Anda di halaman 1dari 9

MATERI 1

ERGONOMI KOGNITIF

1.1 Konsep Ergonomi


1.1.1 Pengertian Ergonomi
Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan
pekerjaan mereka. Sasaran penelitian ergonomi adalah manusia pada saat bekerja dalam
lingkungan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi adalah penyesuaian tugas
pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia yang ditujukan untuk menurunkan stress yang
akan dihadapi.
Menurut International Ergonomic Association (IEA), ergonomi berasal dari bahasa
Yunani, yaitu ergon yang artinya kerja dan nomos yang artinya hukum alam, sehingga
ergonomi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dengan
dan elemen-elemen lain dalam suatu sistem dan pekerjaan yang mengaplikasikan teori,
prinsip, data dan metode untuk merancang suatu sistem yang optimal, dilihat dari sisi
manusia dan kinerjanya (Nurmianto, 2008).
Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau
menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun
istirahat dengan segala kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia secara fisik
maupun mental sehingga dicapai suatu kualitas hidup secara keseluruhan yang lebih baik
(Tarwaka, 2010).

1.1.2 Tujuan Ergonomi


Tujuan penerapan perilaku ergonomi yang baik adalah untuk meningkatkan
produktivitas tenaga kerja di suatu instansi, organisasi ataupun tempat-tempat manusia
melakukan aktivitasnya. Menurut Santoso (2004), ada empat tujuan utama ergonomi, yaitu
memaksimalkan efisiensi karyawan, memperbaiki kesehatan dan keselamatan kerja,
menganjurkan agar bekerja aman, nyaman dan bersemangat, dan memaksimalkan bentuk
kerja yang meyakinkan.

1
Menurut Tarwaka (2004), ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dari penerapan
ergonomi, antara lain sebagai berikut:
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cidera dan
penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan
promosi dan kepuasan kerja.
2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial dan
mengkoordinasi kerja secara tepat, guna meningkatkan jaminan sosial baik selama
kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif.
3. Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis, dan
antropologis dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja
dan kualitas hidup yang tinggi.

1.1.3 Ruang Lingkup Ergonomi

Terdapat tiga fokus dalam ruang lingkup ergonomic menurut (Mc Coinick 1993)
dimana dalam penjelasannya disebutkan sebagai berikut:

1. Secara fokus
Ergonomi menfokuskan diri pada manusia dan interaksinya dengan produk, peralatan,
fasilitas, prosedur dan lingkungan dimana sehari-hari manusia hidup dan bekerja.

2. Secara tujuan
Tujuan ergonomi ada dua hal, yaitu peningkatan efektifitas dan efisiensi kerja serta
peningkatan nilai-nilai kemanusiaan, seperti peningkatan keselamatan kerja,
pengurangan rasa lelah dan sebagainya.

2
3. Secara pendekatan
Pendekatan ergonomi adalah aplikasi informasi mengenai keterbatasan-keterbatasan
manusia, kemampuan, karakteristik tingkah laku dan motivasi untuk merancang
prosedur dan lingkungan tempat aktivitas manusia tersebut sehari-hari.

1.2 Ergonomi Kognitif


1.2.1 Pengertian Ergonomi Kognitif
Ergonomi kognitif adalah cabang ilmu ergonomic yang mengkhususkan analisisnya
pada proses-proses kognitif seperti diagnosis, pengambilan keputusan dan perencanaan
yang diperlukan operator dalam industri modern dimana didalamnya terdapat juga
pembahasan -pembahasan yang berhubungan tentang kerja mental manusia
(edutechwiki.unige.ch/en/Cognitive_ergonomics).
Ergonomi kognitif bertujuan untuk meningkatkan kinerja dari tugas-tugas kognitif
melalui beberapa intervensi, termasuk (old.askergoworks.com/.../Cognitive-Ergonomics):
 Pengguna berpusat desain interaksi manusia-mesin dan interaksi manusia-komputer
(HCI);
 Desain sistem teknologi informasi yang mendukung tugas-tugas kognitif (misalnya,
kognitif artefak);
 Pengembangan program pelatihan;
 Pekerjaan mendesain ulang kognitif untuk mengelola beban kerja dan meningkatkan
kehandalan manusia.

