Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN SEPSIS

DI RUANGAN PERISTI RSUD UNDATA PALU

OLEH :
ELIS DIYANTI
2020032022

CI LAHAN CI INSTITUSI

Ns.Ni Komang Udiani, S.Kep. M.Kep Ns. Katrina Feby L., M.P.H

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
TAHUN 2021
BAB I
KONSEP TEORI

A. Konsep Teori Sepsis Neonatal


1. Definisi
Sepsis neonatal adalah sindrom klinik penyakit sistemik, disertai
bakteremia yang terjadi pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan.
Sampaisaat ini, sepsis neonatorum merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortalitaspada bayi baru lahir. Pada bulan pertama kehidupan, infeksi
yang terjadi berhubungan dengan angka kematian yang tinggi, yaitu 13%-
15% (Hartanto et al.,2016).
Sepsis adalah sindrom yang dikarekteristikkan oleh tanda-tanda klinis
dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang kearah
septikemia dan syok septik (Dongoes, 2000)
Sepsis neonatal adalah infeksi pada bayi, terjadi pada 28 hari
pertama sejak dilahirkan. Infeksi dapat menyebar secara nenyeluruh
atau terlokasi hanya pada satu organ saja (seperti paru-paru dengan
pneumonia). Infeksi pada sepsis bisa didapatkan pada saat sebelum
persalinan (intrauterine sepsis) atau setelah persalinan (extrauterine
sepsis) dan dapat disebabkan karena virus (herpes, rubella), bakteri
(streptococcus B), dan fungi atau jamur (candida) meskipun jarang
ditemui (John Mersch, MD, FAAP, 2009).
Sepsis neonatal atau septikemia neonatorum merupakan keadaan
dimana terdapat infeksi oleh bakteri dalam darah diseluruh tubuh yang
terjadi pada bayi baru lahir 0-28 hari pertama (Maryunani dan
Nurhayati, 2009).
Sepsis neonatorum yaitu infeksi sistemik pada neonatus yang
disebabkan oleh bakteri, jamur dan virus (Fauziah dan Sudiarti, 2013).
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
sepsis neonatorum adalah sindrom klinis akibat infeksi bakteri pada
aliran darah selama 4 minggu pertama kehidupan.

2. Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat
diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan
dini (early-onset neonatal sepsis) dan sepsis neonatorum awitan lambat
(late-onset neonatal sepsis) (Anderson-Berry, 2014).
Sepsis neonatorum awitan dini (SNAD) merupakan infeksi
perinatal yang terjadi segera dalam periode pascanatal (kurang dari 72
jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero.
Infeksi terjadi secara vertikal karena penyakit ibu atau infeksi yang
diderita ibu selama persalinan atau kelahiran bayi. Incidence rate sepsis
neonatorum awitan dini adalah 3.5 kasus per 1.000 kelahiran hidup dan
15-50% pasien tersebut meninggal (Depkes RI, 2008). Sepsis
neonatorum awitan lambat (SNAL) terjadi disebabkan kuman yang
berasal dari lingkungan di sekitar bayi setelah 72 jam kelahiran. Proses
infeksi semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal
dan termasuk didalamnya infeksi karena kuman nasokomial
(Aminullah, 2010).

3. Etiologi
a. Infeksi bakterial
Banyak bakteri dapat menyebabkan infeksi sistemik dengan
infeksi dapat bersifat kongenital maupun didapat seperti : Lysteria
spp, Mycobacterium tuberkulosis, E coli, pneumokokus, salmonela,
enterokokus, streptokokus (sering Group β-Streptococcus/GBS ) dan
stafilokokus, Pseudomonas spp dan Klebsiella. Selain menyebabkan
infeksi sistemik, infeksi pun dapat bersifat lokal seperti terjadinya
infeksi kulit, pneumoni, osteomielitis, artritis, otitis media, infeksi
pada saluran pencernaan dan urogenital.
b. Infeksi virus
Yang sering menyebabkan infeksi kongenital/transplasenta
antara lain CMV/Cytomegalo virus, Rubella, Parvo virus, HIV.
Sedangkan yang sering menyebabkan infeksi yang didapat antara lain
Herpes simplex virus, Varicella-zoster virus, hepatitis,
RSV/Respiratory syncial virus.
c. Infeksi parasit / jamur
Sering disebabkan oleh kandida yang dapat bersifat infeksi
lokal maupun sistemik, infeksi biasanya adalah infeksi yang didapat.
Infeksi kongenital yang sering ditemukan adalah toxoplasma dan
syphilis, keduanya sering menimbulkan kelainan/cacat kongenital.
Terjadinya sepsis neonatorum dipengaruhi oleh faktor risiko pada ibu
dan neonatus. Faktor-faktor ini ini dikelompokan menjadi menjadi
faktor risiko mayor dan faktor risiko minor. Neonatus dikatakan
mempunyai faktor risiko, bila didapatkan satu faktor risiko mayor atau
dua faktor risiko minor sebagai berikut (Wilar et al., 2010):
Faktor risiko sepsis neonatal

