru Press.

Ristica, Widya Juliati. 2014. Prinsip Etika dan Moralitas dalam Pelayanan Kebidanan.
Yogyakarta : Deepublish.

Anda mungkin juga menyukai