1.2.2 Proses Penerimaan Informasi dan Proses Kognitif Manusia


Menurut Irwanto (1999) pengolahan informasi sebagai kemampuan untuk
menyimpan informasi sehingga dapat digunakan lagi di masa yang akan datang. Galotti
(2004) mendefinisikan pengolahan informasi sebagai suatu proses kognitif
yang terdiri atas serangkaian proses, yakni : penyimpanan (storage),retensi, dan
pengumpulan informasi (information gathering).

3
Sebagai suatu proses pengolahan informasi memilikimarti menunjukkan suatu mekanisme
dinamik yang diasosiasikan dengan penyimpanan (storing), pengambilan (retaining), dan
pemanggilan kembali (retrieving) informasi mengenai pengalaman yang lalu
(Bjorklund,Schneider, & Hernández Blasi, 2003; Crowder, 1976, dalam Stenberg, 2006).
Menurut Gagne seperti yang dikutip Jamaris (2010) bahwa kognitif adalah proses yang
terjadi secara internal di dalam pusat susunan saraf pada saat manusia sedang berpikir.

Gambar ………………………………

Langkah Pengolahan Informasi :


1. Informasi dari lingkungan disandikan ke bentuk representasi internal.
2. Representasi internal dari rangsangan dibandingkan dengan informasi yang sudah
tersimpan di otak.
3. Membuat keputusan respon apa yang akan dipilih.
4. Mengeksekusi respon yang telah dipilih dan melakukan tindakan yang diperlukan

1.2.3 Arsitektur Kognitif


Arsitektur yang dimaksud adalah untuk menggambarkan keseluruhan struktur dan
susunan hal yang sangat khusus pada sistem kognitif manusia. Sebuah arsitektur kognitif
adalah teori luas mengenai kognisi manusia berdasarkan berbagai pilihan data eksperimen
manusia, diimplementasikan sebagai program simulasi computer. Menurut Young,
Arsitektur kognitif adalah perwujudan hiptesos ilmiah tentang beberapa aspek kognitif
manusia yang relative stabil dari waktu ke waktu dan relative bebas dari tuntutan.
Berbeda dengan arsitektur, model kognitif cenderung terfokus pada satu fenomena atau

4
proses kognitif ( misalnya, daftar belanja ), bagaimana dua atau lebih proses berinteraksi (
misalnya visual pencarian dan pengambilan keputusan ), atau untuk membuat prediksi
perilaku yang spesifik tugas atau alat ( Kurniawan,2011)
.
1.2.4 Beban Kerja dan Pengukurannya
Menurut Permendagri No. 12/2008, beban kerja adalah besaran pekerjaan yang
harus dipikul oleh suatu jabatan/unit organisasi dan merupakan hasil kali antara volume
kerja dan norma waktu (Utomo, 2008). Pengertian beban kerja adalah sekumpulan atau
sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang
jabatan dalam jangka waktu tertentu. Pengukuran beban kerja diartikan sebagai suatu teknik
untuk mendapatkan informasi tentang efisiensi dan efektivitas kerja suatu unit organisasi,
atau pemegang jabatan yang dilakukan secara sistematis dengan menggunakan teknik
analisis jabatan, teknik analisis beban kerja atau teknik manajemen lainnya. Lebih lanjut
dikemukakan pula, bahwa pengukuran beban kerja merupakan salah satu teknik manajemen
untuk mendapatkan informasi jabatan, melalui proses penelitian dan pengkajian yang
dilakukan secara analisis. Informasi jabatan tersebut dimaksudkan agar dapat digunakan
sebagai alas untuk menyempurnakan aparatur baik di bidang kelembagaan,
ketatalaksanaan, dan sumberdaya manusia (Menpan, 1997, dalam. Utomo, 2008).