Faktor Risiko Mayor Faktor Risiko Minor


Ketuban pecah >18 jam Ketuban pecah >12jam
Ibu demam saat intrapartum Ibu demam saat intrapartum
0 0
>38 C >37,5 C
Korioamnionitis Nilai APGAR rendah (menit ke-1
Ketuban bau <5, menit ke-5 <7)
Denyut jantung janin (DJJ) Berat badan lahir sangat rendah
>160x/menit (BBLSR) <1500 gram
Usia kehamilan <37 minggu
Keputihan yang tidak diobati
Ibu yang dicurigai infeksi saluran
kemih (ISK)
Sumber : Wilar et, al (2010)
4. Manifestasi Klinis
Menurut Fauziah dan Sudarti (2013), manifestasi klinis yang ditemukan
pada sepsis neonatal antara lain :

1) Umum : panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema


2) Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali
3) Saluran nafas: apnoe, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung,
merintih, sianosis
4) Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi,
bradikardi
5) Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas
minum, pernapasan tidak teratur, ubun-ubun membonjol
6) Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan.

Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu,
tidak kuat menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-
naik. Gejala-gejala lainnya dapat berupa gangguan pernafasan, kejang,
jaundice, muntah, diare, dan perut kembung Gejala dari sepsis neonatorum
juga tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya:
a. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah
dari pusar
b. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma,
kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan
pada ubun-ubun
c. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan
pada lengan atau tungkai yang terkena
d. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri
tekan dan sendi yang terkena teraba hangat
e. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut
dan diare berdarah.

5. Patofisiologi
Patofisiologi sepsis neonatal merupakan interaksi respon komplek
antara mikroorganisme patogen dan keadaan hiperinflamasi yang terjadi
pada sepsis, melibatkan beberapa komponen, yaitu: bakteri, sitokin,
komplemen, sel netrofil, sel endotel, dan mediator lipid.
Imunoglobulin pertama yang dibentuk fetus sebagai respon infeksi
bakteri intrauterin adalah IgM dan IgA. Ig/M dibentuk pada usia
kehamilan 10 minggu yang kadarnya rendah saat lahir dan meningkat
saat terpapar infeksi selama kehamilan. Peningkatan kadar Ig M
merupakan indikasi adanya infeksi neonatus. Ada 3 mekanisme
terjadinya infeksi neonatus yaitu saat bayi dalam kandungan/antenatal,
saat persalinan/ intranatal, atau setelah lahir/ pascanatal.
Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal
kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk ke dalam
tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Hal ini dapat terjadi secara
hematogen dari ibu yang menderita penyakit tertentu, antara lain infeksi
virus atau parasit seperti Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus,
Herpes (infeksi TORCH), sitomegalo, hepatitis, influenza. Bakteri yang
dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sifilis, dan toksoplasma, ini
dapat ditransmisikan secara hematogen melewati plasental ke fetus
(Nasution, 2008).
Pada masa intranatal atau saat persalinan. Neonatus terinfeksi
saat persalinan dapat disebabkan oleh aspirasi cairan amnion yang
mengandung lekosit maternal dan debris seluler mikroorganisme, yang
berakibat pneumonia. Paparan bayi terhadap bakteri terjadi pertama kali
saat ketuban pecah atau dapat pula saat bayi melalui jalan lahir. Pada
saat ketuban pecah, bakteri dari vagina akan menjalar ke atas sehingga
kemungkinan infeksi dapat terjadi pada janin (infeksi transmisi vertikal,
paparan infeksi yang terjadi saat kehamilan, proses persalinan
dimasukkan ke dalam kelompok infeksi paparan dini (early onset of
neonatal sepsis) dengan gejala klinis sepsis, terlihat dalam 3-7 hari
pertama setelah lahir (Hapsari, 2009).
Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi
setelah proses kelahiran umumnya akibat dari infeksi nosokomial di
lingkungan sekitarnya. Bakteri masuk ke dalam tubuh melalui udara
pernapasan, saluran cerna, atau melalui kulit yang terinfeksi. Bentuk
sepsis semacam ini dikenal dengan sepsis paparan lambat (late onset of
neonatal sepsis). Selain perbedaan dalam waktu paparan kuman, kedua
bentuk infeksi ini (early onset dan late onset) sering berbeda dalam jenis
kuman penyebab infeksi. Walaupun demikian patogenesis, gejala klinik,
dan tata laksana dari kedua bentuk sepsis tersebut tidak banyak berbeda
(Hapsari, 2009).
Sumber :
Hapsari (2009)
Survei Demografi Kesehatan Indonesia (2012)
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi Darah rutin
kadar hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), leukosit dan hitung
jenis, trombosit. Pada umumnya terdapat neutropeni PMN
1500/µl, rasio neutrofil imatur : total >0,2. Adanya reaktan fase
akut yaitu CRP (konsentrasi tertinggi dilaporkan pada infeksi
bakteri, kenaikan sedang didapatkan pada kondisi infeksi kronik),
LED, GCSF (granulocyte colonystimulating factor), sitokin IL-
1ß, IL-6 dan TNF (tumour necrosis factor).
Biakan darah atau cairan tubuh lainnya (cairan serebrospinalis)
serta uji resistensi, pelaksanaan pungsi lumbal masih kontroversi,
dianjurkan dilakukan pada bayi yang menderita kejang, kesadaran
menurun, klinis sakit tampak makin berat dan kultur darah
positip.
Bila ada indikasi, dapat dilakukan biakan tinja dan urin.
Pemeriksaan apusan Gram dari bahan darah maupun cairan liquor,
serta urin.
Lain-lain misalnya bilirubin, gula darah, dan elektrolit (natrium,
kalium).
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang diperlukan ialah foto dada, abdomen,
dan ginjal. Pemeriksaan USG ginjal, skaning ginjal, sistouretrografi
dilakukan atas indikasi.

7. Penatalaksanaan
Menurut IDAI (2005) penatalaksanaan yang dilakukan pada sepsis
neonatorum, yaitu :
a. Manajemen umum
Pada dugaan sepsis pengobatan ditujukan pada temuan khusus
(misaknya kejang) serta dilakukan pemantauan Kecurigaan besar
sepsis:
Antibiotik
Antibiotik awal diberikan ampisilin dan gentamisin, bila organisme
tidak dapat ditemukan dan bayi tetap menunjukan tanda infeksi
sesudah 48 jam, ganti ampisilin dan beri sefotaksim disamping tetap
beri gentamisin. Jika ditemukan organisme penyebab infeksi,
digunakan antibiotik sesuai uji kepekaan kuman. Antibiotik
diberikan sampai 7 hari setelah ada perbaikan.
Respirasi
Menjaga paten jalan napas dan pemberian oksigen untuk mencegah
hipoksia. Pada kasus tertentu membutuhkan ventilator mekanik.
Kardiovaskukar
Pasang jalur IV dan beri cairan IV dengan dosis rumat serta
pemantauan tensi (bila tersedia fasilitas) dan perfusi jaringan cegah
syok.
Hematologi
Transfusi komponen jika diperlukan, atasi kelainan yang mendasar.
Tunjangan nutrisi adekuat
b. Manajemen khusus
Pengobatan terhadap tanda khusus lain atau penyakit penyerta serta
komplikasi yang terjadi (misal : kejang, gangguan metabolik,
hematologi, respirasi, gastrointestinal, kardiorespirasi, hiperbilirubin)
Pada kasus tertentu dibutuhkan imunoterapi dengan pemberian
immunoglobulin, antibodi monoklonal atau transfusi tukar.
8. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita dengan sepsis dapat
diakibatkan gangguan tumbuh kembang. Misalnya gejala sisa neurologis
berupa retardasi mental, gangguan penglihatan, kesukaran belajar,
kelainan tingkah laku (IDAI, 2005).
Selain itu, komplikasi sepsis neonatorum antara lain meningitis dan
syok septik, dan ini merupakan komplikasi berat yang disebabkan oleh
toksin dalam aliran darah (Wong, 2009).
Menurut Rukiyah, dkk (2013), Refleks adalah suatu gerakan yang
terjadi secara otomatis dan spontantanpa disadari pada bayi normal, di
bawah ini akan dijelaskan beberapa penampilan dan perilaku bayi, baik
secara spontan karena adanya rangsangan atau bukan.
Tonik neek refleks, yaitu gerakan spontan otot kuduk pada bayi
normal,bila di tengkurapkan akan secara spontan memiringkan
kepalanya.