1.2.4.1 Beban Kerja Kognitif


Metode pengukuran beban kerja kognitif dapat dibagi menjadi dua, yaitu
berdasarkan objektivitas dan berdasarkan hubungan sebab akibat. Objektivitas dibedakan
antara data diri atau pengaruh subjektif si pengukur dan observasi objektif dari suatu
tingkah laku, performasi, dan reaksi psikologikal pada pengaruh yang lain. Hubungan sebab
akibat menggambarkan tipe dari hubungan antara beban kerja kognitif terhadap fenomena
yang diteliti berdasarkan pengukuran. Contoh hubungan langsungnya yaitu keberadaan
antara beban kerja dan kesulitan dalam mempelajari materi pembelajaran karena kesulitan
adalah hasil langsung dari beban kognitif intrinsic dan extraneous materi.
Hubungan tidak langsung terjadi antara beban kerja kognitif dan frekuensi errornya

5
navigasi. Navigasi error dapat disebabkan karena ketidaklengkapan model mental dari
suatu sisi jaringan, dimana dirinya sendiri dapat mengarah kepada beban kognitif yang
tinggi.emperlihatkan penggolongan metode pengukuran beban kognitif berdasarkan
objektivitas dan hubungan sebab akibat (Utomo, 2008).

1.2.4.2 Beban Kerja Mental


Definisi beban kerja mental menurut Henry R.Jex (1988): Beban kerja yang
merupakan selisih antara tuntutan beban kerja dari suatu tugas dengan kapasitas maksimum
beban mental seseorang dalam kondisi termotivasi.
Beban kerja mental seseorang dalam menangani suatu pekerjaan dipengaruhi oleh:
a) Jenis aktivitas dan situasi kerjanya
b) Waktu respon dan waktu penyelesaian yang tersedia
c) Faktor individu seperti tingkat motivasi, keahlian, kelelahan/kejenuhan
d) Toleransi performansi yang diizinkan.

Pengukuran beban kerja mental dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu :
 Secara Teoritis : Pendekatan ergonomi-biomekanik
Pendekatan ini mencakup pengukuran proses persepsi,
neuromotorik, dan biomekanik serta level
kelelahan/kejenuhan pekerja.

 Pendekatan psikologis : Pengukuran pendekatan psikologis menggunakan


atribut-
atribut seperti motivasi, antisipasi, keterampilan, dan
batas marginal kelelahan.

 Secara Teknis : Pengukuran beban kerja mental secara objektif


(Objective

6
Workload Measurement). Pengukuran beban kerja
mental secara subjektif (Subjective Workload
Measurement).

7
DAFTAR PUSTAKA

Nurmianto, Eko. 2008. Ergonomi : Konsep Dasar dan Aplikasinya, Edisi Kedua. Surabaya:
Guna Widya.
Santoso, Gempur. 2004. Ergonomi, Manusia, Peralatan, dan Lingkungan. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Tarwaka, Sholichul, Lilik Sudiajeng, 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan
Kerja dan Produktivitas. Surakarta: UNIBA Press.
Tarwaka. 2010. Ergonomi Industri. Surakarta : Harapan Press.

1
DAFTAR PUSTAKA

Brewer, C. L., & Halonen, J. S. (2004). A recent history of curriculum and assessment
in undergraduate psychology programs (Chapter 1, hal. 1-6). Washington, DC:
Project Kaleidoscope.
Lennart Sjoberg, Expalining risk preception. An evaluation of the psychometric
paradigm in risk perception research. Norwegian University of scienceand
Technology, Departement of psychology.

Budi I., Ayu dan MG Catur Yuantari. 2010. Hubungan antara Motivasi Perlindungan
dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Maker pada Polisi Lalu Lintas di
Semarang Barat.Jurnal Visikes – Vol.9 / No. 1 / April 2010.

Anda mungkin juga menyukai