Rooting reflek, yaitu bila jarinya menyentuh daerah sekitar mulut bayi
maka ia akan membuka mulutnya dan memringkan kepalanya ke arah
datangnya jari.
Grasping reflek, reflek yang timbul di luar kemauan/Kesadaran bayi.
Contoh : bila bayi di angkat atau di renggut secara kasar dari
gendongan kemudian seolah-olah bayi melakukan gerakan yang
mengangkat tubuhnya pada orang yang mendekapnya.
Startle reflek, reaksi emosional berupa hentakan dan gerakan seperti
mengejang pada lengan dan tangan dan sering di ikuti dengan tangis.
Stapping reflek, reflek kaki secara spontan bila bayi diangkat tegak
dan kakinya satu per satu di sentuhkan pada satu dasar maka bayi
seolah-olah berjalan.
Refleks mencari puting (rooting), yaitu bayi menoleh ke arah sentuhan
dipipinya atau di dekat mulut, berusaha untuk menghisap.
Refleks menghisap (suckling), yaitu aerola puting susu tertekan gusi
bayi,lidah, dan langit-langit sehingga sinus latiferus tertekan dan
mengeluarkanASI.
Refleks menelan (swallowing), dimana ASI di mulut bayi mendesak
otot di daerah mulut dan faring sehingga mengaktifkan refleks
menelan dan mendorong ASIke daerah lambung.
Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian dilakukan melalui anamnesis untuk mendapatkan data,
yang perlu dikaji adalah status sosial-ekonomi, riwayat perawatan
antenatal, adanya/tidaknya ketuban pecah dini, partus lama atau sangat
cepat (partus presipatutus). Riwayat persalinan di kamar bersalin, ruang
operasi, atau tempat lain. Ada atau tidaknya riwayat penyakit seksual
(sifilis, herpes klamidia, gonorea, dan lain-lain). Apakah selama
kehamilan dan saat persalinan pernah menderita penyakit infeksi (mis.
Toksoplasmosis, rubeola toksemia gravidarum, dan amnionitis).
Pada pemeriksaan fisik data yang akan ditemukan meliputi letargi
(khususnya setelah 24 jam pertama), tidak mau minum atau refleks
menghisap lemah, regurgitasi, peka rangsang, pucat, hipotoni dan
hiporefleksi, gerakan putar mata, berat badan berkurang melebihi
penurunan berat badan fisiologis, hipotermi, tampak ikterus. Data lain
yang mungkin ditemukan adalah hipertermia, pernapasan mendengkur,
bradipnea, atau apnea, kulit lembab, pucat, pengisian kembali perifer
lambat, hipotensi, dehidrasi, sianosis. Gejala traktur gastrointestinal
meliputi muntah, distensi abdomen atau diare. Pada kulit terdapat ruam,
petekie, pustule dengan lesi atau herpes.
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah kadar gula darah
serum, bilirubin, protein aktif-C, imunoglobulin IgM, hasil kultur cairan
serebrospinal, darah, pus dari lesi, feses, dan urine. Juga dilakukan
analisis cairan serebrospinal dan pemeriksaan darah tepi dan jumlah
leukosit (Asrining et al., 2003).

2. Diagnosa Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi
2) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan untuk menelan
makanan
3) Risiko termogulasi tidak efektif ditandai dengan subkutan tidak
memadai
4) Risiko penyebaran infeksi ditandai dengan penurunan sistem imun
3. Rencana Keperawatan
Dengan NIC NOC (2011) menyebutkan bahwa perencanaan keperawatan
pada bayi yang mengalami sepsis neonatorum, yaitu :
1) Diagnosa keperawatan : Risiko Penyebaran Infeksi
Tujuan : Meminimalkan peningkatan resiko masuknya organisme
patogen
Intervensi : Kontrol infeksi
1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
2) Pertahankan teknik isolasi
3) Batasi pengunjung bila perlu
4) Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
berkunjung dan seteah berkunjung meninggalkan pasien
5) Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
6) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
7) Gunakan bau, sarung tangan sebagai alat pelindung
8) Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
9) Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan
petunuk umum
10) Tingkatkan intake nutrisi
11) Berikan terapi antibiotik bila perlu
2) Diagnosa Keperawatan : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Tujuan : Memelihara kebutuhan nutrisi bayi, berat badan bayi tidak
turun, menunjukkan kenaikan berat badan.
Intervensi : Manajemen nutrisi
Observasi
Identifikasi status nutrisi
Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Identifikasi makanan yang disukai
Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
Monitor asupan makanan
Monitor berat badan
Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
3) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
4) Berikan medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
5) Fasilitas menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
6) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
7) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
8) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
9) Berikan suplemen makanan, jika perlu
10) Hentikan pemberian makanan selan nasogastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
11) Ajarkan program diet yang diprogramkan
12) Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang dibutuhkan.
3) Diagnosa Keperawatan : pola nafas tidak efektif
Tujuan : mengatur dan membantu usaha bernapas dan kecukupan
oksigen
Intervensi : Pemantauan Respirasi
Observasi
1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
2) Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-stokes, biot, ataksik)
3) Monitor kemampuan batuk efektif
4) Monitor adanya produksi sputum
5) Monitor adanya sumbatan jalan napas
6) Palasi kesimetrisan ekspansi paru
7) Auskultasi bunyi napas
8) Monitor saturasi oksigen
9) Monitro nilai AGD
10) Monitor hasil x-ray toraks
11) Terapeutik
4) Diagnosa Keperawatan : risiko termoregulasi tidak efektif
Tujuan : menjaga suhu tubuh bayi dalam rentang normal
Intervensi : temperature regulation
Monitor suhu minimal tiap 2 jam
Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
Monitor TD, N, RR
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
DAFTAR PUSTAKA

Aminullah A. 2010. Ikterus, hiperbilirubinemia dan Sepsis pada neonatus. Dalam


Markum AH, Ismael S, editor. Buku ajar Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta: FKUI :
147-170.
Bobak, Irene. M., Lowdermilk., and Jensen. 2004. Buku Ajar Keperawatan
Maternitas. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Carpenito, L.J. (2009). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta Damanik,
Sylviati M, 2008. Klasifikasi Bayi Menurut Berat Lahir dan Masa
Gestasi. In: Sholeh Kosim, dkk. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI, 11-30.
Departemen Kesehatan Republik RI. 2008. Penatalaksanaan Sepsis Neonatorum.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007. Penatalaksanaan Sepsis
Neonatorum. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Depkes RI. 2007. Laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Dinarti,&RatnaAryani. (2009). Dokumentasi Keperawatan. Jakarta Trans InfoMed
Fauziah, A, Sudiarti. 2013. Asuhan Kebidanan Neonatus Resiko Tinggi dan
Kegawatdaruratan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Hapsari, A. T., 2009. Kadar Seng Serum Sebagai Indikator Prognosis Pada Keluaran
Sepsis Neonatarum. Diakses pada 09 April 2019. Jam 15.30 wib.melalui
eprints.undip.ac.id.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Sepsis dan syok septik. Dalam: Soedarmo S, Gama H,
Hadinegoro S, Satari H. Buku ajar infeksi & pediatri tropis. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI. 2005; 358-362

Anda mungkin juga menyukai